Anda di halaman 1dari 14

Pendahuluan

MEA adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya sistem perdagaangan bebas
antara Negara-negara ASEAN. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah
menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community
(AEC).
Pada KTT di Kuala Lumpur pada Desember 1997 Para Pemimpin ASEAN memutuskan untuk
mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan
perkembangan ekonomi yang adil, dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosialekonomi (ASEAN Vision 2020).
Pada KTT Bali pada bulan Oktober 2003, para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada tahun 2020,
ASEAN Security Community dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN dua pilar yang tidak
terpisahkan dari Komunitas ASEAN. Semua pihak diharapkan untuk bekerja secara yang kuat
dalam membangun Komunitas ASEAN pada tahun 2020.
Selanjutnya, Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang diselenggarakan pada bulan Agustus
2006 di Kuala Lumpur, Malaysia, sepakat untuk memajukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
dengan target yang jelas dan jadwal untuk pelaksanaan.
Pada KTT ASEAN ke-12 pada bulan Januari 2007, para Pemimpin menegaskan komitmen
mereka yang kuat untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang
diusulkan di ASEAN Visi 2020 dan ASEAN Concord II, dan menandatangani Deklarasi Cebu
tentang Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 Secara khusus, para
pemimpin sepakat untuk mempercepat pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun
2015 dan untuk mengubah ASEAN menjadi daerah dengan perdagangan bebas barang, jasa,
investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang
dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi kepentingan negara-negara anggota
ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang ada dan
baru dengan batas waktu yang jelas. Dalam mendirikan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),
ASEAN harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip terbuka, berorientasi ke luar, inklusif, dan
berorientasi pasar ekonomi yang konsisten dengan aturan multilateral serta kepatuhan
terhadap sistem untuk kepatuhan dan pelaksanaan komitmen ekonomi yang efektif berbasis
aturan.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi
tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan langkah-langkah
untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi; mempercepat integrasi
regional di sektor-sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan

bakat; dan memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN. Sebagai langkah awal untuk
mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Pada saat yang sama, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan mengatasi kesenjangan
pembangunan dan mempercepat integrasi terhadap Negara Kamboja, Laos, Myanmar dan
Vietnam melalui Initiative for ASEAN Integration dan inisiatif regional lainnya.
Bentuk Kerjasamanya adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kapasitas;


Pengakuan kualifikasi profesional;
Konsultasi lebih dekat pada kebijakan makro ekonomi dan keuangan;
Langkah-langkah pembiayaan perdagangan;
Meningkatkan infrastruktur
Pengembangan transaksi elektronik melalui e-ASEAN;
Mengintegrasikan industri di seluruh wilayah untuk mempromosikan sumber daerah;
Meningkatkan keterlibatan sektor swasta untuk membangun Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA).

Pentingnya perdagangan eksternal terhadap ASEAN dan kebutuhan untuk Komunitas ASEAN
secara
keseluruhan
untuk
tetap
melihat
ke
depan,
karakteristik utama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA):
1.
2.
3.
4.

Pasar dan basis produksi tunggal,


Kawasan ekonomi yang kompetitif,
Wilayah pembangunan ekonomi yang merata
Daerah terintegrasi penuh dalam ekonomi global.

Karakteristik ini saling berkaitan kuat. Dengan Memasukkan unsur-unsur yang dibutuhkan dari
masing-masing karakteristik dan harus memastikan konsistensi dan keterpaduan dari unsurunsur serta pelaksanaannya yang tepat dan saling mengkoordinasi di antara para pemangku
kepentingan yang relevan.
Demi menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan dimulai tahun 2015, umumnya
reaksi pebisnis dalam negeri diliputi oleh fear based daripada opportunity based. Sebagai
contoh, yang bergerak dibidang taksi mulai berpikir, apa yang terjadi jika armada taksi
SIngapura mulai masuk Jakarta? Sektor pendidikan tinggi dan kesehatan mulai kwatir kalau
pelanggan tradisional mereka akan hengkang. Rasanya, tidak banyak yang mendiskusikan,
seandainya industri taksi kita berseliweran di Singapura atau Kuala Lumpur. Atau perguruan
tinggi Indonesia membuktikan dirinya bukan jago kandang saja, tetapi bisa berkokok kencang di
pasar regional, dengan menjajakan kurikulum.
Bagaimana dunia bisnis akan terpengaruh bila tahun 2015 tiba? Apa yang bisa mereka perbuat
untuk memaksimalkan peluang yang tersedia? Bagaimana mengatasi semua konsekuensi yang
tidak dikehendaki. Dan yang lebih penting lagi, apakah semua negara, terutama Indonesia siap
2

