TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gangrene Radiks
2.1.1. Definisi
Gangren radiks adalah tertinggalnya sebagian akar gigi. Jaringan akar gigi yang
tertinggal merupakan jaringan mati yang merupakan tempat subur bagi
perkembangbiakan bakteri.1
2.1.2. Etiologi
Gangren radiks dapat disebabkan oleh karies, trauma, atau ekstraksi yang tidak
sempurna.1
2.1.3. Patogenesis2,3
Karies dapat terjadi akibat pertumbuhan bakteri di dalam mulut yang mengubah
karbohidrat yang menempel pada gigi menjadi suatu zat bersifat asam yang
mengakibatkan demineralisasi email. Umumnya, proses remineralisasi dapat
dilakukan oleh air liur, namun jika terjadi ketidakseimbangan antara
demineralisasi dan remineralisasi, maka akan terbentuk karies (lubang) pada gigi.
Karies kemudian dapat meluas dan menembus lapisan dentin. Pada tahap ini, jika
tidak ada perawatan, dapat mengenai daerah pulpa gigi yang banyak berisi
pembuluh darah, limfe dan syaraf. Pada akhirnya, akan terjadi nekrosis pulpa,
meninggalkan jaringan mati dan gigi akan keropos perlahan hingga tertinggal sisa
akar gigi.
Mahkota gigi dapat patah akibat trauma pada gigi, seperti terbentur benda keras
saat terjatuh, berkelahi, atau sebab lainnya. Seringkali mahkota gigi yang patah
menyisakan akar gigi yang masih tertanam dalam gusi, dengan pulpa gigi yang
telah mati.
Pencabutan tidak sempurna juga sering menyebabkan gangren radiks. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain struktur gigi yang rapuh, akar gigi yang
bengkok, akar gigi yang menyebar, kalsifikasi gigi, aplikasi forceps yang kurang
tepat dan tekanan yang berlebihan pada waktu tindakan pencabutan.
Sisa akar gigi atau gangren radiks yang hanya dibiarkan saja dapat muncul keluar
gusi setelah beberapa waktu, hilang sendiri karena teresorbsi oleh tubuh, atau
dapat berkembang menjadi abses, kista dan neoplasma. Setiap sisa akar gigi juga
berpotensi untuk mencetuskan infeksi pada akar gigi dan jaringan penyangga gigi.
Infeksi ini menimbulkan rasa sakit dari ringan sampai hebat, terjadi pernanahan,
pembengkak pada gusi atau wajah hingga sukar membuka mulut (trismus). Pasien
terkadang menjadi lemas karena susah makan. Pembengkakan yang terjadi di
bawah rahang dapat menginfeksi kulit, menyebabkan selulitis atau flegmon,
dengan kulit memerah, teraba keras bagaikan kayu, lidah terangkat ke atas dan
rasa sakit yang menghebat. Perluasan infeksi ini sangat berbahaya, bahkan
penanganan yang terlambat dapat merenggut jiwa, seperti pada angina Ludwig.
Infeksi pada akar gigi maupun jaringan penyangga gigi dapat mengakibatkan
migrasinya bakteri ke organ yang lain melalui pembuluh darah. Teori ini dikenal
dengan fokal infeksi. Keluhan seperti nyeri, bengkak dan pembentukan pus
(nanah) adalah reaksi tubuh terhadap infeksi gigi. Bakteri yang berasal dari infeksi
gigi dapat meluas ke jaringan sekitar rongga mulut, kulit, mata, saraf, atau organ
berjauhan seperti otot jantung, ginjal, lambung, persendian, dan lain sebagainya.
Gigi atau sisa akar seperti ini sebaiknya segera dicabut (ekstraksi), namun
antibiotik umumnya diberikan beberapa hari sebelumnya untuk menekan infeksi
yang telah terjadi. Pencabutan tidak dapat dilakukan dalam keadaan gigi yang
sedang sakit, karena pembiusan lokal (anestesi lokal) seringkali tidak maksimal.
