Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ILMU BIOMEDIK KEPERAWATAN

FISIOLOGI
SISTEM GERAK REFLEKS

DOSEN PENGAMPU :
Dina Indrarti DS,M.Kep.Sp.Mat
DISUSUN OLEH :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

DEFI MERISA
NIM : P1337420215066
RIA ELSAVIANA AGUSTIN
NIM : P1337420215067
FINDY NAISHA FERDIANA
NIM : P1337420215068
MAULIDA PURWADANI
NIM : P1337420215069
FAJRI KUSUMASTUTI
NIM : P1337420215070
NIKEN NOFIA ANGGRAENI
NIM : P1337420215071
INDRI RIADHA SHINTYA DEWI NIM : P1337420215072

POLTEKES KEMENKES SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji hanya milik Allah SWT, semata yang telah melimpahkan
Rahmat-Nya dengan kita sekalian dan khususnya pada kami sendiri yang mana
sudah selesai menyusun makalah tentang Gerak dan Refleks yang diperoleh dari
sumber-sumber yang kami cari.
Makalah ini disusun bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang lebih luas
tentang Gerak dan Refleks.
Kami menyadari akan kelemahan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini
oleh karena bagi para pembaca boleh menegur atau memberi saran kepada kami.
Kami akan hargai teguran dari para pembaca.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi yang membaca.

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................... 1


KATA PENGANTAR.................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................. 4
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 5
1.3 Tujuan ...................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN .............................................................. 6
2.1 Mekanisme Gerak Refleks ..................................................... 6
2.1.1 Pengertian Gerak Refleks......................................... 6
2.1.2 Lengkung Refleks ...................................................... 6
2.1.3 Sifat Umum Refleks .................................................. 8
2.1.4 Proses Terjadinya Gerak Refleks ............................ 9
2.2 Macam macam Gerak Refleks............................................... 10
2.2.1 Refleks Fisiologis ....................................................... 10
2.2.2 Refleks Patologis........................................................ 14
BAB III PENUTUP ...................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 21

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa
disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari
reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil
olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus
dilaksanakan oleh efektor.
Gerak refleks adalah gerak yang dihasilkan oleh jalur saraf yang paling sederhana. Jalur
saraf ini dibentuk oleh sekuen neuron sensor, interneuron, dan neuron motor, yang
mengalirkan impuls saraf untuk tipe reflek tertentu. Gerak refleks yang paling sederhana
hanya memerlukan dua tipe sel sraf yaitu neuron sensor dan neuron motor.
Gerak refleks merupakan gerakan yang dilakukan tanpa sadar dan merupakan respon
segera setelah adanya rangsang. Gerak refleks akan berhubungan dengan saraf-saraf yang ada
dalam tubuh. Secara normal seseorang pasti akan mengalami gerak reflek, jika tidak,maka
seseorang itu mengalami gangguan pada sistem sarafnya. Jadi jika orang tidak mengalami
gerak refleks karena adanya rangsang yang tiba-tiba, maka pada tubuh terjadi patologis pada
sistem sarafnya. Sedangkan saraf merupakan hal yang penting dalam tubuh karena
merupakan pusat koordinasi kegiatan tubuh. Maka berawal dari pentingnya saraf bagi tubuh
ini, kami membuat makalah tentang gerak refleks, karena gerak refleks pada manusia dapat
menjadi salah satu patokan apakah sistem saraf pada suatu individu itu mengalami patologis
atau tidak.
Gerak refleks disebabkan oleh rangsangan tertentu yang biasanya mengejutkan dan
menyakitkan. Misalnya bila kaki menginjak paku, secara otomatis kita akan menarik kaki dan
akan berteriak. Refleks juga terjadi ketika kita membaui makanan enak, dengan keluarnya air
liur tanpa disadari.

