Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

Suspect Kandidiasis Oral pada Pasien Diabetes Mellitus

Oleh:
Mutiara Khalida, S.Ked

04084821517021

Ghea Duandiza, S.Ked

04084821517008

Pembimbing:
Drg. Purwandito Pujoraharjo

DEPARTEMEN GIGI DAN MULUT


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul Suspect Kandidiasis Oral Pada Pasien Diabetes Mellitus sebagai salah
satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian Gigi dan
Mulut Universitas Sriwijaya.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada drg. Purwandito Pujoraharjo
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga
selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunanlaporan
kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat memberi
manfaat bagi yang membacanya.

Palembang, Mei 2016

Penulis

HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi Kasus

Judul

Suspect Kandidiasis Oral pada Pasien Diabetes Mellitus

Oleh:

Mutiara Khalida, S.Ked

04084821517036

Ghea Duandiza, S.Ked

04084821517008

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Bagian Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya Rumah
Sakit Mohammad Hoesin Palembang

Palembang, Mei 2016

drg. Purwandito Pujoraharjo

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iv
BAB I. STATUS PASIEN................................................................................. 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 12
2.2. Fokal Infeksi..................................................................................... 12
2.2. Hubungan DM Dengan Penyakit Peridontal.................................... 49
2.3 Kandidiasis oral................................................................................ 56
BAB III. ANALISIS KASUS........................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 66

BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
4

Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat

: Erlina H Binti Hadami


: 52 tahun
: Perempuan
: Kol. Sulaima Amin GG Keluarga Karya Baru

Agama
Bangsa
Pekerjaan
Pendidikan
Ruangan
MRS

Sukarame
: Islam
: Indonesia
: Ibu Rumah Tangga
: SD
: RC/ Yasmin B
: 20-04-2016

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien dikonsulkan dari bagian atau Departemen Penyakit Dalam RSMH
untuk dilakukan pemeriksaan gigi dan mulut untuk mengevaluasi dan
tatalaksana adakah tanda-tanda fokal infeksi.
Keluhan Tambahan: Tidak ada
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien dirawat di bagian penyakit dalam RSMH dengan diagnosis
Diabetes mellitus tipe 2 Normo-weight uncontrolled, Hemorroid Interna Tipe
I, Syndrome Dyspepsia (perbaikan), DLI (perbaikan), Hipertensi terkontrol,
CVD lama, Susp. Polineuropati DM. Pasien diindikasikan untuk melakukan
endoskopi, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan gigi dan mulut untuk
melihat ada tidaknya fokal infeksi, sebelum melakukan endoskopi tersebut.
Pasien tidak memiliki keluhan sakit gigi, ngilu saat makan makanan
panas/dingin (), mulut terasa kering (-), gusi berdarah (-). Pasien selama ini
tidak pernah memeriksakan gigi ke dokter gigi.
Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik
Penyakit atau Kelainan

Ada

Disangkal

Sistemik
Alergi : debu, dingin
Penyakit Jantung
Penyakit Tekanan Darah Tinggi

sejak 1 tahun yang lalu


sejak 6 tahun yang lalu,

Penyakit Diabetes Melitus

terkontrol
sejak 6 tahun yang lalu,
terkontrol

Penyakit Kelainan Darah

Penyakit Hepatitis

A/B/C/D/E/F/G/H
Kelainan Hati Lainnya
HIV/ AIDS
Penyakit Pernafasan/paru
Kelainan Pencernaan

Syndrome Dispepsia
(perbaikan), hemorroid tipe I

Penyakit Ginjal
Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah
Epilepsy

Penyakit/ Kelainan KGB

Riwayat Perawatan Gigi dan Mulut Sebelumnya


- Riwayat cabut gigi (-)
- Riwayat tambal gigi (-)
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat membersihkan karang gigi (-)
Riwayat Kebiasaan
- Pasien teratur menggosok gigi (2x dalam sehari)
- Kebiasaan mencongkel gigi yang berlubang dengan tangan / benda
asing (-)
- Kebiasaan merokok (-)
- Kebiasaan mengonsumsi permen atau coklat (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK ( Jumat, 29 April 2016 )


A. Status Umum Pasien
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Rujukan
Sensorium
Berat Badan
Tinggi Badan
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Tekanan Darah
BSS

: dari Penyakit Dalam (Yasmin B)


: Compos Mentis
: 40 kg
: 140 cm
: 80x/menit, isi dan tegangan cukup
: 20x/menit
: 360C
: 120/80 mmHg
: 173 mg/dl

B. Pemeriksaan Ekstra Oral


a. Wajah, bibir dan pipi
b. Pembesaran KGB

: tidak ada kelainan.


: tidak ada.

c. Temporo-mandibula Joint

: Dalam batas normal, tidak ada

dislokasi dan clicking.


C. Pemeriksaan Intra Oral
-

Mukosa bukal

: Tidak ada kelainan

Mukosa palatum

: Tidak ada kelainan

Mukosa labial

: Tidak ada kelainan

Palatum

: Tidak ada kelainan

Torsus palatines

: Tidak ada

Torsus mandibularis

: Tidak ada

Lidah

: Tampak selaput putih pada permukaan

Dasar mulut

: Tidak ada kelainan

Ginggiva

: Tidak ada kelainan

Malposisi

: Tidak ada

Maloklusi

: (-)

Plak

: Tidak ada

Kalkulus

: (+) di seluruh kuadran / regio

Debris

: (-)

Hubungan rahang

: Ortognatia

Missing teeth

: (+), 1 7, 2 7

D. Status Lokalis
Gigi Lesi
46
D6

Sondase
-

CE
Tidak
Dilakukan

Perkusi
-

Palpasi
-

Diagnosis
Nekrosa
Pulpa

D4

Tindakan
ProEkstraksi

D4

IV

III

II

II

III

IV

IV

III

II

II

III

IV

D6

D5

ODONTOGRAM
IV. TEMUAN MASALAH
- Calculus di semua kuadran atau regio
- Suspect candidiasis lidah
- Radiks pada gigi 1 7, 2 7
- Nekrosa Pulpa pada gigi 4 6, dengan luksasi derajat I
V. RENCANA TERAPI
- Calculus di semua kuadran atau region
- Suspect candidiasis lidah
- Nekrosa Pulpa pada gigi 4 6

: Scalling
: Swab lidah
: Pro ekstrasi dengan
luksasi derajat I

VI. PROGNOSIS
Gigi 4 6 Quo ad Vitam & fungsionam

: Dubia ad bonam

VII. HASIL KONSUL


Pada pasien ditemukan gigi 4 6 mengalami nekrosa pulpa dengan
luksasi derajat I, disarankan untuk melakukan esktrasi bila keadaan umum
memungkinkan. Dan dicurigai adanya candidiasis oral, maka kami akan
melakukan swab lidah.
Saran
Sebaiknya dilakukan ekstrasi gigi 4 6, bila keadaan umum pasien
memungkinkan.
Disarankan untuk melakukan scaling dan swab lidah untuk membersihkan
calculus dan menegakkan diagnosis candidiasis lidah.

