Anda di halaman 1dari 17

UJI EFISIENSI REMOVAL ADSORPSI ARANG BATOK KELAPA

UNTUK MEREDUKSI WARNA DAN PERMANGANAT VALUE DARI


LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK
ADSORPTION ABILITY TEST OF CHARCOAL COCONUT SHELLS
TO REDUCE COLOUR AND PERMANGANAT VALUE FROM BATIK
INDUSTRIAL WASTE WATER
Raditya Derifa Jannatin*, Mohammad Razif*, Mahirul Mursid**

*Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS


**Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS
Email : 1)radityaderifa@gmail.com; 2)razif@its.ac.id; 3)mursid@me.its.ac.id

Abstrak
Limbah cair batik yang dihasilkan dari hasil pembuatan batik tulis menunjukkan kadar warna dan organik yang
tinggi pada penelitian sebelumnya. Belum adanya IPAL pada beberapa kampung batik sebagai sentra produksi
batik dapat mengakibatkan pencemaran pada badan sungai sebagai tempat pembuangan limbah cair batik
sehingga dibutuhkan alternative pengolahan limbah cair. Salah satu metode pengolahan limbah cair adalah
adsorpi dengan menggunakan karbon aktif yang berasal dari arang batok kelapa. Pada penelitian ini telah
diuji kemampuan karbon aktif yang berasal dari arang batok kelapa untuk menurunkan kadar warna dan
permanganate value pada limbah cair batik. Telah dilakukan percobaan secara batch dengan kecepatan
pengadukan sebesar 60 rpm selama 3 jam dengan variasi massa arang batok sebesar 80,100, dan120 gram
dengan variasi ukuran mesh 8,10 dan 12. Limbah cair tekstil yang diteliti berasal dari Kampung Batik Jetis
Kabupaten Sidoarjo yang divariasi konsentrasinya menjadi 100 %, 75% dan 50 %, dan diperoleh efisiensi
removal parameter warna berkisar 77% - 100% dan efisiensi removal parameter permanganate value berkisar
7,5% - 83 %.
Keyword : batik, adsorpsi, arang batok kelapa, batch, efisiensi removal
Abstract
Batik waste water that produced from write batik production showed the high consentration of color and
organic compound from previous research. There are none waste water treatment plant in some Batik home
industry as a batik production central, this condition can occur pollution in river as a batik waste water dump,
so it need alternative waste water treatment. One of the waste water treatment is adsorption by using activated
carbon.
The ability of activated carbon which made of coconut shell charcoal has been tested to reduce color and
organic matter in batik waste water. It has been done the research in batch process with 60 rpm of agitation in
3 hours with variated mass of shell charcoal; 80gr, 100gr, and 120gr and variation of mesh;8, 10, and 12. The
tekstil waste water that researched was taken from Kampung Batik, Sidoarjo Regency. It has been variated the
consentration become 100%, 75% and 50% and got the efficiency removal colour parameter in range 77% 100% and the efficiency removal organic compound (permanganate value) in range 7,5% - 83 %.
keyword : batik, adsorption, coconut shell charcoal, batch, efficiency removal.

1. Pendahuluan
Latar Belakang
Industri batik nasional semakin berkembang akibat semakin banyaknya permintaan
terhadap batik. Sejak dicanangkan hari batik nasional pada tanggal 2 Oktober 2009 omzet
pengusaha batik naik hingga 50% (Suhendra, 2009). Pada beberapa daerah mulai muncul
kampung batik sebagai sentra batik khas daerah masing masing. Salah satu kampung batik
tulis yang terkenal adalah kampung batik Sidoarjo. Kampung batik ini tergolong home
industry dengan batik tulisnya.
Dalam proses produksinya, industri batik banyak meggunakan bahan-bahan kimia dan air.
Bahan kimia ini biasanya digunakan pada proses pewarnaan atau pencelupan. Pada umumnya
polutan yang terkandung dalam limbah industri batik dapat berupa logam berat, padatan
tersuspensi, atau zat organik. Proses pembatikan secara garis besar terdiri dari pemolaan,
pembatikan tulis, pewarnaan/pencelupan, pelodoran/penghilangan lilin, dan penyempurnaan
(Purwaningsih, 2008). Proses persiapan bahan, pewarnaan dan pelodoran menghasilkan
limbah cair dengan kandungan COD dan warna yang tinggi, kadar COD mencapai 3039,7
mg/l dan warna 185 CU (Purwaningsih, 2008).
Berdasarkan Keputusan Gub Jawa Timur no 45 tahun 2002 tentang baku mutu limbah
cair bagi industri atau kegiatan usaha lainnya di Jawa Timur, khusus untuk industri tekstil,
baku mutu limbah cair untuk parameter COD 150 mg/l, parameter BOD 50 mg/l, dan untuk
parameter TSS adalah 50 mg/l. Dengan demikian untuk parameter COD yang mencapai
3039,7 mg/l pada limbah cair batik ini telah sangat melebihi baku mutu limbah cair yang
berlaku di Jawa Timur.
Agar memenuhi baku mutu yang ditetapkan maka harus dilakukan pengolahan
terhadap limbah ini sebelum dibuang ke badan air. Salah satu alternatif pengolahan yang
dilakukan adalah dengan adsorbsi.
Secara teoritik, salah satu yang cukup familiar dan efisiensinya cukup tinggi dalam
proses adsorpsi warna adalah memakai adsorben karbon aktif. Tetapi secara umum diketahui
bahwa jenis adsorben karbon aktif yang biasa digunakan, dinilai terlalu mahal karena
umumnya dijual dalam bentuk powder sehingga tidak bisa dipakai berulang kali (regenerasi)
seperti adsorben berbentuk granular. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan percobaan
secara batch dan kontinyu dengan menggunakan adsorben arang batok kelapa dalam bentuk
granular dimana relatif mudah dalam mendapatkannya , harganya relatif murah dan bisa
dipakai berulang-ulang (regenerasi) sehingga menjadi nilai positif tersendiri untuk memilih
arang batok kelapa sebagai adsorben.
Tujuan Penelitian
1. Menentukan kemampuan efisiensi removal adsorben arang batok kelapa untuk
mengurangi konsentrasi warna dari limbah cair batik secara batch.
2. Menentukan kemampuan efisiensi removal adsorben arang batok kelapa untuk
mengurangi konsentrasi permanganate value dari limbah cair batik secara batch.