Gerak refleks terjadi apabila rangsangan yang diterima oleh saraf sensori langsung
disampaikan oleh neuron perantara (neuron penghubung). Hal ini berbeda sekali dengan
mekanisme gerak biasa.

Gerak biasa rangsangan akan diterima oleh saraf sensorik dan kemudian disampaikan
langsung ke otak. Dari otak kemudian dikeluarkan perintah ke saraf motori sehingga
terjadilah gerakan. Artinya pada gerak biasa gerakan itu diketahui atu dikontrol oleh otak.
Sehingga oleh sebab itu gerak biasa adalah gerak yang disadari.

1.2 Rumusan Masalah


1

Bagaiman mekanisme gerak refleks?

Apa saja macam gerak refleks?

1.3 Tujuan
1

Untuk mengetahui mekanisme gerak refleks.

Untuk mengetahui macam gerak refleks.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Mekanisme Gerak Refleks
2.1.1 Pengertian Gerak Refleks
Refleks adalah respons otomatis terhadap stimulus tertentu yang menjalar pada rute
yang disebut lengkung refleks. Sebagian besar proses tubuh involunter (misalnya, denyut
jantung, pernapasan, aktivitas pencernaan, dan pengaturan suhu) dan respons somatis
(misalnya, sentakan akibat suatu stimulus nyeri atau sentakan pada lutut) merupakan kerja
refleks.
Gerak refleks adalah bagian dari mekanisme pertahanan tubuh dan terjadi lebih cepat
dari gerak sadar. Mekanisme gerak refleks merupakan suatu gerakan yang terjadi tiba-tiba
diluar kesadaran kita. Pada manusia gerak refleks terjadi melalui (reflex arc), namun refleksrefleks ini sangat penting artinya didalam mendiagnosis dan melokalisasi lesi neurologi
Bagi gerak refleks, waktu reaksi adalah jumlah waktu yang dibutuhkan oleh makhluk
hidup untuk bereaksi sejak rangsangan muncul.
2.1.2 Lengkung Refleks
Unit dasar aktivitas refleks terpadu adalah lengkung refleks. Lengkung refleks ini terdiri
atas alat indra, neuron aferen, satu sinaps atau lebih yang umumnya terdapat di pusat integrasi
sentral, neuron eferen, dan efektor. Pada mamalia, hubungan (sninaps) antara neuron somatik
aferen dan eferen biasanya terdapat di otak atau medulla spinalis. Serat neuron aferen masuk
susunan saraf pusat melalui radiks dorsalis medulla spinalis atau melalui nervus kranialis,
sedangkan badan selnya akan terdapat di ganglion dorsalis atau di ganglion-ganglion
homolog nervi kranialis. Serat neuron eferen keluar melalui radiks ventralis atau melalui
nervus cranial yang sesuai. Kenyataan radiks dorsalis medulla spinalis bersifat sensorik dan
radiks ventralis bersifat motorik dikenal sebagai hukum Bell-Magendie.

Semua lengkung (jalur refleks) terdiri dari komponen yang sama.


1

Reseptor adalah ujung distal dendrit, yang menerima stimulus.

Jalur aferen melintas sepanjang sebuah neuron sensorik sampai ke otak atau medulla
spinalis.

Bagian pusat adalah sisi sinaps, yang berlangsung dalam substansi abu-abu SSP.
Impuls dapat ditransmisi, diulang rutenya atau dihambat pada bagian ini.

Jalur eferen melintas disepanjang akson neuron motorik sampai ke efektor, yang akan
merespons impuls eferen sehingga menghasilkan aksi yang khas.

Efektor dapat berupa otot rangka, otot jantung, atau otot polos, atau kelenjar yang
merespon.

