LP Acs
LP Acs
termasuk pada pembuluh darah yang mengandung plak dan plak dapat pecah dan
robek sehingga terjadi perdarahan subendotel. Perdarahan ini menstimulasi
menempelnya komponen darah (agregasi, adhesi trombosit, dan pembentukan
fibrin) pada lapisan subendotel dan lama kelamaan membentuk trombus yng
semakin menyumbat pembuluh darah. Penyempitan ini menyebabkan suplai darah
ke pembuluh darah koroner dan jaringan sekitar jantung berkurang. Sifat sel
miokard yang akan mengalami iskemia jika dalam 10 detik tidak teroksigenisasi
akan berkurang fungsi kelisktrikan dan ototnya. Akhirnya sel yang iskemia
melakukan metabolisme anaerobik yang menghasilkan asam laktat. Penumpukan
asam laktat akan menimbulkan nyeri dada yang biasa disebut angina.
Pathogenesis angina pectoris tidak stabil jika erosi atau fisur pada plak
aterosklerosis berukuran kecil dan menimbulkan oklusi trombus sementara.
Thrombus masih dapat mengalir ke pembuluh yang lebih besar dan berlangsung
antara 10-20 menit. Pathogenesis NSTEMI jika terjadi kerusakan pada plak yang
cukup besar dan thrombus lebih besar sehingga oklusi lebih menetap namun pada
distal pembuluh darah terjadi saluran kolateral PD atau terjadi lisis thrombus yang
cepat sehingga tidak merusak seluruh lapisan miokard. NSTEMI berlangsung
sampai lebih dari 1 jam.
Kegawatdaruratan jika terjadi STEMI yaitu penyumbatan plak di daerah pembuluh
darah yang lebih besar dan menyebabkan terbentuknya thrombus yang menetap
dan persisten sehingga perfusi miokard terhenti tiba-tiba, berlangsung lebih dari 1
jam menyebabkan nekrosis miokard (gelombang Q infark) yang merusak seluruh
lapisan miokard, sehingga jantung kesulitan memompa darah ke seluruh tubuh dan
terjadi syok kardiogenik, hingga kematian.
3. Manifestasi klinis
o Karakteristik
o Onset
o Lokasi
o Durasi
o Berhubungan
o Berkurang dengan
o Meningkat dengan
AHA
(2010)
mengilustrasikan
normal
ekstraseluler
2)
lipid
subintima
3)
pada
level
trombus
yang
diikuti
Inspeksi
b. Jika diduga SKA, dilakukan pemeriksaan EKG 12 sadapan dalam waktu 10 menit
untuk mengidentifikasi terjadi:
Depresi segmen ST dengan atau tanpa inverse gelombang T, kadang-kadang
elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q unstable angina
pectoris
Elevasi segmen ST atau onset baru Left Bundle Brach Block (LBBB)/ kompleks
QRS melebar indikasi STEMI
Depresi segmen ST indikasi iskemia
Depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam infark miokard non-Q atau
infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial
infarction/NSTEMI)
Non diagnostik atau EKG normal
c. Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi faktor pencetus, komplikasi iskemia, dan
diagnosa banding lainnya. Jika ditemukan regurgitasi katup mitral akut (suara bruit),
gallop (+), ronkhi, hipotensi, diaphoresis dan edema paru kemungkinan SKA.
d. Pemeriksaan biokimia/enzim jantung
Enzim jantung yang dapat diperiksa adalah troponin I (TnI), troponin T (TnT),
troponin C, serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB (CK-MB), dan
mioglobulin. Untuk jenis TnI dan TnT lebih sensitif untuk mendeteksi kerusakan sel
miokard karena susunan asam aminonya hanya spesifik dengan sel miokard
dibanding troponin C yang susunan asam aminonya sama dengan sel miokard dan
rangka.
Keuntungan pemeriksaan TnI dan TnT yaitu lebih spesifik dari CK-MB, dapat
mendeteksi serangan IM hingga 2 minggu setelahnya dan mendeteksi reperfusi.
Namun TnT dan TnI muncul setelah 6 jam pasca serangan, jika nilai negatif
pada onset <6 jam, maka dilakukan pemeriksaan ulang pada 6-12 jam pasca
serangan.
Keunutngan CKMB yaitu deteksi awal infark dan cepat, namun waktu
kehilangan sensitifnya jika dideteksi < 6 jam atau sesudahnya setelah 36 jam
pasca serangan.
Keuntungan mioglobin yaitu deteksi awal IM, deteksi reperfusi, namun cepat
kembali normal dalam 6 jam dan kurang sensitif terhadap miokard.
e. Pemeriksaan rontgen dada untuk membuat diagnosis banding, identifikasi
komplikasi, dan penyakit penyerta.
6. Masalah/Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut
Intervensi Keperawatan: Kaji nyeri (PQRST), pemberian analgesic, dan monitor
respon setelah pemberian analgesik
2. Penurunan curah jantung
Intervensi keperawatan: monitor curah jantung, monitor irama jantung, monitor
EKG, monitor keluaran urine, monitor kadar kalium dan kalsium, berikan obat
inotropik sesuai indikasi (kolaborasi).
3. Gangguan pertukaran gas
Intervensi keperawatan: Monitor saturasi oksigen secara kontinu, monitor hasil
AGD, dan monitor ventilator, posisi slang endotrakeal, dan suara paru.