2. Tinjauan Pustaka
Definisi & Kinetika Adsorpsi
Menurut Reynolds dan Paul (1995), Adsorpsi adalah pengumpulan substansi pada
permukaan adsorban berbentuk padatan, sedangkan absorpsi adalah perembesan dari
pengumpulan substansi ke dalam padatan. Adsorpsi diklasifikasikan menjadi dua yaitu
adsorpsi fisik dan kimia. Adsorpsi fisik terutama dikarenakan oleh gaya van der waals dan
terjadi bolak balik (reversibel). Ketika gaya antar molekul dari interaksi antara solute (zat
yang dilarutkan) dan adsorban lebih besar daripada gaya atraksi antara solute dan solvent.
Solute akan diserap pada permukaan adsorban. Contoh dari adsorpsi fisik adalah adsorpsi
oleh karbon aktif.
Kinetika adsorpsi dapat dijelaskan sebagai tingkat perpindahan molekul dari larutan
ke dalam pori-pori partikel, adsorban. Terdapat tiga mekanisme yang terjadi pada proses
adsorpsi (Weber dalam Yuniarto, 1999) yaitu:
1. Molekul-molekul zat yang diserap dipindahkan dari bagian terbesar larutan ke
permukaan luar dari adsorban. Fase ini disebut sebagai difusi film atau difusi
eksternal.
2. Molekul-molekul zat yang diserap dipindahkan pada kedudukan adsorpsi pada
permukaan adsorban ke bagian yang lebih dalam yaitu pada bagian pori. Fase ini
disebut dengan difusi pori.
3. Molekul-molekul zat yang diadsorpsi menempel pada permukaan partikel.
Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi Fisik
Menurut Cooney (1998), ada banyak faktor yang mempengaruhi adsorpsi secara fisik,
yaitu:
1. Suhu
Pada umumnya, naiknya suhu menyebabkan berkurangnya kemampuan adsorpsi
karena molekul dari adsorban mempunyai energi getaran lebih besar dan oleh karena
itu, akan keluar dari permukaan. Semua aplikasi dari adsorpsi ini berada dibawah
kondisi isoterm yaitu biasanya pada suhu ambien. Perlu diwaspadai bahwa
kemampuan adsorpsi akan berkurang pada suhu yang tinggi.
2. Sifat pelarut
Pelarut mempunyai pengaruh penting karena akan berkompetisi dengan karbon aktif
dalam atraksinya terhadap solute. Jada adsorpsi dari solute organik akan lebih rendah
dari pada adsorpsi pada zat cair lain. Bagaimanapun akan banyak pelarut dalam air,
oleh karena itu tidak perlu dikhawatirkan terlalu jauh pelarut dalam air.
3. Area permukaan karbon
Jumlah substansi yang karbon dapat serap, secara langsung terjadi pada area
permukaan internal. Hal ini tidak sepenuhnya benar. Pada penyerapan molekul besar,
banyak dari area permukaan internal yang kemungkinannya tidak dapat terjadi.
4. Struktur pori dari karbon
Struktur pori merupakan bagian penting dikarenakan diameter pori yang mempunyai
range 10 sampai 100.000 A, kontrol ukuran molekul yang sesuai.
5. Sifat dari solute
Senyawa anorganik menunjukkan range luas dari adsorpsi. Di satu sisi, pemisahan
kuat garam seperti sodium chloride dan potasium nitrat tidak semua diadsorpsi oleh
karbon aktif. Di sisi yang lain solute yang tidak dipisahkan dengan kuat seperti iodin
dan merkuri klorida sangat bagus diadsorpsi. Faktor kunci terlihat apakah solute ada
pada bentuk netral atau terion.

6. Pengenceran pH
Pengaruh pada pengenceran pH sangat penting ketika adsorpsi merupakan untuk zat
yang dapat terion. Diketahui bahwa adsorpsi akan rendah pada bentuk terion. Pada
umumnya tingkat adsorpsi akan meningkat apabila pH diturunkan.

