Anda di halaman 1dari 15

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol. 3, No.

1, Desember 2012

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KESEMBUHAN PENDERITA TB


PARU DI POLI PARU DI RUMAH SAKIT DAERAH SIDOARJO
Ani Intiyati*, Abdul Mukhis*, Yessy Dessy Arna*, Siti Fatimah*
*Pengajar Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan, Kemenkes, Surabaya

ABSTRACT
Lungs TB is an infection diseases caused by mycobacteium tuberculosis
germ, it mostly infects lungs than the other parts of the body. Tuberculosis can
attack anybody, from any group of people,mage, sex, social - economic status
and also nutrition status. The indicators for those who have TB are decreasing of
body weight, malaise, and anorexia. The condition of TB patient can be restored
by consuming good and nutritious food. The purpose of the research is to know
the correlation between nutrition status and recovery status of TB patient in lungs
poli of RSD Sidoarjo. The research uses analytic research design, using cross
sectional approach. The independent variable of the research is nutritionnstatus,
while dependent variabke is the recovery of Lungs TB patients. The data
collection is collected by observing the respondent. There are 47 lungs TB
patients as samples using random sampling technique. The result of chi-square
statistic test with significant level of 0.05 is df table 3X2 equals to 7.81 and X2
calculation equals to 18.41. The results shows that there is a correlation on
nutrition status and recovery status of lungs TB patients in lungs poli of RSD
Sidoarjo. It can be concluded that almost half of the patients have nutrition status
based on body weight index (IMT) categorized in thin, based on calori
consumption level categorized in defisit, and based on protein consumption level
is categorized in defisit. Most of the patients recovers based on the examination of
sputum (BTA) shows positive results.
Keywords: nutrition status, recovery on TB patients
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tuberkulosis
(TB)
paru
adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan
oleh
kuman
Mycobacterium Tuberculosis.Sumber
penularan berasal dari dahak pasien
yang mengandung kuman TB.Bakteri
ini merupakan bakteri basil yang
sangat kuat sehingga memerlukan
waktu
yang
lama
untuk
mengobatinya.Bakteri
ini
lebih
sering menginfeksi organ paru-paru

dibandingkan bagian tubuh yang lain


(Depkes RI,2002).TB merupakan
penyakit
pembunuh
utama
dimasyarakat dan menjadi masalah
kesehatan di masyarakat.Saat ini
diseluruh dunia masih terdapat 8juta
kasus terinfeksi dan 3 juta kasus
meninggal dunia setiap tahunnya
(Depkes RI,2002).
Penurunan
berat
badan,
malaise, dan anoreksia sering terjadi
pada penderita TB.Penurunan Berat
Badan dapat mencapai 10%.Kondisi
penderita TB dapat dipulihkan
60

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol. 3, No. 1, Desember 2012

dengan mengkonsumsi makanan


yang bergizi.Pengaturan ini bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan energi
dan protein yang meningkat untuk
mencegah
dan
memperbaiki
kerusakan
jaringan
tubuh.
Menambah berat badan hingga
mencapai normal dan diusahakan
berat badan seimbang dengan tinggi
badan (Depkes RI, 2002).
WHO menyatakan bahwa 1/3
penduduk dunia telah terinfeksi
kuman
TB.
Setiap
tahunnya
diseluruh dunia didapatkan sekitar 4
juta penderita baru TB menular,
ditambah dengan jumlah yang sama
TB yang tidak menular sekitar 3 juta
meninggal setiap tahunnya. Dari
seluruh kematian yang dapat
dicegah,
25%
diantaranya
disebabkan oleh tuberkulosis. Saat
ini di negara maju diperkirakan
setiap tahun terdapat 10-20 kasus
baru setiap 100.000 penduduk
dengan kematian 1-5 per 100.000
penduduk, sedangkan di negara
berkembang
angkanya
masih
tinggi(Alsagaaf, 2005:11).
Tuberkulosis
dapat
menyerang siapa saja, dari semua
golongan, segala usia dan jenis
kelamin dan semua status sosialekonomi. Sejak tahun 1995 program
Pemberantasan Tuberkulosis Paru,
telah dilaksanakan dengan strategi
DOTS
(Directly
Observed
Treathment
Shortcourse)
yang
direkomendasikan
oleh
WHO.
Kemudian
berkembang
seiring
dengan pembentukan GERDUNASTBC, maka Pemberantasan Penyakit
Tuberkulosis Paru berubah menjadi
Program
Penanggulangan
Tuberkulosis (Depkes RI,2002:1).
Upaya untuk menurunkan
prevalensi dan insiden Tuberkulosis

paru yang masih sangat tinggi perlu


dikurangi hambatan-hambatan dalam
usaha menurunkan prevalensi dan
insiden penyakit Tuberkulosis paru,
salah satu hambatannya adalah
pendidikan yang rendah. Tingkat
pendidikan di Indonesia yang masih
rendah dapat memperngaruhi tingkat
kesembuhan. Karena berpengaruh
terhadap kepatuhan minum obat anti
tuberkulosis pada penderita TB paru.
Faktor-faktor lain yang berhubungan
dengan kecenderungan penyakit
tuberkulosis adalah sosial ekonomi
dan masalah yang berkaitan dengan
kesehatan misalnya meningkatnya
kasus AIDS dan infeksi HIV (Price,
2001).
Sosial
ekonomi
sangat
berpengaruh pada tingkat konsumsi.
Konsumsi dan asupan makan yang
tidak
mencukupi
biasanya
menyebabkan keadaan gizi kurang,
sehingga mempermudah masuknya
bibit penyakit kedalam tubuh dan
menyebabkan
penyakit
infeksi.
Asupan
gizi
dari
penderita
Tuberkulosis paru masih sangat
kurang yang akan berpengaruh pada
peningkatan waktu kesembuhan yang
lama pada penderita Tuberkolosis
paru (Hizira, 2008).
Penderita TB paru di Jawa
Timur dari tahun ketahun angkanya
semakin meningkat, tahun 2006
mencapai 33.355penderita TB paru,
tahun 2007 mencapai 35.493
penderita, dan tahun 2008 terjadi
kenaikan
7%
yaitu
37.116
penderita.Pola peningkatan terjadi
karena ada kasus yang diperkirakan
ada,
tapi
belum
ditemukan
(www.Dinkes Jatim.com).
Berdasarkan data dari rekam
medik RSD Sidoarjo, jumlah
penderita TB paru yang ditemukan di

