Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Pemberlakuan secara efektif UU No 14 Tahun 2008, tentang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP) di Indonesia mulai 30 April 2010
membuka era baru alam keterbukaan informasi publik di tanah air. Lahirnya
UU tersebut merupakan bagian dari implementasi semangat transparansi
sebagai pemenuhan Hak Asasi Warga Negara untuk mengetahui informasi
publik (right to know) yang dijamin pasal 28F UUD 1945. Namun dalam
praktiknya, masih banyak badan publik yang bersikap tertutup dan enggan
memberikan informasi yang dimilikinya kepada publik. Padahal, pengalaman
sejauh ini menunjukkan bahwa proses perwujudan keterbukaan informasi
publik cenderung dipengaruhi oleh seberapa besar kemauan dan komitmen
dari pemegang otoritas dan penyedia informasi publik.
Oleh karenanya, untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan
yang transparan dan akuntabel, baik badan publik di tingkat pusat maupun
daerah dituntut untuk berkomitmen tinggi dalam melaksanakan undangundang ini demi terciptanya praktik demokratisasi dan good governance.
Karena pada dasarnya, konteks lahirnya UU KIP ini secara substansial
bertujuan

untuk

memberikan

jaminan

konstitusional

agar

praktik

demokratisasi dan good governance bermakna bagi proses pengambilan


kebijakan terkait kepentingan publik, yang bertumpu pada partisipasi
masyarakat maupun akuntabilitas lembaga penyelenggara kebutuhan publik.
Adapun juga sebagai respon nyata dari pemberlakuan UU KIP
tersebut, pemerintah membentuk sebuah lembaga bernama Komisi Informasi.
Komisi Informasi dibentuk dengan dasar untuk memberikan pelayanan kepada
publik terkait masalah informasi-informasi yang berkaitan dengan kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah. Badan ini merupakan salah satu upaya
nyata untuk menegakkan prinsip-prinsip Asas-asas Umum Pemerintahan yang
Baik (AAUPB) terkait pada asas tranparansi dan akuntabilitas serta asas
Kepastian Hukum.

Di Indonesia sendiri, alur informasi kebijakan yang dibuat dan


dilakukan oleh pemerintah masih dinilai masih sangat minim. Hal ini terlihat
dengan masih kurangnya pengetahuan masyarakat akan kebijakan yang telah
berlaku, hingga membawa suatu masalah berupa salah paham yang berujung
pada suatu sengketa. Pemerintah Indonesia masih terus melakukan upaya
untuk terciptanya alur informasi yang cepat, sehingga masyarakat Indonesia
dapat tahu perihal apa saja yang telah dilakukan pemerintah sejauh ini, salah
satunya ialah pembentukan Komisi Informasi yang khusus menangani
masalah terkait alur informasi dari pemerintah kepada masyarakat umum.
1.2.

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Komisi Informasi?
2. Apa saja fungsi, tugas, dan wewenang dari Komisi Infomasi?
3. Apa yang dimaksud Sengketa Informasi Publik serta

Alur

Penyelesaiannya?
4. Bagaimana peran penting Komisi Informasi dalam kinerja Pemerintahan
saat ini?
1.3.

Tujuan Makalah
1. Pembaca dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan Komisi Informasi.
2. Pembaca dapat mengetahui perihal fungsi, tugas, dan wewenang dari
Komisi Informasi.
3. Pembaca dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan Sengketa
Informasi serta alur penyelesaiannya.
4. Pembaca dapat mengetahui seberapa pentingnya peranan Komisi
Informasi dalam kinerja Pemerintahan saat ini.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

Pengertian
Sesuai dengan pasal 23 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Ketebukaan
Informasi Publik, pengertian dari Komisi Informasi adalah sebuah lembaga
mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi
Publik dan peraturan pelaksanaannya termasuk menetapkan petunjuk teknis
standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi
Publik melalui Mediasi dan ajudikasi nonlitigasi.
Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi
Informasi Provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota.
Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara, sedangkan Komisi
Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi Informasi
kabupaten/kota
keanggotaan

berkedudukan

Komisi

di

Informasi

ibu
Pusat

kota

kabupaten/kota.