Kelapa sebagai adsorban


Karbon dapat menjerap substansi terlarut ke dalam porinya. Ada banyak material
yang digunakan sebagai adsorban tapi karbon adalah pilihan yang tepat untuk pengolahan air
karena dapat menghilangkan range yang luas zat pencemar (Droste, 1997). Karbon aktif
mempunyai banyak kapiler dalam partikel karbon dan permukaannya tersedia untuk adsorpsi
termasuk permukaan dari pori-pori di dalam penambahan permukaan luar. Area permukaan
pori melebihi area permukaan dari partikel dan adsorpsi paling banyak terjadi pada
permukaan pori. Untuk karbon aktif, rasio total area permukaan sangat luas.
Pada adsorpsi kimia, reaksi kimia terjadi terjadi antara padatan dan solute yang
diserap, dan reaksi selalu tidak berbalik. Adsorpsi kimia jarang digunakan di dalam
environmental engineering.
Karbon aktif banyak terbuat dari material seperti kayu, serbuk gergaji, biji buah dan
batok kelapa, batu bara, lignite, dan residu minyak tanah. Pembentukan karbon aktif ini
terdiri dari karbonisasi dari padatan diikuti aktivasi menggunakan uap panas.(Reynold dan
Paul, 1995)
Di kalangan kimiawan dan pakar lingkungan hidup, kelapa juga dapat didayagunakan
sebagai adsorben/penyerap. Untuk polutan yang masuk ke tubuh manusia seperti keracunan
pestisida ataupun kation logam seperti Pb, Hg, Cd, dan sebagainya, air kelapa sangat
dianjurkan untuk diminum. Hal ini dikarenakan air kelapa dapat menetralkan racun
sebagaimana susu.
Untuk polutan yang masuk ke lingkungan hidup, bagian dari sabut dan tempurung
kelapa sangat potensial didayagunakan sebagai adsorben terutama untuk polutan logam berat
yang sangat berbahaya bagi manusia. Sebagai contoh untuk masyarakat yang air minumnya
bergantung pada air sumur dapat memanfaatkan matras sabut kelapa yang telah dicelup pada
zat pewarna wantex untuk menyerap logam berat mangan (Mn) dengan hasil 1 gr matraswantex dapat menyerap 4,69 mg Mn.
Dari penelitian lain di Universitas Lampung menyebutkan arang tempurung kelapa
juga mempunyai kemampuan untuk menyerap logam berat Pb, Fe, dan Cu yang ditunjukkan
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kemampuan Arang Tempurung Kelapa
Adsorben
Pb
Fe
1 Kg Arang Tempurung Kelapa
35,8 mg
15,5 mg

Cu
13,8 mg

1 Kg Arang Tempurung Kelapa (Aktivasi)

56,3 mg

43,8 mg

39,9 mg

1 Kg Arang Tempurung Kelapa (Aktivasi +


ZnCl2)
Sumber: Hardoko IQ (2006)

72,3 mg

36,1 mg

52,7 mg

Dari tabel di atas secara umum diketahui bahwa arang tempurung kelapa yang paling
efektif untuk menyerap logam berat adalah arang yang telah diaktivasi dan ditambahkan
ZnCl2. Selain untuk logam berat, arang tempurung kelapa juga baik diterapkan dalam
pengolahan limbah air industri dan dalam pengolahan emas (Wibisono, 2010).

Proses Batch Penelitian Adsorpsi


Proses batch dilakukan pada skala laboratorium dengan mencampurkan antara media
dan solute, juga dilakukan agitasi agar terjadi kontak secara merata. Tujuan dari proses batch
ini adalah untuk mengetahui karakteristik adsorban yang digunakan yang dinyatakan dalam
hubungan antara penurunan zat yang diserap dan berat adsorban yang digunakan dalam
koefisien-koefisien dari persamaan-persamaan yang ada. Hasil proses batch ini dapat
ditampilkan dalam bentuk kurva adsorpsi isoterm. Selain bertujuan menghasilkan kurva
isotherm, penelitian proses batch jug dapat digunakan untuk mengukur efisiensi removal
yang terjadi setelah proses adsorpsi berlangsung secara batch. Efisiensi removal diukur
dengan membandingkan konsentrasi limbah sebelum proses adsorpsi dn setelah proses
adsorpsi. Dalam proses batch ini dimungkinkan untuk melakukan penelitian terhadap
beberapa variable seperti kecepatan pengadukan, waktu pengadukan, diameter adsorben,
massa adsorben, konsentrasi limbah.