7. Penanganan Kegawatdaruratan
Tujuan dan prinsip penatalaksanaan SKA yakni sebagai berikut (OConnor et.al, 2010)
o Mengurangi jumlah nekrosis miokard yang terjadi pada pasien dengan infark
miokard akut ( AMI ) , sehingga menjaga fungsi ventrikel kiri, mencegah gagal
jantung, dan membatasi komplikasi kardiovaskular lainnya
o Mencegah peristiwa besar yang merugikan jantung : kematian , nonfatal MI , dan
perlu untuk revaskularisasi yang mendesak
o Perlakukan akut , komplikasi yang mengancam kehidupan ACS , seperti fibrilasi
ventrikel ( VF ) , takikardia ventrikel pulseless ( VT ) , takikardia tidak stabil ,
bradikardia simtomatik, edema pulmonal, syok kardiogenik dan komplikasi lainnya
Prognosis yang lebih baik jika penanganan dilakukan secara dini dari rentang serangan
dengan dimulainya terapi reperfusi. Terapi reperfusi atau rekanalisasi harus dilaksanakan
sebelum 4-6 jam pasca serangan. Penanganan kegawatdaruratan di rumah sakit mneurut
Depkes, (2006):
1. Triase pasien sesuai keluhan nyeri yang mengarah ke nyeri kardiak.
2. 10 menit pertama, harus selesai:
a. Pemeriksaan klinis dan penilaian rekamana EKG 12 sadapan
b. Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT
c. Berikan segera; terapi O2 jika SaO2 <95% atau distress respirasi, infuse NaCl
0.9% atau dekstrosa 5%
d. Pasang monitor EKG secara kontinu
e. Pemberian obat: (1) nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi
(kontraindikasi jika TD sistolik <90 mmHg, bradikardia <50x/menit,
takikardia) untuk mengurangi nyeri dada. (2) aspirin 160-325 mg secara
sublingual(bila alergi/tidak responsive diganti dengan dipiridamol, tiklopidin,
atau klopidogrel) untuk mengurang serangan jantung berulang dengan
mencegah melekatnya sel-sel darah (platelet), dan (3) mengatasi nyeri dengan
morfin 2.5 mg (2-4 mg) IV, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20
mg atau petidin 25-50 mg IV atau tramadol 25-50 mg IV.
3. Hasil penilaian EKG, jika:
a. Elevasi segmen ST > 0.1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas dengan
atau > 0.2 mV pada 2 atau lebih sadapan prekordial berdampingan atau blok
berkas dan dicurigai IMA maka lakukan reperfusi dengan:
Terapi trombolitik jika waktu nyeri dada ke terapi < 12 jam, usia < 75
8. Algoritma/Clinical Pathway
Nyeri dada asumsi
iskemik
Pengkajian dan persiapan:
- Pantau, support ABC, siapkan RJP dan
defibrilator
- Berikan oksigen, aspirin, nitrogliserin, dan
morfin jika dibutuhkan
- Lakukan EKG
Pengkajian cepat <10 menit
- Cek TTV, evaluasi saturasi oksigen
- Pasang kateter intravena
- Review EKG
- Lakukan pengkajian cepat riwayat
penyakit, PF
- Lengkapi ceklis fibrinolitik, cek
kontraindikasi
- Cek enzim jantung, elektrolit, dan PT
Interpretasi EKG
ST elevasi / LBBB
STEMI
Berikan sesuai
indikasi:
- Beta blocker
- Clopidogrel
- Heparin
Jangan tunda
Waktu onset gejala
<12 jam?
ST depresi / inversi
gel. T
Risti UAP / N-STEMI
Normal
Risiko rendah/sedang
UAP
Berkembang menjadi
pasien risiko tinggi
atau troponin elevasi
?
Pantau:
- Serial enzim jantung
(troponin)
- Ulangi EKG/
monitoring ST
segment
- Test diagnostik
noninvasif
Berikan sesuai
indikasi:
- Nitrogliserin
- Beta blockers
- Clopidogrel
- Heparin
- Glikoprotein
llb/IIIa Inhibitor
Ya
Berkembang 1 atau
lebih :
- Elevasi troponin
- EKG yang
dinamis namun
konsisten iskemia
- Tanda resiko
tinggi klinis
Masukan ke TT
monitoring,
kaji status risiko (tabel
no 3&4)
Teruskan ASA, heparin
& terapi lain
ACE inhibitor/ARB
HMG CoA reductase
Strategi reperfusi:
PCI dalam 90 mnt
Fibrinolisis dlm 30
mnt
Referensi
ACE inhibitor dalam
24 jam
HMG CoA inhibitor
Ta
Hasil abnormal pada
gambaran non
invasif atau tes
fisiologis
T
Ya
Referensi :
American Heart Association (AHA). (July 2015). Acute Coronary Syndrome. Diakses
melalui http://www.heart.org
Black, J.M., & Hawks, J.H. (2014). Keperawatan medical bedah: manajemen klinis
untuk hasil yang diharapkan Ed.8. alih bahasa Aklia Suslia. Singapura: Elsevier
Inc.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan. (2006). Pharmaceutical care untuk pasien
penyakit
jantung:
focus
sindrom
koroner
akut.
Diperoleh
dari
http://binfar.depkes.go.id/bmsimages/1361351516.pdf
O'Connor RE, Brady W, Brooks SC, Diercks D, Egan J, Ghaemmaghami C, Menon V,
O'Neil BJ, Travers AH, Yannopoulos D. (2010). Part 10: acute coronary
syndromes: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary
Resuscitation
and
122(suppl3):S787S817.
Emergency
Cardiovascular
Care.
Circulation.