Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

ISU DAN TREND ANAK


BULLYING

Disusun Oleh :
SRI RAHAYU
P27220014105

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA


JURUSAN DIII KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2015/2016

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah yang berjudul Kecanduan Game Online Dikalangan Anak-Anak telah


disahkan dan disetujui pada :
Hari :
Tanggal :

Disetujui oleh :

Pembimbing I

Sri Mulyanti, Skep., Ns., Mkep


NIP :

Pembimbing II

Sunarsih Rahayu,S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIP :

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun Isu dan Trend
Keperawatan Anak yaitu BULLIYING. Tujuan penulis menyusun makalah ini
adalah untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Anak Program Studi DIII
Keperawatan tahun 2016.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Widodo,MN selaku Ketua Jurusan Keperawatan
2. Ibu Sunarsih Rahayu, M.Kep dan Sri Mulyanti, MKep selaku dosen
Pengampu Mata Kuliah Keperawatan Anak
Harapan dari penulisan Isu keperawatan anak ini adalah supaya
bertambahnya wawasan dan pengetahuan penulis. Selain itu, kami berharap dapat
menjadi pembelajaran untuk lebih memahami bagaimana cara mengasuh anak
dengan baik dan benar.
Penulis menyadari bahwa kiranya dalam penyusunan Isu Keperawatan
Anak ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, maka dari itu
penulis mohon maaf apabila ada kekeliruan ataupun kekurangan dalam proses
penulisan . Penulis juga memohon saran serta kritik yang membangun demi
perbaikan dan keberhasilan penulisan berikutnya.

Surakarta, 21 Maret 2016

Gambar Bullying pada anak anak

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Marak terjadi kasus bullying di antara anak-anak serta kebanyakan terjadi
justr u di lingkungan sekolah. Bullying dapat mengubah kegiatan di sekolah
yang

awalnya

menyenangkan,

belajar

sambil

berteman,

menjadi

menakutkan bahkan mimpi buruk bagi mereka. Sadar atau tidak bahwa
sebenarnya bullying telah membawa cita rasa buruk pada kesan kehidupan
sekolah.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia bullying ialah intimidasi. Bentuk
tindakan intimidasi seperti menggangu, menyakiti, melecehkan yang
dilakukan sengaja atau tidak sengaja, terencana, secara terus menerus
terhadap seseorang atau sekelompok orang.
Padahal perlu diketahui, perlindungan anak sudah diatur dalam Pasal 54 UU
No. 23 Tahun 2002 isinya : Anak di dalam dan dilingkungan sekolah wajib
dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola
sekolah atau teman - temannya di dalam sekolah yang bersangkutan atau
lembaga pendidikan lainnya.
Apabila dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yang selalu diagungagungkan dalam setiap gerakan protes, bahwa pelaku bullying juga
sebenarnya melanggar HAM. Hak korban untuk hidup aman secara fisik
maupun psikis, hak untuk tumbuh sehat secara jiwa dan raga, hak untuk
berdiri sederajat dengan orang lain, hak untuk berpendapat dan hak-hak
lainnya. Semuanya dilanggar secara terang-terangan.

Segala hal tersebut memunculkan beberapa pertanyaan. Apa sebenarnya


bullying? Perbuatan apa saja yang dikategorikan sebagai bullying? Mengapa
pelaku melakukan bullying, dan apa dampaknya bagi korban?
B.

Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.

C.

Apakah definisi dari bullying?


Mengapa pelaku melakukan bullying?
Apakah dampak bagi korban bullying?
Bagaimana cara pencegahan dan penanganan tindakan bullying?
Bagaimana peran perawat terhadap anak yang mengalami bullying ?

Tujuan Masalah
Dalam makalah ini penulis membatasi pembahasan materi dengan rincian :
a. Definisi bullying.
b. Alasan pelaku melakukan bullying.
c. Dampak bagi korban bullying.
d. Cara pencegahan dan penanganan tindakan bullying.
e. Peran perawat terhadap anak yang mengalami bullying.

BAB II
PEMBAHASAN

A.

Definisi Bullying
Terdapat banyak definisi mengenai bullying, terutama yang terjadi
dalam konteks lain (tempat kerja, masyarakat, komunitas virtual). Namun
di sini penulis akan membatasi konteksnya dalam school bullying atau
bullying

di

sekolah.

