Anda di halaman 1dari 4

BAB II TINJAUAN TEORI 2.

1
Konsep Dasar Teori 2.1.1 Anatomi Fisiologi
Saluran gastrointestinal (GI) adalah jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang berjalan
dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus. Fungsi esophagus, yaitu:
saluran pencernaan yang menjadi distensi bila makanan melewatinya. Fungsi lambung,
yaitu sebagai sekresi yang mengandung enzim pepsin yang penting untuk memulai
pencernaan protein, untuk memecah makanan menjadi komponen yang lebih dapat
diabsorpsi dan membantu destruksi kebanyakan bakteri pencernaan. Fungsi usus
halus, yaitu mengubah makanan yang dicerna, yang pada awalnya dicerna dalam
bentuk lemak, protein, dan karbohidrat dan dipecahkan menjadi nutrisi unsur pokoknya
melalui proses pencernaan. Fungsi kolon, adalah membantu mengabsorpsi cairan dan
elektrolit (Suddarth & Brunner. 2002. hal.984).

vii
2.1.2 Pengertian
Pada tahun 350 SM, Diocles Of Carystos dipercaya sebagai orang yang menyebutkan
kondisi ulkus lambung pertama kali. Marcellus Donatus of Mantua pada tahun 1586
menjadi orang pertama yang mendeskripsikan ulkus lambung melalui autopsi, pada
tahun 1688 Muralto mendeskripsikan ulkus duodenal secara autopsi. Pada tahun 1737,
Morgagni juga menyebutkan kondisi ulkus pada lambung dan duodenum secara autopsi
(Angel, 2006). Ulkus peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana
kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan
mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun sering kali
dianggap juga sebagai ulkus(Fry, 2005). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat
ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu
esophagus, lambung, duodenum, jejunum,dan setelah tindakan gastroenterostomi.
Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan ulkus kronik, hal tersebut
menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada lapisan mukosa yang terlibat( Aziz,
2008). Walaupun aktivitas percernaan peptik oleh getah lambung merupakan etiologi

yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari banyak factor
yang berperan dalam pathogenesis ulkus peptikum (lewis,2000). Oleh karena
banyaknya persamaan serta perbedaan dalam konsep keperawatan antara ulkus
lambung dan ulkus duodenum, maka pada proses keperawatan ini akan dibahass
bersamaan agar memudahkan dalam asuhan keperawatan. Ulkus peptikum adalah
eksvasi ( area berlubang ) yang terbentuk dalam dinding mukosa lambung, pylorus,
duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum sering disebut sebagai ulkus lambung,
duodenal atau esophageal tergantung pada lokasinya ( Suddarth & Brunner. 2002.
hal.1064). Ulkus peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa, sub mukosa dan
kadang-kadang sampai lapisan muskularis, dari traktus gastrointestinalis yang selalu
berhubungan dengan asam lambung yang cukup mengandung HCl. Termasuk ini ialah
ulkus (tukak) yang terdapat pada bagian bawah dari esophagus, lambung dan
duodenum bagian atas ( first portion of the duodenum). Mungkin juga dijumpai di tukak
yeyunum yaitu penderita yang mengalami gastroyeyenostomi (Hadi Sujono. 2002.
hal.204). Ulkus peptikm merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas
sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel
disebut
viii
sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ulkus (misalnya ulkus karena
stress).
Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan setelah
gastroenterostomi, juga jejunum.( Sylvia, A. Price, 2006).
2.1.3 Etiologi
Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum yang belum diketahui. Beberapa teori yang
menerangkan tentang tukak peptik, antara lain sebagai berikut : 1.
Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa. Tukak peptik kronia tidak mungkin
terjadi lama tanpa adanya getah lambung. Sebagai contoh berdasarkan penyelidikan
yang mengumpulkan banyak penderita dengan anemia pernisiosa disertai dengan
alkorida. 2.
Golongan darah Penderita dengan golongan darah O lebih banyak menderita tukak
duodeni jikadibandingkan dengan pada tukak lambung. Adapun sebabnya belum
diketahui dengan benar. Dan hasil penelitian dilaporkan bahwa pada penderita dengan
golongan darah O kemunkinan terjadinya tukak duodeni adalah 38% lebih besar
dibandingkan golngan lainnya. Kerusakan di daerah piepilorus dapat dihubungkan
dengan golongan darah A, baik berupa tukak yang biasa ataupun karsinoma.
Sedangkan pada golongan darah O sering ditemukan kelainan pada korpus lambung.
3.
Susunan saraf pusat Teori nerogen pada tukak peptik telah dibicarakan tahun 1959.
Berdasarkan pengalaman dari Chusing, erosi akut dan tukak pada esofagus, lambung
dan duodenum dapat dihubungkan dengan kerusakan intrakranial, termasuk neoplasma
primer atau sekunder dan hiperensi maligna. Faktor kejiwaan dapat menyebabkan

