Wilayah Kota yang memiliki kemiringan lereng 0 - 3% tersebar di pesisir pantai Senimba, Teluk Jodoh, Teluk Tering
dan Teluk Duriangkang.
Wilayah yang memiliki kemiringan lereng 3 10% tersebar hampir diseluruh Pulau mulai dari perbukitan Dangas
Pancur di Sekupang dan Tanjung Uncang ke sebelah timur, sebagian besar dimanfaatkan untuk pembangunan.
Lereng antara 10 20% sebagian besar berada di daerah kaki bukit dengan relief relatif rendah tersebar di bagian
tengah pulau dan pulau pulau besar lainnya.
Lereng 20 40% sebaran luasnya membentuk jalur sempit di punggung bukit sepanjang bukit Dangas Pancur dan
Bukit Senyum.
Sementara wilayah dengan lereng diatas 40% berada disepanjang bukit Dangas Pancur. Elevasi beberapa puncak
bukit di Pulau antara lain Bukit Dangas Pancur 189 m, Bukit Temiyang 179 m, Bukit Senimba 140 m dan Bukit Tiban
110 m.
Peta Topografi Kota Batam dapat dilihat pada gambar 2.3
B. Geologi
Struktur geologi pulau mengikuti kecenderungan arah regional mulai dari Semenanjung Malaysia ke
jajaran Kepulauan Riau di sebelah tenggara. Arah struktur regional ini tercermin bukan saja pada penyebaran
formasi Tiban, tetapi juga jurus perlipatan yang memperlihatkan arah yang sama. Suatu sesar naik yang cukup
besar dengan bidang sesar teramati mulai dari Formasi Bukit Kepayang menerus ke Formasi Tiban yang terletak
tidak selaras diatasnya, tersingkap pada tebing jalan antara Batam Centre ke Muka Kuning.
Singkapan sepanjang jalan Batu Ampar Sekupang memperlihatkan struktur sinklinorium yang searah
dengan arah struktur regional. Beberapa sesar naik di sisi sebelah barat juga mempunyai bidang yang searah
dengan jurus struktur regional. Sejumlah sesar normal lainnya yang berukuran lebih kecil dijumpai memotong arah
umum ini. Kerapatan sesar di daerah ini lebih jelas teramati di bagian sebelah barat pulau. Hal ini diakibatkan oleh
selang yang lebih tipis dan batas bidang perlapisan yang lebih jelas.
Pada satuan yang lebih tua, yaitu Formasi Bukit Kepayang dan Formasi Batu Ampar, sukar ditemui struktur
yang jelas, karena singkapan batuan yang telah lapuk. Sedang pada satuan yang lebih muda, yaitu teras yang
terdiri dari pasir lepas tidak terlihat tanda tanda struktur.
Peta Geologi Kota Batam dapat dilihat pada gambar 2.4
C. Hidrologi
Air tanah yang tersedia di pulau hanya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil, terutama ditemui pada
satuan litologi yang berumur muda. Pada satuan tersebut terutama ditemui air tanah bebas (freatik), dan sejumlah
kecil air tanah tertekan. Beberapa mata air dengan luah sangat terbatas keluar pada kaki lereng tebing yang terjal.
Pada Formasi Bukit Kepayang ditemukan air tanah freatik di dekat permukaan tanah dalam jumlah kecil. Nilai
permeabilitas pada batuan ini rendah namun kekar yang terdapat di dalamnya sedikit membantu menaikkan jumlah
aliran air. Jumlah air yang dikandung hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan ekosistem sepanjang tahun.
Potensi air tanah yang terdapat di Formasi Batu Ampar adalah yang paling kecil di pulau . Satuan ini
memiliki permeabilitas yang paling rendah. Granit maupun basalt-andesit juga mempunyai potensi air tanah yang
rendah. Formasi Tiban yang terdiri dari selang seling sedimen klastik kasar dan halus adalah formasi yang paling
besar mengandung air tanah, baik timur pilauyang freatik maupun yang tertekan. Potensi air tanah di satuan ini
terutama berada paad satuan Tiban Bawah yang terdiri dari selang seling batu pasir kasar dan konglomerat yang
tersebar di sekitar Batam Centre. Di anggota Tiban Tengah dijumpai beberapa lapisan pasir yang memperlihatkan
kecenderungan sebagai akifer artesis.
Beberapa sumur gali dengan kualitas maupun potensi air tanah baik terdapat paad satuan Teras Terangkat
yang terdiri dari pasir kuarsa di ujung timur pulau . Secara tradisional air ini telah dimanfaatkan oleh penduduk
setempat.
Alluvium yang terdapat di lereng perbukitan sebelah timur laut mengandung sejumlah air tanah yang bisa
di ekspoitasi beberapa minggu setelah hujan. Namun kedudukan tata air di satuan ini agak labil sehingga pada
musim kemarau yang panjang, air sumur menjadi payau.
Di bagian selatan pulau ini terdapat dataran alluvium yang cukup luas, dibatasi ke daratan oleh
pegunungan landai. Satuan ini mengandung air payau yang kurang layak untuk kebutuhan rumah tangga.
Peta Hidrologi Kota Batam dapat dilihat pada gambar 2.5
Tabel 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kota Batam
Nama DAS
Luas (Ha)
2.920,34
3.270,92
4.700,14
10.800,46
8.828,91
3.502,98
6.577,15
4.810,91
4.840,67
6.751,71
7.190,77
4.941,22
4.175,20
1.523,63
2.636,03
7.165,71
NAMA KECAMATAN
JUMLAH KELURAHAN
LUAS TERBANGUN
% Thd
Ha
Total
8.9665
Belakang Padang
76,778.44
18.00
Batu Ampar
4,541.63
1.06
632
1.2873
Bengkong
1,942.48
0.46
938
1.9106
Lubuk Baja
3,960.61
0.93
450
0.9166
Batam Kota
4,629.53
1.09
2,352
4.7908
Sei Beduk
12,098.78
2.84
1,739
3.5422
Nongsa
32,589.55
7.64
5,554
11.3130
Sekupang
10,721.42
2.51
2,113
4.3040
Sagulung
6,429.99
1.51
3,579
7.2901
4,402
10
Batu Aji
6,236.77
1.46
2,119
4.3162
11
Bulang
46,029.11
10.79
8,967
18.2650
12
Galang
220,604.97
51.72
16,249
33.0977
Total
64
426,563.28
100.00
49,094
100
2.2 Demografi
Di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dinyatakan bahwa jumlah penduduk yang besar baru menjadi modal
dasar yang efektif bagi pembangunan Nasional hanya bila penduduk yang besar tersebut berkualitas baik. Namun
dengan pertumbuhan penduduk yang pesat sulit untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan secara
layak dan merata.