Riauskina,

Djuwita,

dan

Soesetio

(2005)

mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan


berulang-ulang oleh seorang atau sekelompok siswa yang memiliki
kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan
menyakiti orang tersebut.
Berikut pengelompokkan perilaku bullying yang dibagi ke dalam 5
kategori:
1. Kontak fisik langsung
Termasuk tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak,
menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar,
juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki
orang lain
2. Kontak verbal langsung
Termasuk tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan,
mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme,
merendahkan

(put-downs),

mencela/mengejek,

mengintimidasi,

memaki, menyebarkan gosip.


3. Perilaku non-verbal langsung
Termasuk

tindakan

melihat

dengan

sinis,

menjulurkan

lidah,

menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau


mengancam; biasanya diertai oleh bullying fisik atau verbal.

4. Perilaku non-verbal tidak langsung


Termasuk tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan
sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan,
mengirimkan surat kaleng.
5. Pelecehan seksual
Kadang tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau
verbal.
B.

Alasan Pelaku Melakukan Bullying


Seperti yang telah terjadi pada kasus-kasus bullying sebelumnya,
tindakan bullying adalah sebuah siklus, dalam artian pelaku saat ini
kemungkinan besar adalah korban dari pelaku bullying sebelumnya. Ketika
menjadi korban, mereka membentuk skema kognitif yang salah bahwa
bullying bisa dibenarkan meskipun mereka merasakan dampak negatifnya
sebagai korban.
Mengapa seorang korban bisa kemudian menerima, bahkan
menyetujui perspektif pelaku yang pernah merugikannya? Salah satu
alasannya dapat diurai dari hasil survei: sebagian besar korban enggan
menceritakan pengalaman mereka kepada pihak-pihak yang mempunyai
kekuatan untuk mengubah cara berpikir mereka dan menghentikan siklus
ini, yaitu pihak sekolah dan orangtua.
Korban biasanya merahasiakan bullying yang mereka derita karena
takut pelaku akan semakin mengintensifkan bullying mereka. Akibatnya,
korban bisa semakin menyerap falsafah bullying yang didapat dari
seniornya. Alasan lainnya, korban bullying juga merasa marah dan kesal
dengan kejadian yang menimpa mereka. Ada juga perasaan marah, malu dan
kecewa pada diri sendiri karena membiarkan kejadian tersebut mereka
alami. Namun mereka tak kuasa menyelesesaikan hal tersebut, termasuk
tidak berani untuk melaporkan pelaku pada orang dewasa karena takut dicap
penakut, tukang ngadu, atau bahkan disalahkan. Dengan penekanan bahwa

bully dilakukan oleh anak usia sekolah, perlu dicatat bahwa salah satu
karakteristik anak usia sekolah adalah adanya egosentrisme (segala sesuatu
terpusat pada dirinya) yang masih dominan. Sehingga ketika suatu kejadian
menimpa dirinya, anak masih menganggap bahwa semua itu adalah karena
dirinya.
Dalam skema kognitif korban yang diteliti oleh Riauskina dkk.,
korban mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena :
1. Tradisi
2. Balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama (menurut korban lakilaki)
3. Ingin menunjukkan kekuasaan
4. Marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan
5. Mendapatkan kepuasan (menurut korban perempuan)
6. Iri hati (menurut korban perempuan)
Adapun korban juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban
bullying karena :
1. Penampilan menyolok
2. Tidak berperilaku dengan sesuai
3. Perilaku dianggap tidak sopan
4. Tradisi
Faktor lain yang menyebabkan seorang anak menjadi pelaku
bullying adalah keluarga. Pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga
yang bermasalah.

Orangtua yang kerap menghukum anaknya secara

berlebihan atau situasi rumah yang penuh stres, agresi dan permusuhan.

Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika mengamati konflik-konflik