bersaing di dalam sebuah masyarakat terpadu? Membiarkan semua tandatanya itu tidak
terjawab tidak hanya akan menyebarkan kebingungan dan kesangsian di kalangan pihak-pihak
berkepentingan, tapi juga bisa menuntun kepada ancaman yang jauh lebih berbahaya - yakni
kepuasan diri sendiri.

ISI DAN METODE


Metode riset sekunder (secondary research) menggunakan data riset yang telah dikumpulkan
oleh orang lain dan dilaporkan dalam buku, artikel dalam jurnal profesional, atau sumber dari
internet.
Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.Dalam penerapannya pada tahun 2015, MEA
akan menerapkan 12 sektor prioritas yang disebut free flow of skilled labor (arus bebas tenaga
kerja terampil) untuk perawatan kesehatan (health care), turisme (tourism), jasa logistik
(logistic services), e-ASEAN, jasa angkutan udara (air travel transport), produk berbasis agro
(agrobased products), barang-barang elektronik (electronics), perikanan (fisheries), produk
berbasis karet (rubber based products), tekstil dan pakaian (textiles and apparels), otomotif
(automotive), dan produk berbasis kayu (wood based products).
MEA akan menjadikan ASEAN seperti sebuah negara besar. Penduduk di kawasan ASEAN akan
mempunyai kebebasan untuk melanglangbuana masuk ke suatu negara dan keluar dari suatu
negara di kawasan ASEAN tanpa hambatan berarti. Penduduk mempunyai kebebasan dan
kemudahan untuk memilih lokasi pekerjaan yang dianggap memberikan kepuasan bagi dirinya.
Perusahaan mempunyai kebebasan untuk memilih lokasi pendirian pabrik dan kantor
perusahaan di kawasan ASEAN. Dukungan untuk menjadikan Indonesia mampu bersaing dalam
MEA 2015 dan rangkaian program dan kegiatan pembangunan yang dijalankan selama ini
menjadi kurang bermakna apabila pemerintah tidak memahami vicious circle (lingkaran setan)
yang menjadi kendala pembangunan nasional. Salah satu kendala tersebut adalah kendala
pembangunaninfrastruktur.
Pemerintah belum berhasil dalam pembangunan infrastuktur seperti pembangunan
infrastruktur untuk transportasi massal yang terintegrasi dan infrastruktur transportasi
umumnya untuk keseluruhan wilayah Indonesia. Kegagalan pembangunan infrastuktur tersebut
berdampak pada high cost economy dan lemahnya daya saing produk Indonesia di luar negeri.
Artinya, pada MEA 2015 nanti Indonesia hanya menjadi surga bagi produk asing tetapi tidak
mampu bersaing dengan negara ASEAN lain dalam meraih investasi asing langsung karena
lemahnya daya saing daerah akibat terkendalanya pembangunan infrastruktur..
Kendala pembangunan infrastruktur disebabkan antara lain oleh faktor korupsi yang relatif
tinggi hingga 40% yang terjadi di birokrasi, kendala pembebasan lahan, infrastruktur,
pendanaan dan biaya logistik. Rata-rata biaya logistik di Indonesia 17% dari total biaya produksi,
sedangkan
Singapura
hanya
6%
dan
Malaysia
8%.
Sebenarnya untuk kendala pembebasan lahan, pemerintah sudah mengatasinya dengan
munculnya UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum, dimana yang dimaksud dengan tanah untuk kepentingan umum di
antaranya adalah tanah yang dimanfaatkan untuk jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur
4

kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api, pelabuhan dan bandar udara.
Namun hingga sekarang, UU tersebut belum cukup ampuh untuk penyediaan tanah bagi
pembangunan infrastruktur. Kendala lainnya adalah rendahnya kemampuan pemerintah dalam
mengalokasikan
anggaran
belanja
termasuk
belanja
modal.
Berbagai kendala dalam pembangunan infrastruktur akan menghambat Indonesia dalam
mendorong daya saing daerah ataupun daya saing produk agar mampu bersaing dalam MEA
2015. Oleh karena itu, melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011
tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025
(MP3EI), pemerintah Indonesia akan mempercepat dan memperluas pembangunan
infrastruktur berdasarkan 3 pilar utama, yaitu strategi peningkatan potensi wilayah melalui
pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di dalam koridor ekonomi, strategi memperkuat
konektivitas nasional, serta strategi meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan IPTEK.
Dengan demikian, MP3EI diharapkan dapat menjadi salah satu media peningkatan daya saing
daerah, daya saing produk, dan aliran investasi asing langsung ketika Indonesia memasuki MEA
2015.
Indonesia masih minim mencetak pengusaha muda. Indonesia masih membutuhkan
hadirnya pengusaha-pengusaha muda. Hingga kini rasio wirausahawan hanya berkisar 1,4% dari
jumlah tenaga kerja di Indonesia.
Bisnis Penerbangan Carter. Menyambut era Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir 2015,
Asosiasi Penerbangan Nasional (INACA) mendorong bisnis penerbangan charter nasional agar
dapat bersaing di tingkat regional sehingga dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan
ekonomi nasional sekaligus memberikan keuntungan sosial bagi masyarakat. Komposisi armada
pesawat carter di Indonesia baru mencapai 253 unit dibanding 442 unit pesawat yang terbang
secara berjadwal. Secara umum penerbangan charter di Indonesia masih didominasi oleh
transportasi personel perusahaan migas, VIP, ambulans udara, survey udara, dan penerbangan
khusus bagi turis.
Sektor UMKM. UMKM naik kelas adalah apabila usahanya semakin berkembang, produktivitas
bertambah, dan daya saingnya meningkat. Semua usaha mikro punya potensi sama untuk naik
kelas ke kategori yang lebih tinggi. Usaha mikro bisa naik kelas menjadi usaha kecil, usaha kecil
bisa menjadi usaha menengah, usaha menengah bisa naik menjadi usaha besar.
Sektor pertanian. Kinerja ekspor produk pertanian Indonesia cukup positif. Berdasarkan data
Kementerian Perdagangan (Kemendag), ekspor produk pertanian pada tahun 2013 mencapai
US$ 5,71 miliar, atau tumbuh 5,76% selama lima tahun terakhir. Nilai tersebut mengalami
peningkatan sebesar 2,58% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai US$ 5,57
miliar. Namun, selama ini sektor pertanian Indonesia masih belum terkelola dengan baik.
"Petani harus memiliki nilai tawar dengan adanya kepastian harga. Sebagai negara dengan
sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berlimpah, langkah Indonesia untuk
mewujudkan swasembada dan ketahanan pangan bukanlah tanpa hambatan. Alih fungsi lahan,