VIII. LAMPIRAN FOTO PASIEN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. FOKAL INFEKSI1,2,3,4
2.1.1. Definisi

Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang biasanya dalam jangka
waktu cukup lama (kronis), dimana hanya melibatkan bagian kecil dari
tubuh, yang kemudian dapat menyebabkan suatu infeksi atau kumpulan
gejala klinis pada bagian tubuh yang lain. Contohnya, tetanus yang
disebabkan oleh suatu pelepasan dari eksotoksin yang berasal dari infeksi
lokal. Teori tentang fokal infeksi sangat erat hubungannya dengan bagian
gigi, dimana akan mempengaruhi fungsi sistemik seseorang seperti sistem
sirkulasi, skeletal dan sistem saraf. Hal ini disebabkan oleh penyebaran
mikroorganisme atau toksin yang dapat berasal dari gigi, akar gigi, atau
gusi yang terinfeksi.1,2
Menurut W.D Miller (1890), seluruh bagian dari sistem tubuh yang
utama telah menjadi target utama dari infeksi yang berasal dari mulut,
terutama bagian pulpa dan periodontal.

Organisme yang berasal dari

mulut tersebut dapat menyebar ke daerah sinus (termasuk sinus darah


kranial), saraf pusat dan perifer, sistem kardiovaskuler, mediastinum, paruparu dan mata.3
Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung
melalui

beberapa

cara,

yaitu

transmisi

melalui

sirkulasi

darah

(hematogen), transmisi melalui aliran limfatik (limfogen), perluasan


infeksi dalam jaringan, dan penyebaran dari traktus gastrointestinal dan
pernapasan akibat tertelannya atau teraspirasinya materi infektif.1,3
1. Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)
Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di
sekitarnya merupakan area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini
meningkatkan kemungkinan masuknya organisme dan toksin dari daerah
yang terinfeksi ke dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi dan
inflamasi juga akan semakin meningkatkan aliran darah yang selanjutnya
menyebabkan semakin banyaknya organisme dan toksin masuk ke dalam
pembuluh darah. Vena-vena yang berasal dari rongga mulut dan sekitarnya
mengalir ke pleksus vena pterigoid yang menghubungkan sinus
kavernosus dengan pleksus vena faringeal dan vena maksilaris interna
melalui

vena

emisaria.

Karena
10

perubahan

tekanan

dan

edema

menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah


ini tidak berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat berlangsung dua
arah, memungkinkan penyebaran infeksi langsung dari fokus di dalam
mulut ke kepala atau faring sebelum tubuh mampu membentuk respon
perlawanan terhadap infeksi tersebut. Material septik (infektif) yang
mengalir melalui vena jugularis internal dan eksternal dan kemudian ke
jantung dapat membuat sedikit kerusakan. Namun, saat berada di dalam
darah, organisme yang mampu bertahan dapat menyerang organ manapun
yang kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi tertentu.2,3
2. Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)
Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut
kaya dengan aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat
dengan mudah menjalar ke kelenjar limfe regional. Pada rahang bawah,
terdapat anastomosis pembuluh darah dari kedua sisi melalui pembuluh
limfe bibir. Akan tetapi anastomosis tersebut tidak ditemukan pada rahang
bawah.3 Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai
berikut:

Sumber infeksi
Gingiva bawah
Jaringan subkutan bibir bawah

KGB regional
Submaksila
Submaksila, submental,

Jaringan submukosa bibir atas dan

servikal profunda
Submaksila

bawah
Gingiva dan palatum atas
Pipi bagian anterior
Pipi bagian posterior

Servikal profunda
Parotis
Submaksila, fasial

Tabel 1. Sumber infeksi pada KGB

Banyaknya

hubungan

antara

berbagai

kelenjar

getah

bening

memfasilitasi penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat


11

mengenai kepala atau leher atau melalui duktus torasikus dan vena
subklavia ke bagian tubuh lainnya.3 Weinmann mengatakan bahwa
inflamasi gingiva yang menyebar sepanjang sisi krista alveolar dan
sepanjang jalur pembuluh darah ke sumsum tulang. Ia juga menyatakan
bahwa inflamasi jarang mengenai membran periodontal. Kapiler berjalan
beriringan dengan pembuluh limfe sehingga memungkinkan absorbsi dan
penetrasi toksin ke pembuluh limfe dari pembuluh darah.3
3. Peluasan langsung infeksi dalam jaringan
Hippocrates pada tahun 460 sebelum Masehi menyatakan bahwa
supurasi yang berasal dari gigi ketiga lebih sering terjadi daripada gigi-gigi
lain dan cairan yang disekresikan dari hidung dan nyeri juga berkaitan
dengan hal tersebut, dengan kata lain infeksi antrum. Supurasi peritonsilar,
faringeal, adenitis servikal akut, selulitis, dan angina Ludwig dapat
disebabkan oleh penyakit periodontal da infeksi prikoronal sekitar molar
ketiga. Parotitis, keterlibatan sinus kavernosus, noma, dan gangren juga
dapat disebabkan oleh infeksi gigi. Osteitis dan osteomyelitis seringkali
merupakan perluasan infeksi dari abses alveolar dan pocket periodontal.
Keterlibatan bifurkasio apikal pada molar rahang bawah melalui infeksi
periodontal

merupakan

faktor

yang

penting

yang

menyebabkan

osteomyelitis dan harus menjadi bahan pertimbangan ketika mengekstraksi


gigi yang terinfeksi.2,3
Perluasan langsung infeksi dapat terjadi melalui penjalaran material
septik atau organisme ke dalam tulang atau sepanjag bidang fasial dan
jaringan penyambung di daerah yang paling rentan. Tipe terakhir tersebut
merupakan selulitis sejati, di mana pus terakumulasi di jaringan dan
merusak jaringan ikat longgar, membentuk ruang (spaces), menghasilkan
tekanan, dan meluas terus hingga terhenti oleh barier anatomik. Ruang
tersebut bukanlah ruang anatomik, tetapi merupakan ruang potensial yang
normalnya teriis oleh jaringan ikat longgar. Ketika terjadi infeksi, jaringan
areolar hancur, membentuk ruang sejati, dan menyebabkan infeksi
berpenetrasi sepanjang bidang tersebut, karena fasia yang meliputi ruang

