Berkenaan pendidikan anak-anak, Islam pertama-tama menganjurkan agar hendaknya
setiap orang mukmin memilih teman hidupnya seorang yang baik agar berkat pengaruhnya, keturunannya akan menjadi orang-orang yang baik pula. Rasulullah saw bersabda: Ada empat sebab orang memilih teman hidupnya. Sebagian orang memilih sebab harta-bendanya. Sebagian lagi sebab keturunannya. Sebagian lagi sebab tertarik oleh kecantikannya. Dan sebagian lagi memandang penting akhlak dan agamanya. Hendaknya engkau selalu mengutamakan akhlak dan agamanya. Kalau tidak tanganmu akan dikotori oleh lumpur (Bukhari, Muslim, dan Misykaat hal. 267) Semenjak bumi ini diciptakan hingga kini, tidak ada sarana lain untuk mendapatkan keturunan yang saleh selain seorang ibu yang mukhlis lagi berbudi luhur, Di sinilah tampak ciri khas kesempurnaan agama Islam. Islam mengatur pendidikan anak-anak jauh sebelum anak lahir ke bumi. Islam memerintahkan jika seorang mukmin ingin mempunyai keturunan yang saleh, ia hendaknya memilih calon istrinya seorang wanita yang beragama serta berakhlak. Sebab jika ia salah pilih maka penyesalanlah yang akan diterimanya seumur hidup. Di dalam nasehat diatas tersembunyi hikmah, sebagaimana sebuah ladang yang subur tanahnya berpengaruh kepada hasil panennya, demikin pula halnya seorang ibu membekaskan pengaruh pada pembawaan akhlak serta perangai anak-anaknya. Sesudah anak lahir, pendidikan ibu pada prakteknya amat besar bekasnya. Ya, benar si ayah pun mempunyai andil dalam mendidik anak. Akan terapi, dibanding dengan jerih payah sang ibu peran ayah jauh sekali dibandingkan dengan ibu. Selama masih bayi dari ibunyalah ia menghirup kelezatan air susu ibu. Dirangkulan ibunyalah ia menikmati ketentraman. Siang malam ia senantiasa berada disamping ibu. Kepada ibulah ia bertutur. Kepada ibu ia merengek-rengek meminta sesuatu. Kepada ibu ia mencari jalan penyelesaian dalam suatu masalah. Dari mulut ibu ia mendengar kata-kata mesra. Sekali-kali ibu memarahinya, tetapi tak urung ia kembali kepada ibu dan bergelantung padanya. Ia memperhatikan setiap tingkah-laku ibu. Pendek kata, seorang anak merupakan bagian wujud seorang ibu. Perhubungan antara ayah dan anak yang kesempatannya jarang, lagi pula kaku itu, jika dibandingkan dengan perhubungan antara ibu dan anak selama dua puluh empat jam yang mesra lagi erat, boleh dikatakan seolah-olah tidak berarti belaka. Karena itulah Rasulullah saw bersabda: Sorga terletak di bawah kaki ibu Maksud ucapan itu ialah, jika sang ibu seorang yang mukhlis, maka perhubungannnya yang erat siang malam itu akan menuntun anaknya langsung ke sorga. Dengan jalan berkhidmat kepada ibu terbuka baginya jalan menuju sorga. Saya telah memperhatikan keadaan ribuan rumah tangga dan dengan diam-diam mengamati peri kehidupan mereka, maka di mana ratu rumahtangganya seorang wanita yang baik, di sana rata-rata 80% dari keluarga semacam itu terdiri atas anak-anak yang baik. Keadaan itu ada kekecualinnya, jika anak itu setelah menjadi besar berubah menjadi tidak baik, disebabkan oleh pengaruh buruk pergaulan mereka. Begitulah kehendak kodrat alam yang tak berubah-ubah dan mengenainya junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw. Bersabda Hendaklah engkau selalu mengutamakan akhlak dan agama (wanita yang akan engkau kawini). Kalau tidak, tanganmu akan dikotori oleh lumpur, Walhasil, rahasia pertama mendidik itu disini. Seseorang yang memilih jodohnya seorang wanita dengan mengutamakan kecantikan paras mukanya, kebangsawanannya, dan kekayaan hartanya belaka, ia tak ubahnya seperti berlari-lari mengejar sesuatu yang tidak kekal. Oleh karena itu, dianjurkan agar lebih baik memilih seorang wanita yang beragama dan berakhlak. Jika seseorang mendapatkan seorang istri yang beragama dan si samping itu dimilikinya pula nikmat-nikmat tambahan (berupa kecantikan, harta, dan keturunan) itu, ia tak ubahnya laksana memiliki sebutir mutiara. Akan tetapi, dasar utamanya untuk memperoleh keturunan yang baik adalah terletak pada kecondongan sifat istri kepada agama dan keelokan budi pekerti. Selain itu, seorang istri yang mukhlis bahkan merupakan sumber ketentraman kalbu dan kedamaian pikiran bagi sang suami dan membuat rumah tangga bagaikan sorga dunia.