Sejak Pulau Batam dan beberapa pulau disekitarnya dikembangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia menjadi
daerah Industri, Perdagangan, Alih kapal dan Pariwisata serta dengan terbentuknya Kotamadya Batam tanggal 24
Desember 1983, laju pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan dimana dari hasil sensus penduduk
rata-rata per tahunnya selama periode 2000-2013 laju pertumbuhan penduduk Batam rata-rata sebesar 8 persen.
Untuk data jumlah penduduk dan kepadatannya serta jumlah penduduk saat ini dan proyeksinya untuk 5 tahun
kedapan disajikan pada tabel 2.3 dan 2.4.
Tahun
2009
Belakang Padang
Batu Ampar
6
4
Bengkong
Lubuk Baja
Batam Kota
Sei Beduk
Nongsa
Sekupang
Sagulung
Batu Aji
Bulang
Galang
Total
Jumlah KK
(Jiwa)
Jumlah
Kelurahan
2010
24
,527
91
,619
98
,214
97
,565
121
,309
109
,046
50
,145
119
,926
142
,526
101
,942
11
,921
1
,988
970,728
23
,953
93
,914
11
,074
102
,823
136
,082
115
,468
56
,182
126
,008
156
,459
107
,975
11
,905
15
,192
957,035
Sumber : Dinas Kependudukan dan Pecatatan Sipil Kota Batam tahun 2013
2011
24
,469
97
,465
12
0,639
10
9,438
15
2,976
12
3,189
61
,737
13
6,579
17
0,238
11
3,099
12
,223
15
,842
1,137,894
2012
25,
184
101
,035
127
,744
114
,093
175
,515
126
,697
66,
150
148
,927
188
,317
131
,834
12,
687
17,
468
1,235,65
1
2010
6,
132
22
,905
24
,554
24
,391
30
,327
27
,262
12
,536
29
,982
35
,632
25
,486
2,
980
497
242,682
Tahun
2011
5,9
88
23,4
79
2,7
69
25,7
06
34,0
21
28,8
67
14,0
46
31,5
02
39,11
5
26,9
94
2,9
76
3,7
98
239,25
9
Tingkat Pertumbuhan
2012
6,1
17
24,
366
30,
160
27,
360
38,
244
30,
797
15,
434
34,
145
42,
560
28,
275
3,
056
3,
961
284,47
4
2010
-0.0234
0.0250
-0.8872
0.0539
0.1218
0.0589
0.1204
0.0507
0.0978
0.0592
-0.0013
6.6419
Tahun
2011
0.02
15
0.03
78
9.89
39
0.06
43
0.12
41
0.06
69
0.09
89
0.08
39
0.08
81
0.04
75
0.02
67
0.04
28
2012
2010
Tahun
2011
2012
0.0292
5.441
5.559
5.721
0.0366
148.598
154.217
159.866
0.0589
11.806
128.613
136.188
0.0425
228.496
243.196
253.540
0.1473
57.858
65.041
74.624
0.0285
66.399
70.839
72.856
0.0715
10.116
11.116
11.910
0.0904
59.635
64.637
70.481
0.1062
43.716
47.566
52.617
0.1657
50.956
53.374
62.215
0.0380
1.328
1.363
1.415
0.1026
0.935
0.975
1.075
Tabel 2.4 Jumlah penduduk saat ini dan proyeksinya untuk 5 tahun
Jumlah Penduduk
2013
Belakang
Padang
Batu Ampar
Bengkong
Lubuk Baja
Batam Kota
Sei Beduk
Nongsa
Sekupang
Sagulung
Batu Aji
Bulang
Galang
Total
Tingkat
Pertumbuha
n
Jumlah KK
Nama
Kecamatan
(Jiwa)
2015
2014
25,
919
104,
736
135,
267
118,
946
201,
375
130,
305
70,
878
162,
391
208,
316
153,
672
13,
168
19,
261
1,344,234
26
,677
2016
27
,456
108
,572
259
11
2,549
143
,234
,671
1,670
,005
,602
9,280
,779
5,086
,143
7,832
,757
,373
190
3,082
179
,538
281
,982
20
8,801
13
,668
210
25
4,911
,129
87,
19
230
,439
141
81
177
,073
304
13
75
,944
134
26
134
,016
160
12
231
,045
116
15
124
243
,390
14
,187
21
2017
29,0
84
120,9
45
170,0
61
140,5
12
348,9
55
145,7
94
93,4
22
229,5
73
311,9
28
283,7
07
15,2
85
28,4
71
28,
14,
726
23
25,
,237
,417
821
1,465,039
1,599,644
1,749,858
1,917,737
2013
6,
480
26,
184
33,
817
29,
737
50,
344
32,
576
17,
720
40,
598
52,
079
38,
418
3,
292
4,
815
336,059
2014
2015
2016
2017
6,669
2
7,143
3
5,809
3
1,001
5
7,761
3
3,504
1
8,986
4
4,268
5
7,610
4
4,782
6,864
7,065
7,271
0.0292
28,137
29,168
30,236
0.0366
37,918
40,151
42,515
0.0589
32,320
33,695
35,128
66,272
76,036
34,458
2014
2015
2016
2017
0.0425
5.8880
165.721
5
144.207
9
264.324
4
6.0602
171.791
1
152.701
5
275.566
7
87,239
0.1473
85.6186
98.2334
6.2372
178.083
9
161.695
1
287.288
9
112.706
6
6.6070
191.368
7
181.301
7
312.248
9
148.365
2
35,439
36,449
0.0285
74.9310
77.0650
79.2593
20,343
21,798
23,356
0.0715
12.7616
13.6737
14.6512
48,271
52,635
57,393
0.0904
76.8533
83.8017
91.3781
63,728
70,496
77,982
0.1062
58.2051
64.3864
71.2241
52,200
60,848
70,927
0.1656
72.5210
84.5347
98.5375
6.4196
184.60
60
171.21
75
299.50
89
129.31
25
81.516
4
15.698
6
99.639
4
78.787
9
114.86
08
3,417
3,547
3,682
3,821
0.0380
1.4685
1.5243
1.5821
1.6422
1.7046
5,309
5,854
6,455
7,118
0.1026
1.1854
1.3070
1.4411
1.5891
1.7522
366,260
399,911
437,465
479,434
83.8378
16.8207
108.647
9
87.1551
133.887
2
NO
N
o
SUMBER
2011
2012
TAHUN
2012 (Perda APBD-P No 06 tgl 24 sept
2009
2010
2011
2012
2012)
%
JUMLAH (RP)
%
JUMLAH (RP)
4
5113,478,000.00 6 141,481,800.0 133,603,500.00
7
118,903,000.00
Dinas Kesehatan
JUMLAH (RP)
3
118,784,750.00
Pendapatan Asli
1,781,025,650.0
Daerah : Dinas Pekerjaan
276,757,849,578.60
2
Umum
0
2 Dana Perimbangan
863,629,381,663.96
3
3 Lain-lainDinas Kebersihan
16,664,301,109.