Penelitian terdahulu
Razif (1992) telah memakai batubara juga untuk meneliti kemampuan adsorpsi dari
air limbah pabrik kertas dengan hasil efisensi removal warna (81%), SS (92%), BOD (56%)
dan PV (43%). Handogo dkk (1994) juga telah meneliti adsorpsi batubara untuk air limbah
pabrik spiritus dan alcohol dengan hasil yang juga memuaskan. Razif & Aryani (1995) juga
telah melakukan penelitian adsorpsi batubara untuk lindi di TPA Pantai Kenjeran Surbaya
dengan hasil efisnsi removal kekeruhan (87%), COD (80%), BOD (80%), dan SS (79%).
Razif & Yuniarto (1999) telah menguji efektifitas batubara untuk adsorpsi detergen secar
batch dengan rentang efisiensi removal 88,65% sampai 95,25%. Razif & Moesriati (2000)
meneliti batubara untuk adsorpsi detergen di perairan Kali Mas Surabaya memakai kolom
kontinyu dan menghasilkan konstanta kinetika berkisar antar 0,002412 liter/mg.jam sampai
0,002880 liter/mg.jam.
Dalam Anantatur (2001) menyebutkan Hasil penelitian tinggi media adsorbsi karbon
aktif batubara terhadap kadar warna dan zat padat tersuspensi pada limbah cair industri kecil
Batik Tradisional Mivika menunjukkan rata-rata kadar warna sebelum perlakuan 288.1 TCU
sesudah perlakaun dengan tinggi media 50 cm 4,1 TCU; 70 cm 2,4 TCU dan 90 cm 1,9 TCU.
Besar penurunan antara 98,6% samapi 99,3%.
Penelitian yang dilakukan Said (2008) terhadap limbah kain songket dengan
parameter COD, TSS, pH, Fenol, Krom total, Sulfida, dan Amoniak Total adalah terjadi
penurunan kadar limbah sejak awal pengolahan limbah hingga proses di kolom adsorpsi.
Kondisi optimum alat penyaring sederhana adalah ketebalan pasir 10 cm, ijuk minimal 7 cm,
kerikil 3-4 cm dan penambahan tawas sebanyak 2g/liter limbah. Pada kolom adsorpsi kondisi
optimum adalah kecepatan alir 40ml.menit, waktu tinggal di kolom 60 menit dan ketinggian
unggun batubara 60cm.
Penelitian yang dilakukan Asri (1995) mengenai kemampuan karbon aktif dari
tempurung kelapa dan kayu sebagai media saring dalam penurunan kadar warna limbah cair
industry tekstil PR. SANDRATEK di Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan adanya
penurunan kadar warna yang bervariasi setelah melalui perlakuan dengan media saring
karbon aktif dan tanpa karbon aktif (kontrol). Rata-rata penurunan kadar warna yang terjadi
pada kelompok kontrol adalah 3,97%, pada kelompok yang melalui karbon aktif dari kayu
sebesar 69,21% dan yang melalui karbon aktif dari tempurung kelapa sebesar 93,57%. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa karbon atif mempunyai peranan yang penting dalam penurunan

kadar warna limbah cair industri tekstil dan karbon aktif dari tempurung kelapa memberikan
prosentase penurunan yang tertinggi.
Ahmad (2009) mengenai kajian penggunaan karbon aktif yang berasal dari tempurung
kelapa sawit (MOPAS) dan Komersial Karbon Aktif (CAC). Isotermhal adsorpsi bagi
MOPAS dan CAC diukur menggunakan Ishotermal Freundlich. Hubungan persen koefisien
(R2 value) pada MOPAS sebesar 83.68% sedang CAC 92.69%. hasil ini mengindikasikan
bahwa MOPAS memiliki kemampuan yang sama untuk menghilangkan warna dari larutan
seperti CAC namun kemampuan adsorpsinya sedikit lebih rendah.
Setyaningsih (2009) dilakukan percobaan secara batch terhadap jenis karbon aktif
tempurung kelapa, karbon aktif sekam padi, karbon aktif batu bara lokal dan karbon aktif
batu bara impor. Karbon aktif sekam padi dibuat sendiri di laboratorium, sedang jenis karbon
aktif yang lain (tanpa merek dagang) didapat dari toko bahan kimia. Dalam percobaan ini
dilakukan pengamatan terhadap perubahan waktu kontak dan konsentrasi dari karbon yang
digunakan. Pengurangan warna yang paling besar dicapai dengan menggunakan karbon aktif
sekam padi yaitu sebesar 95,16%, sedangkan dengan tempurung kelapa hanya sebesar
75,81%.
Paul A dan Dhas (2008) pada penelitian mereduksi COD dan warna dari limbah
tekstil menggunakan batu kapur dan karbon aktif menunjukkan hasil campuran 35:5 dapat
mereduksi COD sebesar 92%.
Yuariski (2010) pada penelitian proses adsorbsi pengurangan kadar vertigo blue 49
dengan adsorbent karbon aktif pada industri tekstil, hasil percobaan menunjukkan bahwa
penggunaan karbon aktif dapat menurunkan kadar zat warna vertigo blue 49 dengan % dye
adsorbed sebesar 22-48%.

3. Metoda Penelitian
A. Uji Media Arang Batok
- Uji ketahanan fisik media
Uji ketahanan fisik media bertujuan untuk mengetahui pengurangan berat media setelah
dilakukan perendaman dengan larutan HCL 20%. Kelayakan fisik media dapat terpenuhi
apabila pengurangan berat media tidak lebih dari 2% berat media mula-mula.
Langkah-langkah dalam uji ini adalah (Yuniarto, 1999)
a. Menimbang 10 gram media adsorban yang sudah diayak dan telah disimpan dalam
oven 105 C. Ditimbang sebagai berat berat bersih mula-mula.
b. Merendam media dalam larutan HCL 20% selama 24 jam
c. Meniriskan dan kemudian mengeringkannya dalam oven 105 C selama 24 jam
d. Menimbang media sebagai berat kering akhir
- Uji densitas media
Uji densitas media meliputi Apparent Density dan True Bulk Density. Apparent density
merupakan berat jenis bahan media kondisi kering, sedangkan true bulk density
merupakan berat jenis media pada keadaan jenuh air. Pada penelitian ini dilakukan uji
densitas media dengan prosedur (Degremont, 1979) sebagai berikut:
A. True Bulk Density
a. Menimbang 50 gram media yang telah dikeringkan

