Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asam dan Basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting
dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan sifat asam basa, larutan
dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu bersifat asam, bersifat basa, dan bersifat
netral. Asam dan basa memiliki sifat-sifat yang berbeda, sehingga dapat kita bisa
menentukan sifat suatu larutan. Untuk menentukan suatu larutan bersifat asam atau
basa, ada beberapa cara. Yang pertama menggunakan indikator warna, yang akan
menunjukkan sifat suatu larutan dengan perubahan warna yang terjadi. Misalnya
Lakmus, akan berwarna merah dalam larutan yang bersifat asam dan akan berwarna
biru dalam larutan yang bersifat basa. Sifat asam basa suatu larutan juga dapat
ditentukan dengan mengukur pH-nya. pH merupakan suatu parameter yang
digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman larutan. Larutan asam memiliki pH
kurang dari 7, larutan basa memiliki pH lebih dari 7, sedangkan larutan netral
memiliki pH=7. pH suatu larutan dapat ditentukan dengan indikator pH atau
dengan pH meter.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Bagaimana transport O2 dan CO2 dalam darah?


Bagaimana keseimbangan asam dan basa?
Bagaimana pengendalian dan pengukuran keseimbangan asam basa ?
Bagaimana sistem buffer (alkalosis dan asidosis)?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui transport O2 dan CO2 dalam darah
2. Untuk mengetahui keseimbangan asam dan basa
3. Untuk mengetahui pengendalian dan pengukuran keseimbanmgan asam basa
4. Untuk mengetahui sistem buffer (alkalosis dan asidosis)
D. Manfaat
1. Mengetahui sistem pengangkut dalam tubuh
2. Menambah pengetahuan tentang Transport oksigen dan karbondioksida
3. Menambah pengetahuan tentang keseimbangan asam basa
1

4. Mengetahui sistem buffer (alkalosis dan asidosis)

BAB II
PEMBAHASAN

A. Transport O2 dan CO2 dalam darah


1.

Transport O2
Sistem pengangkutan

O2 dalam

tubuh

terdiri

atas

paru-paru

dan

sistem kardiovaskular. Pengangkutan O2 ke jaringan tertentu bergantung pada


jumlah O2 yang masuk paru-paru, pertukaran gas yang cukup pada paru-paru,
aliran darah ke jaringan, dan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah.
Dinamika reaksi hemoglobin dengan O2 sangat cocok untuk pengangkutan O2.
Hemoglobin adalah protein yang terdiri atas empat subunit, masing-masing
mengandung heme yang terikat pada rantai polipeptida. Oksigen dapat
ditransport dari paru-paru ke jaringan melalui dua jalan, yaitu secara fisik larut
dalam plasma atau secara kimia berikatan dengan hemoglobin sebagai
oksihemoglobin (HbO2). Ikatan ini bersifat reversible. Pada tingkat jaringan,
oksigen mengalami disosiasi dari hemoglobin dan berdifusi ke dalam plasma.
Dari plasma oksigen masuk ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi
kebutuhan jaringan yang bersangkutan. Hemoglobin yang melepaskan oksigen
pada tingkat jaringan disebut hemoglobin tereduksi (Hb). Hemoglobin ini
berwarna ungu dan menyebabkan warna kebiruan pada daerah vena seperti
yang kita lihat pada vena superficial. Sebagian kecil dari oksigen (sekitar 3%)
juga larut dalam plasma dan dilakukan dalam bentuk solusi untuk aliran darah
jaringan. Sekarang ini oksigen bebas, sebelum masuk ke dalam melewati
jaringan tepat pertama ke dalam cairan jaringan dan kemudian memasuki
jaringan dengan difusi. Sebagai imbalannya, karbon dioksida diberikan oleh
jaringan, larut dalam cairan jaringan dan akhirnya masuk ke dalam aliran darah
dan disampaikan dari darah 10-26 volume oksigen per 100 volume darah.
Pengangkutan oksigen dari paru ke jaringan tercapai karena hemoglobin
memiliki afinitas tertinggi untuk oksigen pada 100 mm Hg PO2 (yang hampir
hadir di udara alveolar) dan afinitas rendah untuk oksigen pada 40 mm Hg PO 2

yang lazim di jaringan. Jadi oksigen siap dikombinasikan dengan hemoglobin


darah yang berkurang Venus di paru-paru dan ini mudah dilepaskan ke jaringan
oleh darah arteri. Pelepasan oksigen dari darah lebih jauh meningkat oleh
penurunan pH meningkat CO 2 ketegangan, dan kenaikan suhu dll.
2.

