Anda di halaman 1dari 12

ASKEP KLIEN DENGAN DENGUE HAEMORAGIC FEVER

A. PENGERTIAN
Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau lebih sering dikenal sebagai
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut dengan
ciri-ciri demam, manifestasi perdarahan, dan bertendensi mngakibatkan
renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer, 2000).
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang
disebabkan oleh karena virus dengue yang termasuk golongan abrovirus
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegygti betina. Penyakit ini biasa disebut
Demam Berdarah Dengue (Hidayat, 2006).
Klasifikasi DHF, menurut WHO berdasarkan tanda klinisnya,
dibagi menjadi empat derajat yaitu:
a. Derajat 1
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji
torniquet + trombosit dan hemokonsentrasi.
b. Derajat 2
Derajat 1 disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
darah rendah, gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari.
d. Derajat 4
Syok hebat dengan nadi tak teraba dan tekanan daraqh tidak dapat
diukur, biasa disebut DSS (Dengue Syock Syndrom).
B. ETIOLOGI
Dengue Hemoragic Fever disebabkan oleh virus Dengue, yang
termasuk dalam genus Flavirus, keluarga Flafiviridae. Virus ini masuk ke
dalam tubuh melalui vector berupa nyamuk Aedes Aegipty dan beberapa
spesies lainnya seperti Aedes Albopictus dan Aedes Polynesiensis,
(Hidayat, 2006).
Seseorang yang digigit oleh nyamuk yang membawa virus ini akan
tertulari dan akan mengalami viremia yang menunjukkan tanda-tanda khas
seperti demam, nyeri otot dan atau sendi yang disertai leucopenia, ruam,
limfadenopati, trombositipenia, dan diathesis hemoragik (Sudoyo, 2006).
C. PATOFISIOLOGI

Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh manusia akan


menyebabkan klien mengalami viremia. Beberapa tanda dan gejala yang
muncul seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh tubuh,
timbulnya ruam dan kelainan yang munkin terjadi pada system vaskuler.
Pada penderita DBD, terdapat kerusakan yang umum pada system
vascular yang mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah. Plasma dapat menembus dinding vaskuler
selama proses perjalanan penyakit, dari mulai demam hingga klien
mengalami renjatan berat. Volume plasma dapat menurun hingga 30 %.
Hal inilah yang dapat menyebabkan seseurang mengalami kegagalan
sirkulasi. Adanya kebocoran plasma ini jika tidak segera ditangani dapat
menyebabkan hipoksia jaringan, asidosis metabolic yang pada akhirnya
dapat berakibat fatal yaitu kematian.
Viremia juga menimbulkan agregasi trombosit dalam darah
sehingga menyebabkan trombositopeni yang berpangaruh pada proses
pembekuan darah. Perubahan fungsioner pembuluh darah akibat keocoran
plasma yang berakhir pada perdarahan, baik pada jaringan kulit maupun
saluran cerna biasanya menimbulkan tanda seperti munculnya purpura,
ptekie, hematemesis, ataupun melena.
(Sudoyo, 2006)

D. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada klien dengan DHF
yaitu:
1. Demam atau riwayat demam akut antar 2-7 hari.
2. Keluhan pada saluan pencernaan, mual, muntah, anoreksia, diare,
konstipasi.
3. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada
otot, tulang
4. dan sendi, nyeri ulu hati, dan lain-lain.
5. Temuan-temuan
laboratorium
yang

mendukung

trombositopenia (kurang atau sama dengan 100.000/mm3).

