Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Definisi
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas
biasanya berlangsung selama 14 hari yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau
bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru. Infeksi
saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi
organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung,
pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas
dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus
Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang
dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung
paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan
tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita
pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
Angka kejadian dan diagnosis
Pada rumah sakit umum yang telah menjadi rumah sakit rujukan terdapat 8,76 %30,29% bayi dan neonatal yang masih mengalami infeksi dengan angka kematian mencapai
11,56%-49,9%. Pengembangan perawatan yang canggih mengundang masalah baru yakni
meningkatnya infeksi nosokomial yang biasanya diakhiri dengan keadaan septisemia yang
berakhir dengan kematian (Victor dan Hans; 1997; 220).
Diagnosis dari penyakit ini adalah melakukan kultur (biakan kuman) dengan swab
sebagai mediator untuk menunjukkan adanya kuman di dalam saluran pernafasan. Pada
hitung jenis (leukosit) kurang membantu sebab pada hitung jenis ini tidak dapat membedakan
penyebab dari infeksi yakni yang berasal dari virus atau streptokokus karena keduanya dapat
menyebabkan terjadinya leukositosis polimorfonuklear (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990;
453).
Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ISPA
a. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara akut atau
kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis
simpleks atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek,
merupakan penyakit virus yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah
virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo.
b. Manusia
1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia dibawah 2 tahun
mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang
lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum
sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit.
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993), menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan.
3. Status Gizi
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat menyebabkan kualitas
udara menjadi rusak. Kualitas udara di 74% wilayah pedesaan di China tidak memenuhi
standar nasional pada tahun 2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit
paru dan penyakit paru ini telah menyebabkan 1,3 juta kematian.
7. Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri
dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon
Monoksida (CO), Polycyclic
Aromatic
Hydrocarbons (PAHs)
dan
lain-lain.
Berdasarkan hasil penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan
prevalensi perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau
97.560.002 penduduk.
8. Status Ekonomi dan Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan bahwa bila rasio
pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total perbulan bertambah besar, maka jumlah
ibu yang membawa anaknya berobat ke dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan
hasil uji statistik didapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih
banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan ibu yang status
ekonominya rendah.
Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya
antara lain dari jenis streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella,
dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus,
koronavirus, pikornavirus, mikoplasma,herpesvirus. Bakteri dan virus yang paling sering
menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus
influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan
bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang
anak-anak usia dibawah 2tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna.
Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA
pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya
sanitasi lingkungan.
Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomia.
a. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitismedia,
faringitis.
b. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampaidengan alveoli,
dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, sepertiepiglotitis, laringitis,
laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.
Klasifikasi ISPA penyakit penyerta :
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam
(chest indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa
tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis
tergolong bukan pneumonia
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi
ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan
sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
Pneumonia berat: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian
bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu
60 kali per menit atau lebih.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding
dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bu~an sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam
keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan
adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit
atau lebih.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
Manifestasi klinis
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi
hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi
gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts;
1990; 451).
Tanda dan gejala
- Pilek biasa
- Keluar sekret cair dan jernih dari hidung
- Kadang bersin-bersin
- Sakit tenggorokan
- Batuk
- Sakit kepala
- Sekret menjadi kental
- Demam
- Nausea
- Muntah
- noreksia
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis :
a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding
thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting
expiratoir dan wheezing.
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan
cardiac arrest.
c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil
bendung, kejang dan coma.
Tanda-tanda laboratoris :
a. Hypoxemia
b.Hypercapnia dan
c. Acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak
bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya
pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan
minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya),
kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.
Patofisiologi
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit penyakit
masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk
golongan Air Borne Disease. Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan
yang terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian
besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak
jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang
mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.
Walaupun saluran pernapasan atas (akut) secara langsung terpajan lingkungan, namun
infeksi relatif jarang terjadi berkembang menjadi infeksi saluran pernapasan bawah yang
mengenai bronchus dan alveoli. Terdapat beberapa mekanisme protektif di sepanjang saluran
pernapasan untuk mencegah infeksi, refleksi batuk mengeluarkan benda asing dan
mikroorganisme, dan membuang mucus yang tertimbun, terdapat lapisan mukosilialis yang
terdiri dari sel-sel dan berlokasi dari bronchus ke atas yang menghasilkan mucus dan sel-sel
silia yang melapisi sel-sel penghasil mucus. Silia bergerak dengan ritmis untuk mendorong
mucus, dan semua mikroorganisme yang terperangkap di dalam mucus, ke atas nasofaring
tempat mucus tersebut dapat dikeluarkan melalui hidung, atau ditelan. Proses kompleks ini
kadang-kadang disebut sebagai system Eksalator mukolisiaris.
Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut dan mengkoloni saluran napas
atas, maka mikroorganisme akan dihadang oleh lapisan pertahanan yang ketiga yang penting
(system imum) untuk mencegah mikroorganisme tersebut sampai di saluran napas bawah.