b. Memasukkan dalam beaker glass dan merendam media dengan air suling. Untuk
menghilangkan gelembung-gelembung udara yang terperangkap dilakukan dengan
pemanasan atau pendidihan, pengadukan dan pengetukan.
c. Setelah dingin dilakukan pemisahan media dengan air.
d. Melakukan penimbangan terhadap media basah tersebut (sebagai P gram)
e. Memasukkan media yang telah ditimbang ke dalam gelas ukur 250 ml yang telah
berisi 100 ml air suling
f. Volume yang terjadi dibaca sebagai V ml
g. Mendapatkan true bulk density dengan rumus:
PTd (gram/ml) = 50/(V-P-50)
B. Apparent Density
a. Memasukkan media adsorban yang telah dikeringkan sebanyak kira-kira 50 ml ke
dalam gelas ukur 100 ml.
b. Memadatkan media sampai 50 ml dengan cara menekan-nekan bagian permukaan
media dan juga mengetukkan gelas ukur
c. Mengeluarkan media dari dalam gelas ukur dan menimbang beratnya
d. Apparent Density akan diketahui dengan rumus:
PAD(gram/ml) = Berat kering karbon/50 ml
B. Analisis ayakan
Dilakukan penentuan ukuran media adsorben dengan mesh 8 (diameter I), mesh 10
(diameter II) dan mesh 12 (diameter III). Analisis ayakan dilakukan di Laboratorium Beton
Teknik Sipil ITS.
C. Aktivasi Arang Batok Kelapa
Pada pelaksanaan percobaan batch arang batok kelapa ini akan diaktifkan terlebih
dahulu dengan cara merendam dalam larutan HCL 20% dalam waktu 24 jam dan dioven
dalam suhu 105oC selama 24 jam

Percobaan Pendahuluan
A. Penentuan Konsentrasi Awal Warna
Pada penelitian ini akan dibuat limbah cair buatan untuk acuan konsentrasi warna. Pembuatan
limbah cair buatan berdasarkan arahan pemilik rumah batik Namiroh,Kampung Batik Jetis
Sidoarjo sebagai tempat pengambilan limbah cair batik. Komposisi bahan yang digunakan
adalah naptol + soda api sebanyak 5gr dicampur 10 L air panas dan garam pewarna sebanyak
10gr dicampur pada 10 L air dingin.

B. Penentuan Panjang Gelombang


Penentuan panjang gelombang dilakukan dengan spektrofotometri. Hal ini dilakukan
untuk mendapat panjang gelombang optimum saat pembacaan sampel warna. Dilakukan
pembacaan blangko dan sampel pada beberapa ukuran panjang gelombang hingga didapat
panjang gelombang optimum. Warna sampel limbah batik cair yang digunakan adalah merah,
sehingga batasan panjang gelombang antara 500nm 600nm(APHA, 2005)

C. Penentuan Dosis Adsorban

Penentuan dosis adsorban dilakukan dengan proses Batch dengan memvariasikan


dosis (25g, 50 g, dan 100g) pada 250ml sampel dengan kecepatan putaran 60 rpm selama 3
jam. Hasil dari dosis adsorban yang paling baik akan divariasikan tiga jenis yang kemudian
akan digunakan sebagai variabel dosis.
D. Penentuan waktu pengadukan
Penentuan waktu pengadukan dilakukan dengan proses Batch. membubuhkan dosis
adsroben hasil poin C pada kecepatan pengadukan 60rpm untuk kemudian diambil
supernatant pada interval 30 menit. Hasil yang didapat dari penentuan waktu pengadukan
akan digunakan sebagai waktu kesetimbangan proses adsorpsi.
E. Penentuan kecepatan pengadukan
Penentuan kecepatan pengadukan atau agitasi dilakukan dengan proses Batch. Dosis
yang dibubuhkan berdasarkan poin C dan waktu pengadukan berdasarkan poin D. Variasi
kecepatan yang digunakan adalah 60 rpm, 80 rpm, dan 100 rpm. Hasil dari penentuan
kecepatan pengadukan akan digunakan sebagai agitasi proses pengadukan.

Variabel Penelitian
Variabel penelitian meliputi variabel tidak bebas dan variabel bebas. Variabel tidak bebas
adalah kadar warna dan permanganate value yang teradsorpsi.
Variabel bebas proses batch adalah :
- Ukuran arang batok kelapa (3 variasi : mesh 8, 10, dan 12, dimana ukuran 8>10>12)
- Konsentrasi limbah awal ( 3 variasi : ditentukan berdasarkan uji pendahuluan)
- Massa arang batok kelapa (3 variasi : ditentukan berdasarkan uji pendahuluan)

4. Hasil dan Pembahasan


Hasil Uji Fisik Media
Uji pendahuluan mengenai fisik media yang dilakukan meliputi fisik media dan uji
densitas media. Hasil yang diperoleh diharap menjadi data pendukung penelitian untuk
aplikasi selanjutnya. Data hasil uji pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Uji Pendahuluan
Karakteristik
1. Ketahanan Fisik
2. Densitas Media
a. True Bulk Density
Diameter I
Diameter II
Diameter III
b. Apparent Density
Diameter I
Diameter II
Diameter III

Hasil
1.42%

1,1852 gram/ml
1,2180 gram/ml
1,3485 gram/ml
0,5804 gram/ml
0,5955 gram/ml
0,6025 gram/ml