Transport CO2
Transport karbondioksida dari jaringan ke paru-paru dilakukan dengan tiga
cara, yaitu 10% secara fisik larut dalam plasma, 20% berikatan dengan gugus
amino pada hemoglobin (karbaminohemoglobin) dalam sel darah merah, dan
sekitar 70% ditrasnport sebagai bikarbonat plasma. Kelarutan CO2 dalam darah
20 kali kelarutan O2, sehingga terdapat lebih banyak CO2 daripada O2 dalam
larutan sederhana. Karbon dioksida yang berdifusi ke dalam sel darah merah
dapat dengan cepat mengalami hidrasi menjadi H2CO3 sebab adanya anhidrase
karbonat, H2CO3 berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3- dengan reaksi sebagai
berikut. CO2 + H2O
H2CO3
H+ + HCO3
Keseimbangan asam basa ini sangat dipengaruhi oleh fungsi paru-paru dan
homeostatis dari karbondioksida. Pada umumnya hiperventilasi (ventilasi
alveolus dalam

keadaan

kebutuhan

metabolisme

berlebihan)

akan

menyebabkan alkalosis (pH darah > 7,4) yang dapat mengakibatkan ekskresi
CO2 berlebihan dari paru-paru, sedangkan hipoventilasi dapat menyebabkan
asidosis akibat retensi CO2 oleh paru-paru.
a. Kandungan CO2 dalam darah
Hasil pemeriksaan PCO2 dapat dilihat pada tabel 4. Seperti oksigen, bentuk
CO2 terlarut, dan konsentrasi CO2 terlarut ditentukan hasil PCO2 dan koefisien
CO2 dalam air (misalnya 0,69 mL/L/mm Hg pada 37C). Kandungan CO 2
terlarut dalam arteri dan vena dapat dilihat pada tabel 4. Seperti oksigen, CO2
terlarut merupakan fraksi kecil dari total CO2 yang ada dalam darah. CO2 total
yang terdapat dalam darah merupakan gabungan beberapa komponen,
termasuk CO2 terlarut dan konsentrasi bikarbonat dalam plasma dan eritrosit,
dan kandungan CO2 karbamino dalam eritrosit. Nilai normal tiap komponen ini
di dalam darah dapat dilihat pada tabel 5. Jika nilai-nilai ini dijumlahkan maka
CO2 total adalah 23 mEq/L, yaitu 17 mEq/L dalam plasma dan 6 mEq/L dalam
sel darah merah.

Karena CO2 mudah terurai menjadi ion-ion (hidrogen dan bikarbonat),


konsentrasi CO2 sering dinyatakan dalam ekuivalen ion (mEq/L), terlihat pada
gambar 5. Konversi ke satuan volume bisa dilakukan karena 1 mol CO 2 akan
memiliki volume 22,3 liter. Oleh karena itu:
CO2 (mL/L) = CO2 (mEq/L 22.3)
Pada tabel 4 terlihat kandungan CO2 dalam darah dalam satuan volume.
Perhatikan bahwa volume total CO 2 dalam darah (sekitar 2,6 L) adalah 3 kali
volume O2 dalam darah (805 mL).
B. Keseimbangan asam basa
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan konsentrasi ion H
bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan
darah vena 7,35. Jika pH darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45
dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh.

Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber,
yaitu:
1. Pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan
bikarbonat
2. Katabolisme zat organik
3. Disosiasi asam organic pada metabolisme intermedia, misalnya pada
metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini
akan berdisosiasi melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel,
antara lain:
1. Perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf
pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. Mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.
3. Mempengaruhi konsentrasi ion K
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion
H seperti nilai semula dengan cara:
1. Mengaktifkan sistem dapar kimia
2. Mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernapasan
3. Mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada 4 sistem dapar kimia, yaitu:
1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel teutama untuk
perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat.
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel.
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan
asam karbonat.
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementera. Jika
dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka
pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespons secara cepat
6

terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akibat rangsangan pada kemoreseptor
dan pusat pernapasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal
menghilangkan

ketidakseimbangan

tersebut.