12

tersebut relatif padat.2,3 Perluasan langsung infeksi terjadi melalui tiga

cara, yaitu:
Perluasan di dalam tulang tanpa pointing
Area yang terkena terbatas hanya di dalam tulang, menyebabkan
osteomyelitis. Kondisi ini terjadi pada rahang atas atau yang lebih sering
pada rahang bawah. DI rahang atas, letak yang saling berdekatan antara
sinus maksila dan dasar hidung menyebabkan mudahnya ketelibatan

mereka dalam penyebaran infeksi melalui tulang.


Perluasan di dalam tulang dengan pointing
Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi
perluasan tidak terlokalisis melainkan melewati tulang menuju jaringan
lunak dan kemudian membentuk abses. Di rahang atas proses ini
membentuk abses bukal, palatal, atau infraorbital. Selanjutnya, abses
infraorbital dapat mengenai mata dan menyebabkan edema di mata. Di
rahag bawah, pointing dari infeksi menyebabkan abses bukal. Apabila
pointing terarah menuju lingual, dasar mulut dapat ikut terlibat atau pusa
terdorong ke posterior sehingga membentuk abses retromolar atau

peritonsilar.
Perluasan sepanjang bidang fasial
Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena fungsinya
yang membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf,
serta karena adanya ruang interfasial yang terisi oleh jaringan ikat longgar,
sehingga infeksi dapat menurun.
Di bawah ini adalah beberapa fasia dan area yang penting, sesuai dengan
klasifikasi dari Burman:
Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda
Regio submandibula
Ruang (space) sublingual
Ruang submaksila
Ruang parafaringeal
Penting untuk diingat bahwa kepala, leher, dan mediastinum
dihubungkan oleh fasia, sehingga infeksi dari kepala dapat menyebar
hingga ke dada. Infeksi menyebar sepanjang bidang fasia karena mereka
resisten dan meliputi pus di area ini. Pada regio infraorbita, edema dapat

13

sampai mendekati mata. Tipe penyebaran ini paling sering melibatkan


rahang bawah karena lokasinya yang berdekatan dengan fasia.2,3
4. Penyebaran ke traktus gastrointestinal dan pernapasan
Bakteri yang tertelan dan produk-produk septik yang tertelan dapat
menimbulkan tonsilitis, faringitis, dan berbagai kelainan pada lambung.
Aspirasi produk septik dapat menimbulkan laringitis, trakeitis, bronkitis,
atau

pneumonia. Absorbsi

limfogenik

dari

fokus

infeksi

dapat

menyebabkan adenitis akut dan selulitis dengan abses dan septikemia.


Penyebaran hematogen terbukti sering menimbulkan infeksi lokal di
tempat yang jauh.2
Infeksi oral dapat menimbulkan sensitisasi membran mukosa saluiran
napas atas dan menyebabkan berbagai gangguan, misalnya asma. Infeksi
oral juga dapat memperburuk kelainan sistemik yang sudah ada, misalnya
tuberkulosis dan diabetes mellitus. Infeksi gigi dapat terjadi pada
seseorang tanpa kerusakan yang jelas walaupun pasien memiliki sistem
imun yang normal. Suatu tipe pneumonia dapat disebabkan oleh aspirasi
material infeksi, terutama pada kelainan periodontal yang lanjut. Juga telah
ditunjukkan bahwa tuberkel basil dapat memasuki tubuh melalui oral,
yaitu pocket periodontal dan flap gingiva yang terinfeksi yang meliputi
molar ketiga. Infeksi oral, selain dapat memperburuk TB paru yang sudah
ada, juga dapat menambah systemic load, yang menghambat respon tubuh
dalam melawan efek kaheksia dari penyakit TB tersebut. Mendel telah
menunjukkan perjalanan tuberkel basilus dari gigi melalui limfe, KGB
submaksila dan servikal tanpa didahului ulserasi primer. Tertelannya
material septik dapat menyebabkan gangguan lambung dan usus, seperti
konstipasi dan ulserasi.2,3
2.1.2 Fokus Infeksi Dalam Rongga Mulut1-7

14

A
B
S
E
S

N
PE
K
U
R
L
O
P
SI I
S
T
PI
U
S
L P
A

P
E
R
K
O
R
O
N
I T
I S

F
O
K
U
S
I
I N
F
E
K
S

K
A
R
I
E
S
I

P
L
A
K

K
A
L
K
U
L
U
S

Gambar 1. Fokus infeksi tersering yang menyebabkan infeksi fokal

2.1.3

Etiologi
Infeksi odontogenik dapat disebabkan karena trauma, infeksi postoperasi dan sekunder dari infeksi jaringan periodontal atau perikoronal.
Bakteri penyebab infeksi umumnya bersifat endogen dan bervariasi berupa
bakteri aerob, anaerob maupun infeksi campuran bakteri aerob dan
anaerob. Disebutkan mikroba penyebab tersering yaitu Streptococcus
mutans dan Lactobacillus sp yang memiliki aktivitas produksi asam yang
tinggi.2 Disebutkan bahwa etiologi dari infeksi odontogenik berasal dari
bakteri komensal yang berproliferasi dan menghasilkan enzim. Pada saat
bayi baru dilahirkan, proses kolonisasi bakteri dimulai dan dikatakan
predominan terdiri atas Streptococcus salivarius. Pada saat gigi pertama
tumuh, yaitu pada saat bayi berusia 6 bulan, komunitas bakteri berubah
menjadi predominan S.sanguis dan S.mutans dan pada saat gigi selesai
tumbuh terdapat komunitas heterogen antara bakteri aerobik dan
anaerobik. Diperkirakan terdapat 700 spesies bakteri yang berkolonisasi di
mulut dimana 400 dari spesies tersebut dapat ditemukan pada area
subgingival.
Infeksi odontogenik merupakan suatu infeksi polimikrobial dan
campuran. Infeksi tersebut merupakan hasil dari perubahan bakteri,
15

hubungan antar bakteri dengan morfotipe yang berbeda dan peningkatan


jenis bakteri. Perubahan bakteri yang terjadi berupa perubahan yang pada
awalnya predominan gram positif, fakultatif dan sakarolitik menjadi
predominan gram negatif, anaerobik dan proteolitik.2
Mikroorganisme

