Fungsi sistem imun adalah fungsi perlindungan, kaitannya dalam tumor ada 3 peran utama
yaitu :
1. melindungi tubuh dari perkembangan tumor yang diinduksi virus dengan mengeliminasi atau menekan virus
2. mengeliminasi patogen dan meredakan inflamasi secepatnya sehingga dapat
mencegah terbentuknya inflamasi yang kondusif untuk perkembangan tumor
3. mengidentifikasi secara spesifik dan mengeliminasi sel tumor berdasarkan ekspresi
antigen atau molekul spesifik tumor yang terbentuk akibat perubahan sel yang
menjadi ganas.
Peran sistem imun ini disebut immune surveilance.
Beberapa bukti keterlibatan sistem imun dalam eliminasi sel tumor:
1. banyak tumor mengandung sel-sel infiltrasi mononuklear terdiri atas sel T, sel NK,
dan makrofag
2. tumor dapat mengalami regreasi secara spontan
3. tumor lebih sering berkembang pada individu yang imunodefisien atau fungsi sistem
imun tidak efektif
4. tumor menyebabkan imunosupresi pada penderita
Penelitian-penelitian tentang peran sisem imun dalam onkologi akhir-akhir ini demikian luas,
sehingga ruang lingkup imunologi tumor saat ini mencakup secara umum interaksi antar
sistem imun dengan sel kanker, dan secara khusus mencakup:
1. pengetahuan tentang respons imun spesifik terhadap tumor
2. antigen pada permukaan tumor yang menginduksi respons imun
3. mekanisme efektor untuk melawan tumor
4. pendekatan imunologi untuk mendeteksi, diagnosis, dan pengobatan kanker.
Antigen pada permukaan tumor yang menginduksi respons imun
Sebelumnya muncul asumsi bahwa sel tumor mengekspresikan antigen tumor, namun tidak
dapat membangkitkan sistem imun karena tidak menginduksi inflamasi (asumsi karena tumor
bukanlah suatu patogen). Namun, asumsi ini tidak tervalidasi karena fakta sekarang adalah
produk onkogen yang menjadi aktif, pada perkembangannya dapat menginisiasi respon
inflamasi yang kuat. Beberapa contoh adalah:
1. Studi in vivo pada model tikus tumor paru-paru, yang mengalami mutasi onkogen KRas, memproduksi kemokin yang membangkitkan sistem imun dan menyediakan
lingkungan mikro yang cocok untuk tumorigenesis.
2. Protein RET-PTC, produk fusi onkogen yang mampu mengaktifkan faktor transkripsi
NF-B yang mengatur imunoregulator sitokin pada perkembangan kanker tiroid.
Protein RET-PTC meningkatkan produksi granulocytemacrophage colonystimulating factor (GM-CSF) dan monocyte chemotactic protein 1 (MCP-1),
selanjutnya membuat lingkungan mikro pro-inflamasi.
3. Produk dari kematian sel seperti heat-shock protein dan monosodium urat adalah
substansi inflamasi pada lingkungan mikro tumor yang bisa memberikan sinyal
berbahaya pada sistem imun.
4. Antigen tumor MUC1, CEA dan NY-ESO juga telah diketahui mampu
membangkitkan respon inflamasi dan memberikan sinyal berbahaya.
Gambar. Tiga cara self-antigen bisa menjadi tumor antigen. Peptida dari protein self
normal (kuning, biru, hijau) dipresentasikan pada permukaan sel normal sebagai peptida self
(kuning, biru, hijau) pada molekul MHC. Pada suatu kasus mutasi (panel A), kegagalan sel
tumor untuk repair DNA damage dapat menghasilkan mutasi (merah) pada protein normal,
selanjutnya presentasi peptida mutant (merah) pada permukaan sel tumor. Karena mutasi atau
faktor yang meregulasi ekspresinya, suatu protein normal (hijau) dapat mengalami overekspresi pada sel tumor dan peptidanya dipresentasikan pada permukaan sel pada level yang
tinggi (panel B). Pada kasus modifikasi post-translasi (panel C), protein normal bisa menjadi
abnormal ketika proses splicing, glikosilasi, fosforilasi atau pemberian lipid (strip hijau),
menghasilkan peptida abnormal pada permukann sel tumor.