timbulnya tukak peptik. Misalnya pada mereka yang psikisnya sangat labil, pada
ketegangan jiwa, emosi, mempunyai ambisi besar dan lain-lainnya yang menyebabkan
untuk hidup tidak wajar. 4. inflamasi bakterial Dari dasar tukak telah dibakkan untuk
menyelidiki mikroorganisme yang diduga sebagai penyebabnya, tetapi tidak ditemukan
satu macam bakteripun. Selanjutnya pada hasil pemeriksaan didapat bahwa inflamasi
non bakteri atau inflamasi khemis lebih besar dari pada inflamasi bakterial. Tukak yang
spesifik misalnya pada TBC dan sifilis disebabkan spesifik mikrooganisme. 5. Inflamasi
non bakterial

1.1.8
Penatalaksanaan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan.

Penurunan stress dan istirahat.

Penghentian merokok

Modifikasi diet, Air jeruk yang asam,coca cola,bir,kopi,tidak mempunyai pengaruh


userogenik pada mukosa lambung tapi dapat menambah sekresi asam lambung.

Obat-obatan

Intervensi bedah Penatalaksanaan Farmakologis Antagonis Reseptor H2/ARH2.


Struktur homolog dengan histamine Mekanisme kerjanya memblokir efek histaminsel
parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung.Inhibisi bersifat
reversible. Dosis terapeutik : Simetidin : 2 x 400 mg/800 mg malam hari,dosis
maintenance 400 mg Ranitidine : 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg
Nizatidine : 1 x 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg Famotidine : 1 x 40 mg
malam hari Roksatidine : 2 x 75 mg / 150 mg malam hari,dosis maintenance 75 mg
malam hari. contoh-contoh obat anti ulkus
a. Antasida: Antasida mengurangi keasaman lambung, bereaksi dengan asam
hidroklorik,membentuk garam dan air untuk menghambat aktivitas peptik dengan
meningkatkan pH. 1. ACITRIL (Interbat) Komposisi: Tiap tablet/5ml, suspensi:
Magnesium hidroksida 200 mg, Almunium hidroksida 200 mg, Simetikon 20 mg,

Gel 200 mg Indikasi: Tukak Peptik, hiperasiditas saluran cerna, kembung,


dispepsia, gastritis. Perhatian: Hati-hati pada kerusakan fungsi ginjal, diet rendah
fosfat. Efek samping: Gangguan saluran cerna: diare, sembelit. Interaksi obat:
Mengurangi absorpasi tetraksilin, Fe, antagonis H2, kuinidin, warfarin. Kemasan:
Tablet 100 tablet, Suspensi 120 ml.

2.
ACTAL PLUS ( Valeant/Combiphar) Komposisi:Almunium hidroksida 200 mg,
Magnesium hidroksida 152 mg, Simetikon 25 mg.
Indikasi: Tukak peptik, hiperasiditas lambung, pirosis dan heartburn pada
kehamilan. Dosis: Tukak peptik : 2-4 tablet dapat diulang sesuai kebutuhan. Hiperaditas
lambung : 1-2 tablet, jam setelah makan atau sesuai kebutuhan.
Pirosis dan heartburn pada
kehamilan : 1-2 tablet sebelum sarapan pagi dan jam setelah makan atau sesuai
kebutuhan.Efek samping: sembelit, diare, pada dosis tinggi dapat menimbulkan
obstruksi usus. Kemasan: Tablet : 10 strip @ 10 tablet, 50 strip @ 10 tablet. 3.
ANTASIDA DOEN (Medipharma) Komposisi :Tiap tablet kunyah atau tiap 5 ml suspensi
mengandung : Gel Aluminium Hidroksida kering 258,7 mg (setara dengan Aluminium
Hidroksida) 200 mg, Magnesium Hidroksida 200 mg. Indikasi : Untuk mengurangi
gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam lambung, gastritis, tukak
lambung, tukak pada duodenum dengan gejala-gejala.

Anda mungkin juga menyukai