Jumlah pasien

Persentase (%)

penyebab
Aerobik
28
7
Anaerobik
133
33
Aerobik-Anaerobik
243
60
Sumber: Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed, 1998
Tabel 3. Mikroorganisme penyebab infeksi odontogenik3
Mikroorganisme penyebab
Aerobik

Coccus gram(+):
Streptococcus spp.
Streptococcus spp.(grup D)
Stafilococcus spp.
Eikenella spp.

Persentase (%)
25
85
90
2
6
2
2
3

Coccus gram(-):

Neisseria spp.

Batang gram(+): Corynebacterium spp.

Batang gram(-):

Haemophillus spp.
Lainnya
Anaerobik

75
30
33
65
4

Coccus gram(+):
Streptococcus spp.
Peptostreptococcus spp.

14

Coccus gram(-):
Viellonella spp.

Batang gram(+):
50
75
25
6

Eubacterium spp.
Lactobacillus spp.
Actinomyces spp.
Clostridia spp.

Batang gram(-):

16

Bacteroides spp. Fusobacterium spp.

2.1.4

Lainnya
Sumber: Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed, 1998

Patogenesis dan Patofisiologi Fokus Infeksi 1,8,9


Penetrasi dari bakteri komensal yang mengalami perubahan, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif bila diikuti sistem imun dan
pertahanan seluler yang terganggu, akan menyebabkan infeksi. Selain itu
terganggunya keseimbangan mikroflora akibat penggunaan antibiotik
tertentu juga dapat menyebabkan adanya dominasi bakteri lainnya yang
potensial. Kondisi-kondisi maupun penyakit yang menyebabkan keadaan
imunokompromais seperti penyakit metabolik tak terkontrol (uremia,
alkoholisme, malnutrisi, diabetes), penyakit suppresif(leukimia, limfoma,
tumor ganas), dan penggunaan obat-obat immunosupresif misalnya pada
pasien yang menjalani kemoterapi kanker juga dapat memfasilitasi dengan
mudah terjadinya infeksi odontogenik.2-4
Mekanisme tersering terjadinya infeksi odontogenik berawal dari
karies dentis. Proses demineralisasi enamel gigi akan merusak enamel
yang selanjutnya melanjutkan invasi bakteri ke pori/ trabekula dentin yang
kemudian menyebabkan pulpitis hingga nekrosis pulpa. Dari Pulpa maka
infeksi dapat menyebar ke akar gigi dan selanjutnya menyebar ke os
maksila atau mandibula, menyebabkan osteomyelitis. Kerusakan ini dapat
menyebabkan perforasi sehingga melibatkan pula mukosa mulut maupun
kulit wajah.3-5
Sebagian besar bakteri yang berlokasi pada supragingival adalah gram
positif, fakultatif dan sakarolitik yang berarti bahwa pada keadaan dimana
terdapat karbohidrat terutama sukrosa, maka akan diproduksi asam. Asam
ini akan membuat enamel mengalami demineralisasi yang memfasilitasi
infiltrasi dari bakteri pada dentin dan pulpa. Dengan adanya invasi dari
bakteri pada jaringan internal gigi, bakteri berkembang, terutama bakteri
gram negatif, anaerobik dan proteolitik akan menginfeksi rongga pulpa.
Beberapa bakteri ini memiliki faktor virulensi yang dapat menyebabkan
invasi bakteri pada jaringan periapikal melalui foramen apikal. Lebih dari

17

sebagian lesi periapikal yang aktif tidak dapat dideteksi dengan sinar-X
karena berukuran kurang dari 0.1 mm2. Jika respon imun host
menyebabkan akumulasi dari netrofil maka akan menyebabkan abses
periapikal yang merupakan lesi destruktif pada jaringan. Namun jikan
respon imun host lebih didominasi mediasi oleh makrofag dan sel limfosit
T, maka akan berkembang menjadi granuloma apikal, ditandai dengan
reorganisasi jaringan melebihi destruksi jaringan. Perubahan pada status
imun host ataupun virulensi bakteri dapat menyebabkan reaktivasi dari
silent periapical lessions.3-5
Infeksi odontogenik juga dapat berasal dari jaringan periodontal.
Ketika bakteri subgingival berkembang dan membentuk kompleks dengan
bakteri periodontal patogen yang mengekspresikan faktor virulensi, maka
akan memicu respon imun host yang secara kronis dapat menyebabkan
periodontal bone loss. Abses periodontal dapat berasal dari eksaserbasi
periodontitis kronik, defek kongenital yang dapat memfasilitasi invasi
bakteri(fusion dari akar, development grooves, dll), maupun iatrogenik
karena impaksi dari kalkulus pada epitel periodontal pocket selama
scaling. Beberapa abses akan membentuk fistula dan menjadi kronik yang
pada umumnya bersifat asimptomatik ataupun paucisimptomatik. Bentuk
khusus dari abses periodontal rekuren adalah perikoronitis yang
disebabkan oleh invasi bakteri pada coronal pouch selama erupsi molar.4,5
2.1.5