Hasil pengukuran ketahanan fisik media didapatkan 1,42%. nilai ketahanan fisik
media menunjukkan penurunan berat media setelah direndam asam kuat (HCL) dan
pengovenan masing masing selama 24 jam. Prosentase pengurangan lebih kecil dari 2 %
menunjukkan ketahanan fisik layak untuk digunakan sebagai media adsorpsi.
Density media (true bulk dan apparent density) pada variasi diameter media
menunjukkan pada diameter yang lebih besar memiliki berat volume yang kecil. Pada
diameter yang lebih besar, akan terdapat rongga rongga kosong yang lebih banyak daripada
diameter kecil, sehingga walaupun telah dimampatkan atau terisi air, hasil pengukuran
menunjukkan hasil yang lebih kecil daripada diameter kecil.
Kalibrasi warna
Kalibrasi warna dilakukan untuk menentukan panjang gelombang optimum pada
spektrofotometri yang digunakan pada pembacaan larutan. Pada Standar method, range
panjang gelombang untuk warna merah adalah antara 500nm 600nm (APHA, 2005)

Gambar 4.1. Hasil kalibrasi warna


Dari hasil kalibrasi warna pada Gambar 4.1 didapatkan nilai panjang gelombang optimum
adalah 521 A. Dari panjang gelombang optimum, kemudian dibuat kurva kalibrasi untuk
menentukan konsentrasi larutan pada penelitian. Didapat persamaan garis regresi y = 0.007x
+ 0.0024 seperti diperlihatkan di Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Kurva Kalibrasi

Analisa awal kadar warna dan permanganate value limbah


Sampel diambil dua kali yaitu pada tanggal 7 April 2011 dan 25 April 2011.
Dari pengukuran awal sampel didapat hasil :
Tanggal 7 April 2011:
- Warna = 41,71 mg/l dan nilai PV = 249,64 mg KMNO4 /L
Tanggal 25 April 2011:
- Warna = 44.71 mg/l dan nilai PV = 334,96 mg KMNO4/L

Penentuan massa adsorban


Penentuan massa adsorban didapatkan besaran massa optimum dapat mengadsorp
adsorbat secara optimum. Hasil penentuan dosis dapat dilihat pada Tabel 4.2.dan Tabel 4.3

Tabel 4.2. Efisiensi removal warna dengan variasi massa adsorban


Massa
adsorban
(gr)
25
50
100

Pembacaan
Absorbansi Warna
0.273
0.092
0.469

Konsentrasi
warna(mg/l)
35.57143
9.714286
63.57143

Efisiensi removal
warna (5)
14.72603
76.71233
-52.3973

Tabel 4.3 Efisiensi removal PV dengan variasi massa adsorban


Konsentrasi PV
Efisiensi removal
Massa adsorban (gr)
(mg/l)
PV (%)
25
230.68
7.594937
50
161.16
35.44304
100
208.56
16.4557

Pada hasil analisa warna untuk massa 100 gr/250ml konsentrasi akhir justru lebih besar dari
konsentrasi awal, hal ini dikarenakan factor adsorban yang membuat semacam ash sehingga
menganggu pembacaan. Massa yang kemudian diambil sebagai massa adsorban adalah
50gr/250ml.
Penentuan waktu pengadukan
Penentuan waktu digunakan untuk mendapatkan waktu pengadukan selama proses
batch sehingga adsorban dapat mengadsorp adsorbat hingga batas maksimal adsorbs. hasil
penentuan dosis dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Waktu pengadukan (Warna)


waktu
Efisiensi
mg/l
removal (%)
(jam)
sampel
40.71
2.40
1.5
5.57
86.64
2
3.57
91.44
2.5
1.86
95.55
3
2.43
94.18
3.5
6.00
85.62
4.5
7.14
82.88

Gambar. 4.3. Penentuan waktu keseimbangan (Warna).

Tabel 4.5. Waktu Pengadukan (PV)


Titik
Titik
ml
Waktu titrasi
titrasi
titran
Faktor PV( mg
Efisiensi
(Jam) awal(ml) akhir(ml) (ml)
P
KMNO4/l) Removal%
1.5
0.4
4.3
3.9
10
123.24
50.63
2
4.4
8.1
3.7
10
116.92
53.16
2.5
8.1
11.5
3.4
10
107.44
56.96
3
11.5
14.5
3
10
94.8
62.03
3.5
14.5
18.3
3.8
10
120.08
51.90
4
22
25.8
3.8
10
120.08
51.90
4.5
25.8
29.3
3.5
10
110.6
55.70

Gambar. 4.4. Penentuan waktu keseimbangan (PV).


Dari Tabel 4.4 dan 4.5 serta Gambar 4.3 dan 4.4. menunjukkan pada waktu pengadukan
selama 2,5 jam dan 3 jam memiliki efisiensi removal yang tinggi. Untuk memaksimalkan
waktu pengadukan, maka diambil waktu 3 jam sebagai waktu pengadukan dalam proses
batch.

Penentuan Kecepatan Pengadukan


Penentuan kecepatan pengadukan dilakukan untuk mendapatkan agitasi yang tepat
agar adsorban dapat mengadsorp adsorbat secara optimum pada waktu kesetimbangan dan
dosis yang telah didapatkan sebelumnya. Hasil penentuan kecepatan pengadukan dapat
dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.6. Penentuan Kecepatan pengadukan

RPM
60
80
100

mg/l
2.86
3.71
4.00

Efisiensi removal
(%)
93.15
91.10
90.41

Gambar 4.5. Efisiensi removal penentuan kecepatan pengadukan (Warna)

Tabel 4.7. Penentuan Kecepatan Pengadukan Berdasarkan PV


Titik
Titik
ml
titrasi
Efisiensi
titrasi
titran faktor PV( mg
RPM awal(ml) akhir(ml) (ml)
P
KMNO4/l) Removal%
60
10.9
15
4.1
10
129.56
48.10
80
15
21.3
6.3
10
199.08
20.25
100
15.6
21.5
5.9
10
186.44
25.32