Gb.1 Lengkung Refleks

2.1.3 Sifat Umum Refleks


1. Rangsangan Adekuat
Rangsangan yang memicu terjadinya refleks umumnya sangat tepat (presisi).
Rangsangan ini dinamakan rangsangan adekuat untuk refleks tersebut. Suatu contoh yang
jelas adalah refleks menggaruk pada anjing. Refleks spinal ini timbul akibat rangsangan yang
adekuat melalui rangsangan raba linier multiple, yang misalnya karena terdapat serangga
yang merayap di kulit. Respons yang timbul adalah garukan hebat pada daerah yang
terangsang (sementara itu, ketepatan gerakan kaki yang menggaruk ke tempat yang teriritasi
itu merupakan contoh sinyal local yang baik). Bila rangsangan raba multiple itu terpisah jauh
atau tidak dalam satu garis, rangsangan yang adekuat tidak akan timbul dan tidak terjadi
garukan. Lalat merayap, tetapi juga dapat melompat dari satu tempat ke tempat lain.
Lompatan ini memisahkan rangsangan raba tersebut sehingga tidak terbentuk rangsangan
adekuat untuk refleks menggaruk.

2. Jalur Bersama Akhir


Neuron motorik yang mempersarafi serabut ekstrafusal otot rangka merupakan
bagian eferen dari berbagai lengkung refleks. Seluruh pengaruh persarafan yang
memengaruhi kontraksi otot pada akhirnya akan tersalur melalui lengkung refleks ke otot
tersebut, dan karena itu dinamakan jalur bersama akhir (final common path). Sejumlah besar
masukan impuls bertemu di tempat tersebut. Memang, permukaan neuron motorik dan
dendritnya rata-rata menampung sekitar 10.000 simpul sinaps. Sedikitnya terdapat lima
masukan dari segmen spinal yang sama untuk neuron motorik spinal tertentu. Di samping
yang umumnya dipancarkan melalui interneuron, dari berbagai bagian medulla spinalis lain
dan traktus descendens yang panjang dan multipel dari otak. Seluruh jaras ini berkumpul dan
menentukan aktivitas jalur bersama akhir.
3. Berbagai Keadaan Eksitasi dan Inhibisi Sentral
Istilah keadaan eksitasi sentral dan keadaan inhibisi sentral digunakan untuk
menggambarkan

keadaan

berkepanjangan

yang

memperlihatkan

pengaruh

eksitasi

mengalahkan pengaruh inhibisi atau sebaliknya. Bila keadaan eksitasi sentral kuat, impuls

eksitasi tidak saja menyebar ke berbagai daerah somatic medulla spinalis melainkan juga ke
daerah otonom. Pada orang yang mengalami paraplegia kronis, misalnya, rangsangan noksius
yang lemah dapat menimbulkan refleks kencing, defekasi, berkeringat, dan tekanan darah
yang fluktuatif.
4. Habituasi dan Sensitisasi Respon Refleks
Kenyataan bahwa respon refleks bersifat stereotipik tidak menghilangkan
kemungkinan bahwa respons tersebut dapat berubah melalui pengalaman.

2.1.4 Proses Terjadinya Gerak Refleks


Aktivitas di lengkung refleks dimulai di reseptor sensorik, berupa potensial reseptor
yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial reseptor membangkitkan potensial
aksi yang bersifat gagal atau tuntas disaraf aferen. Jumlah potensial aksi sebanding dengan
besarnya potensial generator. Di sistem saraf pusat terjadi respons bertahap berupa potensial
pascasinaps eksitatorik dan potensial pasca sianaps inhibitorik yang kemudian bangkit di
saraf tertaut-taut sinaps. Respon yang kemudian bangkit di saraf eferen adalah respon yang
bersifat gagal atau tuntas. Bila potensial aksi ini mencapai efektor, akan terbangkit lagi
respons bertahap. Di efektor yang berupa otot polos, responnya akan bergabung untuk
kemudian mencetuskan potensial aksi di otot polos. Tetapi bila efektornya berupa otot
rangka, respons bertahap tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan potensial aksi yang
mampu menimbulkan kontraksi otot.
Perlu ditekankan bahwa hubungan antara neuron aferen dan eferen biasanya
terdapat di susunan saraf pusat, dan aktivitas di lengkung reflex merupakan aktivitas yang
termodifikasi oleh berbagai rangsangan yang terkumpul (konvergen) di neuron eferen.