perubahan iklim, urbanisasi, dan pertumbuhan penduduk membawa dampak terhadap tata
kelola bidang agro secara keseluruhan.
Kesiapan Masyarakat Indonesia Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Indonesia adalah salah satu negara terbesar populasinya yang ada di kawasan ASEAN.
Masyarakat Indonesia adalah negara heterogen dengan berbagai jenis suku, bahasa dan adat
istiadat yang terhampar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia mempunyai kekuatan ekonomi
yang cukup bagus, pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia (4,5%) setelah Republik Rakyat
Tiongkok (RRT) dan India. Ini akan menjadi modal yang penting untuk mempersiapkan
masyarakat Indonesia menuju AEC tahun 2015. Sebagai salah satu dari tiga pilar utama ASEAN
Community 2015, ASEAN Economic Community yang dibentuk dengan misi menjadikan
perekonomian di ASEAN menjadi lebih baik serta mampu bersaing dengan Negara-negara yang
perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan kondisi Negara ASEAN saat ini. Selain itu
juga dengan terwujudnya ASEAN Community yang dimana di dalamnya terdapat AEC, dapat
menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih strategis di kancah Internasional, Masyarakat iNdonesia
mengharapkan dengan terwujudnya komunitas masyarakat ekonomi ASEAN ini dapat
membuka mata semua pihak, sehingga terjadi suatu dialog antar sektor yang dimana nantinya
juga saling melengkapi diantara para stakeholder sektor ekonomi di Negara-negara ASEAN ini
sangat penting. Untuk itu kita harus mampu meningkatkan kepercayaan diri bahwa sebetulnya
apabila kita memiliki kekuatan untuk bisa bangkit dan terus menjaga kesinambungan stabilitas
ekonomi kita yang sejak awal pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini terus
meningkat, angka kemiskinan dapat ditekan seminim mungkin, dan progres dalam bidang
ekonomi lainnya pun mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Dengan hal tersebut banyak
sekali yang bisa kita wujudkan terutama dengan merealisasikan ASEAN Economy Community
2015 nanti. Stabilitas ekonomi Indonesia yang kondusif ini merupakan sebuah opportunity
dimana Indonesia akan menjadi sebuah kekuatan tersendiri, apalagi dengan sumber daya alam
yang begitu besar, maka akan sangat tidak masuk akal apabila kita tidak bisa berbuat sesuatu
dengan hal tersebut.
Dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono telah membaut Inpres. Melalui Inpres ini, Menko bidang Perekonomian diminta
untuk mengoordinasikan pelaksanaan strategi sebagaimana di atas, dan melaporkannya secara
berkala kepada Presiden.
Dalam pelaksanaan tugasnya itu, Presiden meminta Menko Perekonomian untuk berkoordinasi
dengan Komite Nasional Persiapan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN sebagaimana telah
ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2014.
Dalam dalam upaya untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesiapan menghadapi
pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai akhir 2015, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) pada 1 September 2014 telah menandatangani Instruksi Presiden
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Peningkatan Daya Saing Rangka Menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN.
6

Pelaksanaan peningkatan daya saing nasional dan persiapan pelaksanaan Masyarakat Ekonomi
ASEAN sebagaimana dimaksud berpedoman pada strategi di antaranya:
1. Pengembangan Industri Nasional yang berfokus pada: a.Pengembangan Industri Prioritas
Dalam Rangka Memenuhi Pasar ASEAN; b.Pengembangan Industri Dalam Rangka
Mengamankan Pasar Dalam Negeri; c.Pengambangan industri kecil menengah; d.
Pengembangan SDM dan Penelitian; dan e. Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI).
2. Pengembangan Pertanian, dengan fokus pada Peningkatan Investasi Langsung di Sektor
Pertanian, dan Peningkatan akses pasar.
3. Pengembangan Kelautan dan Perikanan, dengan fokus pada: a. Penguatan Kelembagaan dan
Posisi Kelautan dan Perikanan; b.Penguatan daya saing kelautan dan perikanan; c. Penguatan
pasar dalam negeri; dan d. Penguatan dan peningkatan Pasar Ekspor.
4. Pengembangan energi, yang fokus pada: a. Pengembangan sub sektor ketenagalistrikan dan
pengurangan penggunaan energi fosil (Bahan Bakar Minyak); b.sub sektor energi baru,
terbarukan dan konservasi energi; dan c. Peningkatan pasokan energi dan listrik agar dapat
bersaing dengan negara yang memiliki infrastruktur lebih baik.
Selain itu masih ada 10 sektor pengembangan lainnya, yang meliputi pengembangan
infrastruktur; pengembangan sistem logistik nasional; pengembangan perbankan; investasi;
usaha mikro, kecil, dan menengah; tenaga kerja; kesehatan; perdagangan; kepariwisataan; dan
kewirausahaan.
Terkait Inpres ini, Presiden memberikan keleluasaan bagi Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah
Non Kementerian untuk melakukan koordinasi dengan Gubernur Bank Indonesia dan Ketua
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan sepanjang terdapat program yang berkaitan dengan
kewenangan Bank Indonesia dan/atau Otoritas Jasa Keuangan.