Sisa akar gigi yang tertinggal ukurannya bervariasi mulai dari kurang dari 1/3 akar
gigi sampai sebatas permukaan gusi.
Gigi yang tinggal sisa akar tidak dapat digunakan untuk proses pengunyahan yang
sempurna. Gangguan pengunyahan menjadi alasan masyararakat untuk membuat
gigi tiruan. Masalahnya, sampai sekarang banyak yang masih membuat gigi tiruan
di atas sisa akar gigi. Keadaan ini bisa memicu infeksi lebih berat.
2.1.4. Tatalaksana1,3
Penatalaksanaan sisa akar gigi ini tergantung dari pemeriksaan klinis akar gigi dan
jaringan penyangganya. Akar gigi yang masih utuh dengan jaringan penyangga
yang masih baik, masih bisa dirawat. Jaringan pulpanya dihilangkan, diganti
dengan pulpa tiruan, kemudian dibuatkan mahkota gigi. Akar gigi yang sudah
goyah dan jaringan penyangga gigi yang tidak mungkin dirawat perlu dicabut.
Sisa akar gigi dengan ukuran kecil (kurang dari 1/3 akar gigi) yang terjadi akibat
pencabutan gigi tidak sempurna dapat dibiarkan saja. Untuk sisa akar gigi ukuran
lebih dari 1/3 akar gigi akibat pencabutan gigi sebaiknya tetap diambil. Untuk
memastikan ukuran sisa akar gigi, perlu dilakukan pemeriksaan radiologi gigi.
Pencabutan sisa akar gigi umumnya mudah. Gigi sudah mengalami
kerusakan yang parah sehingga jaringan penyangga giginya sudah tidak kuat lagi.
Untuk kasus yng sulit dibutuhkan tindakan bedah ringan.
merupakan jamur terbanyak yang terisolasi dari tubuh manusia sebagai flora
normal dan penyebab infeksi oportunistik. Terdapat sekitar 30-40% Kandida
albikan pada rongga mulut orang dewasa sehat, 45% pada neonatus, 45-65% pada
anak-anak sehat, 50-65% pada pasien yang memakai gigi palsu lepasan, 65-88%
pada orang yang mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang, 90% pada pasien
leukemia akut yang menjalani kemoterapi, dan 95% pada pasien HIV/AIDS.
Kandidiasis oral dapat menyerang semua umur, baik pria maupun wanita.
Meningkatnya prevalensi infeksi Kandida albikan ini dihubungkan dengan
kelompok penderita HIV/AIDS, penderita yang menjalani transplantasi dan
kemoterapi maligna. Odds dkk ( 1990 ) dalam penelitiannya mengemukakan
bahwa dari penderita HIV/AIDS, sekitar 44.8% adalah penderita kandidiasis.
2.2.2 Faktor resiko
Pada orang yang sehat, Kandida albikan umumnya tidak menyebabkan
masalah apapun dalam rongga mulut, namun karena berbagai faktor, jamur
tersebut dapat tumbuh secara berlebihan dan menginfeksi rongga mulut. Faktorfaktor tersebut dibagi menjadi dua, yaitu
a. Patogenitas jamur
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi
Kandida adalah adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa, dan produksi
enzim ekstraseluler. Adhesi merupakan proses melekatnya sel Kandida ke dinding
sel epitel host. Perubahan bentuk dari ragi ke hifa diketahui berhubungan dengan
patogenitas dan proses penyerangan Kandida terhadap sel host. Produksi enzim
hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyc proteinase juga sering dihubungkan
dengan patogenitas Kandida albikan.
b. Faktor Host
Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor
sistemik. Termasuk faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi kelenjar ludah
yang dapat menurunkan jumlah saliva. Saliva penting dalam mencegah timbulnya
kandidiasis oral karena efek pembilasan dan antimikrobial protein yang
terkandung dalam saliva dapat mencegah pertumbuhan berlebih dari Kandida, itu
Penderita
kandidiasis ini dapat mengeluhkan rasa terbakar pada mulut. Kandidiasis seperti
ini sering diderita oleh pasien dengan sistem imun rendah, seperti HIV/AIDS,
pada pasien yang mengkonsumsi kortikosteroid, dan menerima kemoterapi.