Antigen Tumor
Transformasi maligna suatu sel dapat disertai dengan perubahan fenotipik sel normal
dan hilangnya komponen antigen permukaan atau timbulnya neoantigen yang tidak
ditemukan pada sel normal atau perubahan lain pada membrane sel.Perubahan-perubahan
tersebut dapat menimbulkan respon system imun.
Ada tumor yang tidak banyak menimbulkan perubahan pada antigen sel sehingga
pejamu tidak memberikan respon imun yang diharapkan.Ada pula tumor yang tidak
menimbulkan respon imun sama sekali yang disebut dengan Imunological escape.Antigen
spesifik tumor kadang-kadang sulit untuk diketahui karena antigen tersebut tidak ditemukan
pada sel asalnya,tetapi dibentuk oleh sel yang lain.
Pembagian Antigen Tumor
1. Berdasarkan penanda serologis,antigen tumor terdiri dari:
Antigen kelas 1 adalah antigen yang hanya ditemukan pada tumor yang
diferensiasi autoantigen.
Antigen kelas 3 adalah antigen yang ditemukan pada berbagai sel normal dan
ganas.Antigen kelas 3 lebih sering ditemukan dibanding dengan antigen kelas 1
dan 2.
2. Berdasarkan penyebabnya
Antigen tumor yang timbul akibat bahan kimia atau fisik yang karsinogen.
Antigen tumor yang ditimbulkan bahan kimia,mempunyai spesifisitas antigen
masing-masing.Jadi tumor-tumor yang timbul dari sel tunggal yang ditransformir
memiliki antigen sama,sedangkan berbagai tumor yang ditimbulkan oleh bahan
karsinogen yang sama,mempunyai antigen yang berbeda satu dari yang
lain.Demikian pula dengan tumor yang ditimbulkan akibat radiasi.Oleh karena
antigen tumor yang ditimbulkan bahan kimia dan fisik tidak menunjukkan reaksi
silang,maka cara-cara yang berdasarkan respon imun dalam diagnosis dan
ditunjukkan dengan antisera spesifik yang dibuat dalam binatang yang allogeneic
atau xenogeneic.
Contoh antigen onkofetal tersebut adalah carcinoembryonic antigen(CEA)
yang ditemukan dalam serum penderita dengan kanker saluran cerna,terutama
kanker kolon.Antigen CEA dapat dilepas kedalam sirkulasi dan ditemukan dalam
serum penderita dengan berbagai neoplasma.Kadar CEA yang meningkat(diatas
2,5 mg/ml) ditemukan dalam sirkulasi penderita dengan kanker kolon,kanker
pancreas,beberapa jenis kanker paru,kanker mammae dan lambung.CEA telah
pula ditemukan dalam darah penderita non-neoplastik seperti emfisema,colitis
ulseratif,pancreatitis,peminum alcohol dan perokok.Antigen onkofetal lainnya
yaitu AFP yang
ditemukan
dalam
kadar
tinggi
dalam
serum fetus
dapat
ditemukan
dengan
bantuan
serum
allogeneic
atau
Gambar. Induksi respon sel T terhadap tumor. Sel limfosit T CD8+ (CTL) merespon
tumor dengan induksi cross-priming. Sel tumor atau antigen tumor diolah dan dipresentasikan
kepada sel T oleh profesional APC (misal sel dendritik). Pada beberapa kasus, kostimulator
B7 diekspresikan oleh APC sehingga menyediakan sinyal kedua untuk diferensiasi sel T
CD8+. APC juga menstimulasi sel T helper CD4+ yang memberikan sinyal kedua untuk
perkembangan sel T. CTL yang telah berdiferensiasi akan membunuh sel tumor tidak
memerlukan lagi kostimulator atau sel Th.