61

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol. 3, No. 1, Desember 2012

poli paru RSD Sidoarjo menyebutkan


bahwa jumlah kunjungan pasien di
poli paru pada tahun 2008 sebesar
11.071 dengan temuan kasus
penderita TB paru sebesar 5160
pasien, pada tahun 2009 jumlah
kunjungan penderita TB paru sebesar
12.100 pasien dengan temuan kasus
sebesar 4636 pasien, sedangkan pada
tahun 2010 triwulan ketiga (bulan
Oktober)sebesar
11.787
pasien
dengan temuan kasus sebesar 4090
pasien. Pada tahun 2010 bulan
Januari sampai Oktober, jumlah
pasien TB paru di Poli paru RSD
Sidoarjo yang
sudah mendapat
pengobatan Obat Anti Tuberkulosis
selama 6 bulan terdapat 57 pasien.
Dari jumlah tersebut didapatkan 33%
pasien dengan pengobatan lengkap,
12% dikatakan sembuh , 3%
dikatakan drop out, 47% dikatakan
pengobatan gagal, dan 2 % dikatakan
meninggal.
Pada Survei awal tanggal 2
Februari 2011, dengan observasi
IMT didapatkan 10 pasien yang
kontrol di Poli paru RSD Sidoarjo,
dikategorikan diantaranya sebanyak
6 penderita (60%) kurus, 3 penderita
(30%) normal, dan 1 penderita (10%)
gemuk. Dari hasil wawancara yang
dilakukan pada 6 orang pada kategori
kurus rata-rata menjawab setelah
minum obat TB nafsu makan
menjadi menurun, sedangkan 3 orang
dikategorikan
normal
rata-rata
menjawab nafsu makannya normal,
dan 1 orang diktategorikan gemuk
menjawab sudah kondisi awalnya
gemuk.
Menurut uraian diatas, angka
kejadian TB paru semakin tahun
semakin meningkat, juga banyak
penderita yang dengan pengobatan 6
bulan masih dikategorikan Gagal

(BTA positif). Sehingga peneliti


ingin mengadakan penelitian tentang
hubungan status gizi dengan
kesembuhan penderita TB paru di
Poli Paru Rumah Sakit Daerah
Sidoarjo.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian
identifikasi masalah diatas maka
dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut Apakah ada
hubungan status gizi dengan
kesembuhan penderita TB paru di
poli paru RSD sidoarjo? .
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Menganalisis
hubungan
Status gizi dengan kesembuhan
penderita TB paru di poli paru RSUD
Sidoarjo.
Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi
status
gizi
berdasarkan Indeks Masa Tubuh
(IMT), tingkat konsumi kalori,
dan tingkat konsumsi protein
(AKG) penderita TB paru di poli
paru RSD Sidoarjo.
b. Mengidentifikasi
kesembuhan
penderita TB paru di Poli paru
RSUD Sidoarjo.
c. Menganalisis hubungan status gizi
dengan kesembuhan penderita TB
paru di poli paru RSD Sidoarjo.
Manfaat Penelitian
Bagi Penderita
Mengetahui
faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
kesembuhan
TB,
sehingga
diharapkan penderitamau berupaya
dalam penyembuhan penyakit TB
serta meningkatkan kualitas hidup
penderita TB paru.

62

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol. 3, No. 1, Desember 2012

Bagi Pelayanan Kesehatan


Sebagai
bahan masukan
untuk program-program yang perlu
ditindak lanjuti.
Bagi Peneliti
Dapat
mengaplikasikan
metode
penelitian
dan
dapat
menghubungkan ilmu pengetahuan
khususnya tentang penyakit TB.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Dalam
penelitian
ini
menggunakan desain penelitian
analitik,
dengan
menggunakan
pendekatan secara cross sectional,
dimana peneliti mencari hubungan
antar variabel, juga melakukan
pengukuran atau pengamatan pada
saat bersamaan (Aziz, 2009:49).
Populasi, Sampel, dan Sampling
Populasi
Populasi dalam penelitian ini
adalah pasien pasien dengan
pengobatan OAT selama 6 bulan
antara bulan Januari- Oktober 2010
di Poli paru RSD Sidoarjo sebesar 57
pasien.
Sampel
Besar sampel merupakan
banyaknya anggota yang dijadikan
sampel (Nursalam, 2003). Kriteria
sampel yang akan diteliti diantaranya
yaitu:
a. Semua pasien TB paru yang
kontrol di Poli paru RSD Sidoarjo
yang berumur 19 tahun keatas.
b. Pasien dengan pengobatan OAT
yang sudah 6 bulan atau lebih.

c. Pasien yang bersedia menjadi


responden
Karena besar populasi kurang
dari
10.000,
maka
untuk
menggunakan besar sampel yaitu
dengan
menggunakan
rumus
menurut Notoatmodjo (Notoatmodjo,
2002 :92 )
Teknik Pengambilan Sampel
( Sampling )
Dalam
penelitian
ini
menggunakan teknik simpel random
sampling dimana peneliti mengambil
setiap sampel yang sudah memenuhi
kriteria untuk diambil secara acak
yaitu dengan
cara mengundi.
Peneliti akan memberi nomor pada
calon responden, yang kemudian
diundi dan diambil sebanyak 47.
Identifikasi Variabel
a. Variabel bebas (independen)
Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah status gizi.
b. Variabel terikat (dependen)
Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah kesembuhan penderita
TB paru.
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan disajikan
hasil
penelitian
data
tentang
hubungan status gizi dengan
kesembuhan pada penderita TB paru
di Poli Paru RSD Sidoarjo. Penelitian
ini dilakukan pada tanggal bulan Juni
2011 dengan sample 47 penderita
TB.Pengumpulan data dilakukan
dengan
menggunakan
lembar
observasi chek list, data sekunder
dari hasil pemeriksaan sputum
(BTA), pengukuran antropometri,
dan tingkat konsumsi gizi atau
Angka Kecukupan Gizi (AKG).
63