GOOD, GOOD produce offspring
Regarding the education of children, first of all Islam recommends that every believer should choose his friends a good order thanks to his influence, the offspring will be good ones anyway. The Messenger of Allah said: "There are four reasons people choose mates. Some people choose because property-object. Partly because the offspring. Partly because attracted by her beauty. And some important moral and religious view. You should always put morals and religion. If not your hands be defiled by mud "(Bukhari, Muslim, and Misykaat it. 267). Since the earth was created until now, there is no other means to get the righteous than the offspring of a mother who mukhlis more virtuous, seem characteristic is where the perfection of Islam. Islam regulates the education of children long before the child is born into the earth. Islam orders if a believer wants to have a godly offspring, he should select his future wife, a woman who is religious and moral. Because if he is wrong then select penyesalanlah that will be received for life. In the hidden wisdom of the advice above, as a fertile ground soil affect the harvest, as well as a mother Accordingly membekaskan influence on morals and temperament traits of their children. After the child is born, the mother's education in practice is very large scar. Yes, it was the father had a stake in educating children. Going to therapy, compared with the efforts of the mother role of father far away compared to the mother. During the infancy of her mother, she sipped milk delicacy. Dirangkulan her mother, she enjoyed the tranquility. Day and night he always stands beside the mother. To the mother he recalled. To the mother he whined asking for something. To the mother he find a way settlement in a problem. From the mouth of the mother he heard the words of tenderness. Every now and then the mother scolded him, but he inevitably returned to the mother and her hanging. He paid attention to every mother's behavior. In short, a child is part of a mother's manifestation. Nexus between father and son that chances are rare, and anyway it's stiff, compared to the nexus between the mother and child for twenty-four hours more closely intimate, so to speak as though by no means alone. That is why the Messenger of Allah said: "Heaven lies under the feet of mothers" The utterance intention is, if a mother is sincere, then close perhubungannnya day and night it would lead her straight to heaven. By the way submissive to her mother open the way to heaven. I have noticed the state of thousands of households and quietly observe their livelihood, then where the queen at the home of a good woman, where an average of 80% of such families consisting of both children. Kekecualinnya circumstances exist, if the boy after becoming a big turn out to be not good, the bad influence caused by their interaction. That will of nature nature is fickle and hit our master Prophet Muhammad. Speak "You shall always put morals and religion (the woman who will marry you). If not, your hands will be tainted by the mud, " As a result, the first secret to educate it here. A person who chose her match with emphasis on beauty woman face face, nobility, and the sheer wealth of his property, he is like running around chasing something that is not eternal. Therefore, it is recommended that better choose a woman who is religious and moral. If someone gets a wife is religious and also the addition of its extra favors (such as beauty, wealth, and offspring), it is like having a pearl like. However, the main basis for obtaining good offspring is situated on the wife to the nature of religious inclination and moral beauty. In addition, a wife who is sincere even a source of tranquility and peace of mind to the heart of the husband and the household like a heaven world.
Dosa yang Sulit Dihindari
Sesungguhnya mudah bagi seseorang meninggalkan dosa-dosa besar, namun ada beberapa dosa yang bersifat halus dan tersembunyi sehingga tidak disadari seseorang, atau kalau pun yang bersangkutan menyadarinya tetap saja sulit baginya untuk membuangnya. Sebagai contoh, demam typhus yang merupakan penyakit berat yang diikuti demam tinggi, bisa segera diobati dengan obat yang tepat, tetapi tuberkulosa yang bekerja diam-diam tak terlihat malah lebih sulit pengobatannya. Begitu juga dengan dosa-dosa halus yang tersembunyi dengan akibat manusia bersangkutan tidak bisa mencapai derajat keruhanian yang luhur. Bentuknya adalah dosa-dosa akhlak yang menimbulkan gangguan dalam kehidupan sosial. Perbedaan sedikit saja dalam status sosial telah menimbulkan kedengkian, kebencian, kecemburuan, kemunafikan dan ketakaburan dimana seseorang lalu memandang rendah saudaranya. Kalau ada seseorang yang melakukan shalat secara patut selama beberapa hari dan orang-orang memujinya karena itu, ia lalu menjadi korban kesombongan dan rasa harga diri tinggi sehingga kehilangan ketulusan yang sebenarnya menjadi tujuan pokok daripada peribadatan. Jika Allah s.w.t. mengaruniakan kekayaan, pengetahuan, status sosial yang tinggi atau kehormatan, orang cenderung mulai memandang rendah saudaranya yang lain yang tidak memperoleh karunia tersebut. Bila karena sifat keras kepala atau rasa permusuhan, hubungan seseorang dengan saudaranya menjadi buruk, biasanya ia cenderung