Dalam mencetak wirausaha muda. KemenKop UMKM akan berfokus pada dua program, yaitu
peningkatan daya saing dan pengembangan kelembagaan koperasi. Yang pertama khususnya di
dalam rangka peningkatan daya saing pelaku usaha dan yang kedua adalah pengembangan dari
kelembagaan koperasi di Indinesia. Dua hal itu yang menjadi fokus utama nanti di
pemerintahan baru.
Bisnis penerbangan carter. Asosiasi Penerbangan Nasional (INACA) mendorong bisnis
penerbangan charter nasional agar dapat bersaing di tingkat regional sehingga dapat
berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus memberikan keuntungan
sosial bagi masyarakat. Terciptanya iklim usaha yang kondusif juga diharapkan dengan
terbentuknya standar global perusahaan penerbangan charter berupa sertifikasi IS-BAO yang
diakui dan diterima secara internasional. Kolaborasi bersama antara regulator, pengelola
7

bandara, serta maskapai sendiri agar agar bisnis penerbangan charter dapat memiliki peran
yang lebih signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Perusahaan
penerbangan charter nasional membutuhkan dukungan berupa kepastian regulasi, kesiapan
infrastruktur, keberadaan fasilitas pemeliharaan serta ketersediaan suku cadang pesawat guna
meningkatkan daya saing ketika melakukan ekspansi bisnis di kawasan.
Sektor UMKM. Untuk meningkatkan daya saing pelaku usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM),
pemerintah terus berupaya menggenjot pengelolaan UMKM. Salah satu akselerasi yang
dilakukan pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM adalah gerakan "Satu Juta Usaha
UMKM Naik Kelas". Salah satu tujuannya adalah agar pelaku UMKM siap menghadapi
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Dalam pelaksanaanya pemerintah akan merangkul
semua stakeholders, dilakukan dengan pendekatan integratif, partisipatif serta akseleratif.
Sektor Pertanian. Perlu keseriusan, dedikasi, komitmen dan tanggung jawab semua pihak untuk
dapat mewujudkan swasembada dan ketahanan pangan nasional, baik untuk saat ini dan bagi
generasi penerus.

Terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat dijadikan
suatu momentum yang baik untuk Indonesia. Pertama, negara-negara di kawasan Asia
Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan
terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi,
modal dalam jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu
negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi,
yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection,
Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce. Dengan demikian, dapat tercipta
iklim persaingan yang adil; terdapat perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen
perlindungan konsumen; mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan
transportasi yang efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation, dan;
meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online.
Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang
merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing
dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi
terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan
kemampuan, keuangan, serta teknologi.
Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan
dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara
anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada
jaringan pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara
Anggota ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan
8

kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi
mereka pada skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.
Berdasarkan ASEAN Economic Blueprint, MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk memperkecil
kesenjangan antara negara-negara ASEAN dalam hal pertumbuhan perekonomian dengan
meningkatkan ketergantungan anggota-anggota didalamnya. MEA dapat mengembangkan
konsep meta-nasional dalam rantai suplai makanan, dan menghasilkan blok perdagangan
tunggal yang dapat menangani dan bernegosiasi dengan eksportir dan importir non-ASEAN.
Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan
perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan
berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di
sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas komoditas
yang diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan
barang elektronik (Santoso, 2008). Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan
banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan
mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negri yang jauh lebih
berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara
Indonesia sendiri.
Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign
Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan
teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human capital)
dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia. Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat
memunculkan exploitation risk. Indonesia masih memiliki tingkat regulasi yang kurang
mengikat sehingga dapat menimbulkan tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap
ketersediaan sumber daya alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara
yang memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya. Tidak
tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat merusak
ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia belum cukup kuat
untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang terkandung.
Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja
karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang
beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan
menjadi lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi
kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan
kriteria yang diinginkan. Dalam hal ini dapat memunculkan risiko ketenagakarejaan bagi
Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan
tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang
bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN (Republika
Online, 2013).