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol. 3, No. 1, Desember 2012

Peneliti akan menyajikan gambaran


umum penelitian dan penyajian data
mengenai status gizi yang meliputi
Indeks Masa Tubuh (IMT), tingkat
konsumsi energi, dan tingkat
konsumsi protein (AKG) serta hasil
pemeriksaan sputum BTA di Poli
Paru
RSD
Sidoarjo.Untuk
mengetahui
hubungan
antara
keduanya akan dilakukan uji ChiSqure dengan tingkat signifikan p
0,05 (tingkat kesalahan kurang dari
0,05).
Lokasi penelitian adalah di
RSD Sidoarjo yang terletak dijalan
Mojopahit No. 667 dengan luas lahan
50.014 m2 yang meliputi luas
bangunan gedung 32.433 m2 dan luas
taman 17.581 m2. RSD Sidoarjo
mempumyai batas-batas antara lain :
sebelah utara berbatasan dengan
pegadaian Sidoarjo, sebelah timur
berbatasan dengan jalan Majapahit,
sebelah selatanberbatasan dengan
desa Larangan dan sebelah barat
berbatasan dengan Perum Taman
Jenggala.
RSD Sidoarjo merupakan
Rumah Sakit Umum Pemerintah tipe
B non pendidikan dengan kapasitas
tempat tidur 552. Mempunyai sarana
23 buah poliklinik, ruang rawat inap,
ruang pavilyun, ruang Instalasi
Rawat Darurat (IRD), ruang peristi,
ruang IPIT (Instalasi Pelayanan
Intensif
Terpadu),
ruang
haemodialisis,
radiologi,
Bank
Darah, sterilisasi, laboratorium,
bedah sentral, farmasi, ruang
jenazah, tempat ibadah, kantin, dan
Bank Jatim. Ketenagaan di RSD
Sidoarjo antara lain : 24 orang
pejabat
structural,
49
dokter
spesialis, 18 orang dokter umum, 2
orang dokter spesialis gigi, 2 orang
dokter gigi, 302 orang perawat, 130

orang paramedis non perawatan, 227


orang tenaga non medis, 229 orang
tenaga volunteer, 21 orang kamtib.
Berdasarkan jenis kepegawaian di
RSD Sidoarjo yaitu 769 pegawai
negeri, 6 orang pegawai kontrak, 299
pegawai non PNS (volunteer).
Status Gizi Penderita TB Paru
Indeks Masa Tubuh (IMT)
Dari hasil pengumpulan data
didapatkan keadaan status gizi
berdasarkan Indeks masa tubuh
penderita TB paru di poli paru RSD
Sidoarjo sebagai berikut :
Indeks masa tubuh
Kurus

19
(40%)

Normal

8
(17%)

Gemuk

20
(43%)

Gambar 1. Karakteristik Status Gizi Penderita


TB Paru Berdasarkan Indeks Masa
Tubuh di Poli Paru RSD Sidoarjo
Pada Nulan Mei Juni 2011 (n=47)
(Sumber : Data primer Juni 2011)

Berdasarkan gambar 1 menunjukkan bahwa penderita TB paru


hampir setengah status gizi (IMT)
adalah kurus sebanyak 20 orang
(43%). Kurangnya asupan nutrisi/
malnutrisi dapat menurunkan daya
tahan tubuh sehingga seseorang
mudah tertular penyakit (Price,
2002).

64

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol. 3, No. 1, Desember 2012

Tingkat Konsumsi
a. Tingkat konsumsi kalori
Dari hasil pengumpulan data
didapatkan keadaan status gizi
berdasarkan tingkat konsumsi kalori
AKG) penderita TB paru di poli paru
RSD Sidoarjo sebagai berikut :
Tingkat Konsumsi Kalori
Baik Sedang Kurang Defisit
12
12
(26%)
(26%)
13
10
(27%)
(21%)

Gambar 2. Karakteristik Status Gizi Penderita


TB Paru Berdasarkan Tingkat
Konsumsi Kalori (AKG) di Poli Paru
RSD Sidoarjo Pada Bulan Mei Juni
2011 (n=47) (Sumber : Data primer
Juni 2011)

b. Tingkat konsumsi protein


Dari hasil pengumpulan data
didapatkan keadaan status gizi
berdasarkan tingkat konsumsi protein
(AKG) penderita TB paru di poli
paru RSD Sidoarjo sebagai berikut :

berdasarkan tingkat konsumsi protein


adalah defisit sebanyak 15 orang
(32%).
Pada penderita TB yang
kurang gizi akan mengakibatkan
produksi antibodi dan limfosit
terhambat,
sehingga
proses
penyembuhan menjadi terhambat.
Pada pembentukan antibodi serta
limfosit diperlukan adanya bahan
baku berupa protein dan karbohidrat
(Dillon, 1995)
Kesembuhan Penderita TB paru
Dari hasil pengumpulan data
didapatkan karakteristik kesembuhan
penderita TB paru dengan melihat
BTA di Poli paru RSD Sidoarjo
sebagai berikut :
Karakteristik Kesembuhan

Positif

27
(57%)

Negatif

20
(43%)

Tingkat Konsumsi Protein

Baik

11
(23%)

Gambar 3.