Gambar 4.6. Efisiensi removal penentuan kecepatan pengadukan (PV)


Pada proses penentuan kecepatan pengadukanini didapatkan kecepatan pengendapan yang
optimum pada proses batch ini adalah 60 rpm, apabila kecepatan pengadukan lebih dari 60
RPM didapatkan hasil yang kurang baik akibat agitasi yang dilakukan terlalu besar.
Efisiensi Removal Warna
Pada penelitian adsorpsi secara batch telah diperoleh hasil berupa efisiensi removal warna
untuk massa arang batok, 80 gram, 100 gram dan 120 gram yang ditampilkan pada Gambar
4.7, Gambar 4.8, dan Gambar 4.9. berikut ini

Gambar 4.7. Efisiensi removal warna untuk massa arang batok 80 gram
Pada Gambar 4.7 terlihat bahwa arang batok diameter III yang berukuran 1,63 2,00 mm
(mesh 12) efisiensinya terbaik dibandingkan dengan arang batok diameter II yang berukuran

2,36-2,00 mm (mesh 10) dan arang batok diameter III yang berukuran 3,35-2,36 mm (mesh
8) untuk ketiga variable konsentrasi limbah. Hal ini sangat wajar karena semakin kecil
diameter adsorben maka akan semakin besar total luas permukaan adsorben, sehingga proses
adsorpsinya akan berlangsung lebih baik.

Gambar 4.8. Efisiensi removal warna untuk massa arang batok 100 gram
Pada Gambar 4.8 ini terlihat bahwa meskipun terjadi fluktuasi efiensi removal untuk setiap
diameter adsorben, namun hasil keseluruhan mempertegas trend dari Gambar 4.1 dan 4.2
bahwa efisiensi removal warna untuk konsentrasi 50% lebih baik dari efisiensi removal
warna untuk konsentrasi 75 % dan 100 %. Hal ini juga sangat wajar karena konsentarsi
warna yang lebih rendah akan lebih mudah diadorp diabandingkan dengan konsentrasi warna
yang lebih tinggi.

Gambar 4.9. Efisiensi removal warna untuk massa arang batok 120 gram
Gambar 4.9. mempertegas trend yang telah diperoleh di Gambar 4.1.dan 4.2 tentang lebih
bagusnya efisiensi removal warna untuk konsentrasi 50% dibanding dengan 75% dan 100 %.
Perkecualian diperlihatkan oleh diameter III, dimana yang terbesar efisiensi removalnya
justru konsentrasi 75%.

Dari Gambar 4.7, Gambar 4.8, dan Gambar 4.9 diperoleh kesimpulan bahwa efisensi
removal warna untuk variable diameter adsorben, massa adsorben dan konsentrasi limbah
berkisar pada rentang 77% sampai 100 %

Efisiensi Removal Permanganat Value


Pada penelitian adsorpsi secara batch juga telah diperoleh hasil berupa efisiensi removal
permanganate value untuk massa arang batok, 80 gram, 100 gram dan 120 gram yang
ditampilkan pada Gambar 4.10, Gambar 4.11, dan Gambar 4.12. berikut ini

Gambar 4.10. Efisiensi removal Permanganat Value untuk massa arang batok 80 gram
Pada Gambar 4.10 terlihat bahwa arang batok diameter III yang berukuran 1,63 2,00 mm
(mesh 12) menghasilkan efisiensi removal terbaik dibandingkan dengan arang batok diameter
II yang berukuran 2,36-2,00 mm (mesh 10) dan arang batok diameter III yang berukuran
3,35-2,36 mm (mesh 8) untuk ketiga variable konsentrasi limbah. Hal ini sangat wajar karena
semakin kecil diameter adsorben maka akan semakin besar total luas permukaan adsorben,
sehingga proses adsorpsinya akan berlangsung lebih baik.

Gambar 4.11. Efisiensi removal Permanganat Value untuk massa arang batok 100 gram

Pada Gambar 4.11 ini terlihat bahwa meskipun terjadi fluktuasi efiensi removal untuk setiap
diameter adsorben, namun hasil keseluruhan mempertegas trend dari Gambar 4.10 dan 4.11
bahwa efisiensi removal permanganate value untuk konsentrasi 100% lebih baik dari efisiensi
removal permanganate value konsentrasi 75 % dan 50 %. Hal ini menunjukkan bahwa
konsentrasi permanganate value yang tinggi lebih mudah diadorp diabandingkan dengan
konsentrasi permanganate value yang rendah.

Gambar 4.12. Efisiensi removal Permanganat Value untuk massa arang batok 120 gram
Gambar 4.12. mempertegas trend yang telah diperoleh di Gambar 4.10.dan 4.11 tentang
lebih bagusnya efisiensi removal permanganate value untuk konsentrasi 100% disbanding
dengan 75% dan 50 %. Perkecualian diperlihatkan oleh diameter III, dimana yang terbesar
efisiensi removalnya justru konsentrasi 75%. Perkecualian ini juga terjadi pada efisensi
removal warna.
Dari Gambar 4.10, Gambar 4.11, dan Gambar 4.12 diperoleh kesimpulan bahwa efisensi
removal permanganate value untuk variable diameter adsorben, massa adsorben dan
konsentrasi limbah berkisar pada rentang 7,5% sampai 83 %