Pendapatan
124,162,675,660.0089
danYang
Pertamanan
Sah
4 Penerimaan
Pembiayaan
35,451,886,531.44 4
511,135,469,396.00
13,298,971,118.
9,123,471,090.
21.29
371,655,668,413.00
24.92 3,316,259,784. 6,974,314,041.
06
99
24
23
1,069,832,549,717.50
66.43
975,207,796,963.63
65.39
6,121,719,873.3
1,731,818,175.
27,936,033,19 87,397,190,906.00
48,181,991,935
9.55
54,035,347,271.00
3.62
8
00
6.65
.00
4%
165%
90,501,967,372.59
6.07
943,178,933.00
100.00
1,491,400,780,020.22
729,093,000.00
363% 4.92
6.05
-
1,775,756,478,567.11
Dinas Sosial 1,300,001,793,434.00
dan
Pemakaman
261,618,822.73
Tabel 2.6 : Rekapitulasi Realisasi Belanja Sanitasi SKPD Kota Batam Tahun 2008 - 2012
100.00
28.78
60.25
107,391,268,547.61
2.73
Jumlah
5
2013
RATA
RATA
2013 (Perda
APBD No 08 tgl 28 Des 20
PERTUMBUH
AN
100.00
-
Deskripsi
Tahun
2008
2009
2010
2011
2012
266.079.846,95
28.107.277,22
30.130.948,64
23.806.969,16
23.157.692,52
28.171.909,45
4,86
7,77
7,22
6,78
keseimbangannya terhadap daya dukung wilayah dan mengupayakan secara optimal penanganan terhadap
setiap kendala dan permasalahan yang dihadapi.
Berdasarkan ketiga kebijaksanaan pokok tersebut, selanjutnya perlu ditempuh langkah-langkah strategi
pengembangan Kota Batam dalam rangka menjadikan Kota Batam sebagai bandar dunia yang madani, yaitu :
1. pengembangan struktur tata ruang wilayah dan sistem kegiatan pelayanan kota untuk membentuk satu
kesatuan struktur tata ruang dan sistem kegiatan pelayanan kota agar berfungsi optimal sebagai pusat-pusat
pertumbuhan dan pusat kegiatan pelayanan perkotaan.
2. pengelolaan kawasan lindung guna menjamin keseimbangan dan keserasian lingkungan hidup, serta
kelestarian pemanfaatan berbagai potensi sumberdaya alam yang ada sesuai prinsip pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan,
3. pengembangan kawasan budidaya, dengan tujuan untuk meningkatkan keterkaitan fungsi, sinergi potensi,
daya dukung, keselarasan, keseimbangan, dan keterpaduan pengembangan kawasan budidaya,
4. pengembangan sistem prasarana transportasi, fasilitas umum, dan utilitas umum kota guna memenuhi
kebutuhan, peningkatan pelayanan, dan pemerataan prasarana dan sarana pelayanan umum kepada
masyarakat
5. penatagunaan tanah, penatagunaan air, dan penatagunaan sumber daya alam penting lainnya, guna
mewujudkan adanya tertib pengaturan dalam persediaan, penguasaan, dan pemanfaatan atas tanah, air, dan
sumberdaya alam penting lainnya sebagai sumberdaya publik secara adil
Konsepsi pengembangan Kota Batam merupakan arahan awal untuk mewujudkan visi dan misi pengembangan
Kota Batam sejalan dengan strategi pengembangan yang telah dikemukakan, yang didasari oleh :
1. Kebijaksanaan pengembangan pada tingkat nasional,
2. Kebijaksanaan pengembangan pada tingkat provinsi,
3. Kebijaksanaan pengembangan dalam Pola Dasar Pembangunan Kota Batam,
4. Evaluasi Masterplan Barelang dan rencana-rencana detail tata ruang yang sudah ada,
5. Pola pemanfaatan lahan eksisting dan kecenderungan perkembangan kota,
6. Potensi dan kendala fisik wilayah, dan
7. Upaya menjaga kelestarian dan keseimbangan ekosistem wilayah.
Tujuan konsepsi struktur tata ruang Kota Batam, antara lain untuk :
1. Menjabarkan struktur tata ruang yang dikembangkan di wilayah Kota Batam secara berhirarki dan terstruktur
dengan pola multiple nucley
2. Menciptakan daya tarik bagi seluruh bagian wilayah Kota Batam dengan penyebaran pusat-pusat pelayan
keseluruh wilayah kota
3. Memacu pertumbuhan kota dan mewujudkan pemerataan pembangunan keseluruh wilayah Kota Batam
4. Mendayagunakan sarana pelayanan kota yang penyebarannya dilakukan secara berjenjang sesuai kebutuhan
dan tingkat pelayanan
5. Menciptakan dinamika perkembangan kota yang sinergis, dengan melibatkan pihak-pihak terkait melalui pola
kemitraan.
Rencana pengembangan struktur tata ruang Kota Batam merupakan pengembangan fungsi kegiatan
pelayanan kota yang diwujudkan berdasarkan pengembangan fungsi kegiatan dan sistem pusat-pusat kegiatan
pelayanan perkotaan yang dialokasikan secara terstruktur ke seluruh wilayah Kota Batam. Rencana
pengembangan struktur tata ruang dan sistem kegiatan pelayanan kota, ditujukan untuk membentuk satu kesatuan
struktur tata ruang dan sistem kegiatan pelayanan kota agar berfungsi optimal sebagai pusat-pusat pertumbuhan
dan pusat kegiatan pelayanan perkotaan di wilayah darat dan wilayah laut Kota Batam. Beberapa pertimbangan
rencana pengalokasian struktur tata ruang Kota Batam, diantaranya :
Kesesuaian dengan rencana struktur tata ruang yang lebih luas (makro)
Memacu pertumbuhan dan mewujudkan pemerataan pembangunan kota keseluruh wilayah Kota Batam
melalui penyebaran pusat dan sub pusat pelayanan kota secara berjenjang dengan pola multiple nucley, dan
dihubungkan oleh suatu sistem jaringan transportasi, sehingga seluruh bagian wilayah kota dapat terlayani
Mendayagunakan fasilitas pelayanan kota yang penyebarannya dilakukan secara berjenjang sesuai kebutuhan
dan tingkat pelayanan
Menciptakan interaksi yang kuat antara pusat dan sub pusat pelayanan kota melalui pengaturan sistem
jaringan transportasi
Hirarki pusat-pusat pelayanan yang akan dikembangkan di Kota Batam didasarkan atas jumlah penduduk
yang harus dilayani oleh masing-masing pusat pelayanan. Pola pengembangan pusat-pusat pelayanan yang
tersebar merata keseluruh wilayah Kota Batam ini akan membentuk pola multiple nucley. Dengan demikian
diharapkan orientasi kegiatan penduduk tidak terpusat (terkonsentrasi) di pusat kota saja, tetapi menyebar ke
pusat-pusat pelyananan yang dikembangkan di masing-masing lingkungan atau pada setiap pulau-pulau yang ada.