2. Sel dendritik
Sel dendritik adalah sel dengan spesialisasi menangkap antigen tumor, memproses, dan
mempresentasikannya kepada sel T untuk menghasilkan respons imun anti-tumor. Sel DC
memegang pearanan penting pada immune surveilance karena bisa mengaktifkan respons
anti-tumor. Namun, ternyata sel DC pada penderita kanker secara fungsional mengalami
kerusakan.
Gambar. Cara kerja dendritic cells (DC) dalam merespon antigen tumor. DC akan
menyajikan peptida dengan MHC I dan II dan menginduksi aktivasi CTL dan Th.
3. Sel NK
Sitotoksisitas alami yang diperankan oleh sel NK merupakan mekanisme efektor yang sangat
penting dalam melawan tumor. Sel NK adalah sel efektor dengan sitotoksisitas spontan
terhadap berbagai jenis sel target. Sel-sel efektor ini tidak memiliki sifat-sifat klasik dari
makrofag, granulosit maupun CTL, dan sifat sitotoksisitasnya tidak bergantung pada MHC.
Sel NK dapat berperan baik dalam sistem imun nonspesifik maupun spesifik terhadap tumor,
dapat diaktivasi langsung melalui pengenalan antigen tumor atau sebagai akibat aktivitas
sitokin yang diproduksi oleh limfosit T spesifik tumor. Mekanisme lisis yang sama dengan
mekanisme yang digunakan sel sel T CD8+ untuk membunuh sel, tetapi sel NK tidak
mengekspresikan TCR dan mempunyai rentang spesifitas yang lebar.
Sel NK dapat membunuh sel terinfeksi virus dan sel-sel tumor tertentu, khususnya tumor
hemopoetik in vitro. Sel NK tidak dapat melisiskan sel yang mengekspresikan MHC, tetapi
sebaliknya sel tumor yang tidak mengekspresikan MHC yang biasanya lolos dari CTL,
menjadi sasaran empuk sel NK. Sel NK dapat diarahkan untuk melisiskan sel yang dilapisi
imunoglobulin karena sel NK mempunyai reseptor Fc (FcgIII atau CD16) untuk molekul
IgG.
Di antara reseptor penting yang dimiliki oleh sel NK adalah reseptor NKG2D yang
merupakan glikoprotein transmembran. Ligan NKG2D sering diekspresikan pada permukaan
sel tumor yang menyebabkan sel tumor sensiitif untuk pembunuhan oleh sel NK. Hal ini
membuktikan bahwa pengenalan sel tumor oleh sel-sel imun tidak selalu harus melibatkan
MHC, tetapi dapat juga melalui ligan yang diekspresikan oleh sel tumor.
Kemampuan membunuh sel tumor ditingkatkan oleh sitokin termasuk IFN, TNF, IL-2 dan
IL-12. Karena itu peran NK dalam aktivitas anti-tumor juga bergantung pada rangsangan
yang terjadi secara bersamaan pada sel T dan makrofag yang memproduksi sitokin tersebut.
4. Sel iNKT
Sel iNKT adalah subset limfosit T yang menjembatani imunitas bawaan dan imunitas
adaptif. Sel iNKT dapat memproduksi berbagai sitokin Th1 dan Th2, dan sitokin ini dapat
mengaktivasi sel efektor baik sistem imun bawaan maupun adaptif. Interaksi antara sel iNKT
dengan sel DC immature mengakibatkan sel DC mampu mempresentasikan antigen, yang
memfasilitasi respons sel CD4+, CD8+, dan sel B. Selain itu produksi sitokin oleh iNKT
dapat dirangsang tanpa bergantung pada pengikatan TCR. Karena sifat-sifat di atas, iNKT
dianggap merupakan sel poten dalam respons imun terhadap kanker dan immune surveilance.
Suatu penelitian pada menceit membuktikan bahwa sel iNKT dapat mengendalikan
pertumbuhan tumor dengan cara membatasi atau menghambat fungsi tumor associated
macrophage (TAM) yang berperan dalam menunjang neo-angiogenesis dan pertumbuhan
tumor.