2.2 Macam-macam Gerak Refleks


Gerak refleks terdiri dari 2 macam, yaitu refleks fisiologis dan refleks patologis.
2.2.1
1

Refleks Fisiologis
a.

Refleks Somatik.

Berdasarkan jumlah neuron yang terlibat dibagi menjadi:


1

1.

Refleks Monosinaptik (refleks renggang)

Lengkung reflex yang paling sederhana, mempunyai sinaps tunggal diantara neuron aferen
dan eferen. Hanya ada satu sinaps yang terjadi antaraneuron sensorik dan neuron motorik.
Bila otot rangka dengan persyarafan yang utuh direnggangkan, otot ini akan berkontraksi.
Respons seperti ini disebut refleks renggang. Rangsangan yang menimbulkan efek regang
adalah regangan pada otot, dan responnya adalah kontraksi otot yang diregangkan tersebut.
Alat indranya adalah kumparan otot. Impuls yang tercetus di kumparan otot dihantarkan ke
SSP (Sistem Saraf Pusat) melalui serabut saraf sensorik penghantar cepat. Impuls kemudian
secara langsung akan diteruskan ke neuron motorik yang mempersarafi otot yang teregang.
Neurotransmitter di sinaps adalah glutamate. Reflex regang merupakan reflex monosinaptik
di dalam tubuh yang paling banyak diketahui dan dipelajari. Contoh klinis:
Refleks Patella (knee jerk)
Ketukan pada tendon patella akan membangkitkan reflex patella, karena ketukan pada tendon
akan meregangkan otot kuadriceps femoris.
Ketika patella diberi ketukan secara refleks kaki akan bergerak ke depan seakan menendang.
Perubahan postur/gerak pada kaki tersebut karena adanya mekanisme pengatur postur atau
gerak pada kaki tersebut.
Perubahan postur atau gerak pada kaki tersebut karena adanya mekanisme pengatur postur
yang terdiri dari rangkaian nukleus dan berbagai struktur seperti medulla spinalis, batang otak
dan korteks serebrum. Sistem ini tidak saja berperan dalam postur statik tetapi juga bersama
sistem kortikospinalis dan kortikobulbaris, berperan dalam pencetusan dan pengendalian

gerakan. Penyesuaian postur dan gerakan volunter tidak mungkin di pisahkan secara tegas,
tetapi dapat di ketahui serangkaian refleks postur yang tidak saja mempertahankan posisi
tubuh tetapi tegak dan seimbang tapi juga penyesuaian untuk mempertahankan latar belakang
postur yang stabil untuk aktivitas volunter. Penyesuaian ini mencakup 2 refleks yaitu :
1

Refleks tatik : mencakup konstraksi menetap otot

Refleks fasik : melibatkan gerakan gerakan sesaat

Keduanya terintegrasi di dalam sistem saraf pusat, dari medulla spinalis sampai korteks
serebrum.
Faktor utama dalam kontrol postur adalah adanya variasi ambang refleks regang spinal, yang
di sebabkan oleh perubahan tingkat keterangsangan neuron motorik dan secara tidak
langsung merubah kecepatan lepas muatan oleh neuron eferen - ke kumparan otot. Sehingga
makin keras ketukan yang di berikan maka refleks regang yang terjadi semakin kuat dan
terjadi gerak sesaat yang lebih tegas (pada refleks patella kaki akan bergerak menendang
lebih keras atau sesuai dengan besar rangsang yang di berikan).
Mekanismenya adalah:
Tendon patella diketuk > serabut tendon tertarik > otot dan serabut kumparan teregang >
mengaktifkan refleks regangan.