Pengembangan pusat-pusat kegiatan yang berpola multiple nucley dan berhirarki ini dihubungkan oleh sistem
jaringan jalan yang berhirarki melalui pengembangan sistem transportasi darat dan pengembangan sistem
transportasi laut, sehingga membentuk satu kesatuan yang saling terintegrasi dan mudah dijangkau dari seluruh
bagian wilayah kotanya. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka strategi pengembangan struktur tata ruang Kota
Batam, adalah :
1. Pengembangan pusat-pusat kegiatan pelayanan perkotaan harus dapat menunjang pertumbuhan wilayah
belakang yang dilayani di wilayah darat maupun wilayah laut, dengan memperhatikan kecenderungan
perkembangan Kota Batam dalam keseluruhan;
2. Meningkatkan fungsi dan peran Kota Batam sebagai pusat koleksi dan distribusi melalui pengembangan
kegiatan industri, perdagangan dan jasa, dan penataan lokasi simpul-simpul kegiatan transportasi wilayah;
3. Mengalokasikan berbagai fasilitas dan sarana kegiatan pelayanan kota ke seluruh wilayah secara terstruktur;
4. Menata perkembangan dan mengendalikan pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah darat dan wilayah laut
Kota Batam.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka rencana pengembangan struktur pusat-pusat pelayanan di
Kota Batam dibuat secara berhirarki dan ditempatkan secara berjenjang dan terpadu sesuai skala pelayanannya,
yang masing-masing mempunyai keterkaitan fungsional. Ini dikarenakan hirarki suatu kota dapat menunjukan
besaran kota sekaligus peranan kota tersebut dalam memberikan pelayanan kepada wilayah belakangnya. Besaran
suatu kota ditunjukan oleh jumlah penduduknya sedangkan peranan kota ditentukan oleh fungsi pelayanan yang
dapat diberikan. Dengan demikian, peranan kota ditentukan oleh kelengkapan dan kualitas fasilitas perkotaan yang
tersedia yang mencerminkan pula hirarki fungsional dari kota yang bersangkutan dalam memberikan pelayanan.
Penyediaan fasilitas pelayanan ini menggunakan asumsi bahwa setiap pusat pelayanan yang lebih tinggi
merangkap dan melayani juga pusat lainnya yang lebih rendah. Pusat-pusat kegiatan dan pusat kota kecamatan
merupakan pusat-pusat pemukiman yang merupakan pusat pengembangan wilayah kotanya. Ini dikarenakan status
administrasi suatu kota pada umumnya menunjukan fungsi pelayanan administrasi dan fungsi pelayanan kota lain
yang dimiliki kota tersebut. Semakin tinggi status administrasi suatu kota semakin besar jangkauan pelayanan kota
tersebut. Dalam konteks Kota Batam, Batam Center memiliki fungsi administrasi dan pelayanan tertinggi yang
jangkauannya mencakup seluruh wilayah kotanya. Sistem pusat-pusat kegiatan pelayanan perkotaan yang akan
dikembangkan disusun berdasarkan hirarki pelayanan dan dihubungkan oleh suatu sistem jaringan transportasi
untuk melayani seluruh wilayah darat dan wilayah laut Kota Batam.
Untuk mewujudkan tertib pembangunan di kawasan pusat-pusat pelayanan perlu disusun Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) Kawasan dengan Keputusan Walikota. RDTR Kawasan tersebut menjadi pedoman dan acuan
dalam pelaksanaan pembangunan kawasan dan pemberian perizinan di kawasan pusat-pusat pelayanan sesuai
ketentuan yang berlaku. Adapun hirarki sistem pusat-pusat kegiatan pelayanan yang akan dikembangkan di Kota
Batam, terbagi atas :
1. Pusat pelayanan primer (pusat utama pelayanan kota)
2. Pusat Pelayanan Sekunder (Sub Pusat Pelayanan Utama)
3. Pusat Pelayanan lingkungan permukiman
Konsepsi pengembangan penggunaan lahan Kota Batam dimaksudkan untuk menciptakan pola
pemanfaatan ruang yang mampu menjadi wadah bagi berlangsungnya berbagai kegiatan penduduk serta
keterkaitan fungsional antar kegiatan, sehingga tercipta keserasian antara satu kegiatan dengan kegiatan lain serta
tetap menjaga kelestarian lingkungan. Dalam mengembangkan konsepsi pemanfaatan ruang kota ini disesuaikan
dengan potensi dan permasalahan yang ada dengan tetap mempertimbangkan :
1. Keserasian rencana tata ruang Kota Batam dengan rencana tata ruang wilayah yang lebih luas
2. Peran dan fungsi Kota Batam sesuai struktur tata ruang kotanya
3. Pola penggunaan lahan eksisting dan kecenderungan perkembangannya, baik fisik, sosial, maupun ekonomi
ke dalam konsepsi pemanfaatan ruang yang mudah dilaksanakan (realistis)
4. Potensi dan kendala fisik alam
5. Mengamankan kawasan lindung, terutama di daerah perbukitan atau yang mempunyai lereng curam, disekitar
waduk sebagai tangkapan air hujan serta pada hutan bakau.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka kegiatan-kegiatan yang akan dikembangkan di
Kota Batam ini meliputi :
1. Pengembangan Kawasan Lindung, yang berupa hutan lindung, kawasan perlindungan setempat, seperti
sempadan waduk, sungai, mata air, pantai dan hutan bakau
2. Pengembangan Kawasan Budidaya, yang merupakan tempat aktivitas kegiatan penduduk Kota Batam, baik
berupa aktivitas kegiatan industri, perdagangan dan jasa, pariwisata, permukiman maupun kegiatan pertanian,
perkebunan, peternakan, dan perikanan
Rencana pengembangan struktur tata ruang Kota Batam merupakan pengembangan fungsi kegiatan
pelayanan kota yang diwujudkan berdasarkan pengembangan fungsi kegiatan dan sistem pusat-pusat kegiatan
pelayanan perkotaan yang dialokasikan secara terstruktur ke seluruh wilayah Kota Batam. Rencana
pengembangan struktur tata ruang dan sistem kegiatan pelayanan kota, ditujukan untuk membentuk satu kesatuan
struktur tata ruang dan sistem kegiatan pelayanan kota agar berfungsi optimal sebagai pusat-pusat pertumbuhan
dan pusat kegiatan pelayanan perkotaan di wilayah darat dan wilayah laut Kota Batam. Beberapa pertimbangan