Diagnosa dapat ditentukan dengan pemeriksaan klinis, kultur jamur, atau
pemeriksaan mikroskopis secara langsung dari kerokan jaringan
10
Gambar 1. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut pada lidah dan mukosa bukal pasien
11
Kandidiasis ini
12
13
pada
pasien,
faktor
predisposisi
juga
harus
ditanggulangi.
awalnya,cairan
pleura
encer
dengan
jumlah
leukosit
14
2.
3.
Pneumonia
b.
Abses paru
c.
Bronkiektasis
d.
TBC paru
e.
Aktinomikosis paru
f.
Fistel Bronko-Pleura
Trauma Thoraks
b.
Pembedahan thorak
c.
d.
Sufrenik abses
e.
Stapilococcus
b.
Pnemococcu
c.
Streptococcus
2.3.3. Patofisiologi
Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbulah
peradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous.
Dengan sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun yang
mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan
kental. Adanya endapan endapan fibrin akan membentuk kantung
kantung yang melokalisasi nanah tersebut.
Sekresi
cairan
menuju
celah
pleura
normalnya
membentuk
15
parapnemonia
merupakan
sebab
umum
empiema.
yang
terjadi
saat
cairan
interstisiil
paru
pleura
yang
mengakibatkan
peningkatan
jumlah
neutrofil,
16
1.
Fase
eksudatif
Selama
fase
eksudatif,
cairan
pleura
steril
3.
perlengketan
dimana
lapisan
pleura
tidak
dapat
dipisahkan. Pus, yang kaya akan protein dengan sel inflamasi dan
debris berada pada celah pleura. Intervensi bedah diperlukan pada
tahap ini.
Gambaran bakteriologis efusi parapneumoni dengan kultur positif
berubah seiring berjalannya waktu. Sebelum era antibiotik, bakteri
yang
umumnya
didapatkan
adalah
Streptococcus
pneumoniae
Pseudomonas,
dan
Haemophilus
merupakan
jenis
17
pneumoni.
Pasien
dapat
mengeluh
menggigil,
demam
tinggi,
2.3.4. Gejala
Manifestasi klinis
empiema
18
2.
3.
4.
19
20
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).
2.4.3 Epidermiologi
A. Personal
1. Umur
Tb Paru Menyerang siapa saja tua, muda bahkan anak-anak. Sebagian besar
penderita Tb Paru di Negara berkembang berumur dibawah 50 tahun. Data WHO
menunjukkan bahwa kasus Tb paru di negara berkembang banyak terdapat pada
umur produktif 15-29 tahun. Penelitian Rizkiyani pada tahun 2008 menunjukkan
jumlah penderita baru Tb Paru positif 87,6% berasal dari usia produktif (15-54
tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia lanjut ( 55 tahun).
2. Jenis Kelamin
21
Pemeriksaan
dapatdigunakan
lain
sebagai
seperti
penunjang
radiologi,
diagnosis
biakan
dan
sepanjang
uji
sesuai
kepekaan
dengan
22
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
2.4.6 Gejala
a) Gejala sistemik/umum
b) Gejala khusus
Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paruparu) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
23
2.4.7 Patogenesis
Sumber penularan Tb Paru adalah penderita Tb BTA+ ,Pada waktu
batuk/bersin,penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dropler
(percikan dahak)
24
2.4.8. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan
asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat
dan cepat sekali timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat. Umumnya
antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman yang cepat membelah
dibandingkan dengan kuman yang lambat membelah. Sifat lambat membelah
yang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
perkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat
dibandingkan antibakteri lain :
25
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin, Streptomisin,
Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin , Amikasin, Kuinolon.
pada tubuh.
Toksin dan produk toksinmenyebar melalui aliran darah atau saluran
limfatikus, dari fokus yang jauh di mana dapat terjadi reaksi hipersensitivitas
pada jaringan. Contoh: scarlet fever, akibat toksin eritrosit yang berasal dari
streptokokus.4
26
rendah.