5. Makrofag
Makrofag merupakan mediator seluler yang potensial dalam imunitas antitumor. Beberapa
bukti yang mendukung hipotesis itu adalah:
diasosiasikan
dengan
makrofag dapat melisiskan sel tumor, tidak pada sel normal (in vitro)
makrofag mengekspresikan reseptor Fc-gamma dan aktivitasnya dapat diarahkan
kepada tumor yang dilapisi antibodi (ADCC , prosesnya mirip pada sel NK)
makrofag teraktivasi, juga memproduksi TNF. TNF merusak sel tumor dengan efek
toksik langsung atau secara tidak langsung dengan merusak pembuluh darah tumor
(nekrosis). Sedangkan efek toksik langsung terjadi melalui pengikatan TNF pada
reseptornya pada permukaan sel tumor dan menginduksi apoptosis.
Namun demikian, akhir-akhir in terbukti bahwa dalam interaksinya dengan sel-sel tuor,
makrofag bermuka dua. Makrofag dapat menunjukkan fenotip yang bersifat anti-tumor yang
diperankan oleh fenotip M1. Makrofag tipe M1 mampu menghasilkan sitokin pro-inflamasi
(TNF-a, IL-1, IL-6, IL-12 atau IL-23 dalam jumlah banyak), mengekspresikan molekul MHC
dalam kadar tinggi, memproduksi iNOS dan terlibat dalam pembunuhan sel tumor.
Tetapi fenotip lain yaitu M2, menekan respon inflamasi dengan memproduksi sitokin IL-4,
IL-10, dan IL-13, menekan ekspresi MHC II, dan mempromosikan proliferasi sel tumor
dengan memproduksi faktor pertumbuhan dan meningkatkan angiogenesis. Sebagain besar
tumor asociated macrophage(TAM) merupkan fenotip M2.
6. Antibodi
Penderita kanker dapat memproduksi antibodi terhadap berbagai antigen tumor, misal
antibodi terhadap EBV tumor yang disebabkan oleh EBV. Mekanisme kerja antibodi dalam
eliminasi tumor melalui proses ADCC, di mana makrofag dan sel NK yang mengekspresikan
reseptor Fc-gamma memperantarai pembunuhan atau melalui aktivasi komplemen.
Sel tumor menghindar dari respon imun
Walaupun diyakini bahwa sistem imun dapat memberikan respons terhadap pertumbuhan
tumor ganas, pada kenyataannya banyak tumor ganas tetap bisa tumbuh pada individu
imunokompeten karena immune surveilance terhadap tumor ganas ini relatif tidak efektif.
Penjelasan sederhana adalah mungkin kecepatan pertumbuhan dan penyebaran tumor ganas
melebihi kemampuan sel efektor respons imun untuk mencegah pertumbuhan itu. Jadi
kegagalan immune surveilance merupakan kegagalan mekanisme efektor sistem imun host.
Respon imun sering gagal dalam mendeteksi adanya sel tumor. Kegagalan ini bisa karena
sistem imun yang inaktif atau sel tumor berkembang untuk menghindari respon imun. Sel
tumor menghindari diri dari respon imun dengan beberapa cara, di antaranya adalah:
1. Tumor dapat memiliki imunogenitas yang rendah, beberapa tumor tidak memiliki
peptida atau protein lain yang dapat ditampilkan oleh molekul MHC. Oleh karena itu
sistem imun tidak melihat ada sesuatu yang abnormal.
2. Sel tumor lain tidak memiliki molekul MHC dan kebanyakan tidak mengekspresikan
protein ko-stimulator (molekul B7 atau CD80 dan CD86) yang dibutuhkan untuk
dapat mengaktivasi sel T.
3. Sel tumor dan stroma sekitar dapat memproduksi sitokin imunosupresive yang kuat
dan faktor pertumbuhan (growth factor). Di antara sitokin tersebut yang sudah
dikarakterisasi dengan baik adalah transforming growth factor- (TGF-) yang dapat
menghambat aktivasi sel T, diferensiasi, dan proliferasi. TGF- mendorong tumor
untuk menghindar dari sistem imun, dan tingginya level plasma TGF- menunjukkan
prognosis yang buruk.