Sedang

12
(26%)
15
9
(32%)
(19%)

Karakteristik Status gizi penderita


TB paru berdasarkan tingkat
konsumsi protein (AKG) di Poli
Paru RSD Sidoarjo pada bulan
Mei Juni 2011(n=47) (Sumber :
Data primer Juni 2011)

Berdasarkan gambar 3 diatas


menunjukkan bahwa penderita TB
paru hampir setengah status gizi

Gambar 4. Karakteristik Penderita TB Paru


Berdasarkan Kesembuhan (BTA) di
Poli Paru RSD Sidoarjo Pada bulan
Mei Juni 2011(n=47) (Sumber :
Data primer Juni 2011)

Berdasarkan gambar 4 diatas


menunjukkan bahwa kesembuhan
penderita TB paru berdasarkan hasil
pemeriksaan sputum (BTA) sebagian
besar positif sebanyak 27 orang
(57%) dan hampir setengahnya
negatif sebanyak 20 orang (43%).
Mandel
dan
Sande
(1995)
mengatakan bahwa penyebab dari
kegagalan pengobatan atau BTA(+)
adalah ketidakteraturan minum OAT,
penggunaan satu macam obat, dosis

65

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol. 3, No. 1, Desember 2012

awal yang kurang, dan resistensi


kuman TB.
Hubungan Status Gizi
(Berdasarkan IMT) Dengan
Kesembuhan Penderita TB Paru
(BTA)
Pengelompokan data berdasarkan status gizi berdasarkan Indeks
masa
tubuh
(IMT)
dengan
kesembuhan pada penderita TB paru
(BTA) di Poli Paru RSD Sidoarjo
dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:
Tabel 1.Tabulasi Silang status gizi (IMT)
Dengan Kesembuhan Pada
Penderita TB paru (BTA) di Poli
Paru RSD Sidoarjo Bulan Mei-Juni
2011 (n=47)
Status
Gizi
(IMT)
Kurus

Kesembuhan
penderita TB paru
(Hasil Pemeriksaan
Sputum BTA )
Positif
Negatif
17 (85%)

3 (15%)

Normal

8 (42%)

11 (58%)

Gemuk

6 (75%)

2 (25%)

Total

27 (57%)

20 (43%)

ChiSquare

X2 =
11.486

df = 2

Total

20
(100%)
19
(100%)
8 (100%)
47
(100%)
P = 0.03

Sumber : Aziz (2003).

Berdasarkan tabel 4.1 diatas


menunjukkan bahwa dari 47
penderita TB paru di Poli paru RSD
Sidoarjo hampir setengahnya 20
penderita (43%) mempunyai status
gizi berdasarkan Indeks masa tubuh
(IMT)
adalah
kurus
dengan
kesembuhan yang ditunjukkan dari
hasil pemeriksaan sputum (BTA)
hampir seluruhnya menunjukkan
hasil positif yaitu 17 orang
(85%).Hasil Uji statistik Chi-Square
dengan tingkat signifikan =0,05
diperoleh df 2 X2 tabel sebesar 5,591

dan X2 hitung sebesar 11,486 karena


X2 hitung lebih besar dari X2 tabel
maka ada hubungan antara status gizi
dengan kesembuhan pada penderita
TB paru di Poli Paru RSD Sidoarjo.
Hubungan Status Gizi
(Berdasarkan Tingkat Konsumsi
Kalori (AKG)) Dengan
Kesembuhan Penderita TB Paru
(BTA)
Pengelompokan
data
berdasarkan status
gizi
yang
berdasarkan tingkat konsumsi kalori
(AKG) dengan kesembuhan pada
penderita TB paru (BTA) di Poli
Paru RSD Sidoarjo dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut:
Tabel 2. Tabulasi Silang Status Gizi
Berdasarkan Tingkat Konsumsi
Kalori (AKG) Dengan Kesembuhan
Pada PenderitaTB paru (BTA) di
Poli Paru RSD Sidoarjo Bulan MeiJuni 2011 (n=47)
Status Gizi
(tingkat
konsumsi
kalori)

Kesembuhan
penderita TB paru
(Hasil Pemeriksaan
Sputum BTA )
Positif
Negatif

Baik

1 (10%)

9 (90%)

Sedang

5
(41.6%)

7
(58.4%)

Kurang

9 (75%)

3 (25%)

Defisit

12
(92.3%)

1 (7.7%)

Total

27 (57%)

20 (43%)

Chi-Square

X =
18.407

df = 3

Total

10
(100%)
12
(100%)
12
(100%)
13
(100%)
47
(100%)
P=
0.000

Sumber : Aziz (2003).

Berdasarkan tabel 1 diatas


menunjukkan bahwa dari 47
penderita TB paru di Poli paru RSD
Sidoarjo hampir setengahnya 13
penderita (27%) mempunyai status
gizi berdasarkan tingkat konsumsi
kalori
adalah
defisit
dengan

66

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol. 3, No. 1, Desember 2012

kesembuhan yang ditunjukkan dari


hasil pemeriksaan sputum (BTA)
hampir seluruhnya menunjukkan
hasil positif yaitu 12 orang (92.3%).
Hasil Uji statistik Chi-Square dengan
tingkat signifikan =0,05 diperoleh
df 3 X2 tabel sebesar 7,81 dan X2
hitung sebesar 18,407 karena X2
hitung lebih besar dari X2 tabel maka
ada hubungan antara status gizi
dengan kesembuhan pada penderita
TB paru di Poli Paru RSD Sidoarjo.
Hubungan Status Gizi
(Berdasarkan Tingkat Konsumsi
Protein (AKG)) Dengan
Kesembuhan Pada Penderita TB
Paru (BTA)
Pengelompokan data berdasarkan status gizi berdasarkan tingkat
konsumsi protein (AKG) dengan
kesembuhan pada penderita TB paru
(BTA) di Poli Paru RSD Sidoarjo
dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:
Tabel 3. Tabulasi Silang status gizi
berdasarkan tingkat konsumsi
protein (AKG) dengan kesembuhan
pada penderitaTB paru (BTA) di
Poli Paru RSD SidoarjoBulan MeiJuni 2011 (n=47)
Status
Gizi
(tingkat
konsumsi
protein)
Baik