berjumlah

tujuh

Susunan

orang

yang

mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat sedangkan bagi


keanggotaan Komisi Informasi pada tingkat daerah Komisi Informasi
provinsi/kabupaten/kota berjumlah lima orang. Keanggotaan mencerminkan
unsur pemerintah dan unsur masyarakat dengan dipimpin oleh seorang ketua
merangkap anggota, dan didampingi oleh seorang wakil ketua merangkap
anggota dipilih oleh Komisioner Komisi Informasi yang bersangkutan.
Pemilihan Keua dan Wakil Ketua dilakukan dengan musyawarah dan dapat
dilakukan melalui pemungutan suara anggota apabila tidak tercapai
kesepakatan.
Susunan Komisi Informasi Pusat yang menjabat sekarang yaitu :
1. Ketua
: John Fresly
2. Wakil Ketua : Evi Trisulo D.
3. Anggota
: 1. Henny S. Wisyaningsih, 2. Dyah Aryani P,
3.Abdulhamid Dipopramono, 4. Rumadi Ahmad, 5. Yhannu Setyawan.

2.2.
Fungsi, Tugas, dan Wewenang
2.2.1. Fungsi

Komisi Informasi berfungsi menjalankan Undang-Undang Keterbukaan


Informasi Publik dan peraturan Pelaksanaannya, menetapkan petunjuk
teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa
Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi. Hal
ini sesuai dengan pasal 23 UU Keterbukaan Informasi Publik.
2.2.2. Tugas
Lalu, pada pasal 26 UU No. 14 tahun 2008 ttg Keterbukaan Informasi
Publik (KIP), Komisi Informasi bertugas:
Menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian
Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi
nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi
Publikberdasarkan

alasan

sebagaimana

dimaksud

dalam

Undang-Undang ini menetapkan kebijakan umum pelayanan


Informasi Publik menetapkan petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknis.
Untuk Komisi Informasi Pusat bertugas:

Menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa


melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi; menerima,
memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah
selama Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota belum terbentuk; dan memberikan laporan
mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan Undang-Undang
ini kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia setahun sekali atau sewaktu-waktu jika diminta.

Komisi

Informasi

Provinsi

dan/atau

Komisi

Informasi

Kabupaten/Kota bertugas menerima, memeriksa, dan memutus


Sengketa Informasi Publik di daerah melalui Mediasi dan/atau
Ajudikasi nonlitigasi.

2.2.3. Wewenang

Sesuai dengan Pasal 27 UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan


Informasi Publik, Komisi Informasi memiliki wewenang sebagai
berikut:
(1) Dalam

menjalankan

wewenang:
a. memanggil

tugasnya,

dan/atau

Komisi

mempertemukan

Informasi
para

memiliki

pihak

yang

bersengketa;
b. meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh
Badan Publik terkait untuk mengambil keputusan dalam upaya
menyelesaikan Sengketa Informasi Publik;
c. meminta keterangan atau menghadirkan pejabat Badan Publik
ataupun pihak yang terkait sebagai saksi dalam penyelesaian
Sengketa Informasi Publik;
d. mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya
dalam Ajudikasi nonlitigasi penyelesaian Sengketa Informasi
Publik; dan
e. membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga
masyarakat dapat menilai kinerja Komisi Informasi.
(2) Kewenangan Komisi Informasi Pusat meliputi kewenangan
penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang menyangkut Badan
Publik pusat dan Badan Publik tingkat provinsi dan/atau Badan
Publik tingkat kabupaten/kota selama Komisi Informasi di provinsi
atau Komisi Informasi kabupaten/kota tersebut belum terbentuk.
(3) Kewenangan Komisi Informasi provinsi meliputi kewenangan
penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat
provinsi yang bersangkutan.
(4) Kewenangan Komisi Informasi

kabupaten/kota

meliputi

kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut Badan


Publik tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan.

2.3.