4. Tumor mengekspresikan
menginfiltrasi jaringan.
FasL yang
menginduksi
apoptosis
limfosit
yang
Imunitas alamiah terhadap sel tumor terjadi dengan kemampuan sel untuk melisis sel
tumor secara spontan,tanpa melalui proses sensitisasi sebelumnya.Sel efektor pada respon
alamiah terhadap sel kanker atau sel tumor adalah sel fagosit mononuclear,sel PMN dan sel
NK.Sel-sel tersebut berbeda dengan sel Tc yang memiliki memori dan memerlukan presentasi
MHC
sebagai
mediator.Proses
sitolisis
terjadi
terhadap
bermacam-macam
sel
Selain
itu
perkembangan
bioteknologi
dan
penggunaan
probe
molekuler
sebelumnya.Efektor
sistem
imun
tersebut
adalah
sel
Tc,fagosit
mononuclear,polimorf,sel NK.
Sel T yang diaktifkan dapat diketahui dengan pemeriksaan laboratorium seperti:
1.
2.
3.
serta
sel
NK.Limfokin-limfokin
yang
penting
Kanker dapat luput dari pengawasan sistem imun tubuh bila timbangan faktor-faktor
yang menunjang pertumbuhan tumor lebih berat dibanding dengan faktor-faktor yang
menekan tumor.Faktor-faktor yang mempengaruhi luputnya tumor dari pengawasan system
imun tubuh adalah sabagai berikut:
Kinetik Tumor
Pada binatang yang diimunisasi,pemberian sel tumor dalam dosis kecil akan
menimbulkan tumor,tetapi yang besar akan ditolak.Sel tumor tersebut dapat menyelinap
yang tidak diketahui tubuh dan baru diketahui bila tumor sudah berkembang lanjut dan
determinan permukaan
Masking Antigen
Molekul tertentu,seperti sialomucin,yang sering diiikat permukaan sel tumor dapat
menutupi antigen dan mencegah ikatan dengan limfosit.Sialomucin tersebut dapat
sejenisnya
Limfosit yang terperangkap
Limfosit spesifik terhadap tumor dapat terperangkap didalam kelenjar limfe.Antigen
tumor yang terkumpul dalam kelenjar limfe yang letaknya berdekatan dengan lokasi
tumor,dapat menjadi toleran terhadap limfosit setempat,tetapi tidak terhadap limfosit
Prostaglandin yang dihasilkan tumor sendiri dapat mengganggu fungsi sel NK dan sel
K.Faktor humoral lain dapat mengganggu respon inflamasi,kemotaksis,aktivasi
komplemen secara nonspesifik dan menambah kebutuhan darah yang diperlukan tumor
padat.
Faktor pertumbuhan
Respon sel T bergantung pada interleukin.Gangguan pada makrofag untuk
memproduksi IL-1,kurangnya kerjasama diantara subset-subset sel T dan produksi IL-2
yang menurun akan mengurangi respon imun terhadap tumor.
Imunodiagnosis
Untuk menunjang diagnosis dan klasifikasi keganasan limfoproliferatif perlu
ditentukan asal usul sel(apakah sel itu sel B atau sel T) dan stadium diferensiasinya dengan
identifikasi
fenotif,dan
membuktikan
bahwa
sel
itu
berproliferasi
secara
ini
khas
untuk
satu
sel
dan
diturunkan
pada
sel-sel
merupakan
diidentifikasi
imunoglobulin
baik
yanh
dengan
imunophenotyping,maupun
homogen.Monoklonalitas
mengevaluasi
immunoglobulin
L-chain
serum
immunoglobulin
pada
dengan
sl
dapat
dengan
elektroforesis
dan
imunoelektroforesis.