Kesembuhan
penderita TB paru
(Hasil Pemeriksaan
Sputum BTA )
Positif
Negatif
1 (11%)
8 (89%)

Sedang

2 (18%)

9 (82%)

Kurang

10 (83%)

2 (17%)

Defisit

14 (93%)

1 (7%)

Total

27 (57%)

20 (43%)

ChiSquare

Total

9 (100%)
11
(100%)
12
(100%)
15
(100%)
47
(100%)

X =
26.034

Sumber : Aziz (2003).

df = 3

P = 0.000

Berdasarkan tabel 3 diatas


menunjukkan bahwa dari 47
penderita TB paru di Poli paru RSD
Sidoarjo hampir setengahnya 15
penderita (32%) mempunyai status
gizi berdasarkan tingkat konsumsi
protein adalah defisit dengan
kesembuhan yang ditunjukkan dari
hasil pemeriksaan sputum (BTA)
hampir seluruhnya menunjukkan
hasil positif yaitu 14 orang
(93%).Hasil Uji statistik Chi-Square
dengan tingkat signifikan =0,05
diperoleh df 3 X2 tabel sebesar 7,81
dan X2 hitung sebesar 26,034 karena
X2 hitung lebih besar dari X2 tabel
maka ada hubungan antara status gizi
dengan kesembuhan pada penderita
TB paru di Poli Paru RSD Sidoarjo.
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas
tentang hasil penelitian mengenai
hubungan Status Gizi dengan
Kesembuhan pada Penderita TB paru
di Poli Paru RSD Sidoarjo.
Status Gizi
Menurut hasil penelitian
mengenai Status gizi penderita TB
paru di poli Paru RSD Sidoarjo
didapatkan status gizi menurut IMT
hampir setengahnya adalah kurus
sebanyak 20 orang (43%).Hal ini
kemungkinan
dipengaruhi
oleh
adanya penurunan nafsu makan
sehingga konsumsi makannya pun
sedikit, ini juga dikarenakan oleh
adanya anoreksia, malaise, dan
pengaruh dari pola makanan yang
dikonsumsi oleh penderita TB paru.
Sesuai dengan pendapat Marry
(2007) yang mengatakan bahwa pada
penderita TB paru sebagian besar
mengalami penurunan konsumsi
67

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol. 3, No. 1, Desember 2012

makan karena penderita tersebut


mengalami penurunan nafsu makan,
kekurangan energi dan protein
sehingga mereka terlihat kurus.
Dengan status gizi yang buruk maka
mempengaruhi daya imunitas atau
penurunan daya tahan tubuh
penderita TB paru.
Menurut hasil penelitian
mengenai Status gizi berdasarkan
indeks masa tubuh (IMT) penderita
TB paru di poli Paru RSD Sidoarjo
didapatkan status gizi yaitu kurus
sebanyak 20 penderita (43%), normal
sebanyak 19 penderita (40%), gemuk
sebanyak 8 penderita (17%).
Berdasarkan hasil penelitian diatas
maka didapat bahwa hampir setengah
penderit TB paru berstatus gizi
(IMT) kurus.
Terjadinya Status Gizi kurus
dikarenakan berat badan yang tidak
sesuai dengan tinggi badan, terlihat
dalam pengukuran antropometri
yaitu Berat badan dan Tinggi badan
sebanyak
20
penderit
yang
mengalami penurunan berat badan.
Menurut Hartono (2006) dalam
pengukuran berat badan terdapat 3
kategori yaitu :underweight (<90%),
normal
(90-100%),
obesitas
(overweight) (>100%).
Menurut hasil penelitian
mengenai Status gizi penderita TB
paru di poli Paru RSD Sidoarjo
didapatkan status gizi menurut
tingkat konsumsi kalori yang dilihat
dari AKG yaitu baik sebanyak 10
penderita (21%), pada status gizi
sedang sebanyak 12 penderita (26%),
pada status gizi kurang 12 penderita
(26%), sedangkan pada status gizi
defisit sebanyak 13 penderita (27%).
Berdasarkan hasil penelitian diatas
maka didapat bahwa hampir setengah

penderita TB paru berstatus gizi


(AKG) defisit.
Menurut hasil penelitian
mengenai Status gizi penderita TB
paru di poli Paru RSD Sidoarjo
didapatkan status gizi menurut
tingkat konsumsi protein yang dilihat
dari AKG yaitu baik sebanyak 9
penderita (19%), pada status gizi
sedang sebanyak 11 penderita (23%),
pada status gizi kurang 12 penderita
(26%), sedangkan pada status gizi
defisit sebanyak 15 penderita (32%).
Berdasarkan hasil penelitian diatas
maka didapat bahwa hampir setengah
penderit TB paru berstatus gizi
(AKG) defisit. Menurut Almeitser
(2002) menyebutkan bahwa dalam
mengukur status gizi dapat diukur
dengan Tingkat konsumsi makan
yang menggunakan 4 kategori yaitu:
baik (>90%), sedang (80-90%),
kurang (70-80%), dan defisit
(<70%).
Konsumsi kalori dan protein
pada seorang penderita TB setiap
harinya mempengaruhi secara kuat
baik kepada mortalitas maupun
morbiditas tuberculosis. Adanya
tambahan protein dan kalori akan
menaikkan gizi penderita TB paru.
Pada proses pengobatannya sendiri
menurut Dillo (1995) pada jumlah
zat gizi kurang akan mempengaruhi
penurunan penyerapan OAT yaitu
Rifampisin.
Menurut
uraian
diatas
menunjukkan bahwa sebagian besar
penderita TB paru berada pada status
gizi (AKG) defisit, hal tersebut
dipengaruhi oleh adanya penurunan
berat badan penderita.Masalah nutrisi
yang sering pada penderita TB paru
yaitu kurangnya energi dan protein
sehingga berpengaruh pada status
gizi penderita. Jika hal tersebut