5. Kesimpulan

Efisiensi removal adsorben arang batok kelapa untuk mengurangi konsentrasi


warna dari limbah cair batik secara batch diperoleh sebesar 77% - 100%
Efisiensi removal adsorben arang batok kelapa untuk mengurangi konsentrasi
permanganate value dari limbah cair batik secara batch diperoleh sebesar 7,5% 83%

Daftar Pustaka
Ahmad, M.A. (2009), Colour Reduction From Water Sample Using Adsorption Process by
Agro - Waste By Product. Thesis. Malaysia : Universiti Teknologi Malaysia.
Anantatur (2001), Pengaruh Tinggi Media Adsorbsi Karbon Aktif Batubar Terhadap Kadar
Warna Dan Zat Padat Tersuspensi Pada Limbah Cair Industri Kecil Batik Tradisional
Mivika Di Samarinda Fahriar. Skripsi. Semarang:Universitas Diponegoro
APHA,AWWA,WEF.(1998), Standard Methods for the Examination of Water and
Wastewater.Washington:American Public Health Association.

Asri, R.Y. (1995), Kemampuan karbon aktif dari tempurung kelapa dan kayu sebagai media
saring dalam penurunan kadar warna limbah cair industri tekstil pr. Sandratek di
Kotamadya Semarang. Skripsi. Semarang : Universitas Diponegoro
Cooney, D.O. (1998), Adsorption Design For Wastewater Treatment. Lewis Publishers, USA
Degremont, (1979), Water Treatment Handbook, A Halsted Press Book, John Wiley & Son,
New York
Droste, R.L.(1997), Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment. John
Wiley and sons Inc. USA
Hardoko, I.Q. (2006), Kimia Lingkungan. Diktat Kuliah Kimia Lingkungan Jurusan
Kimia FMIPA. Universitas Lampung.
Razif,M. (1992), Adsorpsi Limbah Pabrik Kertas dengan Menggunakan Batubara, Laporan
Penelitian Program Studi Teknik Penyehatan FTSP-ITS
Razif, M., Aryani, R.A. (1995), Pengolahan Lindi Sampah di LPA Pantai Ria Kenjeran
dengan Reaktor Laboratorium Aliran Horizontal Dalam Rangka Pengelolaan Kawasan
Pantai, Laporan Penelitian, Pusat Penelitian KLH, Lembaga Penelitian ITS, Surabaya.
Razif, M., Moesriati, A. (2000), Adsorpsi Detergen Memakai Batubara pada Kolom
Kontinyu, Jurnal Purifikasi Teknik Lingkungan ITS, Vol 1 No 1 Januari 2000, ISSN
1411-3465, Surabaya
Paul A, J., Dhas, L.A. (2008), Removal Of Cod And Colour From Textile Wastewater Using
Limestone And Activated Carbon. Thesis. Malaysia : Universiti Sains Malaysia
Purwaningsih, I. (2008), Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Cv. Batik Indah
Raradjonggrang Yogyakarta Dengan Metode Elektrokoagulasi Ditinjau Dari
Parameter Chemical Oxygen Demand (Cod) Dan Warna. Tugas Akhir Jogjakarta:UII
Razif, M., Yuniarto, A. (1999), Pengaruh Konsentrasi Deterjen, Massa dan Ukuran Batu
Bara Terhadap Efisiensi Removal Proses Proses Adsorpsi Secara Batch. Majalah
Iptek ITS, Vol 10 No 4 Nopember 1999. Surabaya
Handogo, R., Razif, M., Slamet, A. (1994), Adsorpsi Air Limbah Pabrik Alkohol dan
Spiritus Dengan Menggunakan Batubara, Laporan Penelitian, Pusat Penelitian
Industri, Lembaga Penelitian ITS, Surabaya.
Reynolds, T.D., dan Paul A.R.(1995), Unit Operations And Processes In Environmental
Engineering. PWS Publishing Company:Boston
Aryani, R.A., Razif, M. (1995), Pengolahan Lindi Sampah di LPA Pantai Ria Kenjeran
dengan Reaktor Laboratorium Aliran Vertikal Dalam Rangka Pengelolaan Kawasan
Pantai, Laporan Penelitian, Pusat Penelitian KLH, Lembaga Penelitian ITS, Surabaya.
Said, M. (2008), Pengolahan Limbah Cair Hasil Pencelupan Benang Songket Dengan Metoda
Filtrasi dan Adsorpsi. Jurnal Penelitian Sains; Volume 11 Nomor 2 Mei 2008 hlm
474-480
Setyaningsih, H. (2009), Pengolahan Limbah Batik Dengan Proses Kimia dan Adsorpsi
Karbon Aktif. Thesis. Depok: Universitas Indonesia
Suhendra.(2009),<url:http://www.detikfinance.com/read/2009/03/14/152007/1099371/4/perm
intaan-batik-melonjak-50>
Wibisono,
W.
(2010),
Kelapa
sebagai
Bioindustri
Potensial
Indonesia,
<http://widachemistry.webnode.com/chemistry/>.
Yuariski, O. (2010), Proses Adsorpsi Pengurangan Kadar Vertigo Blue 49 Dengan Adsorbent
Karbon Aktif Pada Industri Tekstil. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro
Yuniarto, A. (1999), Studi Kemampuan Batu Bara Untuk Menurunkan Konsentrasi
Surfaktan Dalam Larutan Deterjen Dengan Proses Adsorpsi, Tugas Akhir Teknik
Lingkungan:Surabaya

Anda mungkin juga menyukai