Imunodiagnosis tumor dapat dilakukan dengan 2 tujuan yaitu menemukan antigen
spesifik terhadap sel tumor dan mengukur respon imun hospes terhadap sel tumor.Sel tumor
dapat
ditemukan
dalam
sitoplasmaCiri-ciri
suatu
tumor
dapat
ditentukan
dari
sitoplasma,permukaan sel atau produk yang dihasilkan atau dilepasnya berbeda baik dalam
sifat maupun dalam jumlah.Petanda tumor mmempunyai sifat antigen yang lemah,dan adanya
antibody mononklonal telah banyak membantu dalam imunodiagnosis sel tumor dan
produknya.Imunodiagnosis kanker belum dapat dipraktekkan untuk menemukan tumor
dini,tetapi mempunyai arti penting diklinik dalam memonitor progresi atau regresi tumor
tertentu.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Penentuan Monoklonalitas sel
Proliferasi monoclonal sel B dapat dinyatakan dengan adanya slg dan clg
monoclonal,tetapi mungkin juga dijumpai immunoglobulin yang tidak lengkap yang
hanya terdiri atas satu jenis rantai-H atau satu jenis rantai-L.Identifikasi ini dapat
dilakukan dengan cara imunofluoresensi.Cara ini cukup sensitive dan mudah dilakukan
dan penafsirannya pun tidak sulit,namun ada kalanya hasil penentuan monoklonalitas
dengan cara ini meraguka atau tidak member kepastian.Dalam hal ini diperlukan cara lain
yang lebih sensitive,salah satu diantaranya adalah penentuan DNA dengan rearrangement
gen immunoglobulin monoclonal.
2. Menentukan monoklonalitas immunoglobulin
Imunoglobulin monoclonal atau protein M dapat dijumpai dalam serum atau
urin.Untuk identifikasi protein M dalam cairan tubuh umumnya diperlukan beberapa jenis
test
laborratorium,karna
tidak
ada
uji
tunggal
yang
dapat
mendeteksi
dan
Ada kalanya elektroforesis tidak memberikan hasil yang diharapkan,misalnya Mspike kecil yang mungkin tertutup oleh kadar komponen beta dab gamaglobulin yang
meningkat.Rantai-L monoclonal sering tidak tampak pada elektroforesis.
3. Imunofluoresensi
Imunoglobulin monoclonal pada permukaan sel dalam sumsum tulang atau darah tepi
perlu ditentukan terutama bila diduga ada myeloma nonsekretorik protein M
nonsekretorik
yang
dapat
ditentukan
dengan
teknik
imunofluoresensi
berlebihan
dari
salah
satu
rantaiL,sehingga
rasio
kappa/lambda
berubah.Teknik flowcytometri lebih sensitive dan dapat mengukur rasio rantai L lebih
tepat karna jumlah sel yang dievaluasi dapat berubah sepuluh ribu kali sekaligus.
Pencegahan
Imunisasi terhadap virus onkogenik diharapkan dapat mencegah tumor yang
diiinduksi virus tersebut.Hal ini telah berhasil dilakukan pada kucing untuk mencegah
leukemia dan sarcoma.Pada manusia telah banyak pula dilaporkan percobaan-percobaan
imunisasi dengan dosis subletal sel tumor yang replikasinya sudah dihambat,sel tumor yang
sudah diubah dengan enzim,ekstrak antigen dari permukaan sel tumor.Hasilnya masih
memerlukan evaluasi lebih lanjut.
Imunoterapi
Dalam 20 tahun terakhir berbagai usaha telah dilakukan untuk mengobati tumor
dengan cara imunologik.Sampai sekarang cara itu belum menunjukkan hasil efektif,baik yang
diberikan sendiri maupun yang diberikan bersamaan dengan kemoterapi,radioterapi atau
operasi.
Usaha ini ditujukan untuk memperoleh imunitas terhadap tumor secara spesifik
dengan menggunakan berbagai preparat antigen tumor atau secara nonspesifik untuk
membantu respon I mun terutama makrofag dengan berbagai limfokin seperti interferon,IL2,dan tumor necrosis factor(TNF),yang ditujukan terhadap regresi tumor.Akhir-akhir ini
digunakan lymfokine activated killer cell(LAK) yang diproduksi invitro dengan jalan
membiakkan sel limfosit dari penderita dengan IL-2. Selanjutkan limfosit teresbut diinfuskan
kembali kepada penderita.