68

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol. 3, No. 1, Desember 2012

dibiarkan terus menerus maka akan


berdampak pada sistem daya tahan
tubuh akan menurun sehingga
berpotensi
pada
proses
penyembuhan.
Disarankan bagi penderita TB
paru khususnya yang BTA (+) untuk
mengkonsumsi
makanan
yang
bergizi dan istirahat yang cukup
untuk mempertahankan daya tahan
tubuh, memperbanyak konsumsi
makanan yang banyak mengandung
protein misalnya telur, daging, susu.
Penderita jika tidak mampu makan
dalam jumlah yang banyak sekaligus,
makanlah sedikit-sedikit tapi sering
(6x sehari), menghindari makanan
yang dapat merangsang batuk seperti
gorengan, makanan pedas, dan
minuman dingin.
Kesembuhan Pada Penderita TB
Paru
Prosedur
pemeriksaan
seseorang dikatakan positif terkena
penyakit TB paru yaitu dengan
dilakukannya pemeriksaan sputum.
Pemeriksaan sputum adalah penting
karena pada pemeriksaan tersebut
ditemukannya kuman BTA (Basil
Tahan Asam). Kriteria sputum BTA
(+) adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA
pada suatu sediaan dengan kata lain
diperkirakan 500 kuman dalam satu
ml sputum. BTA (+) 1 berarti
ditemukan 3-9 basil dalam satu
sediaan, BTA (+) 2 berarti
ditemukan lebih dari 10 basil dalam
satu sediaan, BTA (+) 3 berarti
ditemukan lebih dari satu basil tiap
lapang pandang (Medialitbangkes,
2001).
Menurut hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 47
penderita
sebagian
besar

pemeriksaan Sputum dengan BTA


(+) sebanyak 27 penderita (57%).
Hal
ini
disebabkan
karena
pengobatan penderita TB paru dan
dari kondisi klinis penderita. Seorang
penderita yang kondisi klinisnya
dikategorikan berat dan tidak segera
berobat maka upaya pengobatan dan
penyembuhan akan lebih lama dan
akan didapatkan hasil pemeriksaan
sputum dengan jumlah BTA (+) yang
lebih banyak. Hal ini sesuai dengan
Ferry (2007) yang mengatakan
bahwa pada pemeriksaan sputum
penderita TB paru dengan jumlah
BTA (+) yang lebih banyak
tergantung dari kondisi klinis
penderita, jika kondisi klinis
penderita yang semakin buruk atau
berat maka berdampak pada daya
tahan tubuh, sehingga didapatkan
basil pemeriksaan Sputum BTA (+)
3.
Tanda-tanda orang yang
dicurigai terkena penyakit TB paru
yaitu secara umum dapat dilihat dari
gejalanya terlebih dahulu yaitu,
demam tidak terlalu tinggi yang
berlangsung lama biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat dingin.
Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang
timbul, penurunan nafsu makan dan
berat badan, batuk-batuk selama
lebih dari 3 minggu (dapat disertai
dengan darah), perasaan tidak enak
(malaise), lemah. Untuk memberikan
kepastian maka orang tersebut harus
diperiksa lebih lanjut dan harus
dipastikan dengan
pemeriksaan
laboratorium dan foto Rontgen
(Depkes RI, 2002).
Ketidakpatuhan
atau
ketidakteraturan dalam pengobatan
adalah seseorang yang melalaikan
kewajibannya berobat sedemikian

69

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol. 3, No. 1, Desember 2012

rupa sehingga dapat mengakibatkan


terhalangnya
kesembuhan.
Keteraturan minum obat diukur dari
kesesuaian dengan aturan yang
ditetapkan, dengan pengobatan yang
lengkap sampai selesai dalam jangka
waktu
enam
bulan.keteraturan
pengobatan kurang dari 90% akan
mempengaruhi penyembuhan. OAT
harus ditelan secara teratur sesuai
dengan jadwal terutama dua fase
pengobatan
untuk
menghindari
terjadinya kegagalan pengobatan dan
terjadinya kekambuhan.
Menurut
uraian
diatas
menunjukkan
bahwa
jumlah
penderita TB paru BTA (+) di Poli
paru RSD Sidoarjo sebagian besar
pemeriksaan sputum BTA (+) yang
dilakukan 3X sebanyak 27 penderita
(57%). Hal tersebut dikarenakan
sebagian besar penderita TB paru
minum OAT tidak secara teratur atau
sering lalai dalam pengobatannya,
juga diikuti dengan status gizi yang
buruk.
Disarankan bagi penderita
apabila batuk lebih dari 2 minggu
segera ke pelayanan kesehatan untuk
memeriksakan
sputumsebagai
deteksi dini penyakit TB paru.
Penderita yang sudah dikatakan BTA
(+), untuk minum obat OAT secara
teratur agar tidak terputus sehingga
tidak terjadi penularan.
Hubungan Status Gizi dengan
Kesembuhan pada Penderita TB
paru di Poli Paru RSD Sidoarjo
Hubungan Status gizi Berdasarkan
Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan
Kesembuhan pada Penderita TB
paru (BTA)
Menurut hasil Uji statistik
Chi-Square dengan tingkat signifikan