adanya

E. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari DHF (Hadinegoro, 2006) adalah:
1. Perdarahan
Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit
dan koagulopati, dan trombositopeni dihubungkan meningkatnya
megakoriosit muda dalam sel-sel tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit. Tendensi perdarahan dapat dilihat pada uji torniquet positif,
ptekie, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis, dan
melena (Hadinegoro, 2006)
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-7 yang
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke ronnga pleura dan
peritoneum, hiponatremia, hemokonsentrasi, dan hipovolemi yang
mngekaibatkan berkurangnya alran balik vena, penurunan volume
sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi atau penurunan
perfusi organ. DSS juga disertai kegagalan hemeostasis yang
mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular, perfusi
miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan
terjadi iskemi jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan
irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan
meninggal dalam wakti 12-24 jam (Hadinegoro, 2006).
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang dihubungkan
dengan nekrosis karena perdarahan yang terjadi pada lobulus hati dan
sel-sel kapiler. Terkadang tampak sel metrofil dan limphosit yang lebih
besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus
antibody (Hadinegoro, 2006).
4. Efusi pleura
Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan ekstrasi
cairan intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan adanya cairan
dalam rongga pleura dan adanya dipsnea (Hadinegoro, 2006).
F. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya DBD atau DHF bersifat simtomatis dan suportif.


Pengobatan terhadap virus ini sampai sekarang bersifat menunjang agar
pasien dapat bertahan hidup. Pasien yang diduga kuat mengalami DBD
harus dirawat di rumah sakit karena memerlukan pengawasan terhadap
kemungkinan terjadinya syok atau perdarahan yang dapat mengancam
keselamatan pasien (Hadinegoro, 2006).
a. DBD Tanpa Renjatan (Syok)
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan klien
dehidrasi dan haus. Pada pasien ini harus diberi banyak minum, yaitu 1
samapi 2 liter dalam waktu 24 jam. Dapat juga diberikan teh manis,
susu, sirum, ataupun oralit.
Keadaan hiperpireksia adapat diatasi dengan kolaborasi pemberian
antipiretik dan kompres hangat. Jika terjadi kejang harus luminal atau
pemberian anti konvulsan lainnya. Infus diberikan pada klien DBD
tanpa renjatan bila pasien terus menerus muntah dan tidak dapat diberi
minum sehingga terjadi resiko tinggi dehidrasi dan peningkatan
hematokrit.
Jika hematokrit cenderung meningkat berarti menunjukkan derajat
adanya kebocoran plasma dan biasanya mendahului munculnya
perubahan tanda-tanda vital secara klinis (hipotensi dan penurunan
nadi). Sedangkan turunnya nilai trombosit biasanya mendahului
naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien DBD harus
diperikasa Hb, Ht, dan trombosit setiap hari untuk menentukkan
apakah klien perlu dipasang infus atau tidak.
(Hassan, 2003)
b. DBD Disertai Renjatan (DSS)
c.
Pasien yang mengalami renjatan atau syok harus segera dipasang
infus karena sebagai pengganti cairan akibat kebocoran plasma. Cairan
yang harus diberikan adalah Ringer laktat, namun jika pemberian
cairan tidak dapat mengatasi syok maka harus diberikan plasma
sebanyak 20-30 ml/kg berat badan. Sedangkan untuk klien yang
mengalami renjatan berat harus diberikan cairandengan cara diguyur
(Hassan, 2003).

Pada pasien yang mengalami renjatan berkali-kali harus dipasang


CVP (Central Venous Pressure) yang berfungsi sebagai pengaturan
vena sentral untuk mngukur tekanan vena sentral melalui vena
jugularis. Biasanya pemasangan alat ini dilakukan pada klien yang
dirawat di ICU.
Transfusi darah dapat diberikan pada klien dengan perdarahan
gastrointestinal yang hebat. Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal
dapat digunakan sebagai indikasi jika klien terjadi penurunan HB dan
Ht sedangkan tidak terlihat tanda perdarahan di kulit (Ngastiyah,
2004).