Beberapa tantangan MEA seperti lapangan tenaga kerja yang ada di Indonesia hanya akan
menaikkan angka pengangguran itu sendiri, karena tidak berdampak pada peningkatan taraf
hidup masyarakat Indonesia, khususnya buruh yang tidak memiliki sertifikasi pendidikan seperti
buruh-buruh yang didatangkan dari China, bahkan Vietnam yang tidak lebih baik tingkat
kesejahteraan pekerjanya dari Indonesia. Bila Indonesia tidak siap, maka aliran bebas barang,
jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan modal, terlihat sebagai ancaman daripada peluang.
Tantangan lainnya adalah jurang horizontal antara negara dengan kelas ekonomi maju dan yang
masih menengah dan maju. Jurang vertikal antara negara yang demokratis liberal dan masih
otoriter. Bagaimana kita membangun komunitas kalau nilai-nilai yang menjadi pengikat
berbeda dan taraf kehidupan berbeda. ASEAN Economic Community yang dibentuk dengan misi
menjadikan perekonomian di ASEAN menjadi lebih baik serta mampu bersaing dengan Negaranegara yang perekonomiannya lebih maju dibandingkan dengan kondisi Negara ASEAN saat ini.
Selain itu juga dengan terwujudnya ASEAN Community yang dimana di dalamnya terdapat AEC,
dapat menjadikan posisi ASEAN menjadi lebih strategis di kancah Internasional, kita
mengharapkan dengan terwujudnya komunitas masyarakat ekonomi ASEAN ini dapat
membuka mata semua pihak, sehingga terjadi suatu dialog antar sektor yang dimana nantinya
juga saling melengkapi diantara para stakeholder sektor ekonomi di Negara negara ASEAN ini
sangat penting. Tantangan Indonesia ke depan adalah mewujudkan perubahan yang berarti
bagi kehidupan keseharian masyarakatnya. Semoga seluruh masyarakat Indonesia kita ini bisa
membantu untuk mewujudkan kehidupan ekonomi dan sosial yang layak agar kita bisa segera
mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015.

Peluang Indonesia untuk bersaing dalam MEA 2015 cukup besar. Hal ini didukung oleh
1) peringkat Indonesia pada ranking 16 dunia untuk besarnya skala ekonomi dengan 108 juta
penduduk sebagai kelompok menengah yang sedang tumbuh sehingga berpotensi sebagai
pembeli barang-barang impor (sekitar 43 juta penduduk) serta terdiri dari berbagai macam
masyarakat heterogen.
2) perbaikan peringkat investasi Indonesia oleh lembaga pemeringkat dunia, dan
3) masuknya Indonesia sebagai peringkat empat prospective destinations berdasarkan UNCTAD
World Investment Report.
4)stabilitas ekonomi Indonesia yang kondusif menjadi kekeuatan tersendiri

10

KESIMPULAN
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah ada di depan mata. Rencananya di akhir tahun 2015 MEA akan
resmi dimulai. Secara bertahap, Asean sepakat untuk menghilangkan semua peraturan non tariff barrier
dan mengimplementasikannya secara menyeluruh di tahun 2020.