Gb. 2 Refleks Patella (knee jerk)

2.

Refleks Polisinaptik (Refleks Menarik Diri)

Lengkung refleks yang mempunyai lebih dari satu interneuron diantara neuron aferen dan
eferen dan jumlah sarafnya beragam antara dua sampai beberapa ratus.
Refleks menarik diri merupakan jawaban terhadap rangsangan noxius dan biasanya
rangsangan nyeri di kulit atau jaringan subkutan serta otot. Respon yang timbul adalah
kontraksi otot flexor dan penghambatan otot ekstensor sehingga bagian yang terangsang
mengalami fleksi dan menarik diri dari rangsangan tersebut. Bila diberikan rangsangan yang
kuat pada ekstremitas, respon yang timbul bukan hanya berupa fleksi dan menarik diri pada
ekstremitas tersebut, melainkan juga ekstensi pada ekstremitas kontralateral. Respon
ekstensor silang ini merupakan refleks menarik diri. Pada dasarnya adalah refleks potensi
untuk menjauhi rangsangan yang membahayakan artinya refleks untuk menghindari sesuatu
yang tidak menyenangkan atau membahayakan.

Gb. 3 Diagram hubungan polisinaps antara neuron aferen dan eferen di medulla spinalis

Gb. 4 Refleks Menarik Diri


Contoh klinis:
Sensasi panas atau tajam mengenai tungkai kiri
Mekanismenya adalah: stimuli merangsang serabut nyeri > kolateral ikut terangsang >
interneuron teraktivasi > eksitasi neuron motorik > otot fleksor tungkai kiri kontraksi.
Sedangkan otot fleksor tungkai kanan mengalami hambatan penghambatan (crosswed
extensor reflex). Dalam kejadian nyata kita melihat tungkai kiri diangkat, tungkai kanan
tegak kuat berpijak agar tubuh tidak jatuh.
1

b.

Refleks Otonomik

Contoh Klinis
1

Refleks batuk

Refleks batuk penting sekali bagi kehidupan, karena batuk merupakan cara dengan mana
saluran udara paru-paru dipertahankan bebas dari benda asing.

Bronkus dan trakea sedemikian peka sehingga benda asing apapun atau sebab iritasi
lain menimbulkan refleks batuk. Larink dan karina sangat peka, dan bronkiolus terminalis
serta alveolus terutama peka terhadap rangsnag kimia korosif seperti gas sulfur dioksida dan
klor. Impuls aferen dari saluran pernapasan terutama berjalan melalui nervus vagus ke
medulla oblongata. Di sana, suatu rangkaian peristiwa otomatis digerakkan oleh sirkuit
neuron medulla oblongata, sehingga menyebabkan efek-efek sebagai berikut: pertama, kirakira 2,5 L udara dihirup. Kedua, epiglottis menutup, dan pita suara menutup erat untuk
menjerat udara di dalam paru-paru. Ketiga, otot peut berkontraksi dengan kuat. Sebagai
akibatnya tekanan di dalam paru-paru meningkat menjadi 100 mmHg atau lebih. Keempat,
pita suara dan epiglottis tiba-tiba terbuka lebar sehingga udara bertekanan tinggi di dalam
paru-paru meletus keluar.
2

Refleks bersin

Rangsang yang memulai refleks bersin adalah iritasi pada saluran hidung, impuls aferennya
berjalan di dalam saraf kelima ke medulla oblongata dimana refleks ini digerakkan. Terjadi
serangkaian reaksi yang mirip dengan yang terjadi pada refleks batuk, tetapi uvula tertekan
sehingga sejumlah besar udara mengalir dengan cepat melalui hidung, dan juga melalui mulut
sehingga membantu membersihkan saluran hidung dari benda asing.
2.2.2

Refleks Patologis

Refleks patologis adalah refleks refleks yang tidak dapat di bangkitkan pada orang sehat,
kecuali pada bayi dan anak kecil. Refleks refleks patologis sebagian besar bersifat refleks
dalam dan sebagian lainnya bersifat refleks superfisial. Reaksi yang di perlihatkan oleh
refleks patologis sebagian besar adalah sama tetapi mempunyai nama bermacam macam
karena di bangkitkan dengan cara yang berbeda beda.