G. PENGKAJIAN FOKUS
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan
dasar utama dan hal yang penting dilakukan, baik saat penderita baru
pertama kali dating maupun selama klien dalam masa perawatan
(Hadinegoro, 2006). Data yang diperoleh dari pengkajian klien dengan
DHF dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Data dasar, meliputi:
a. Pola Nutrisi dan Metabolik
Gejala : Penurunan nafsu makan, mual muntah, haus, sakit saat
menelan.
Tanda : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, nyeri
tekan pada ulu hati.
b. Pola eliminasi
c. Tanda : Konstipasi, penurunan berkemih, melena, hematuri, (tahap
lanjut).
d. Pola aktifitas dan latihan
Tanda : Dispnea, pola nafas tidak efektif, karena efusi pleura.
e. Pola istirahat dan tidur
Gejala : Kelelahan, kesulitan tidur, karena demam/ panas/
menggigil.
Tanda : Nadi cepat dan lemah, dispnea, sesak karena efusi pleura,
nyeri epigastrik, nyeri otot/ sendi.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Gejala : Nyeri ulu hati, nyeri otot/ sendi, pegal-pegal seluruh tubuh.
Tanda : Cemas dan gelisah.

g. Persepsi diri dan konsep diri


h. Tanda : Ansietas, ketakutan, gelisah.
i. Sirkulasi
Gejala : Sakit kepala/ pusing, gelisah
Tanda : Nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin,
dispnea, perdarahan nyata (kulit epistaksis, melena hematuri),
peningkatan hematokrit 20% atau lebih, trombosit kurang dari
100.000/mm.
j. Keamanan
Gejala:Adanya penurunan imunitas tubuh, karena hipoproteinemia.
k. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi :
1. Keadaan umum pasien : lemah.
2. Kesadaran : kompomentis, apatis, somnolen, soporocoma,
koma refleks, sensibilitas, nilai gasglow coma scale (GCS).
3. Tanda-tanda vital : tekanan darah (hipotensi), suhu
(meningkat), nadi (takikardi), pernafasan (cepat).
4. Keadaan : kepala (pusing), mata, telinga, hidung (epistaksis),
mulut (mukosa kering, lidah kotor, perdarahan gusi), leher,
rektum, alat kelamin, anggota gerak (dingin), kulit (ptekie).
5. Sirkulasi : turgor (jelek).
6. Keadaan abdomen :
Inspeksi : datar
Palpasi : teraba pembesaran pada hati
Perkusi : bunyi timpani
Auskultasi : peristaltik usus
2. Data khusus, meliputi:
3. a. Data subyektif
Pada pasien DHF data subyektif yang sering ditemukan adalah:
1) Lemah
2) Panas atau demam
3) Sakit kepala
4) Anoreksia (tidak mafsu makan, mual, sakit saat makan)
5) Nyeri ulu hati
6) Nyeri pada otot dan sendi
7) Pegal-pegal pada seluruh tubuh
8) Konstipasi
b. Data obyektif
Data obyektif yang dijumpai pada penderita Dengue
Haemoragic Fever adalah :
1. Suhu tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
2. Mukosa kering, perdarahan pada gusi, lidah kotor

3. Tampak bintik merah pada kulit (ptekie) uji tournikuet


positif, epistaksis, (perdarahan pada hidung), ekimosis,
hematoma, hematemesis, melena.
4. Nyeri tekan pada epigastrik
5. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limfa
6. Pada renjatan nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstrimitas
dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
4. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnostik DHF perlu dilakukan berbagai
pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan radiologi, (Hadinegoro, 2006).
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a. IgG dengue positif (dengue blood)
b. Trombositipenia
c. Hemoglobin meningkat >20%
d. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan
f.
g.
h.
i.

hipoproteinema, hiponatremia, hypokalemia.


SGOT dan SGPT mungkin meningkat
Ureum dan pH darah mungkin meningkat
Waktu perdarahan memanjang
Pada analisa gas darah arteri menunjukkan asidois

metabolik PCO2<35-40 mmHg, HCO3 rendah.