Ginjal

mampu

meregulasi

ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan mensekresikan ion H dan


menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan
ammonia.
C. Pengendalian dan Pengukuran Keseimbangan asam basa
Indikator adalah senyawa kompleks yang bisa bereaksi dengan asam dan basa.
Indikator digunakan untuk mengidentifikasi apakah suatu zat bersifat asam atau
basa. Selain itu, indikator juga digunakan untuk mengetahui titik tingkat kekuatan
asam atau basa. Skala keasaman dan kebasaan ditunjukkan oleh besar-kecilnya nilai
pH yang skalanya dari 0 sampai dengan 14. Semakin kecil nilai pH maka senyawa
tersebut semakin asam. Sebaliknya, semakin besar nilai pH maka senyawa tersebut
semakin bersifat basa. Indikator dapat terbuat dari zat warna alami tanaman atau
dibuat secara sintetis di laboratorium. Syarat dapat atau tidaknya suatu zat dijadikan
indikator asam-basa adalah bisa terjadi perubahan warna apabila suatu indikator
diteteskan pada larutan asam atau basa. Berikut ini ragam indikator.

Indikator alami (terbuat dari zat warna alami tumbuhan) Indikator alami hanya
bisa menunjukkan apakah zat tersebut bersifat asam atau basa, tetapi tidak dapat
menunjukan nilai pH-nya. Contohnya Ekstrak bunga mawar. Ekstrak kembang
sepatu. Ekstrak kunyit. Ekstrak temulawak. Ekstrak wortel. Ekstrak kol (kubis)
merah. Tanaman Hydrangea.

Indikator sintetis yang umum ini digunakan di laboratorium adalah: Kertas


lakmus. Indikator lakmus tidak dapat menunjukkan nilai pH, tetapi hanya
mengidentlfikasikan apakah suatu zat bersifat basa atau asam. Jika lakmus
berwarna merah berarti zat bersifat asam dan jika lakmus berwarna biru berarti
lakmus bersifat basa.
Indikator sintesis, yang memiliki kisaran nilai pH adalah:

Nama indikator

trayek pH

Perubahan warna

fenolftalein (pp)

8,3-10

tak berwarna-merah muda

Metil orange(Mo)

3,2-4,4

Merah-kuning

Metil merah (Mm)

4,8-6,0

Merah-kuning

Bromtimol biru (Bb)

6,0-7,6

Kuning-biru

Metil biru (Mb)

10,6-13,4

Biru-ungu

Indikator universal, yakni indikator yang punya warna standar yang berbeda untuk
setiap nilai pH 1 14. Fungsi indikator universal adalah untuk memeriksa derajat
keasaman (pH) suatu zat secara akurat. Mat yang termasuk indikator universal
adalah pH meter yang menghasilkan data pembacaan indikator secara digital.

D. Sistem Buffer (alkalosis dan asidosis)


Buffer adalah zat yang dapat mempertahankan pH ketika ditambah sedikit
asam/basa atau ketika diencerkan. Buffer memiliki dua macam : asam lemah dan
garamnya atau basa lemah dan garamnya. Buffer dalam tubuh manusia adalah
darah. Jika darah tidak memiliki buffer maka ketika minum jus jeruk yang kecut,
tubuh kita dapat mengalami asidosis ( pH darah asam ) (Anonim, 2008).
Buffer dalam darah adalah jenis buffer yang terdiri dari asam lemah dan garamnya.
Asam lemahnya adalah asam karbonat H2CO3 ( asam lemah ) dan garamnya adalah
HCO3-. Buffer tersebut dapat mempertahankan pH darah sekitar 7,35 7,45 dengan
reaksi sebagai berikut :
H2CO3 + OH- => HCO3- + H2OHCO3- + H+ => H2CO3
Ketika masuk zat asam dalam tubuh maka yang bertugas menetralisir adalah asam
lemah (asam karbonat). Jika masuk zat basa, yang bertugas menetralisisr adalah
garamnya.
Ketika masuk zat asam:

ketika hal ini terjadi asam karbonatlah yang menjadi pahlawan. Ia akan menghadapi
si asam ini dan bereaksi dengannya. Hasil reaksi ini membuat keadaan kembali
netral dan menghasilkan hasil reaksi berupa garam yang banyak. Garam ini
sebagain disimpan dan jika lebih akan dibuang melalui urin. Karena asam karbonat
bereaksi dengan asam untuk menetralkan tadi, maka jumlah asam karbonat akan
berkurang sehingga kita perlu memperolehnya dari pernafasan CO2.
Ketika masuk zat basa :
ketika hal ini terjadi garam lah yang menjadi pahlawan. Ia akan menghadapi si basa
ini dan bereaksi dengannya. Hasil reaksi ini membuat keadaan kembali netral dan
menghasilkan hasil reaksi berupa asam karbonat yang banyak. Asam karbonat ini
sebagian disimpan dan jika lebih akan dibuang melalui nafas (CO2). Jadi kalo
banyak makan atau minum yang basa, kita akan banyak menghasilkan CO2.
Secara fisiologis tubuh mempertahankan derajat keasaman dalam rentang normal
yaitu 7,35-7,45. Semakin kecil pH maka semakin asam dan semakin besar pH maka
semakin basa. Derajat keasaman penting dipertahankan untuk mencegah rusaknya
enzim-enzim serta hormon dalam tubuh. Apabila terjadi gangguan keseimbangan
asam dan basa dalam tubuh maka dapat terjadi asidosis dan alkalosis. Asidosis
menekan aktivitas mental, jika asidosis berlebihan (dibawah 7,4) akan
menyebabkan disorentasi, koma dan kematian.
1. Asidosis respiratorik. Terjadi akibat penurunan ventilasi pulmonar melalui
pengeluaran sedikit CO2 oleh paru-paru. Peningkatan selanjutnya dalam PaCO 2
arteri dan asam karbonat akan meningkatkan kadar ion hidrogen dalam darah.
Asidosis respiratorik dapat bersifat akut dan kronis. Penyebabnya kondisi klinis
yang dapat menyebabkan retensi CO 2 dalam darah meliputi pneumonia,
emfisema, obstrusi kronis saluran pernafasan, stroke atau trauma dan Obatobatan yang dapat menekan sistem pernafasan seperti barbiturat, narkotika dan
sedative. Faktor kompensator: Saat CO2 berakumulasi, peningkatan frekuensi
pernafasan respiratorik ( hiperventilasi ) ketika istirahat terjadi untuk
mengeluarkan CO2 dari tubuh. Ginjal mengkompensasi peningkatan kadar
asam dengan mengekskresi lebih banyak ion hidrogen untuk mengembalikan
pH darah mendekati tingkat yang norma.

2. Asidosis metabolik terjadi saat asam metabolik yang diproduksi secara normal
tidak dikeluarkan pada kecepatan yang normal atau basa bikarbonat yang hlang
dari tubuh. Penyebab paling umum terjadi akibat ketoasidosis karena DM atau
kelaparan, akumulasi peningkatan asam laktat akibat aktivitas otot rangka yang
berlebihan seperti konvolusi atau penyakit ginjal. Diare berat dan
berkepanjangan disertai hilangnya bikarbonat dapat menyebabakan asidosis.
Faktor kompensator hiperventilasi sebagai respon terhadap stimulasi saraf
adalah tanda klinis asidosis metabolik. Bersamaan dengan kompensasi ginjal,
peningkatan frekuensi respiratorik dapat mengembalikan pH darah mendekati
tingkat normalnya. Asidosis yang tidak terkompensasi akan menyebabakan
depresi sistem saraf pusat dan mengakibatkan disorentasi, koma dan kematian.
Alkalosis meningkatkan overeksitabilitas sistem saraf pusat. Jika berat
alkalosis dapat menyebabakan kontraksi otot tetanik, konvulsi dan kematian
akibat tetanus otot respiratorik Alkalosis respiratorik. Terjadi jika CO 2
dikeluarkan terlalu cepat dari paru-paru dan ada penurunaan kadarnya dalam
darah. Hiperventilasi dapat disebabkan oleh kecemasan, akibat demam, akibat
pengaruh overdosis aspirin pada pusat pernafasan, akibat hipoksia karena
tekanan udara yang rendah didataran tinggi atau akibat anemia berat Faktor
kompensator, jika hiperventilasi terjadi akibat kecemasan gejalanya dapat
diredakan melalui pengisapan kembali CO2 yang sudah di keluarkan. Ginjal
mengkompensasi cairan alkalin tubular dengan mengekskresi ion bikarbonat
dan menahan ion hidrogen. Penyebabnya muntah yang berkepanjangan
(pengeluaran asam klorida lambung), disfungsi ginjal, pengobatan dengan
diuretik yang mengakibatkan hipokalemia dan penipisan volume CES atau
pemakaian antasid yang berlebihan. Faktor kompensator Alkalosis metabolik
adalah suatu kondisi kelebihan bikarbonat, hal ini terjadi jika ada pengeluaran
berlebihan ion hidrogen atau peningkatan berlebihan ion bikarbonat dalam
cairan tubuh. Kompensasi respiratorik adalah penurunan ventilasi pulmonar
dan mengakibatkan peningkatan PaCO2 dan asan karbonat. Kompensasi ginjal
melibatkan sedikit ekskresi ion amonium, lebih banyak ekskresi ion natrium
dan kalium, berkurangnya cadangan ion bikarbonat dan lebih banyak ekskresi
bikarbonat. Oleh sebab itu, apabila terjadi gangguan keseimbangan asam dan
10