Gigi dengan saluran akar yang terinfeksi merupakan sumber potensial dari
penyebaran mikroorganisme dan toksin. Sering kali terjadi akibat
streptokokus hemolitikus; yang merupakan penyebab penting dari artritis
hipersensitivitas jaringan.
Penyakit katup jantungendokarditis bakterialis subakut berkaitan dengan
infeksi oral. Ada kemiripan antara keduanya, yaitu antara agen penyebab
penyakit dan mikroorganisme pada lesi di rongga mulut, pulpa, dan periapikal
gejala endokarditis bakterialis subakut ditemukan pada beberapa kasus segera
setelah ekstraksi gigi. Bakteremia transien terjadi segera setelah ekstraksi
gigi. Streptokokus jenis viridan merupakan sebagian besar penyebab
endokarditis bakterialis subakut. Setelah kestraksi gigi, terjadi bakteremia
27
adalah
E.coli,
stafilokokus,
dan
streptokokus.
Streptokokus
28
BAB III
ANALISIS KASUS
Ny. L (37 tahun) dirawat di bagian Penyakit Dalam RSMH Palembang
dengan TB Paru + Empiema paru dekstra dikonsulkan ke bagian poliklinik gigi
dan mulut RSMH dengan untuk dilakukan pemeriksaan adanya fokal infeksi pada
gigi. Pasien sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan ke dokter gigi.
Keadaan umum penderita tampak kompos mentis, nadi 88 x/menit,
pernapasan 24 x/menit, dan suhu 36,5C. Pada pemeriksaan ekstra oral tidak
ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan intraoral ditemukan kalkulus pada seluruh
regio dan suspek kandidiosis oral. Pada status lokalis ditemukan adanya gangrene
radiks pada gigi 1.4.
Berdasarkan hasil pemeriksaan gigi pasien dengan gangren radiks yang
diduga sebagai fokal infeksi yang menjadi penyabab terjadinya penyakit sistemik
yang dialami pasien sekarang, sehingga baiknya dilakukan penanganan pada
sumber infeksinya juga. Hal ini dilakukan agar bakteri yang terdapat pada gigi
tidak memperparah kondisi yang dialami pasien dan menyebar ke organ yang lain.
Pasien juga diduga mengalami suatu kandidiasis oral ditandai gambaran
warna keputihan pada dorsum lidah menandakan adanya koloni jamur. Oleh
karena itu disarankan bagi pasien untuk dilakukan swab pemeriksaan preparat
jamur untuk memastikan adanya kondisi kandidiasis oral ini pada pasien tersebut.
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro exodonsi untuk
gangrene radiks 1.4, dental health education, dan swab pemeriksaan preparat
jamur. Edukasi juga penting untuk diberikan pada pasien untuk menjaga
kebersihan gigi dan mulut dengan menyikat gigi dua kali sehari yaitu setelah
sarapan dan sebelum tidur selama 3 menit. Pasien juga diajarkan cara menyikat
gigi yang benar. Pasien diharapkan melakukan kunjungan ke dokter gigi untuk
mengatasi permasalahan pada giginya serta melakukan kunjungan teratur ke
dokter gigi setiap 6 bulan.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral
infection. Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.
2. Peterson
LJ.
Odontogenic
infections.
Diunduh
http://famona.erbak.com/OTOHNS/Cummings?cumm069.pdf,
dari
29
:
Juni
2009).
3. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2 nd ed.
Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.
4. Ghom, AG. Infections of Oral Cavity. Textbook of Oral Medicine, 2nd ed.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. Hal.484-486.
5. Priantoro D, HA Sjakti. Leukemia Akut. Dalam: Tanto C, F Liwanag, S
Hanifati, EA Pradipta, penyunting. Kapita Selekta Kedokteran: essentials of
medicine edisi IV. Jakarta: Media Aesculapicus. 2014: hal. 55-57.