Kelak dalam masyarakat ini, perdagangan barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja ahli
akan dibebaskan. Tapi tak banyak yang bisa membayangkan seperti apa bentuk MEA itu nanti.
Bagaimana dampaknya terhadap perekonomian di masing-masing negara.
Berdasarkan riset yang dilakukan Economist Intelligence Unit, penggunaan fasilitas Free Trade
Agreement sangat rendah. Walau sudah ada perjanjian dagang bebas antar Negara Asean, ratarata hanya 26% eksportir yang mempergunakannya. Para eksportir itu menilai rumitnya
perjanjian membuat mereka enggan memanfaatkannya (48%), tidak membuka akses pasar
yang baru (35%), kurangnya pakar internal (34%), pasar tidak menarik (33%), dan beberapa
alasan lainnya termasuk eksportir yang melihat manfaat yang mereka peroleh tidak sepadan
dengan kesulitan yang harus dilalui.
Dalam acara South East Asia Summit di Jakarta (27/8) The Economist mencoba
mempertemukan pimpinan pemerintah, bisnis, akademik, lembaga multilateral untuk
mengulasnya lebih dalam.
MEA banyak menarik perhatian pelaku bisnis karena Asean adalah kawasan dengan populasi
usia produktif terbesar di Asia. Ada business opportunity yang besar.
Sementara itu untuk pengembangan sumber daya manusia, pendidikan yang ada di Indonesia
tergolong masih sangat memprihatinkan. Menyoroti ranking Indonesia untuk critical thinking
dan problem solving di antara Negara Asia yang ternyata ada di peringkat hampir buntut. Selain
itu juga melihat ada ratusan lembaga yang memberikan sertifikasi di Indonesia dengan mudah,
padahal mereka sebenarnya masih belum layak. Pemerintah seharusnya maju untuk
memperbaiki sistem sertifikasi ini. Integrasi regional ini harus dilihat sebagai upaya untuk
membuat Indonesia bisa terus berkompetisi dan inovatif. Tanpa adanya perjanjian perdagangan
pun, pengusaha harus terus berusaha kompetitif. Integrasi regional ini akan memberi kerangka
standard yang harus dicapai, membuat seperti apa standard Asia. Pada akhirnya meningkatkan
kepercayaan diri UKM. Indonesia mempunyai pasar terbesar dan sebagai pengusaha kita tentu
paling mengerti pasar ini.
Indonesia telah siap untuk menghadapi MEA, hal ini ditandai oleh upaya pemerintah, para
pelaku bisnis dan usaha, para masyarakat secara keseluruhan telah menlakukan upaya
perbaikan guna menhadapi kompetisi dengan negara-negara ASEAN lainnya.

11

SARAN
Pencapaian MEA dilakukan melalui empat tahapan strategis, meliputi : pencapaian pasar
tunggal dan kesatuan basis produksi, kawasan ekonomi yang berdaya saing, pertumbuhan
ekonomi yang merata dan terintegrasi dengan perekonomian global. Menghadapi tantangan itu
HIPMI mulai menyiapkan sejumlah langkah menghadapi persaingan ekonomi pada 2020.
"Indonesia harus menjadi pemain dalam komunitas ekonomi ASEAN. Untuk menghadapi itu
semua, mulai saat ini HIPMI telah mengambil sejumlah langkah antara lain menyiapkan dan
memberikan mentoring pada pengusaha pemula agar mampu menghadapi persaingan baik di
dalam negeri, kawasan dan global. HIPMI juga memberikan perhatian pada pengusahapengusaha lokal atau di daerah agar dapat mengembangkan usahanya sekaligus memperluas
pasar produksi barang-barang mereka. Program kebijakan penguatan daya saing telah
mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, antara lain penguatan UKM nasional. Hal
tersebut penting untuk memfasilitasi UKM nasional yang berdaya saing tinggi, inovatif, dan
kreatif, serta mampu melakukan perluasan pasar dari Komunitas Ekonomi ASEAN.
Strategic Response Bisnis Industri Nusantara
Bagaimana Indonesia menyikapi pasar terbuka ini, dan apa saja dasar pijakan untuk
memformulasikan respons stategis? Ada berbagai macam pendekatan dan teorema,
diantaranya:
Melihat kekuatan industry atau kekuatan perseroan dibandingkan dengan perseroan
sejenis dalam industry yang sama. Ada banyak tolak yang bisa dipakai untuk
menenutukan secara objektif. Seberapa perkas suatu perseroan dalam industri atau
suatu industry terhadap industry yang sama dari negara-negara lainnya.
Kesanggupan kekuatan dana dan pendanaan. Jika kekekuatan dana dan pendanaan
kuat, maka kombinasi kedua kekuatan di atas seharusnya melahirkan respon strategi:
agresif menyerbu pasar, melakukan tindakan preemptive untuk mendominasi pasar,
begitu memasuki MEA.
Strategi ini adalah realitas positioning yang ada, maka perseroan dan industri perlu mengadopsi
entrepreneurial leadership untuk menyuksesekan business goal mereka. Tanpa adopsi
entrepreneurial leadership, dikhawatirkan manajemen perseroan bukannya menyusun agenda
serang dan tempur, melainkan malah jatuh ke dalam kancah analisis yang berkepanjangan.
Akibatnya lumpuh dan tidak akan pernah melakukan agresi, atau kalaupun melakukan agresi
sudah sangat telat dan telah didahului tamu lainnya.
Jika industri dalam negeri kuat, tetapi lemah pada pendanaan, maka strategic response-nys bisa
tetap dalam domain competitive. Sebaliknya, perseroan atau industry yang selama ini telah
memanen bisnis dan menikmati berbagai benefit akibat berbagai barier tariff dan non-tarif,
dengan kata lain mereka memiliki kekuatan financial yang besar, tetapi daya competitiveness
akan tergerus begitu pasar bebas dibuka, maka diperlukan menggunakan sisa waktu yang
sedikit dengan sebaik mungkin. Strategic response nya adalah konservatif defensive, waktu
yang ada bisa dipakai untuk memikirkan bagaimana cara meningkatkan daya inovasi teknik
proses dan produksi. Atau alliance untuk meningkatkan daya saing.
12