(Hadinegoro, 2006)
2. Pemeriksaan urine
Pada pemeriksaan urine dijumpai albumin ringan
3. Pemeriksaan serologi
Beberapa pemeriksaan serologis yang biasa
dilakukan pada klien yang diduga terkena DHF adalah:
a) Uji hemaglutinasi inhibisi (HI test)
b) Uji komplemen fiksasi (CF test)
c) Uji neutralisasi (N test)
d) IgM Elisa (Mac. Elisa)
e) IgG Elisa
(Hadinegoro, 2006)
Melakukan pengukuran antibodi pasien dengan cara
HI test (Hemoglobin Inhibiton test) atau dengan uji
pengikatan komplemen (komplemen fixation test) pada

pemeriksaan serologi dibutuhkan dua bahan pemeriksaan


yaitu pada masa akut dan pada masa penyembuhan.
Untuk pemeriksaan serologi diambil darah vena 2-5 ml,
(Hadinegoro, 2006).
4. Pemeriksaan radiology
a) Foto thorax
Pada foto thorax mungkin dijumpai efusi pleura.
b) Pemeriksaan USG
Pada
USG
didapatkan
hematomegali
dan
splenomegali.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien yeng
mengalami DHF adalah:
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan
intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma).
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual muntah, anoreksia.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kurangnya
suplai 02 dalam tubuh.
(Hidayat, 2006)
I. INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan
intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma).
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
kebutuhan cairan klien terpenuhi secara adekuat
b. Kriteria hasil :
1. Menyatakan pemahamaman factor penyebab dan perlaku yang
perlu untuk memenuhi kebutuhan cairan, seperti banyak minum
air putih dan pemberian cairan lewai IV.
2. Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh
haluaran urine adekuat, tanda-tanda vital stabil, membrane
mukosa lembab, turgor kulit baik.
c. Rencana tindakan
1. Mengkaji keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital.
Rasional : menetapkan data dasar pasien, untuk mengetahui
penyimpangan dari keadaan normal.
2. Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok.

Rasional : agar dapat segera dilakukan rehidrasi meksimal jika


terdapat tanda-tanda syok.
3. Memberikan cairan intravaskuler sesuai program.
Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang
mengalami deficit volume cairan dengan keadaan umum yang
buruk karena cairan IV langsung masuk ke pembuluh darah
4. Memotivasi klien untuk banyak minum.
Rasional : untuk mengantisipasi terjadinya dehidrasi akibat
kebocoran plasma.
5. Memonitor haluaran urine dan asupan cairan klien (balance
cairan).
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan atara
masukan dan haluaran.
(Hidayat, 2006)
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
muntah, anoreksia.
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x
24 jam diharapakan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
secara adekuat.
b. Kriteria hasil :
1. Klien makan habis 1 porsi, tidak terjadi mual, muntah,
dan anoreksia.
2) Klien mengalami kenaikan berat badan sesuai tingkat
perkembangan atau BB klien stabil (tidak mengalami
penurunan).
c. Rencana tindakan :
1. Mengkaji pola kebutuhan nutrisi klien dan menimbang
berat badan.
Rasional : untuk mengetahui status gizi klien dan
masalahnya.
2. Mengkaji frekuensi mual dan muntah yang dirasakan
klien.
Rasional : untuk menetapkan cara mengatasi mual dan
muntah.
3. Memberikan makanan sedikit tapi sering, usahakan
dalam keadaan hangat.
Rasional : mencegah mual dan muntah.

4. Mencatat porsi makanan yang dihabiskan klien setiap


hari.
Rasional : untuk mengetahui kecukupan nutrisi klien
perhari.
5. Jika pemberian makanan per oral gagal, kolaborasi
pemebrian makanan parenteral.
Rasional : memenuhi nutrisi klien jika intake per oral
gagal.
6. Kolaborasi pemberian antiemetic dan antasisda.
Rasional : mengurangi mual, muntah, dan melindungi
lambung dari peningkatan asam lanbung.
(Hidayat, 2006)

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Sudoyo A, et al.(2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.
Hasan R dan Husain. A. (2003). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2 Bagian Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.
Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T, editors. Tatalaksana demam
berdarah dengue di Indonesia. 4th ed. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan


Lingkungan; 2006.
Ngastiyah. (2004). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DHF
Diruang ICU RS Permata Medika
Tanggal Praktek

Nama Mahasiswa : Roni Jayanto


NIM

: G2A012051

Nama Pembimbing :
Saran Pembimbing :
Tanda Tangan Pembimbing

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016

Anda mungkin juga menyukai