rencana pengalokasian struktur tata ruang Kota Batam, diantaranya :
Kesesuaian dengan rencana struktur tata ruang yang lebih luas (makro)
Memacu pertumbuhan dan mewujudkan pemerataan pembangunan kota keseluruh wilayah Kota Batam
melalui penyebaran pusat dan sub pusat pelayanan kota secara berjenjang dengan pola multiple nucley, dan
dihubungkan oleh suatu sistem jaringan transportasi, sehingga seluruh bagian wilayah kota dapat terlayani
Mendayagunakan fasilitas pelayanan kota yang penyebarannya dilakukan secara berjenjang sesuai
kebutuhan dan tingkat pelayanan
Menciptakan interaksi yang kuat antara pusat dan sub pusat pelayanan kota melalui pengaturan sistem
jaringan transportasi
Hirarki pusat-pusat pelayanan yang akan dikembangkan di Kota Batam didasarkan atas jumlah penduduk
yang harus dilayani oleh masing-masing pusat pelayanan. Pola pengembangan pusat-pusat pelayanan yang
tersebar merata keseluruh wilayah Kota Batam ini akan membentuk pola multiple nucley. Dengan demikian
diharapkan orientasi kegiatan penduduk tidak terpusat (terkonsentrasi) di pusat kota saja, tetapi menyebar ke
pusat-pusat pelyananan yang dikembangkan di masing-masing lingkungan atau pada setiap pulau-pulau yang ada.
Pengembangan pusat-pusat kegiatan yang berpola multiple nucley dan berhirarki ini dihubungkan oleh sistem
jaringan jalan yang berhirarki melalui pengembangan sistem transportasi darat dan pengembangan sistem
transportasi laut, sehingga membentuk satu kesatuan yang saling terintegrasi dan mudah dijangkau dari seluruh
bagian wilayah kotanya. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka strategi pengembangan struktur tata ruang Kota
Batam, adalah :
1. Pengembangan pusat-pusat kegiatan pelayanan perkotaan harus dapat menunjang pertumbuhan wilayah
belakang yang dilayani di wilayah darat maupun wilayah laut, dengan memperhatikan kecenderungan
perkembangan Kota Batam dalam keseluruhan;
2. Meningkatkan fungsi dan peran Kota Batam sebagai pusat koleksi dan distribusi melalui pengembangan
kegiatan industri, perdagangan dan jasa, dan penataan lokasi simpul-simpul kegiatan transportasi wilayah;
3. Mengalokasikan berbagai fasilitas dan sarana kegiatan pelayanan kota ke seluruh wilayah secara terstruktur;
4. Menata perkembangan dan mengendalikan pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah darat dan wilayah laut
Kota Batam.
Secara keseluruhan penataan Kota Batam saat ini sudah mempunyai struktur kota cukup baik, namun
demikian kondisi tata bangunan di tiap bagian kotanya masih belum berkarakter dan belum menggambarkan ciri
khas kota serta kurang tertata dengan baik. Hal ini antara lain dapat dilihat dari tidak adanya pola pengikat antar
bangunan yang dapat menggambarkan bangunan-bangunan tersebut berada dalam satu kawasan dan berdiri
sendiri-sendiri serta belum mempunyai ciri khas.
Untuk mengarahkan perkembangan yang terjadi di masa mendatang, perlu ditetapkan suatu peraturan bangunan
yang disusun berdasarkan rencana penataan bangunan yang terpadu, sehingga setiap bangunan bersama
bangunan lainnya di suatu bagian kota terdapat suatu kaitan yang membentuk suatu kesatuan kawasan yang
tertata dengan apik mengikuti kaidah-kaidah penataan bangunan perkotaan serta diarahkan bentuk bangunannya
diarahkan pada bentuk bangunan yang berciri khas Melayu. Adapun pengaturan tata bangunan yang diperlukan,
meliputi :
Penataan landmark, edge, node sebagai orientasi dan ciri kawasan
Pengaturan sempadan bangunan dan sempadan jalan
Penetapan Koefisien Dasar dan Pengaturan Intensitas Bangunan
Penetapan Koefisien Lantai Bangunan dan Pengaturan Ketinggian Bangunan.
Pembentukan karakter bangunan perkotaan sebaiknya menyesuaikan dengan kondisi fisik alam
sekitarnya, atau mengikuti bentuk arsitektur bangunan melayu yang dijadikan ciri khas dari Kota Batam
(landmark), sehingga kota memiliki ciri khas dan daya tarik tersendiri. Wilayah perencanaan Kota Batam memiliki
keunggulan potensi alamnya yang beragam, diantarannya adalah wilayahnya yang dikelilingi oleh lautan serta
sebagian besar wilayah daratan khususnya yang ada di Pulau Batam - Rempang - Galang - Galang Baru
merupakan daerah yang berbukit-bukit dengan pemandangan lautan yang cukup menarik untuk dijadikan sebagai
daerah wisata. Untuk memberi ciri terhadap daerahnya, maka sebaiknya pada puncak perbukitan tertinggi dibuat
suatu bangunan fungsional yang mempunyai khas dengan desain arsitektur yang monumental, seperti bangunan
masjid di kawasan kegiatan wisata, tower / menara, monumen dan sebagainya.
Sumber : Perda RTRW Kota Batam Tahun 2004-2014
perbuatan manusia. Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan
berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tanah longsor. Pada
kawasan rawan bencana ini tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pembangunan apapun, selain bangunanbangunan untuk keperluan mencegah dan menghindarkan terjadinya bencana. Namun demikian, kawasankawasan rawan bencana yang sudah terdapat bangunan-bangunan dan atau kegiatan pembangunan, dengan
diberlakukannya tata ruang wilayah Kota Batam ini maka perlu dilakukan tindakan pengendalian dan pencegahan
secara preventif dan kuratif, serta tindakan penertiban sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun kawasan rawan bencana yang ada di Kota Batam terdiri dari :
1. Kawasan rawan banjir, adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana
banjir yang disebabkan oleh alam maupun kegiatan manusia secara tidak langsung, yaitu pada dataran di
bagian hilir dan muara sungai, serta pada kawasan-kawasan cekungan yang berfungsi sebagai daerah
tangkapan sungai (catchment area).