yang terjadi pada orangtua mereka dan kemudian menirunya terhadap
teman-temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan
terhadap perilaku coba-cobanya itu, ia akan belajar bahwa mereka yang
memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan berperilaku
agresif dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang. Dari sini, anak
tidak hanya mengembangkan perilaku bullying, melainkan juga sikap dan
kepercayaan yang lebih dalam lagi.
Selain keluarga, ada beberapa karakteristik lain yang terkait dengan
perilaku bullying. Patut dicatat bahwa kita tidak dapat serta-merta
menghakimi anak sebagai pelaku hanya karena ia memiliki beberapa
karakteristik tertentu. Di bawah ini adalah karakteristik yang pada umumnya
ditemui pada pelaku bullying, sehingga anak yang belum melakukan
bullying, namun memiliki beberapa karakteristik berikut, dapat segera
dikenali dan diberi pengertian yang benar sebelum ia melakukannya.
1. Cenderung hiperaktif, disruptive, impulsif, dan overactive
2. Memiliki temperamen yang sulit dan masalah pada atensi/konsentrasi
3. Pada umumnya juga agresif terhadap guru, orangtua, saudara, dan orang
lain
4. Gampang terprovokasi oleh situasi yang mengundang agresi
5. Memiliki sikap bahwa agresi adalah sesuatu yang positif
6. Pada anak laki-laki, cenderung memiliki fisik yang lebih kuat daripada
teman sebayanya
7. Pada anak perempuan, cenderung memiliki fisik yang lebih lemah
daripada teman sebayanya

8. Berteman dengan anak-anak yang juga memiliki kecenderungan agresif


9. Kurang memiliki empati terhadap korbannya dan tidak menunjukkan
penyesalan atas perbuatannya
10. Biasanya adalah anak yang paling insecure, tidak disukai oleh temantemannya, dan paling buruk prestasinya di sekolah hingga sering
terancam drop out.
11. Cenderung sulit menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan dalam
hidup
Dari pelbagai karakteristik yang dimiliki pelaku di atas, dapat
dilihat bagaimana para pelaku tersebut sebenarnya juga adalah korban dari
fenomena bullying. Pelaku yang sebenarnya bisa dikatakan adalah
mereka yang menutup mata terhadap fenomena ini atau menganggapnya
normal dan membiarkannya terus-menerus terjadi. Mereka seringkali
adalah orang-orang terdekat pelaku dan korban, yaitu teman sebaya,
orangtua, dan guru.
C.

Dampak bagi Korban Bullying


Salah satu dampak dari bullying yang paling jelas terlihat adalah
kesehatan fisik. Beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan
bullying adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir pecahpecah, dan sakit dada. Bahkan dalam kasus-kasus yang ekstrim seperti
insiden yang terjadi di IPDN, dampak fisik ini bisa mengakibatkan
kematian.
Dampak lain yang kurang terlihat, namun berefek jangka panjang
adalah menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological well-being)
dan penyesuaian sosial yang buruk. Dari penelitian yang dilakukan
Riauskina dkk., ketika mengalami bullying, korban merasakan banyak
emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak

nyaman, terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka


panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah
diri bahwa dirinya tidak berharga.
Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial juga
muncul pada para korban. Mereka ingin pindah ke sekolah lain atau keluar
dari sekolah itu, dan kalaupun mereka masih berada di sekolah itu, mereka
biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk
sekolah.
Yang paling ekstrim dari

dampak psikologis

ini adalah

kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying,


seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh
diri, dan gejala-gejala gangguan stres pasca-trauma (post-traumatic stress
disorder). Dari 2 SMA yang diteliti Riauskina dkk., hal-hal ini juga
dialami korban, seperti merasa hidupnya tertekan, takut bertemu pelaku
bullying, bahkan depresi dan berkeinginan untuk bunuh diri dengan
menyilet-nyilet tangannya sendiri.
D.

Cara Pencegahan dan Penanganan Tindakan Bullying


1 Pencegahan dan penanganan pada korban bullying
Pencegahan :
Pencegahan agar tidak menjadi korban bullying dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti berikut :
a. Jangan membawa barang-barang mahal atau uang yang berlebihan.
Merampas, merusak, atau menyandera barang-barang korban adalah
tindakan-tindakan yang biasanya dilakukan pelaku bullying. Karena
itu, sebisa mungkin jangan beri mereka kesempatan dengan membawa
barang-barang mahal atau uang yang berlebihan ke sekolah. Jika
terpaksa, sembunyikan di tempat yang aman, titipkan ke guru atau
teman yang dipercaya, atau setidaknya hindarkan meletakkan barang