Sengketa Informasi dan Alur Penyelesaiannya


Selanjutnya yang dimaksud dengan sengketa informasi seperti yang tertera
pada pasal 1 angka 5 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik ialah sengketa yang terjadi antara Badan Publik dengan Pengguna
5

Informasi Publik, yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan


informasi publik berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Sengketa Informasi Publik terjadi karena :
1. Badan Publik menolak memberikan informasi publik kepada Pemohon
Informasi.
2. Badan Publik tidak menyediakan dan tidak mengumumkan informasi
publik yang termasuk kategori informasi publik wajib disediakan dan
diumumkan secara berkala melalui situs resmi badan publik dan papan
pengumuman di kantor Badan Publik bagi Badan Publik Negara dan
hanya di papan pengumuman di kantor Badan Publik bagi Badan Publik
selain Badan Publik Negara (Organisasi Non Pemerintah).
3. Badan Publik tidak menanggapi permintaan informasi publik yang
diajukan oleh Pemohon Informasi.
4. Badan Publik tidak memenuhi permintaan informasi publik yang diajukan
oleh Pemohon Informasi.
5. Badan Publik tidak memberikan informasi publik sesuai permintaan atau
informasi diberikan tidak lengkap.
6. Badan Publik mengenakan biaya tidak wajar (kemahalan) atas pemberian
salinan informasi.
7. Badan Publik memberikan informasi publik melebihi batas waktu yang
ditentukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun alur penyelesaian masalah terkait sengketa informasi ialah :

Sengketa informasi publik terjadi karena adanya tindakan pihak Badan


Publik yang tidak memenuhi kewajiban pelayanan informasi publik sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang menimbulkan

ketidakpuasan atau keberatan dari Pengguna Informasi Publik.


Sengketa informasi publik dapat diselesaikan secara musyawarah
langsung antara pihak Badan Publik dengan Pihak Pengguna Informasi
Publik tanpa melalui prosedur hukum atau tidak melalui lembaga penegak

hukum (pasal 35 ayat 2 UU KIP).


Sengketa informasi publik yang tidak dapat diselesaikan dengan cara
musyawarah secara langsung antara Badan Publik dengan Pengguna
Informasi Publik dapat diselesaikan melalui Komisi Informasi dan

Pengadilan.
Sengketa informasi publik di Komisi Informasi dilakukan dengan cara
Mediasi yang difasilitasi oleh Mediator dari Komisi Informasi, dengan
6

hasil akhir berupa Kesepakatan Perdamaian yang dituangkan dalam


bentuk Putusan Mediasi Komisi Informasi, yang amar putusannya
memerintahkan kedua belah pihak yang bersengketa untuk melaksanakan

isi kesepakatan Mediasi.


Apabila Mediasi tidak mencapai kesepakatan perdamaian atau mengalami
kegagalan atau salah satu pihak tidak bersedia melakukan Mediasi atau
salah satu pihak menyatakan mengundurkan diri dari proses Mediasi,
maka proses penyelesaian sengketa informasi publik akan diproses
melalui prosedur sidang ajudikasi non litigasi, dengan hasil akhir berupa
Putusan Ajudikasi Komisi Informasi. Amar putusan Ajudikasi berisi
perintah kepada Badan Publik untuk membuka atau tidak membuka akses
informasi publik kepada Pengguna Informasi dan/atau perintah untuk
memberikan atau tidak memberikan informasi publik kepada Pemohon

Informasi.
Konsekuensi hukum yang dapat ditimbukan dari Putusan Mediasi Komisi
Informasi adalah bersifat Perdata. Apabila salah satu pihak melakukan
ingkar janji (wanprestasi) atau tidak memenuhi isi kesepakatan mediasi,
maka pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan gugatan perdata ke

Pengadilan Negeri.
Konsekuensi hukum yang dapat ditimbulkan dari Putusan Ajudikasi
Komisi Informasi dapat bersifat pidana apabila Putusan Komisi Informasi
yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), perintah amar putusannya
tidak dilaksanakan secara sempurna menurut hukum oleh Badan Publik
Termohon

dan

mengakibatkan

kerugian

material

kepada

pihak

Pemohon/Pengguna Informasi Publik.