Jenis-Jenis Fokus Infeksi1-9


A. Plak dan Kalkulus
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya
karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan
mikroorganisme yang berkembang biak diatas suatu matriks yang
terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.
Komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda, pada awal
pembentukan plak kokus gram positif merupakan jenis yang paling
banyak dijumpai seperti streptococcus mutans, Streptococcus sanguis,
Streptococcus mitis, Streptococcus salivarus, serta beberapa strain
18

lainnya,selain itu dijumpai juga Lactobacillus dan beberapa spesies


Actinomyces. Plak bakteri ini dapat setebal beratus-ratus bakteri sehingga
tampak sebagai lapisan putih. Secara histometris plak terdiri dari 70%
sel-sel bakteri dan30%materi interseluler yang pada pokoknya berasal
dari bakteri.
Karang gigi atau kalkulus (disebut juga tartar), yaitu suatu lapisan
deposit (bahan keras yang melekat pada permukaan gigi) mineral yang
berwarna kuning atau coklat pada gigi karena plak gigi yang mengeras.
Menurut Kamus Kedokteran Gigi (F.J Harty dan R Ogston), adalah
Deposit plak yang termineralisasi, kemudian mengeras yang menempel
pada gigi. Komposisi kalkulus bervariasi sesuai dengan lama deposit,
posisinya di dalam mulut, dan bahkan lokasi geografi dari individu. Terdiri
dari 80% massa anorganik, air, dan matriks organik (protein dan
karbohidrat), sel-sel epitel deskuamasi, bakteri filament gram positif,
kokus, dan leukosit. Masa anorganik terutama terdiri dari fosfat, kalsium,
dalam bentuk hidroksiapatite, brushite, dan fosfat oktakalsium. Selain itu,
juga terdapat sejumlah kecil kalsium karbonat, magnesium, fosfat, dan
florida.

Gambar 2. Kalkulus

Terbentuknya Karang Gigi

19

Setelah kita menyikat gigi, pada permukaan gigi akan terbentuk


lapisan bening dan tipis yang disebut pelikel. Pelikel ini belum ditumbuhi
kuman (bakteri). Apabila pelikel sudah ditumbuhi kuman (bakteri)
disebutlah dengan plak. Plak berupa lapisan tipis bening yang menempel
pada permukaan gigi, terkadang juga ditemukan pada gusi dan lidah.
Lapisan itu tidak lain adalah kumpulan sisa makanan, segelintir bakteri,
sejumlah protein dan air ludah. Plak selalu berada dalam mulut karena
pembentukannya selalu terjadi setiap saat, dan akan hilang bila menggosok
gigi atau menggunakan benang khusus. Plak yang dibiarkan, lama
kelamaan akan terkalsifikasi (berikatan dengan kalsium) dan mengeras
sehingga menjadi karang gigi. Mineralisasi plak mulai di dalam 24-72 jam
dan rata-rata butuh 12 hari untuk matang. Karang gigi menyebabkan
permukaan gigi menjadi kasar dan menjadi tempat menempelnya plak
kembali sehingga kelamaan karang gigi akan semakin mengendap, tebal
dan menjadi sarang kuman (bakteri). Jika dibiarkan menumpuk, karang
gigi dapat me-resorbsi (mengkikis) tulang alveolar (tulang penyangga gigi)
dan akibatnya gigi mudah goyang dan tanggal.
Karang

gigi

mengandung

banyak

bakteri-bakteri

yang

dapat

menyebabkan penyakit lain di daerah sekitar gigi. Bila tidak dibersihkan,


maka bakteri dapat memicu terjadinya infeksi pada daerah penyangga gigi
(gusi, tulang gigi, dan pembuluh darah gigi). Bila sudah infeksi maka
masalah lebih lanjut bisa timbul. Penderita biasanya mengeluh gusinya
terasa gatal, mulut berbau tak sedap, sikat gigi sering berdarah, bahkan
adakalanya gigi dapat lepas sendiri dari jaringan penyangga gigi. Infeksi
yang mencapai lapisan dalam gigi (tulang alveolar) akan menyebabkan
tulang pernyangga gigi menipis, kemudian gigi akan goyang dan mudah
tanggal. Selain mengakibatkan gigi tanggal, bakteri menginfeksi jaringan
penyangga gigi dan dapat menyebar ke seluruh tubuh. Melalui aliran
darah, bakteri dapat menyebar ke organ lain seperti jantung (bakteremia).
Karena itu ada beberapa kasus penyakit yang sebenarnya dipicu oleh

20

infeksi dari gigi, ini disebut infeksi fokal. Penyakit infeksi otot jantung
(miokarditis) termasuk penyakit yang dapat disebabkan oleh infeksi fokal.

Penanganan
Tidak seperti plak gigi yang bisa dibersihkan dengan sikat gigi, karang

gigi hanya bisa dibersihkan oleh praktisi kesehatan gigi (dokter gigi).
Pembersihan karang gigi memerlukan alat-alat manual maupun elektrik
kedokteran gigi. Pembersihan karang ini biasa dinamakan scaling.

Gambar 3. Scalling karang gigi

Pasien dapat melakukan scaling tiap 3-6 bulan sekali sekaligus


memeriksakan kesehatan giginya secara teratur. Hal ini bertujuan supaya
adanya penyakit gigi dan mulut dapat di deteksi lebih dini sehingga tidak
berakibat fatal. Ingat, pencegahan terjadinya penyakit jauh lebih murah,
efektif, dan efisien, jika dibandingkan harus mengobati penyakit yang
sudah terlanjur menyebar. Rasa ngilu hingga sensasi gigi goyah yang
sering timbul pasca perawatan ini adalah hal yang biasa terjadi karena
sebelum perawatan gigi tersebut tertutup oleh karang gigi dan saat terbuka
maka gigi dan gusi (gingiva) harus menyesuaikan kondisi lagi maka
timbullah sensasi gigi goyah dan rasa ngilu.

Pencegahan

1. Menyikat gigi secara sempurna (min.3x/hari)

21

2. Menggunakan Dental floss, untuk menghilangkan sisa makanan ato


deposit yang terselip (terjebak) diantara 2 permukaan gigi yang tidak
terjangkau oleh sikat gigi.
3. Menggunakan

obat

kumur,

mengandung

clorhexidine

yang

membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri (organisme)


penyebab plak dan karang gigi
4. Kontrol ke dokter gigi, Sebaiknya dilakukan secara rutin tiap 2
sampai 4 kali dalam setahun. Atau atas pertimbangandokter atas
kondisi yang ditemukan. Laju pembentukan karang gigi setiap
individu berbeda bedadipicu oleh bebagi faktor dalam tubuh misalnya
pada penderita deabetes biasanya karang gigicepat terbentuk karena
kondisi tingkat kekentalan air liur sangat tinggi dan jumlahnya
sedikit, karena itu semakin cepat karang gigi terbentuk sering pula
kita melakukan perawatan pembersihan.
B. Karies
Karies gigi adalah proses demineralisasi yang disebabkan oleh suatu
interaksi antara produk-produk mikroorganisme, ludah, bagian-bagian dari
makanan dan email .karies merupakan suatu keadaan Kehilangan ion-ion
mineral secara kronis dan berkelanjutan dari emai lmahkota atau
permukaan akar yang dirangsang terutama oleh kehadiran flora bakteri
tertentu dengan produknya.