atau uang tersebut di tempat terbuka yang bisa menarik perhatian


pelaku bullying.
b. Jangan sendirian. Pelaku bullying melihat anak yang penyendiri
sebagai mangsa yang potensial. Karena itu, jangan sendirian di dalam
kelas, di lorong sekolah, atau di tempat-tempat sepi lainnya. Kalau
memungkinkan, beradalah di tempat di mana guru atau orang dewasa
lainnya dapat melihat anda. Akan lebih baik lagi jika anda bersamasama dengan teman, atau mencoba berteman dengan anak-anak
penyendiri lainnya yang kemungkinan juga telah menjadi korban.
Anda mungkin tidak berdaya menghadapi pelaku bullying sendirian,
namun anda akan lebih aman bersama-sama dengan yang lain.
c. Jangan cari gara-gara dengan pelaku bullying. Jika anda tahu ada
anak-anak tertentu yang tidak menyukai anda, atau sudah dikenal luas
sebagai pelaku bullying, sebisa mungkin hindari berada di dekat
mereka atau di area yang sama dengan mereka. Ini termasuk area di
luar sekolah, seperti jalan yang biasa anda lewati ketika pergi atau
pulang sekolah atau di dalam kendaraan jemputan. Kalau terpaksa,
pastikan di situ ada orang dewasa (orangtua, guru, pegawai) yang bisa
melerai perilaku bullying atau teman-teman anda.
d. Bagaimana jika suatu saat anda tetap terperangkap dalam situasi
bullying? Kuncinya adalah tampil percaya diri. Jangan perlihatkan diri
anda seperti orang yang lemah atau ketakutan, seperti berdiri dengan
postur yang tidak tegap, menunduk ketika diajak bicara atau
menjawab dengan gugup. Tetaplah tenang, utarakan keberatan anda
dengan tegas, lalu tinggalkan mereka. Jangan biarkan emosi anda
terpancing dan membalas perbuatan mereka kecuali anda merasa
punya cukup kemampuan untuk itu; jika tidak (misalnya karena
pelaku membawa senjata atau jumlah pelaku jauh lebih banyak), anda
hanya akan membuat situasi bertambah buruk. Lakukan perlawanan
hanya sebagai alternatif terakhir untuk mempertahankan diri jika tidak
memungkinkan untuk pergi dari situ.

e. Terakhir, bullying hanya akan berhenti untuk seterusnya jika anda


berani melapor pada orangtua, guru, atau orang dewasa lainnya yang
anda percayai. Anda sama sekali bukan pengecut; butuh jauh lebih
banyak keberanian untuk bertindak dan mencoba mengubah kondisi
yang salah semampu anda daripada hanya berdiam diri dan berharap
semua penderitaan yang anda rasakan akan berlalu dengan sendirinya.
Peran orang tua dalam pencegahan seorang anak agar tidak
menjadi korban bullying sangat besar. Berikut adalah tips bagi orang tua
agar anak tidak menjadi korban bullying:
1

Bekali anak dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri,


terutama ketika tidak ada orang dewasa/guru/orang tua yang berada di
dekatnya. Ini berguna untuk pertahanan diri anak dalam segala situasi
mengancam atau berbahaya, tidak saja dalam kasus bullying.
Pertahanan diri ini dapat berbentuk fisik dan psikis.
a Pertahanan diri Fisik : bela diri, berenang, kemampuan motorik
yang baik (bersepeda, berlari), kesehatan yang prima.
b Pertahanan diri Psikis : rasa percaya diri, berani, berakal sehat,
kemampuan analisa sederhana, kemampuan melihat situasi

(sederhana), kemampuan menyelesaikan masalah.


Bekali anak dengan kemampuan menghadapi beragam situasi tidak
menyenangkan yang mungkin ia alami dalam kehidupannya. Untuk
itu, selain kemampuan mempertahankan diri secara psikis seperti yang
dijelaskan di atas. Maka yang diperlukan adalah kemampuan anak
untuk bertoleransi terhadap beragam kejadian. Sesekali membiarkan
(namun tetap mendampingi) anak merasakan kekecewaan, akan

melatih toleransi dirinya.


Walau anak sudah diajarkan untuk mempertahankan diri dan dibekali
kemampuan agar tidak menjadi korban tindak kekerasan, tetap
beritahukan anak kemana ia dapat melaporkan atau meminta
pertolongan atas tindakan kekerasan yang ia alami (bukan saja

bullying). Terutama tindakan yang tidak dapat ia tangani atau tindakan


4

yang terus berlangsung walau sudah diupayakan untuk tidak terulang.