basa dalam tubuh, maka tubuh akan melakukan kompensasi dengan tiga cara
yaitu:
a. Meningkatkan ventilasi untuk membuang lebih banyak karbondioksida
dari tubuh. Karbondioksida yang meningkat akan meningkatkan keasaman
darah. Apabila PaCO2 menurun dan CO2 meningkat maka badan karotis
aorta akan peka perhadap perubahan keduanya sehingga merangsang
pengeluaran katekolamin untuk merangsang medula aorta, dilanjutkan
badan aorta dan neuron-neuron respirasi untuk meningkatkan fungsi
respirasi.
b. Meningkat

ekskresi

ginjal

dalam

bentuk

amonia.

Ginjal

dapat

mengeliminasi kelebihan asam dan basa dari tubuh. Walaupun ginjal relatif
lambat memberi respon, dibandingkan sistem penyangga dan pernafasan,
ginjal merupakan sistem pengaturan asam basa yang paling kuat selama
beberapa jam sampai beberapa hari.
c. Sistem penyangga tubuh secara kimiawi, CO2 dalam darah akan berikatan
dengan H2O menjadi H2CO3 yang dibantu oleh enzim karbonatanhidrase
yang banyak terdapat di sel-sel alveoli dan tubulus ginjal. Karena reaksi
CO2 dan H2O yang menghasilkan H2CO3 merupakan ikatan yang reversibel
dan mudah lepas menjadi H+ dan HCO3-. Saat terjadi perubahan dalam
konsentrasi ion hidrogen, sistem penyangga cairan tubuh bekerja dalam
waktu singkat untuk menimbulkan perubahan-perubahan ini. Sistem
penyangga tidak mengeliminasi ion-ion hidrogen dari tubuh atau
menambahnya kedalam tubuh tetapi hanya menjaga agar mereka tetap
terikat sampai keseimbangan tercapai kembali

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
Asam dan Basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari. Sifat asam basa suatu larutan juga dapat ditentukan dengan
mengukur pH-nya. pH merupakan suatu parameter yang digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman larutan. Keseimbangan asam-basa terkait dengan

11

pengaturan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata


darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH darah < 7,35
dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45 dikatakan alkalosis. Indikator adalah
senyawa kompleks yang bisa bereaksi dengan asam dan basa. Indikator digunakan
untuk mengidentifikasi apakah suatu zat bersifat asam atau basa. Semakin kecil
nilai pH maka senyawa tersebut semakin asam. Sebaliknya, semakin besar nilai pH
maka senyawa tersebut semakin bersifat basa.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharap pembaca dapat memahami penjelasan di
dalamnya sehingga dapat diterapkan guna pemaksimalan pemahaman mengenai
keseimbangan asam basa.

12

DAFTAR PUSTAKA

http://thelostamasta.blogspot.com/2012/06/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
https://ayosz.wordpress.com/2008/02/21/kesimbangan-asam-basa/
https://mhanafi123.files.wordpress.com/2010/02/asam-basa.pdf
http://www.scribd.com/doc/178622528/KESEIMBANGAN-ASAM-BASA-pdf#scribd
http://pelajaranilmu.blogspot.com/2012/05/transportasi-oksigen-dan-karbon.html

13

Anda mungkin juga menyukai