=0,05 diperoleh df 2 X2 tabel


sebesar 5,591 dan X2 hitung sebesar
11,486 karena X2 hitung lebih besar
dari X2 tabel maka ada hubungan
antara
status
gizi
dengan
kesembuhan pada penderita TB paru
di Poli Paru RSD Sidoarjo.
Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 47
penderita TB paru di Poli paru RSD
Sidoarjo hampir setengahnya 20
penderita (43%) mempunyai status
gizi berdasarkan Indeks masa tubuh
(IMT)
adalah
kurus
dengan
kesembuhan yang ditunjukkan dari
hasil pemeriksaan sputum (BTA)
hampir seluruhnya menunjukkan
hasil positif yaitu 17 orang (85%).
Hal ini disebabkan karena penurunan
berat badan pada penderita TB paru
yaitu dipengaruhi oleh adanya
penurunan nafsu makan.
Hubungan Status Gizi Berdasarkan
Tingkat Konsumsi kalori (AKG)
Dengan Kesembuhan Pada
Penderita TB paru (BTA)
Menurut hasil Uji statistik
Chi-Square dengan tingkat signifikan
=0,05 diperoleh df 3 X2 tabel
sebesar 7,81 dan X2 hitung sebesar
18,41 karena X2 hitung lebih besar
dari X2 tabel maka ada hubungan
antara
status
gizi
dengan
kesembuhan pada penderita TB paru
di Poli Paru RSD Sidoarjo.
Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 47
penderita TB paru di Poli paru RSD
Sidoarjo hampir setengahnya 13
penderita (27%) mempunyai status
gizi berdasarkan tingkat konsumsi
kalori
adalah
defisit
dengan
kesembuhan yang ditunjukkan dari

70

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol. 3, No. 1, Desember 2012

hasil pemeriksaan sputum (BTA)


hampir seluruhnya menunjukkan
hasil positif yaitu 12 orang (92.3%).
Hal ini disebabkan karena selain
tingkat konsumsi kalori penderita TB
paru yang sedikit dipengaruhi oleh
penurunan nafsu makan, juga
dikarenakan efek samping obat OAT
yang dapat menyebabkan pengaruh
anoreksia pada penderita TB paru.
Hubungan Status Gizi Berdasarkan
Tingkat Konsumsi Protein (AKG)
Dengan Kesembuhan Pada
Penderita TB Paru (BTA)
Menurut hasil Uji statistik
Chi-Square dengan tingkat signifikan
=0,05 diperoleh df 3 X2 tabel
sebesar 7,81 dan X2 hitung sebesar
26,034 karena X2 hitung lebih besar
dari X2 tabel maka ada hubungan
antara
status
gizi
dengan
kesembuhan pada penderita TB paru
di Poli Paru RSD Sidoarjo.
Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 47
penderita TB paru di Poli paru RSD
Sidoarjo hampir setengahnya 15
penderita (32%) mempunyai status
gizi berdasarkan tingkat konsumsi
protein adalah defisit dengan
kesembuhan yang ditunjukkan dari
hasil pemeriksaan sputum (BTA)
hampir seluruhnya menunjukkan
hasil positif yaitu 14 orang (93%).
Hal ini disebabkan karena kurangnya
tingkat konsumsi protein akan
menyebabkan produksi antibodi dan
limfosit
terhambat
yang
mengakibatkan
penyembuhan
menjadi terhambat.
Berdasarkan hasil penelitian
keseluruhan status gizi dari 47
penderita menunjukkan bahwa status
gizi penderita TB paru BTA (+)

berada pada status gizi kurus, dan


tingkat konsumi kalori dan protein
defisit. Hal ini disebabkan karena
tingkat konsumsi makan penderita
TB paru sedikit yaitu salah satunya
dipengaruhi oleh adanya malaise,
anoreksi, dan penurunan nafsu
makan. Selain konsumsi makan yang
sedikit, juga ada penurunan berat
badan yang dipengaruhi oleh
kurangnya energi dan protein. Pola
makan penderita TB paru sangat
mempengaruhi terjadinya penurunan
berat badan, jika kondisi tersebut
berlangsung lama maka Status Gizi
penderita menjadi buruk. Sesuai
dengan pendapat Gail M (2000) yang
mengatakan penurunan berat badan
yang dialami oleh sebagian besar
penderita
TB
paru
dapat
mengakibatkan
gangguan
pada
imunitas seluler pada keadaan ini
terjadi penurunan jumlah limfosit
yang beredar dan penurunan respon
terhadap stimulus antigen juga terjadi
gangguan fagositosis dan aktivitas
komplemen.
Keadaan
ini
menyebabkan resiko terhadap infeksi
oleh
bakteri
disamping
oleh
mikroorganisme
berkapsul
dan
mengakibatkan hasil pemeriksaan
sputum BTA (+) yang lebih banyak.
Diit yang cukup selain dapat
meningkatkan status gizi penderita
juga berpengaruh pada peningkatan
sistem imunitas yang membantu
mempercepat penyembuhan TB.
Selain pemberian Obat TB (OAT)
yang digunakan untuk mematikan
bakteri
dan
memutus
rantai
penularan,
juga
diberikan
penyuluhan gizi untuk penderita TB
paru, agar penderita TB paru
mengetahui kebutuhan makanan
yang harus dipenuhi pada keadaan
sakit, dan dapat meningkatkan