2. Kawasan rawan longsor, adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana
tanah longsor yang disebabkan oleh alam maupun kegiatan manusia secara tidak langsung, yaitu pada
kawasan-kawasan bukit dan perbukitan dengan struktur geologi dan lapisan tanah yang rentan.
3. Kawasan rawan abrasi, adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana
abrasi yang disebabkan oleh alam maupun kegiatan manusia secara tidak langsung. Adapun lokasi kawasan
rawan abrasi di Kota Batam berada pada kawasan-kawasan pesisir berombak besar dengan struktur geologi
pantai cenderung curam dan rentan, terutama pada kawasan-kawasan pesisir yang menghadap secara
langsung ke Selat Malaka dan Laut Cina Selatan.
4. Kawasan rawan sesar, merupakan kawasan pada jalur-jalur sesar geologi yang berpotensi mengalami
bencana gerakan dan atau gempa bumi. Pengamatan terhadap kondisi geologi Kota Batam menunjukkan
adanya daerah yang rawan terhadap bencana gerakan tanah di karenakan adanya sesar geser jurus pada
daerah perbukitan di Pulau Rempang sebelah Utara yang terbentang dari barat daya ke timur laut, serta di
Pulau Galang dan Pulau Galang Baru. Penetapan kawasan sesar di Kota Batam berada di wliayah Pulau
Rempang sebelah utara yang bagi perlindungannya diberlakukan sempadan sesar selebar 100 meter dari
pinggir kiri dan kanan sesar geser jurus yang dimanfaatkan sebagai daerah hijau (buffer) seluas 79,91 Ha (0,08
%) dengan fungsi sebagai kawasan lindung. Sedangkan pemanfaatan lahan di sekitar buffer diarahkan sebagai
kegiatan non terbangun (pertanian) atau budidaya terbatas.
Langkah-langkah pengamanan yang perlu ditempuh untuk menghindari jatuhnya korban akibat terjadinya bencana
gerakan tanah, antara lain :
1. Memfungsikan kawasan sempadan sesar sebagai kawasan lindung
2. Memprioritaskan kegiatan pertanian, hutan lindung serta ruang terbuka hijau lainnya pada daerah sekitar sesar
geser jurus (kawasan kritis)
3. Rehabilitasi lahan dan konservasi tanah pada kawasan bencana tanah longsor, terutama pada wilayah yang
mempunyai kemiringan lereng curam di sekitar sesar dengan struktur batuan yang rentan terhadap bahaya
longsor
4. Pengendalian kegiatan budidaya di sekitar kawasan rawan bencana tanah longsor.
Sumber : Perda RTRW Kota Batam Tahun 2004-2014
3. Kawasan perbatasan yang mempunyai lokasi strategis terhadap eksistensi batas-batas wilayah nasional
sehingga apabila eksistensi kawasan prioritas perbatasan tersebut hilang, maka batas negara akan menjadi
lebih menyempit.
4. Kawasan perbatasan yang terkait dengan masalah pertahanan dan keamanan bersifat supra regional dan
merupakan kawasan yang spesifik, karena berbatasan langsung dengan negara tetangga, sehingga
penanganannya memerlukan kekhususan tersendiri.
Dengan perluasan daratan hasil reklamasi pantai Singapura dan/atau Malaysia ke arah wilayah laut
Indonesia maka akan memperkecil porsi luasan laut Indonesia. Apalagi disinyalir dengan semakin banyak pulaupulau yang tenggelam karena pengaruh dari kegiatan penambangan pasir laut di wilayah Batam dan Kepulauan
Riau, sehingga menimbulkan kekuatiran akan merubah batas titik terluar (pulau) Indonesia yang dipakai sebagai
frontier border dengan negara tetangga (Singapura dan Malaysia).
Berdasarkan kriteria dan kondisi tersebut maka yang tergolong dalam kawasan prioritas perbatasan di Kota Batam
adalah Pulau Karang Nipah (Karangnipa) dan gugusan pulau kecil lainnya yang ada di sekitarnya. Pulau Karang
Nipah (Karangnipa) tergolong dalam kawasan prioritas perbatasan karena memiliki letak yang strategis, yakni selain
berhadapan dengan Singapura, juga merupakan salah satu titik yang menunjukkan batas perairan antara Indonesia
dan Singapura.
Penetapan Pulau Karang Nipah (Karangnipa) sebagai kawasan prioritas perbatasan ini juga didasari oleh
kondisi lingkungannya saat ini yang relatif terancam, yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan akibat kegiatan
penggalian pasir laut, pengrusakan fisik pulau dan faktor-faktor alami lainnya, sehingga penetapan garis batas
antara wilayah Negara Indonesia dapat bergeser. Penentuan Pulau Karang Nipah (Karangnipa) sebagai kawasan
prioritas perbatasan ini dilakukan dengan tujuan untuk menjamin keberadaan Pulau Karang Nipah (Karangnipa)
sebagai kawasan perbatasan wilayah nasional.
Akhir-akhir ini Pulau Karang Nipah (Karangnipa) yang terletak berbatasan langsung dengan Singapura di
Selat Phillip telah dikuatirkan akan tenggelam karena imbas dari penambangan pasir dan/atau kesengajaan pihak
yang tidak bertanggung jawab. Trauma lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan dari wilayah NKRI yang telah diambil
oleh Malaysia perlu menjadi pelajaran yang mahal bagi Indonesia. Oleh karena itu untuk menyelamatkan Pulau
Karang Nipah (Karang nipa) dan pulau-pulau terluar lainnya yang mempunyai nasib serupa maka perlu ditempuh
upaya untuk memperbanyak saksi (witness) dari masyarakat luas (warganegara Indonesia dan asing) dan
memperlihatkan bukti awarness, simpati dan empati atas keberadaan pulau tersebut. Sehingga perlu dilakukan
tindakan-tindakan nyata untuk merawat, mengatur dan mengelola pulau-pulau yang terletak di daerah perbatasan
(front liner) dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat setempat serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat. Selain itu harus dilakukan pula pelarangan penggalian pasir laut di sekitar
pulau tersebut dan memberi sangsi yang berat bagi yang melanggarnya, karena dapat menyebabkan tenggelamnya
Pulau Karang Nipah dan gugusan pulau-pulau kecil lainnya yang ada di sekitarnya
Negeri
Swasta
SD
SLTP
SMA/SMK
SD/MI
SLTP/MTs
SMA/SMK/MA
Belakang Padang
14
Bulang
10
Galang
24
Sei Beduk
14
Sagulung
18
33
10
Nongsa
10
11
Batam Kota
10
33
13
14
Sekupang
11
17
Batu Aji
21
Lubuk Baja
11
11
Batu Ampar
Bengkong
13
15
Jumlah
137
49
24
168
76
59
2.5.2
Kemiskinan
Fenomena kemiskinan telah berlangsung sejak lama, walaupun telah dilakukan berbagai upaya dalam
menanggulanginya. Selain ditandai dengan kerentanan pada tingkat ekonominya, masyarakat miskin juga pada
umumnya ditandai dengan kekurangan gizi, tingkat kesehatan yang buruk, tingkat buta huruf, lingkungan yang
buruk dan ketiadaan akses infrastruktur maupun pelayanan publik yang memadai.