Faktor Penyebab Karies Gigi

Faktor dalam : Tiga komponen pencetus / penyebab karies yaitu :


1) Gigi

: Host

2) Bakteri / mikroorganisme: Agent


3) Diet

: Environmet

Faktor Luar: Faktor luar merupakan faktor predisposisi dan faktor


penghambat yang berhubungan tidak langsung dengan proses terjadinya
karies. Meliputi:

22

1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Gizi
4) Keturunan
5) Hormonal
6) Suku bangsa
7) Letak geografis / Lingkungan
8) Kultur sosial penduduk

Proses terjadinya karies gigi9,10,11,12


Karies gigi adalah penyakit yang menyerang atau merusak jaringan

keras gigi, diawali dengan demineralisasi lapisan email sehingga email


menjadi keropos dan akhirnya berlubang. Proses terjadinya karies gigi
diawali terbentuknya plak. Proses pembentukan plak diawali dengan
terbentuknya lapisan tipis dan tidak terstruktur disebut pelikel (acquired
pellicle). Pelikel merupakan suatu membran tipis bebas bakteri terbentuk
segera setelah penyikatan gigi, terdiri atas glikoprotein yang diendapkan
dari air ludah (saliva), sifatnya lengket sehingga mempunyai kemampuan
melekatkan bakteri pada permukaan gigi. Pelikel diinvasi oleh bakteri,
kemudian bakteri tersebut tumbuh menghasilkan koloni-koloni, disertai
dengan pembentukan matriks interbakterial yang terdiri dari polisakarida
ekstraseluler.
Polisakarida ini terdiri dari levan, dextran, protein saliva dan hanya
bakteri pembentuk polisakarida ekstraseluler yang dapat tumbuh, yakni
Streptococcus mutans, Streptococcus bovis,Streptococcus sanguis dan
Streptococcus salivarius sehingga pada 24 jam pertama terbentuklah
lapisan tipis yang terdiri dari jenis kokus. Bakteri tidak membentuk suatu
lapisan yang kontinyu diatas permukaan aquired pellikel melainkan suatu
kelompok-kelompok kecil yang terpisah, suasana lingkungan pada lapisan
plak masih bersifat aerob sehingga hanya mikroorganisme aerobik dan
fakultatif yang dapat tumbuh dan berkembang biak. Pada awal ploriferasi
23

bakteri yang tumbuh adalah jenis kokus dan basil fakultatif (Neisseria,
Nocardia dan Streptococcus), dari keseluruhan populasi 50% terdiri dari
Streptococcus mutans. Dengan adanya perkembangbiakan bakteri maka
lapisan plak bertambah tebal karena adanya hasil metabolisme dan adesi
bakteri pada permukaan luar plak, lingkungan dibagian dalam plak
berubah menjadi anaerob. Setelah kolonisasi pertama oleh Streptococcus
mutans berbagai jenis mikroorganisme lain memasuki plak, hal ini
dinamakan Phenomena of succession, pada keadaan ini dengan
bertambahnya umur plak, terjadi pergeseran bakteri di dalam plak.
Pada tahap kedua, dihari kedua sampai keempat apabila kebersihan
mulut diabaikan, kokus gram negatif dan basil bertambah jumlahnya (dari
7% menjadi 30%) dimana 15% diantaranya terdiri dari basil yang bersifat
anaerob. Pada hari kelima Fusobacterium, Actinomyces, dan Veillonella
yang aerob bertambah jumlahnya. Pada saat plak matang dihari ketujuh
ditandai dengan munculnya bakteri jenis Spirochaeta, Vibrio, dan jenis
filamen terus bertambah, dimana peningkatan paling menonjol pada
Actinomyces naeslundi. Pada hari ke-28 dan ke-29 jumlah Streptococcus
terus berkurang.

Gambar 4. Kolonisasi bakteri awal pembentukan plak

Bakteri bakteri dalam plak yang melekat pada permukaan gigi


terutamanya Streptococcus dan Lactobasilus akan memetabolisme sisa
24

makanan yang bersifat kariogenik terutama yang berasal dari jenis


karbohidrat yang fermentable, seperti sukrosa, glukosa, fruktosa, maltose.
Gula ini mempunyai molekul yang kecil dan mempunyai berat yang
rendah sehingga mudah meresap dan dimetabolisme oleh bakteri, hasil
metabolisme oleh bakteri tersebut selain dapat menghasilkan asam juga
menghasilkan polisakarida ekstraseluler dan polisakarida intraseluler,
alkohol dan CO2. Selain dihasilkan oleh Streptococcus dan Lactobasilus,
asam dan polisakarida ekstraseluler dan intraseluler juga dihasilkan oleh
Staphilococcus, Neisseria, Enterococcus, akan tetapi bakteri ini tidak
tahan hidup dalam lingkungan asam dan hanya dapat hidup sampai pH 66,5, sedangkan Streptococcus dapat tahan sampai pH 4,5 dan Lactobacilus
dapat tahan sampai pH 4.
Asam yang paling banyak dihasilkan adalah asam laktat, selain itu juga
asam piruvat, asam asetat, asam propionat dan asam formiat. Asam yang
terbentuk dari hasil metabolisme ini selain dapat merusak gigi, juga
dipergunakan oleh bakteri untuk mendapatkan energi. Asam-asam ini akan
dipertahankan oleh plak permukaan email dan akan mengakibatkan
turunnya pH di dalam plak dan pada permukaan email sampai 5,2-5,5 (pH
kritis) dalam waktu 1-3 menit, tetapi adapula yang mengatakan bahwa
Streptococcus untuk menurunkan pH permukaan email menjadi pH 6,0-5,0
membutuhkan waktu kurang dari 13 menit. Pada

Lactobasilus

memerlukan waktu beberapa hari untuk menghasilkan penurunan pH yang


sama. Plak akan bersifat asam untuk beberapa waktu dan akan kembali ke
pH normal (pH 7) dibutuhkan waktu 30 60 menit. Pada seseorang yang
terlalu sering mengkonsumsi gula dan terus-menerus maka pH akan tetap
dibawah pH normal, dalam waktu tertentu akan mengakibatkan terjadinya
demineralisasi dari permukaan email yang rentan diikuti dengan terjadinya
pelarutan kalsium dan fosfat dari email, selanjutnya akan terjadi kerusakan
atau destruksi email sehingga terjadilah karies gigi.