71

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol. 3, No. 1, Desember 2012

asupan makanan. Berbagai sumber


protein dengan kualitas yang baik
dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan protein yang meningkat
untuk penyembuhan TB seperti,
daging, ikan, telur, susu, dan kedelai
(proten). Perbaikan status gizi dapat
terjadi dengan meningkatnya asupan
makanan diikuti dengan peningkatan
berat badan, IMT, dan AKG. Hal ini
akan memberikan hasil pengobatan
yang optimal, kebutuhan energi dan
protein yang tinggi disertai dengan
penyuluhan gizi akan mempercepat
proses penyembuhan, terutama pada
penderita malnutrisi (Badan Gizi
Masyarakat, 2000).
Menurut hasil uraian diatas
menunjukkan bahwa status gizi
(AKG) berdasarkan IMT yaitu kurus,
berdasarkan tingkat konsumsi kalori
yaitu defisit, juga tingkat konsumsi
protein yaitu defisit. Dengan BTA
(+) yang semakin banyak jumlahnya
maka jumlah kuman yang berada
didalam tubuh juga semakin banyak
sehingga
hal
tersebut
dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan
nafsu makan yang mengakibatkan
konsumsi makan yang sedikit pada
penderita TB paru di Poli paru RSD
Sidoarjo.
Disarankan
bagi
para
penderita TB paru BTA (+)
membutuhkan kesabaran karena
penyakit TB merupakan penyakit
yang proses penyembuhannya lama,
disamping itu pengobatan juga
membutuhkan
kerutinan
dalam
waktu yang lama dan tidak menutup
kemungkinan akan timbul rasa bosan
atau jenuh pada penderita dan
pengobatan TB sendiri mempunyai
efek samping.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Hampir setengah dari penderita
TB paru memiliki status gizi
berdasarkan indeks masa tubuh
(IMT) kurus, berdasarkan tingkat
konsumsi kalori yaitu defisit, dan
berdasarkan tingkat konsumsi
protein yaitu defisit.
2. Sebagian besar penderita TB paru
memiliki
kesembuhan
berdasarkan hasil pemeriksaan
sputum (BTA) menunjukkan hasil
positif.
3. Ada hubungan antara status gizi
dengan
kesembuhan
pada
penderita TB paru.
Saran
Bagi Penderita
a. Mengkonsumsi makanan yang
bergizi dan istirahat yang cukup
untuk mempertahankan daya
tahan tubuh.
b. Memperbanyak
konsumsi
makanan
yang
banyak
mengandung protein misalnya
telur, daging, susu, dsb.
c. Apabila batuk lebih dari 2 minggu
segera untuk
memeriksakan
sputum
untuk deteksi dini
penyakit TB paru.
d. Makanlah sedikit-sedikit tapi
sering (6x sehari)jika tidak
mampu makan dalam jumlah yang
banyak sekaligus.
e. Menghindari makanan yang dapat
merangsang
batuk
seperti,
gorengan minuman dingin, dan
makanan pedas.
f. Penderita yang sudah dikatakan
BTA (+), untuk minum obat OAT
secara teratur agar tidak terputus
sehingga tidak terjadi penularan.
72

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol. 3, No. 1, Desember 2012

Bagi Pelayanan Kesehatan yang


Terkait
Agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan dan perbaikan status gizi
melalui
promkes.
Penyuluhan
tentang gizi seimbang. Pemberian
makanan tambahan (PMT = susu
protein) bagi penderita TB paru yang
mengalami status gizi buruk.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian dengan
teliti dalam waktu yang lama dan
jumlah sampel yang lebih banyak
sehingga didapatkan hasil penelitian
yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Almaitser, Sunita (2001). Prinsip
Dasar Ilmu Gizi,
Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama
Alsagaaf, Hood dan Wibisono
(2004).Ilmu Penyakit Paru,
Surabaya:Airlangga
Alsagaaf, Hooddan Mukty, Abdul
(2005).Dasar-dasar Ilmu
penyakit
Paru,Surabaya:Airlangga
Andi (2008).Penderita Tuberkulosis
Indonesia.(www.tbcindonesia
.co.id diakses tanggal 30 Juli
2011)
Aziz, Alimul(2003). Riset
Keperawatan dan Teknik
Penulisan Ilmiah,
Jakarta:Salemba Medika.
Aziz, Alimul (2009). Metode
Penelitian Keperawatan dan
Teknik Analisa Data, Jakarta:
Salemba Medika.

Badudu, Zain (1996). Kamus bahasa


Indonesia. Jakarta : Pelita
Sinar Harapan
Bahar, Asril (1999). Ilmu penyakit
dalam jilid 2.Jakarta : FKUI
Depkes, Jatim (2002). Jumlah TB
paru di Jawa Timur.
(www.Dinkes Jatim.com.
Diakses pada tanggal 14
Januari 2011)
Depkes RI (2002). Pedoman
Penanggulangan
Tuberkulosis,Jakarta
Dillon, D. (1995). interaksizat gizi
dengan obat. Majalah
kesehatan masyarakat
Indonesia
Fahrudda (2001).Surveilans
Epidemiologi
Tuberkulosis,Jakarta
Hizira, S (2008). Hubungan Pola
Konsumsi dan Status Gizi
Penderita
Tuberkulosis.(http//www.scri
bd.com. diakses pada tanggal
24 januari 2011)
Ika, yohana (2006).Beberapa Faktor
Yang Berhubungan Dengan
Pengobatan TB
Paru.(www.digilib.unnes.ac.i
d.. Diakses pada tanggal 14
Januari 2011)
Musadad, Anwar (2002). Hubungan
Rumah Dengan kejadian
Tuberkulosis.
(www.yahoo.co.id.Diakses
pada tanggal 14 Januari 2011)
Notoatmodjo, S (2002). Metodologi
Penelitian Kesehatan,
Jakarta:Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo( 2003).
Pendidikan dan perilaku
73

THE INDONESIAN JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol. 3, No. 1, Desember 2012

kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta
Nursalam (2003). Konsep dan
Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan,
Jakarta:Salemba Medika
Nursalam, dan Siti P (2001).
Pendekatan praktis
metodologi Riset
Keperawatan. Jakarta :
Sagung Seto

Price, Silvia (2001). Patofisiologi,


Jakarta:EGC
Sediaoetama, Djaeni (2004). Ilmu
Gizi, Jakarta:Dian Rakyat
Soemirat, Juli (2000). Epidemiologi
Lingkungan,
Yogyakarta:Universitas
Gadjah Mada
Suhardjo, (2002).Perencanaan
Pangan dan Gizi,
Jakarta:EGC

Nyoman, I Dewa (2001). Penilaian


Status Gizi, Jakarta:EGC

74

Anda mungkin juga menyukai