Tindak pidana keterbukaan informasi publik bersifat delik aduan dan
diproses melalui peradilan umum (pasal 57 UU KIP). Pihak yang berhak
menuntut atau melaporkan ke pihak Kepolisian adalah pihak yang merasa
dirugikan atau mengalami kerugian yang bersifat materiil (kerugian harta
benda) atas tidak dilaksanakannya Putusan Komisi Informasi yang telah
berkekuatan hukum tetap (pasal 52 UU KIP) atau pihak yang merasa
dirugikan atas tindakan seseorang atau tindakan pejabat badan publik

yang mengeluarkan atau menerbitkan informasi publik tidak benar

dan/atau menyesatkan (pasal 55 UU KIP).


Sengketa informasi publik di Pengadilan (Pengadilan Tata Usaha Negara
dan/atau Pengadilan Negeri) adalah proses penyelesaian sengketa
informasi publik tahap lanjutan (mekanisme banding) apabila hasil
penyelesaian sengketa di Komisi Informasi berupa Putusan Ajudikasi
Komisi Informasi tidak memuaskan atau tidak diterima oleh salah satu

pihak yang bersengketa (pihak Pemohon atau Termohon/Badan Publik).


Apabila hasil penyelesaian sengketa informasi publik di Pengadilan
berupa putusan Pengadilan Tata Usaha Negara atau Putusan Pengadilan
Negeri tidak memuaskan atau tidak diterima oleh salah satu pihak yang
bersengketa, dapat diajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Dan putusan

Kasasi Mahkamah Agung bersifat final dan mengikat.


Terhadap putusan Komisi Informasi yang telah berkekuatan hukum tetap
(inkracht), dapat dilakukan eksekusi putusan melalui Penetapan
Pengadilan. Prosedurnya adalah, pihak Pemohon Informasi mengajukan
permohonan penetapan eksekusi kepada Ketua PTUN atau Ketua

Pengadilan Negeri di tempat domisili Badan Publik Termohon.


Sengketa informasi publik yang terkait dengan tindakan PPID (Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi) Badan Publik yang tidak
memenuhi standar pelayanan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dapat dilaporkan
kepada Ombudsman RI dalam hal terdapat dugaan pelanggaran

maladministrasi pelayanan publik.


Sengketa informasi publik yang terkait dengan tindakan PPID yang
berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil) dapat diadukan ke Pejabat Pembina
Kepegawaian di Badan Publik bersangkutan dan/atau kepada KASN
(Komisi Aparatur Sipil Negara) dalam hal terdapat dugaan pelanggaran
Disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai

Negeri Sipil.
Sengketa informasi publik yang terkait dengan tindakan PPID yang
berstatus

Anggota

Polri

atau

Anggota

TNI dapat

diadukan

kepada Propam/Provost dan/atau Satuan Kerja/Fungsi di lingkungan


8

Polri/TNI yang membidangi fungsi pengawasan/penegakan disiplin/kode


etik anggota Polri/TNI dalam hal terdapat dugaan pelanggaran
disiplin/kode etik Anggota Polri/TNI.
2.4.

Peran Penting Komisi Informasi dalam Kinerja Pemerintah


Munculnya tuntutan agar negara mengambil peran lebih besar dalam
dinamika kehidupan bermasyarakat dan bernegara dan juga adanya desakan
publik dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik
(good governance), mengakibatkan lahirnya LNS.
Pembentukan lembaga independen ini juga didorong oleh kenyataan
bahwa kinerja lembaga utama dinilai tidak dapat lagi memenuhi tuntutan
kebutuhan akan pelayanan umum dengan baik. Hak memperoleh informasi
merupakan hak asasi dan pemenuhan atas informasi merupakan kebutuhan
pokok setiap orang dalam mengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya.
Keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting
negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk
mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Berdasar hal tersebut,
lahirlah Undang Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (UU KIP). Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam
mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan
badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan
publik. Pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk
mengembangkan masyarakat informasi.
Salah satu mandat UU KIP adalah adanya Komisi Informasi (KI), baik
di pusat maupun daerah. Keberadaan Komisi Informasi merupakan hal penting
karena hak atas informasi setiap warga negara dilindungi dengan adanya
mekanisme yang diatur dalam UU apabila pemenuhan atas hak tersebut
dilanggar.
Keberadaan