25

Gambar 5. Proses demineralisasi enamel di lingkungan asam

Jika tidak segera diikuti dengan perawatan/penambalan, karies ini akan


berlangsung terus. Dari email akan menjalar ke lapisan dibawahnya yaitu
dentin, dan lama-lama akan sampai pada lapisan pulpa gigi. Bakteri yang
terdapat dalam karies merupakan sumber utama iritasi terhadap jaringan
pulpa. Bakteri akan memproduksi toksin yang akan berpenetrasi ke dalam
pulpa melalui tubulus dentinalis sehingga sel-sel inflamasi kronik seperti
makrofag, limfosit, dan sel plasma akan berinfiltrasi secara lokal pada
jaringan pulpa. Kondisi ini menyebabkan terjadinya inflamasi. Oleh
karena adanya inflamasi, pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi
dan aliran darah pun meningkat. Hal ini menyebabkan hiperemia pulpa.
Jika keadaan ini terus berlanjut, karies mencapai pulpa dan terjadi infeksi
di pulpa akan mengakibatkan pulpitis. Pulpitis reversibel akan menjadi
pulpitis irreversibel. Pulpitis irreversibel terbagi menjadi dua yaitu pulpitis
irreversibel ulseratif dan pulpitis irreversibel hiperplastik. Pulpitis
irreversibel hiperplastik yang ditandai dengan terbentuknya granuloma.
Setelah mengenai jaringan pulpa, lambat laun pulpa gigi akan mengalami
kematian dan akhirnya membusuk (nekrosis pulpa). Proses berikutnya
berlanjut menyebabkan peradangan pada tulang alveolus. Kemudian pada
ujung akar dari gigi akan timbul kantong berisi nanah (pus) dan bakteri.
Kantong tersebung dikenal dengan istilah granuloma. Granuloma inilah

26

yang kemudian menjadi fokal infeksi bagi jaringan sekitar gigi dan organ
lain.
Klasifikasi Karies Berdasarkan Kedalamannya
Menurut ICDAS, karies terbagi atas 6, yaitu:
1) D1 : Dalam keadaan gigi kering, terlihat lesi putih pada permukaan
gigi.
2) D2 : Dalam keadaan gigi basah, sudah terlihat adanya lesi putih pada
permukaan gigi.
3) D3 : Terdapat lesi minimal pada permukaan email gigi.
4) D4 : Lesi email lebih dalam. tampak bayangan gelap dentin atau lesi
sudah mencapai bagian dentino enamel Junction (DEJ).
5) D5 : Lesi telah mencapai dentin.
6) D6 : Lesi telah mencapai pulpa.

Gambar 6. Klasifikasi karies berdasarkan ICDAS

Klasifikasi Karies Berdasarkan Derajat Keparahan


Karies memiliki kedalaman yang berbeda. Derajat keparahannya
dikelompokan menjadi:
a.

b.

c.

Karies pada email


Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bila ada rangsangan yang
berasal dari makanan atau minuman yang dingin akan terasa linu.
Karies pada dentin
Ditandai dengan adanya rasa sakit apabila tertimbun sisa makanan.
Apabila sisa makanan disingkirkan maka rasa sakit akan berkurang.
Karies pada ke pulpa

27

Gigi terasa sakit terus menerus sifatnya tiba tiba atau muncul dengan
sendirinya. Rasa sakit akan hilang sejenak apabila diberi obat pengurang
rasa sakit.

Gambar 7. Klasifikasi karies berdasarkan derajat keparahan

Berdasarkan Stadium Karies (dalamnya karies)


a.

Karies Superfisialis

dimana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena.
b. Karies Media
dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah
dentin.
c. Karies Profunda
dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadangkadang sudah mengenai pulpa.
2.2.

HUBUNGAN

DIABETES

MELITUS

DENGAN

PENYAKIT

PERIDONTAL13
2.2.1. Komplikasi Oral pada Diabetes
Penyakit periodontal telah dilaporkan sebagai komplikasi ke-enam
diabetes, bersama dengan neuropati, nefropati, retinopati dan penyakit
mikro dan makrovaskular. Beberapa penelitian yang dipublikasikan telah
menjelaskan keterkaitan antara diabetes dan penyakit periodontal.
Berbagai studi telah memberikan bukti bahwa pengontrolan infeksi
periodontal dapat memberikan dampak positif terhadap kontrol glikemik,

28

ini ditandai oleh penurunan kebutuhan insulin serta penurunan kadar


Hemoglobin A1c.
Selain infeksi periodontal dan gingivitis, sejumlah komplikasi mulut
lainnya sering dilaporkan pada pasien dengan diabetes, yaitu xerostomia,
karies gigi, infeksi candida, burning mouth syndrome, lichen planus dan
penyembuhan luka yang buruk. Untuk memberikan penatalaksanaan yang
tepat kepada pasien, kita harus terlebih dahulu mendiagnosa dengan benar.
Hampir seluruh masalah gigi dapat diidentifikasi secara baik pada
pemeriksaan oral yang dilakukan pada setiap kunjungan medis.
2.2.2

Penyakit Periodontal dan Gingivitis


Presentasi klasik penyakit periodontal dikaitkan dengan akumulasi
plak dan kalkulus yang menimbulkan kondisi optimal untuk pertumbuhan
bakteri dan faktor virulensi kuat yang dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan periodontal dan resorpsi tulang alveolar di sekitar gigi.
Periodontitis sering didahului oleh berbagai tahap proses inflamasi pada
gingival yang disebut sebagai gingivitis. Gingivitis adalah peradangan
pada gusi dan merupakan penyakit gusi yang paling mudah diobati.
Penyebab langsung gingivitis adalah plak, yaitu lapisan yang lembut,
lengket dan tidak berwarna berasal dari bakteri yang terbentuk terus
menerus pada gigi dan gusi. Tanda-tanda dan gejala klasik dari gingivitis
meliputi gusi yang merah dan bengkak yang dapat berdarah pada saat gigi
disikat. Jika gingivitis tidak diobati, ia sering berkembang menjadi
penyakit

periodontal.