Contoh klinis:
1. Refleks Babinski
Lakukan goresan di ujung palu refleks pada telapak kaki pasien. Goresan di mulai pada tumit
menuju ke atas dengan menyusuri bagian lateral telapak kaki, setelah sampai pada pangkal
kelingking, goresan di belokan ke medial sampai akhir pada pangkal jempol kaki. Refleks

babinski positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari yang di sertai pemekaran jari jari yang
lain.

Gb. 5 Cara Pemeriksaan Babinski


Kerusakan traktus kortikospinalis lateral pada manusia menimbulkan tanda babinski; fleksi
dorsal jempol kaki dan mekarnya jari-jari kaki lainnya sewaktu bagian lateral telapak kaki
digores. Kecuali pada bayi, respon normal terhadap rangsangan ini adalak fleksor plantar
semua jari kaki. Tanda babinski dianggap merupakan refleks menarik pada fleksor yang
secara normal ditahan oleh sistem kortikospinalis lateral. Tanda ini berguna dalam mencari
tempat proses penyakit, tetapi makna fisiologisnya tidak diketahui.

Gb. 6 Jaras Kortikospinalis pada kasus babinski

2. Pemeriksaan Radiologi Penyakit Stroke


Diagnosis stroke
Dilakukan anamnesis, pemeriksaan keadaan umum dan pemeriksaan neurologis
secepat mungkin, untuk segera mendapatkan diagnosis pasti stroke.
Untuk menegakkan diagnosis stroke perlu dilakukan anamnesis (untuk mendapatkan
gejala-gejala klinis akibat stroke), dan pemeriksaan neurologis (untuk mendapatkan kelainan
neurologis akibat stroke).
Gejala-gejala klinis stroke yang sering terjadi, yang perlu ditanyakan, adalah (salah
satu atau bersama-sama); (1) tiba-tiba perot, kelumpuhan satu sisi anggota gerak, (2) tiba-tiba
semutan, gringgingan di muka, satu sisi anggota gerak, (3) tiba-tiba bingung, sulit bicara atau
bicaranya sulit dimengerti, (4) tiba-tiba terjadi gangguan penglihatan satu atau ke dua mata,
(5) tiba-tiba sulit untuk berjalan, sempoyongan, kehilangan keseimbangan atau koodinasi, (6)
tiba-tiba nyeri ke pala yang sangat, tanpa diketahui sebab, dan (7) tiba-tiba terjadi penurunan
kesadaran atau tidak sadar (koma).
Gejala-gejala klinis tersebut sangat tergantung dari jenis patologis stroke, sisi otak dan
bagian otak yang terganggu, dan bagaimana severitas dari gangguan otak tersebut.
Pola gangguan neurlogis pada penderita stroke akut, sesuai dengan letak lesinya, adalah
sebagai berikut;
1

Lesi di hemisfer kiri (dominan), dengan gejala-gejala; afasi, hemiparesis kanan,


hemiastesia kanan, hemianopsia homonymous kanan,dan gangguan gerakan bola mata
kanan

Lesi di hemisfer kanan (nondominan), dengan gejala-gejala; hemiparesis kiri,


hemiastesia kiri, hemianopsia homonymous kiri, dan gangguan gerakan bola mata kiri

Lesi di subkortikal atau batang otak, dengan gejala-gejala; hemiplegia berat dan
hemiastesis berat, disartria, termasuk dysarhtria-clumsy hand, hemiparesis-ataksia,
dan tidak ada gangguan kognisi, bahasa dan penglihatan

Lesi di batang otak, dengan gejala-gejala; tetrapelgia dan tetraastesia total, crossed
signs (signs on same side of face and other side of body), dysconjugate gaze,
nygstagmus, ataxia, disartria, dan disphagia

Lesi di serebelum, dengan gejala-gejala ataksia tungkai ipsilateral dan ataksia gait.