Komisi

Informasi

sebagai

lembaga

yang

mengimplementasikan UU KIP sejatinya sangat strategis. Sebagai lembaga


penyelesaian sengketa informasi, KI adalah kunci utama dalam mendorong
keterbukaan informasi publik. Dari tugas dan fungsi KI dapat diperoleh
gambaran sejauh mana keterbukaan informasi dilaksanakan. Kewenangan KI
dalam menyelesaikan sengketa informasi antara badan publik dengan
pemohon informasi adalah faktor pendorong agar badan publik menjalankan
9

kewajibannya untuk memenuhi hak masyarakat atas informasi. Jelas bahwa


Pemerintah masih membutuhkan KI sebagai bagian dari bentuk perlindungan
atas akses informasi publik.
KI bisa menjadi pelaku checks and balances atas kekuasaan eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Fungsi utama lain yang harus terus dilakukan dan
sangat masih dibutuhkan saat ini dari KI adalah mendorong keterbukaan
informasi di badan publik menuju penyelenggaraan yang lebih transparansi
dan akuntabel. Dengan demikian pemenuhan hak masyarakat atas informasi
publik dan transparansi di semua badan publik untuk peningkatkan
pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.

10

BAB III
PENUTUP

4.1.

Kesimpulan
Sesuai dengan pasal 23 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Ketebukaan
Informasi Publik, pengertian dari Komisi Informasi adalah sebuah
lembaga

mandiri

yang

berfungsi

menjalankan

Undang-Undang

Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya termasuk


menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan
menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan ajudikasi
nonlitigasi.
Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi
Informasi Provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota.
Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara, sedangkan
Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi
Informasi kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
Komisi Informasi berfungsi menjalankan Undang-Undang
Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan Pelaksanaannya, menetapkan
petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan
Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Hal ini sesuai dengan pasal 23 UU No. 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Selanjutnya yang dimaksud dengan sengketa informasi seperti yang
tertera pada pasal 1 angka 5 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik ialah sengketa yang terjadi antara Badan Publik dengan
Pengguna Informasi Publik, yang berkaitan dengan hak memperoleh dan
menggunakan informasi publik berdasarkan peraturan perundangundangan.
Keberadaan

Komisi

Informasi

sebagai

lembaga

mengimplementasikan UU KIP sejatinya sangat strategis.

yang
Sebagai

lembaga penyelesaian sengketa informasi, KI adalah kunci utama dalam


mendorong keterbukaan informasi publik. Dari tugas dan fungsi KI dapat
diperoleh gambaran sejauh mana keterbukaan informasi dilaksanakan.

11

Kewenangan KI dalam menyelesaikan sengketa informasi antara badan


publik dengan pemohon informasi adalah faktor pendorong agar badan
publik menjalankan kewajibannya untuk memenuhi hak masyarakat atas
informasi. Jelas bahwa Pemerintah masih membutuhkan KI sebagai bagian
dari bentuk perlindungan atas akses informasi publik.
KI bisa menjadi pelaku checks and balances atas kekuasaan
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Fungsi utama lain yang harus terus
dilakukan dan sangat masih dibutuhkan saat ini dari KI adalah mendorong
keterbukaan informasi di badan publik menuju penyelenggaraan yang
lebih transparansi dan akuntabel. Dengan demikian pemenuhan hak
masyarakat atas informasi publik dan transparansi di semua badan publik
untuk peningkatkan pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat dapat
tercapai.

12

Daftar Pustaka
1. Undang Undang :
Undang Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik
2. Internet :
https://www.komisiinformasi.go.id diakses pada tanggal 5 November

2016 pukul 21.00


http://mataumat.ornop.org/2015/01/apa-itu-sengketa-informasi-publik/

diakses pada tanggal 5 November 2016 pukul 21.00


http://komisi-informasi.jogjaprov.go.id/opini/indonesia-masih-butuhkomisi-informasi diakses pada tanggal 5 November 2016 pukul 21.00

13

Anda mungkin juga menyukai