Komitmen pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan telah diupayakan selama ini. Selain itu,
dengan adanya komitmen MDGs (Millennium Development Goals) dalam menanggulangi kemiskinan dan
kelaparan upaya untuk mengatasi permasalahan inipun menjadi lebih kuat. Kondisi kemiskinan penduduk Kota
Batam tahun 2009 berdasarkan data masyarakat penerima dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang berasal dari
Program Kompensasi Penanggulangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) sebesar 36.207 Rumah Tangga
Sasaran.
Dalam rangka pelaksanaan program Nasional dalam penanggulangan kemiskinan di Kota Batam
berdasarkan PPLS08 BPS Kepri 2008 adalah sebanyak 136.044 jiwa. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
secara umum dilaksanakan melalui pemberdayaan, kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan akses
masyarakat produksi, mengembangkan potensi dan peluang agar masyarakat dapat keluar dari kondisi kemiskinan
tersebut.
Meskipun batas garis kemiskinan telah mengalami peningkatan pada tahun 2010 dibanding tahun 2008
dan 2009, namun secara persentase jumlah pengangguran di daerah ini pasca krisis ekonomi global telah
mengalami penurunan, yaitu dari 6,69% dan 7,95% pada tahun 2008 dan 2009 menjadi 6,33% tahun 2010. Jumlah
penduduk miskin di Kota Batam setelah berturut-turut pada tahun 2007 dan 2008 menurun menjadi 55,29 ribu
orang (7,65%) dan 41,39 ribu orang (7,22%), sedangkan pada tahun 2009 dan 2010 jumlah penduduk miskin di
daerah ini cenderung meningkat masing-masing menjadi 54,78 ribu orang (6,76%) dan 69,70% ribu orang (7,26%).
Peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut sejalan dengan peningkatan batas garis kemiskinan yaitu dari
Rp.316.740/kapita/bulan tahun 2008 menjadi Rp.374.186/kapita/bulan dan Rp.401.849/kapita/bulan tahun 2009 dan
2010
Tabel 2.10 Jumlah penduduk miskin per kecamatan
N
o
Kecamatan
1 BELAKANG
PADANG
2 BULANG
3 GALANG
4 SEI BEDUK
5 SAGULUNG
6 NONGSA
7 BATAM KOTA
8 SEKUPANG
9 BATU AJI
10 LUBUK BAJA
11 BATU AMPAR
12 BENGKONG
Total
2028
1917
2362
3601
6173
2357
3803
3269
4205
3563
3441
3774
40493
Sumber : Sumber: Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial. 2012
2.5.3 Permukiman
A. Ketersediaan Lahan Permukiman
Mengacu kepada RTRWK Tahun 2028, dimana direncanakan peruntukan lahan permukiman sebesar
14.708,87 Ha untuk seluruh kota, maka bila diketahui yang direncanakan peruntukannya di P.Batam sebesar
11.152,90 Ha maka di luar P.Batam direncanakan seluas 3.555,97 Ha. Dan bila diketahui bahwa di P.Rempang dan
P.Galang direncanakan seluas 2.288 Ha, maka seluas 1.267,97 Ha (8,62%) adalah diperuntukan di luar P.Rempang
dan P.Galang atau hinterland lainnya.
Dari perhitungan ini dapat dinyatakan bahwa 75,82% dari totoal luas kawasan perumahan dan
permukiman Kota Batam berada di P.Batam. Sedangkan lahan yang masih tersedia di P.Batam adalah sebesar
6.908,75 Ha atau berkisar 62%. Dari angka ini lahan yang belum terbangun (tidur) dan sudah ada alokasinya
sebesar 2.514,05 Ha atau sebesar 22,54%.
B. Kondisi Eksisting Perumahan dan Permukiman
Sesuai dengan pendekatan konsepsi Inti Ganda/Multiplei Nuclei maka permukiman/residential
dikategorikan dalam 4 (empat) karakteristik yang berbeda tergantung pada kemampuan ekonomi individual
pemukim. Kemampuan ekonomi akan menentukan lokasi sehingga akan berpengaruh terhadap bentuk struktur
ruang permukiman. Struktur ruang permukiman adalah pola spasial yang dibentuk berdasarkan perilaku aktivitas
individu secara ekonomi dalam ruang. Pola spasial permukiman akan terstruktur/hirarkis apabila sesuai dengan
arahan kebijakan penataan ruang. Tetapi akan membentuk pola yang tidak terstruktur apabila kebijakan penataan
ruang dilanggar. Secara empiris dan faktual struktur ruang permukiman terbentuk oleh pengaruh kekuatan pasar
perumahan yang ditentukan oleh demand perumahan dan supply perumahan. Sebagai misal, pada saat demand
perumahan banyak dipengaruhi oleh permintaan perumahan menengah ke atas maka supply permukiman akan
memasok kebutuhan ini.
Kebijakan tata ruang mengatur dan mengalokasikan perumahan pada lahan-lahan peruntukan sesuai
dengan pola struktur ruang yang dikembangkan. Kendala impelementasi perwujudan terpengaruh oleh mekanisme
pasar perumahan. Ekses negatif dari ketidaksinkronan dua sisi ini akan menimbulkan permasalahan urban sprawl,
lahan tidur, hingga alih fungsi lahan serta berpotensi memunculkan spekulasi lahan. Perlakuan terhadap lahan yang
demikian dapat dengan mudah dimasuki penghuni tanpa hak/PTH yang membangun perumahan ilegal.
membentuk pola mengisi lokasi pada batas (interseksi) antara medium class residential dengan low class
residential, high class residential dengan CBD, atau di dalam high class, medium class, dan low class, dan bahkan
di dalam wholesale light manufactures atau batas antara light manufacture dengan CBD.