Pemeriksaan Radiologi yang Digunakan :


1. CT Scan
Untuk membedakan jenis patologis stroke (perdarahan atau iskemik atau infark), dapat
dilakukan segera mungkin pemeriksaan CT-Scan kepala (sebagai pemeriksaan baku emas).
Apabila pemeriksaan CT-Scan tidak memungkin dengan berbagai alasan, dapat dipakai
Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM) yang telah diuji reliabilitas dan validitasnya (grade
I).[5] ASGM terdiri dari 3 variabel, yaitu, nyeri kepala pada waktu saat serangan, penurunan
kesadaran pada waktu saat serangan dan refelks Babinski. Apabila ada tiga atau dua variable
tersebut, maka jenis patologis stroke adalah stroke perdarahan. Apabila ada ada nyeri kepala
atau penurunan kesadaran pada saat serangan, maka jenis patologis stroke adalah stroke
perdarahan. Stroke iskemik atau infark, apabila tidak ada ketiga variable tersebut pada saat
serangan.

Gb. 7 CT Scan Kepala Indikasi Intracerebral Hemorrhage

2. MRI (Magnetic Resonance Imajing)


Pemeriksaan CT-Scan adalah mutlak dilakukan apabila akan dilakukan pengobatan dengan
pengobata trombolitik (rtPA intravenus). Kalau keadaan memungkinkan dapat dilakukan
pemeriksaan MRI. Dengan pemeriksaan MRI dapat dilihat lesi kecil (yang tidak terlihat
dengan pemeriksaan CT-Scan) di kortikal, subkortikal, batang otak dan serebelum. Juga dapat
terlihat lesi teritori vaskuler dan iskemik akut lebih awal.

BAB III
PENUTUP
Refleks adalah respon motorik sederhana, involunter, stereotipik, terpogram, terhadap
stimuli sensorik spesifik. Refleks dioperasikan melalui arkus (lengkung) refleks. Sebuah
lengkung refleks terdiri atas (1) reseptor sensori yang menterjemahkan stimuli, (2) serabut
sensori aferen, yang masuk medulla spinalis melalui akar dorsal, membawa sinya ke SSP, (3)
pusat integrasi (sinap dan interneuron), yang menganalisis masukan sensori, membawa sinyal
ke neuron motorik. Serabut neuron motorik terdiri atas jaras eferen dari lengkung tersebut
mmedula spinalis melalui (akar ventral), menginervasi otot skelet (5) (efektor).
Gerak refleks dibedakan menjadi dua, yaitu refleks fisiologi dan refleks patologis.
Refleks fisiologis dibagi menjadi refleks somatis dan otonom. Berdasarkan jumlah neuronnya
refleks somatis dibedakan menjadi refleks monosinaptik dan polisinaptik.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, F. William. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:Penerit Buku


Kedokteran EGC

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta:Penerit Buku
Kedokteran EGC

Guyton, C. Arthur. 1990. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Jakarta:Penerit Buku


Kedokteran EGC

Fife TD, Tusa RJ, Furman JM, et al. Assessment, vestibular testing techniques in
adults and children: report of the Therapeutics and Technology Assessment
Subcommittee of the Ameircan Academic of Neurology. Neurology 2000;55:14311441

Lamsudin R. Praktek evidence-based medicine (EBM) dalam manajemen stroke akut.


BKM, 1998:3;129-135.

http://hanifah-ayu-fk13.web.unair.ac.id/artikel_detail-106365-Ilmu%20Faal-Sistem
%20Gerak%20Refleks.html

Anda mungkin juga menyukai