Respons ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel-sel darah putih lainnya
misalnya makrofag, neutrofil, dan sel mast yang tertarik ke daerah tempat proses peradangan
berlangsung. Apabila terjadi gangguan mekanisme pertahanan di bidang pernapasan, atau
mikroorganismenya sangat virulen, maka dapat timbul infeksi saluran pernapasan bawah.
Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium:
Pada pemeriksaan ditemukan gambaran sebagai berikut:
a. Hb menurun, nilai normal L: 13-16gr%, P: 12-14gr%
b. Leukosit meningkat, nilain normal 500-1000/mm3
c. Eritrosit menurun, nilai normal 4,5-5,5 juta/mm3
d.Urine biasanya lebih tua, mungkin terdapat albuminuria karena suhu tubuh
meningkat.
Penatalaksanaan
1. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian
multivitamin dll.
2. Antibiotik :
- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
- Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
- Menurut WHO :
Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin, Ampisillin,Penisillin
Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.
- Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.
Komplikasi
SPA ( saluran pernafasan akut sebenarnya merupakan self limited disease yang sembuh
sendiri dalam 5 6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain, tetapi penyakit ISPAyang
tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan
penyakitseperti : semusitis paranosal, penutuban tuba eustachii, lanyingitis, tracheitis,
bronchtis, dan brhonco pneumonia dan berlanjut pada kematian karena danya sepsis yang
meluas.( Whaley and Wong, 2000 ).
ASKEP
Pengkajian
Riwayat kesehatan:
- Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan).
- Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa).
- Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit sepertiyang
dialaminya sekarang).
- Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernahmengalami sakit
seperti penyakit klien).
- Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien).
Pemeriksaan fisik :
Difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan:
a. Inspeksi :
- Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
- Tonsil tampak kemerahan dan edema
- Tampak batuk tidak produktif
- Tidak ada jaringan parut pada leher
- Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasancuping hidung.
b. Palpasi :
- Adanya demam.
- Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeritekan pada nodus
limfe servikalis.
- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c. Perkusi :
o Suara paru normal (resonance).
d. Auskultasi :
o Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
PENGKAJIAN (Menurut Khaidir Muhaj (2008):
Identitas Pasien.
Umur :Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
daripada usia yang lebih lanjut(Anggana Rafika, 2009).
Jenis kelamin :Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun,
dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di
negara Denmark (Anggana Rafika, 2009).
Alamat : Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga,
dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet
al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat .Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan
penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah
ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi
rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi
di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Anggana Rafika,
2009).
Riwayat Kesehatan :
1) Keluhan Utama:
Klien mengeluh demam.
2) Riwayat penyakit sekarang:
Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah,
nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
3) Riwayat penyakit dahulu:
Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang.
4) Riwayat penyakit keluarga:
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien
tersebut.
5) Riwayat sosial:
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya.
Pemeriksaan Persistem
B1 (Breath) :
Inspeksi :
o Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan.
o Tonsil tanpak kemerahan dan edema.
o Tampak batuk tidak produktif,
o Tidak ada jaringna parut pada leher,
o Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung,
tachypnea, dan hiperventilasi.
Palpasi :
o Adanya demam.
o Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri tekan pada nodus
limfe servikalis.
o Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.
Perkusi :
o Suara paru normal (resonance).
Auskultasi :
o Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
B2 (Blood)
: kardiovaskuler Hipertermi.
B3 (Brain)
: penginderaan Pupil isokhor, biasanya keluar cairan pada telinga,
terjadi gangguan penciuman.
B4 (Bladder) :perkemihan Tidak ada kelainan.
B5 (Bowel)
: pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis Minum sedikit,
nyeri telan pada tenggorokan.
B6 (Bone): Warna kulit kemerahan(Benny:2010).
Pemeriksaan Penunjang :
1) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman
(+) sesuai dengan jenis kuman.
2) Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai
dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia.
3) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.
Diagnosa keperawatan
1) Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
Tujuan :
- Suhu tubuh normal berkisar antara 36 37,5 C.
- Pasien akan menunjukkan termoregulasi(keseimbangan
panas, peningaktan panas, dan kehilangna panas).
Kriteria Hasil : Suhu tubuh kembali normal
Nadi : 60-100 denyut per menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
RR : 16-20 kali per menit
antara
produksi
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali.
IV . Resiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder
Membatasi pengunjung
Mempertahankan teknik isolasi
Memperbanyak istirahat
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C.
2. Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.
3. Nyeri hilang atau terkontrol.
4. Tidak terjadi komplikasi pada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr.
yohanes gunawan. Jakarta: EGC.
Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II book 1.
USA: CV. Mosby-Year book. Inc
Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif
Neonatus. Jakarta: Balai
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit, Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31.EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31.EGC : Jakarta.
DEPKES. 1993. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. EGC : Jakarta.
Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3.EGC : Jakarta.
Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.
Achmadi, U.F, 2003.Waspadai Penyakit Menular, Badan Peneliti danPengembangan
Depkes RI, Jakarta. Agustama., 2005.Kajian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
pada Balita.