Upayakan anak mempunyai kemampuan sosialisasi yang baik dengan
sebaya atau dengan orang yang lebih tua. Dengan banyak berteman,
diharapkan anak tidak terpilih menjadi korban bullying karena :
a. Kemungkinan ia sendiri berteman dengan pelaku, tanpa sadar
bahwa temannya pelaku bullying pada teman lainnya.
b. Kemungkinan pelaku enggan memilih anak sebagai korban karena
si anak memiliki banyak teman yang mungkin sekali akan membela
si anak.
c. Sosialisasi yang baik dengan orang yang lebih tua, guru atau
pengasuh atau lainnya, akan memudahkan anak ketika ia

mengadukan tindakan kekerasan yang ia alami.


Penanganan :
1. Usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi pada korban
bullying. Tekankan bahwa kejadian tersebut bukan kesalahannya.
2. Bantu korban mengatasi ketidaknyamanan yang ia rasakan, jelaskan
apa yang terjadi dan mengapa hal itu terjadi. Jangan pernah
menyalahkan korban atas tindakan bullying yang ia alami.
3. Minta bantuan pihak ketiga (guru atau ahli profesional) untuk
membantu mengembalikan korban ke kondisi normal, jika dirasakan
perlu dan untuk menangani pelaku.
4. Bagi orang-orang yang dekat dengan korban (seperti orang tua),
hendaknya amati perilaku dan emosi korban, bahkan ketika kejadian
bully yang ia alami sudah lama berlalu (ingat bahwa biasanya korban
menyimpan dendam dan potensial menjadi pelaku di kemudian
waktu). Mereka harus bekerja samalah dengan pihak sekolah (guru)
untuk membantu dan mengamati bila ada perubahan emosi atau fisik
anak mereka. Waspada terhadap perbedaan ekspresi agresi yang
berbeda yang ditunjukkan anak di rumah dan di sekolah (ada atau
tidak ada orang tua/guru/pengasuh).
5. Bagi orang tua, bina kedekatan dengan teman-teman anak. Cermati
cerita mereka tentang anak. Waspadai perubahan atau perilaku yang
tidak biasa.

Pencegahan dan penanganan pada pelaku bullying


Pencegahan :
Peran orang tua dalam pencegahan seorang anak agar tidak menjadi
pelaku bullying sangat besar. Berikut adalah tips agar anak tidak menjadi
pelaku bullying:
a. Anak dapat menjadi pelaku bullying antara lain bila ia mengalami rasa
rendah diri. Karena itu, upayakan untuk mendidik anak dalam suasana
penuh kasih sayang yang mendidik anak untuk memiliki kebanggaan
pada dirinya sendiri. Kasih sayang yang nyata juga membuat anak
merasa aman dan cenderung lebih mau bekerja sama dengan orang
tua/guru. Namun hati-hati jangan sampai memanjakan anak yang
berdampak kerugian di pihak anak.
b. Waspada jika anak menunjukkan agresifitas yang berlebihan, terutama
pada mereka yang lebih lemah (adiknya, pengasuh, teman bermain
yang lebih kecil atau pendek badannya) atau bahkan binatang,
tanaman dan mainannya.
c. Jika anak anda pernah menjadi korban bully, untuk mencegah ia
menjadi pelaku bullying di kemudian hari, mintalah bantuan ahlinya
agar masalah terselesaikan dengan baik dan tidak ada dendam di
kemudian hari. Amati perilaku dan kondisi emosi anak dari waktu ke
waktu, bahkan ketika kejadian bully yang ia alami sudah lama berlalu.
d. Usahakan selalu bersikap terbuka dan rajin berdiskusi dengan anak
tentang berbagai hal. Selalu siap memberi komentar positif dan
hindari menghakimi anak. Namun jangan sampai mencelakakan
anak dengan memanjakan anak berlebihan.
Penanganan :
1 Segera ajak pelaku bicara mengenai apa yang ia lakukan. Jelaskan
bahwa tindakannya merugikan diri dan orang lain. Upayakan bantuan
dari tenaga ahlinya agar masalah tertangani dengan baik dan selesai
2

dengan tuntas.
Cari penyebab pelaku melakukan hal tersebut. Penyebab menjadi
penentu penanganan. Anak yang menjadi pelaku karena rasa rendah
diri tentu akan ditangani secara berbeda dengan pelaku yang

disebabkan oleh dendam karena pernah menjadi korban. Demikian


3
E.

juga bila pelaku disebabkan oleh agresifitasnya yang berbeda.