Jadi, respon bisnis dan industry tidaklah seragam ataupun tidak diseragamkan. Semuanya akan
amat bergantung pada status positioning masing-masing industry dan perseroan terhadap daya
kompetisi regional yang dihasilkan dari business mapping.
Perpindahan tenaga kerja dalam kerangka pasar bebas ASEAN disepakati melalui pengaturan
saling pengakuan atau biasa disebut Mutual Recognition Agreement (MRA). Kesempatan ini
digunakan untuk memfasilitasi arus bebas tenaga kerja terampil. MRA berbasis sertifikasi
merupakan instrument utama yang digunakan untuk memfasilitasi arus bebas tenaga kerja
terampil maka penting bagi Indonesia menyelaraskan sertifikasi, kurikulum, dan jenjang
pendidikan dengan sertifikasi di kawasan.
Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan
skala ekonomi dalam negeri sebagai basis memperoleh keuntungan. Namun demikian,
Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan muncul bila MEA telah
diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk professional diharapkan dapat lebih peka
terhadap fluktuasi yang akan terjadi agar dapat mengantisipasi risiko-risiko yang muncul
dengan tepat. Selain itu, kolaborasi yang apik antara otoritas negara dan para pelaku usaha
diperlukan, infrastrukur baik secara fisik dan sosial(hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta
perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan perusahaan di
Indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi penonton di negara sendiri di tahun 2015
mendatang Dalam pelaksanaanya pemerintah akan merangkul semua stakeholders, dilakukan dengan
pendekatan integratif, partisipatif serta akseleratif.

13

DAFTAR PUSTAKA

http://krjogja.com/liputan-khusus/analisis/2078/menyongsong-masyarakat-ekonomi-asean2015.kr
http://www.crmsindonesia.org/node/624
http://nasional.kontan.co.id/news/duh-indonesia-masih-minim-mencetak-pengusaha-muda
http://industri.kontan.co.id/news/inaca-minta-dukungan-di-bisnis-penerbangan-charter
http://industri.kontan.co.id/news/ekspor-produk-pertanian-terus-tumbuh/2014/03/28
http://nasional.kontan.co.id/news/hadapi-mea-sby-terbitkan-inpres-daya-saing
http://nasional.kontan.co.id/news/marie-tantangan-utama-mea-adalahpendidikan/2014/08/28

https://saepudinonline.wordpress.com/2013/05/16/menakar-kesiapan-menghadapimasyarakat-ekonomi-asean-2015/
tabloid warta ekonomi edisi ke 19 bulan Oktober 2014

14

Anda mungkin juga menyukai