Karaketristik yang agak berbeda dengan konsep multiplei nuclei secara faktual adalah keberadaan sub urb
residential di kawasan peruntukkan high class residential dan middle class residential. Pola seperti ini menunjukkan
adanya kontroversi nilai lahan sebagai pembentuk struktur ruang kota. Tarik-menarik nilai lahan berpengaruh pada :
(1) Ketidakstabilan prediksi harga lahan, dan cenderung menyebabkan spekulasi lahan,
(2) Keterhambatan penyediaan fasilitas dan sarana pelayanan kota,
(3) Menghambat pembentukan sistem ekonomi dan sosial dalam jangka menengah dan panjang, sebab secara
prinsip pola kegiatan akan menentukan sendiri/memilih lokasinya di dalam kota menjadi uncontrollable dan
unlocationable, dan hal ini lambat laun akan menjadi beban kota.
Kajian secara lokasional, ialah : perkembangan permukiman di Pulau Batam tidak bergeser dari model
yang sangat deterministik (lokasi adalah alokasi) untuk high class residential dan medium class residential. Tetapi
pergeseran model secara variabel terjadi pada low class residential dengan karakteristik behavioural, dimana
secara formal bisa dilayani oleh rumah transit (sewa, kontrak) atau non formal dengan Ru-Li. Model behavioural
yang deskriptif dideterminasi oleh tipikal sosio-etnis sebagai perwujudan dari pluralitas pendatang. Akhirnya
menghasilkan kawasan permukiman dengan tipikal etnis baik pada permukiman legal maupun ilegal. Secara
sosiologi perkotaan, hal ini akan mengganggu keseimbangan dan pola aktivitas sistem sosial kota dan potensi friksi
dan perbedaan interest semakin besar. Selain merusak struktur ruang kota juga akan berpengaruh terhadap
sumber daya kota (KH/Kapital Human, KN/Kapital Natural, Pendanaan).
Tabel 2.11 Jumlah Rumah per Kecamatan
No
Kecamatan
1
2
Belakang Padang
6.117
Batu Ampar
24.366
Bengkong
30.160
Lubuk Baja
27.360
Batam Kota
38.244
Sei Beduk
30.797
Nongsa
15.434
Sekupang
34.145
Sagulung
42.560
10
Batu Aji
28.275
11
Bulang
3.056
Galang
3.961
12
D. Tipologi
Tipologi housing supply atau housing stock perumahan dan permukiman di Kota Batam sebagai berikut:
1. Housing supply dalam High Class Residential meliputi : apartemen, Real Estate, Ruko, Rumah bertingkat u/
kategori afordabilitas tinggi.
2. Housing supply dalam Middle Class Residential meliputi : real estate, rumah swadaya, ruko.
3. Housing supply dalam low class residential meliputi : KSB, rumah swadaya, perumnas, rumah susun sewa, RSS.
Tipologi atau ciri-ciri residential berbagai kelas dibedakan berdasar : (1) lokasi, (2) luasan lahan, (3) keberadaan
pusat pelayanan dan fasilitas; dan (4) pelayanan infrastruktur; serta (5) desain arsitektural dan material bangunan.
Tipologi ini adalah ciri-ciri generik akibat persaingan pasar dan kemampuan ekonomi untuk memperoleh berbagai
pelayanan dan fasilitas kota. Ciri yang spesifik sebenarnya adalah perumahan dormitory sebagai konsekuensi logis
pengembangan kawasan industri, yang ternnyata belum terlihat signifikansinya. Atau satu pembeda tipologi
permukiman di Batam adalah pada (6) produk perumahan.
Belum signifikannya dormitory bisa diartikan terdapat kendala-kendala dalam : (1) perolehan luasan lokasi, (2)
kesulitan dalam membentuk satu kawasan industri/Industrial Central Area, (3) ketidaksamaan karakter dan orientasi
investasi industri (industri light, heavy, ekspor) dan/atau (4) tidak ada marjin profit bagi pelaku perumahan, serta (5)
kebijakan pengembangan kota yang tidak sinkron dengan penetapan fungsi kota sebagai kawasan industri.
Akibat dari tipologi yang dibentuk oleh ciri-ciri tersebut maka perumahan low class residential menerima lebih
banyak spread-effect tehadap pelayanan kota, seperti : kurangnya tingkat pelayanan dan kualitas infrastruktur dan
lokasi yang jauh dari aktivitas kerja. Dampaknya pada struktur ruang kota adalah kemacetan, degradasi lingkungan,
dan high cost economy bagi pemukim. Secara multiplier akan memperkecil kemampuan ekonomi pemukim (kurang
berdaya) dan perkembangan kota menjadi terhambat.
Tabel 2.12 Pembangunan rumah susun sederhana sewa / milik s/d tahun 2009
Salah satu dampak dari pesatnya arus migrasi masuk ke Pulau Batam adalah tumbuhnya rumah-rumah liar
atau ruli. Ruli-ruli tersebut tumbuh terutama akibat dari ketidakmampuan ekonomi dan finansial dari sebagian
migran dalam mendapatkan fasilitas bermukim secara formal. Ruli yang cenderung tumbuh dan meluas pada skala
lingkungan telah banyak menempati kawasan-kawasan lindung dan kawasan-kawasan yang semestinya
diperuntukkan bagi kegiatan investasi.
Isu pokok :
a. Bagaimana meningkatkan efektivitas penanganan rumah-rumah liar secara persuasif dalam koridor jalur
hukum dengan lebih mengedepankan proses dialog dan upaya-upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat
penghuni rumah-rumah liar.
b. Bagaimana mewujudkan secara ruang lokasi-lokasi kegiatan sektor informal di dalam ruang wilayah kota
sesuai amanat Pasal 28 ayat c UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dalam kerangka mendukung
upaya pemberdayaan ekonomi rakyat dan penanganan masalah rumah-rumah liar di Kota Batam.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999, maka Kotamadya Administratif Batam berubah
menjadi daerah otonom Kota Batam dengan membawahi 8 kecamatan dan 35 kelurahan serta 16 desa. Kemudian
dengan berlakunya Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2005 wilayah administrasi di Kota Batam
berubah menjadi 12 kecamatan dan 64 kelurahan.
Dalam menjalankan tugas pemerintahan dan pembangunan sebagai kota otonom, Walikota Batam dan Wakil
Walikota Batam mempunyai Sekretariat Daerah Kota Batam, Sekretariat Dewan, 8 Badan, 12 Dinas, 4 Kantor, 12
kecamatan dan 64 kelurahan dimana secara struktur dapat dilihat dalam gambar berikut ini :