Posisikan diri untuk menolong pelaku dan bukan menghakimi pelaku.
Peran Perawat Dalam Keperawatan Anak

1. Pemberi perawatan
Merupakan peran utama perawat yaitu memberikan pelayanan
keperawatan kepada individu, keluarga,kelompok atau masyarakat sesuai
dengan masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana
sampai yang kompleks. Contoh peran perawat sebagai pemberi perawatan
adalah peran ketika perawat memenuhi kebutuhan dasar seperti memberi
makan, membantu pasien melakukan ambulasi dini.
a. Sebagai Advocat keluarga
Sebagai client advocate, perawat bertanggung jawab untuk
memebantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari
berbagai pemberi pelayanan daninfo rmasi

yang diperlukan untuk

mengambil persetujuan (inform concent) atas tindakan keperawatan yang


diberikan kepadanya. Peran perawat sebagai advocate keluarga dapt
ditunjukkan dengan memberikan penjelasan tentang prosedur operasi yang
akan di lakukan sebelum pasien melakukan operasi.
b.

Pendidik
Perawat bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran

ilmu keperawatan kepada klien, tenaga keperawatan maupun tenaga


kesehatan lainya. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam
keperawatan adalah aspek pendidikan, karena perubahan tingkah laku
merupakan salah satu sasaran dari pelayanan keperawatan. Perawat harus
bisa berperan sebagai pendidik bagi individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat. Memberi penyuluhan kesehatan tentang penanganan diare

merupakan salah satu contoh peran perawat sebagai pendidik ( health


educator )
c. Konseling
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola
interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya perubahan pola
interaksi ini merupakan dasar dalam perencanaan tindakan keperawatan.
Konseling diberikan kepada individu, keluarga dalam mengintegrasikan
pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa lalu. Pemecahan masalah
difokuskan pada; masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup sehat
(perubahan pola interaksi).
d. Kolaborasi
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, team kesehatan lain
berupaya mengidentfikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk
tukar pendapat terhadap pelayanan yang diperlukan klien, pemberian
dukungan, paduan keahlian dan ketrampilan dari berbagai professional
pemberi palayanan kesehatan. Sebagai contoh, perawat berkolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat pada anak dengan
nefrotik

syndrome.

Perawat

berkolaborasi

dengan

dokter

untuk

menentukan dosis yang tepat untuk memberikan Antibiotik pada anak


yang menderita infeksi

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1 Bullying adalah tindakan secara agresif baik secara fisik maupun psikis
yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang secara terus menerus
pada seseorang atau sekelompok orang yang lebih lemah.
2 Kategori bullying adalah sebagai berikut :
a Kontak fisik langsung
b Kontak verbal langsung
c Perilaku non-verbal langsung
d Perilaku non-verbal tidak langsung
e Pelecehan seksual
3 Bullying sangat merugikan terutama bagi korban karena dapat
memberikan luka fisik dan psikis yang menyebabkan korban menjadi
pribadi yang rendah diri bahkan menjadi pelaku bully yang baru.

B.

Saran
Dari uraian di atas, beberapa rekomendasi dan saran yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut :
1

Hendaknya para guru di sekolah, menggiatkan pengawasan dan


pemberian sanksi secara tepat kepada pelaku bullying dan tidak

melakukan pembiaran apabila terjadi tindakan bullying.


Pemerintah dan institusi pendidikan serta masyarakat, hendaknya
gencar melakukan kampanye dan sosialisasi anti-bullying melalui

berbagai cara seperti melalui media massa.


Memasukkan materi bullying ke dalam pembelajaran akan berdampak
positif bagi pengembangan pribadi para murid.
DAFTAR PUSTAKA

Amrih,

Dian

Pitoyo.

2008.

STOP

BULLYING!.

(online

http://www.pitoyo.com/mod.php?
mod=publisher&op=viewarticle&artid=331. diakses pada 21 maret 2016)
Catshade. 2007. Bullying dalam Dunia Pendidikan (bagian 2b): Pelaku Juga
Adalah Korban.http://popsy.wordpress.com/2007/07/28/%E2%80%9Cbul
lying%E2%80%9D-dalam-dunia-pendidikan-bagian-2b-pelaku-jugaadalah %E2%80%9
Ckorban%E2%80%9D/. diakses pada 21 maret 2016.
Ohandi,

Max

Andre.

2012.

Bullying

di

Sekolah.

(online

http://edukasi.kompasiana.com/2012/08/02/bullying-di-sekolah/.
pada 21 maret 2016 pukul 14.03 WIB)

diakses

Anda mungkin juga menyukai