menyibukkan dirinya siang dan malam mencari-cari kesalahan saudaranya atau mengadukannya kepada yang berwenang dengan cerita kelemahan yang dikarang-karang agar ia bisa menggantikan posisi saudaranya itu, padahal ia sendiri yang mempunyai kelemahan dimaksud. Semua itu merupakan dosa-dosa tersembunyi yang sulit dibuang. Sifat takabur/kesombongan termasuk di dalamnya dan dimanifestasikan dalam berbagai bentuk. Para pemuka agamapun juga ada yang menderita penyakit ini berkaitan dengan pengetahuan yang dimilikinya. Mereka menyibukkan diri sepanjang waktu mencari-cari kesalahan satu sama lain di bidang intelektual dengan tujuan mempermalukan dan merendahkan yang lainnya. Sulit sekali mengenyahkan dosa-dosa halus seperti itu padahal termasuk dosa yang tidak diampuni menurut kaidah Ilahi. Tidak hanya manusia awam yang terjangkiti dosa ini, karena juga terdapat pada orangorang yang biasa menghindari dosa-dosa umum serta dipandang sebagai ulama, cendekiawan atau mereka yang berderajat tinggi. Terhindarnya dari dosa-dosa tersembunyi tersebut bagaikana sejenis kematian. Sampai seseorang lepas dari kegelapan dosa demikian maka ia tidak akan pernah mencapai kesucian nurani dan menjadi pewaris dari segala anugerah dan keluhuran yang dikaruniakan Allah s.w.t. kepada mereka yang telah disucikan kalbunya. Beberapa orang menganggap dirinya telah lepas dari keburukan akhlak demikian, tetapi ketika mereka bertemu dengan orang lainnya, langsung saja mereka bangkit dan tidak mampu menekan perasaan memandang diri lebih serta ketakaburan mereka dengan memperlihatkan manifestasi akhlak rendah yang mereka kira telah mereka tinggalkan. Pada saat seperti itulah akan terlihat bahwa mereka sebenarnya belum lepas dari dosa-dosa dimaksud dan belum memperoleh kemaslahatan serta masih jauh dari tingkat kesucian kalbu yang menjadi ciri dari orang-orang muttaqi. Semua ini menunjukkan bahwa kesucian akhlak adalah suatu hal yang sangat sulit dicapai dan tak mungkin diperoleh tanpa rahmat Allah s.w.t. Rahmat demikian bisa diperoleh
dengan tiga cara, yaitu, pertama, berusaha dan berencana, kedua, shalat dan berdoa, dan ketiga, memelihara silaturrahmi dengan seorang yang muttaqi. (Khutbah-khutbah, hal. 17-18).
Avoid Difficult sin
Indeed it easy for someone to leave major sins, but there are some sins that are subtle and hidden so that no one realized, or even if the relevant notice it remains difficult for him to throw it away. For example, typhoid fever is a serious illness that followed a high fever, can be treated with the right medication, but tuberculosis who work quietly invisible treatment even more difficult. So is the subtle sins were hidden by the relevant due to human can not achieve the degree keruhanian sublime. The form is a moral sins that cause disruption in social life. Little difference in social status has caused envy, hatred, jealousy, hypocrisy and ketakaburan where one last look down on his brother. If there is someone who is worth praying for a few days and people praised him for it, he then became the victim a sense of pride and self-esteem so high that the actual loss of sincerity becomes the ultimate goal rather than worship. If Allah s.w.t. gave a wealth of knowledge, high social status or honor, people tend to start to look down on another brother who did not receive the gift. If due to stubbornness or hostility, one's relationship with his brother becomes poor, he usually tends to concern itself day and night to find fault or complain brother to the authorities with weakness story fabricated so that he could replace his brother's position, whereas he himself has meant weakness. All that is hidden sins difficult discarded. Arrogant nature / vanity are included and is manifested in various forms. No other religion leaders are also suffering from this disease with regard to their knowledge. They busied themselves all the time to find fault with each other in the intellectual field with the aim of humiliating and degrading others. It was hard to get rid of sins smooth like that when even the sins are not forgiven by the divine rules. Not only ordinary people are infected by this sin, as also are the ordinary people who avoid sins common and is seen as clerics, scholars or those with a high degree. Elusion of the hidden sins bagaikana kind of death. Until someone escape from the darkness of sin so that he will never attain sanctity of conscience and became heir of all grace and dignity which God Almighty to those who have purified his heart. Some people consider themselves to be separated from moral evils such, but when they meet up with other people, they just got up and was not able to suppress the feeling of looking at ourselves more and ketakaburan them by showing manifestations of low morals that they thought they had left. At times like that it would seem that they are not free from sin and have not obtained the benefit intended and still far from the level of the sanctity of the heart that is characteristic of the people muttaqi. All of this suggests that the sanctity of morals is something that is very difficult to achieve and may not be obtained without the grace of God Almighty Grace can thus be obtained in three ways, namely, first, try and plan, both, pray and pray, and third, maintaining a silaturrahmi with the muttaqi. (Her sermons, p. 17-18).