Infeksi

tersebut

kemudian

mengakibatkan

pembentukan kantong antara gigi dan gusi dan ini merupakan tanda
kerusakan apparatus periodontal dan tulang. Beberapa pasien juga dapat
mengalami halitosis berulang (bau mulut) atau rasa tidak enak pada mulut.
Jaringan di sekitar gigi pada sepanjang permukaan akar juga dapat
berkerut, sehingga mengekspos akar gigi dan mengakibatkan gigi terlihat
lebih panjang.
Tujuan terapi pada penatalaksanaan penyakit periodontal dan gingivitis
pada pasien diabetes meliputi pengobatan infeksi melalui pembersihan
plak dan kalkulus, penurunan respon inflamasi dan pemeliharaan kontrol

29

glikemik. Gigi harus dibersihkan secara teratur setiap 6 bulan oleh petugas
medis yang berlisensi dan juga harus dilakukan secara rutin oleh pasien
sendiri (misalnya, menyikat gigi dan flossing). Beberapa penelitian telah
membandingkan efektivitas dari berbagai metode menyikat gigi (manual,
oscillating atau sonic) dan menemukan bahwa cara menyikat gigi dapat
mempengaruhi jumlah plak yang tertinggal. Berbagai studi telah
menemukan bahwa metode oscillating atau sonic merupakan metode yang
paling efektif. The American Dental Association menganjurkan penyikatan
gigi minimal dua kali sehari dan flossing tiap hari. Kebanyakan orang
menyikat gigi pada pagi dan malam hari karena sesuai dengan kehidupan
seharian mereka. Sikat gigi harus diganti setiap 3-4 bulan dan pada anakanak perlu diganti lebih sering.
Selain itu, ada terdapat beberapa obat over-the-counter dan obat kumur
antibakteri yang bisa mengurangi jumlah bakteri, sehingga memudahkan
penyembuhan

dan

perbaikan

jaringan.

Konsil

American

Dental

Association untuk Pengobatan Dental telah mengesahkan Listerine dan


Chlorhexidine Gluconate (Peridex) sebagai obat yang bersifat efektif
terhadap pencegahan penyakit oral. Mekanisme kerja Listerine meliputi
penghancuran dinding sel bakteri, penghambatan enzim bakteri dan
ekstraksi LPS bakteri. Chlorhexidine mampu untuk mengikat jaringan
keras dan lunak secara slow release. Produk lain yang telah terbukti
mempunyai efek antimicrobial adalah larutan kumur dan pasta gigi yang
mengandung triklosan.
Karena jumlah penyakit periodontal semakin berkembang, intervensi
terapeutik yang lebih agresif dapat diindikasikan. Terapi bisa melibatkan
operasi, pemberian obat antimikroba (lokal atau sistemik) atau kombinasi
keduanya. Episode akut infeksi oral pada pasien diabetes harus segera
diatasi. Antibiotik yang tepat dan pengobatan nyeri harus disediakan,
bersama dengan rujukan ke dokter gigi sesegera mungkin. Antibiotik yang
paling sering digunakan untuk pengobatan infeksi gigi akut adalah
amoksisilin. Bagi individu yang memiliki alergi terhadap penisilin,
klindamisin merupakan obat pilihan. Perkembangan organisme yang
30

resiten terhadap antibiotik adalah kekhawatiran dalam komunitas medis


dan gigi, oleh karena itu dosis yang diberikan harus efektif minimum.
Dosis untuk amoksisilin berupa 250 mg dan diberikan 3 kali selama 7 hari,
sedangkan dosis klindamisin berupa 300 mg dan diberukan 4 kali selama 7
hari. Bagi pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol, dosis diberikan
mungkin perlu lebih tinggi dan obat harus dikonsumsi dalam waktu yang
cukup lama akibat respon imun dan penyembuhan yang kurang baik.
Penyakit periodontal kronis juga harus diperiksa, dan pasien yang
menderita penyakit tersebut harus dirujuk ke dokter gigi untuk evaluasi
dan pengobatan.
2.2.3

Xerostomia dan Karies Gigi


Diabetes dapat menyebabkan disfungsi pada kapasitas pengeluaran
kelenjar saliva. Proses ini sering dikaitkan dengan disfungsi kelenjar
saliva. Xerostomia berupa pengurangan (kualitatif atau kuantitatif) atau
tidak adanya air liur didalam mulut. Ini adalah komplikasi umum dari
penyakit sistemik dan obat-obatan. Fungsi normal saliva dimediasi oleh
reseptor muskarinik M3. Sinyal saraf eferen muskarinik yang dimediasi
oleh asetilkolin juga merangsang sel epitel kelenjar saliva, sehingga
meningkatkan sekresi saliva. Penderita xerostomia sering mengeluh
masalah dengan makan, berbicara dan menelan. Makanan kering dan
rapuh juga sulit untuk dikunyah dan ditelan. Pemakai gigi palsu juga
memiliki masalah karena dapat tejadi retensi gigi palsu, luka gigi palsu
dan penempelan lidah ke langit-langit. Pasien dengan xerostomia sering
mengeluh gangguan rasa (dysgeusia), nyeri pada lidah (glossodynia), dan
peningkatan kebutuhan untuk minum air terutama pada malam hari.
Xerostomia dapat meningkatkan kejadian karies gigi, pembesaran
kelenjar parotis, peradangan dan fisura pada bibir (cheilitis), peradangan
atau ulkus pada lidah dan mukosa bukal, kandidiasis oral, infeksi kelenjar
saliva (sialadenitis), halitosis, dan fisura pada mukosa oral. Jika tidak
diobati, xerostomia dapat mengeksaserbasi karies gigi dan juga dapat
mengakibatkan infeksi pada pulpa gigi serta abses gigi. Pembentukan

31

karies membutuhkan bakteri Streptokokus mutans. Bakteri ini melekat


dengan baik pada permukaan gigi dan memfermentasi gula lebih baik
dibandingkan bakteri oral lainnya. Ketika bakteri S.Mutans pada plaque
terdapat dalam jumlah tinggi (sekitar 2-10%), pasien akan berisiko tinggi
untuk mendapat karies. Jumlah bakteri yang tinggi bersama dengan mulut
kering dan sumber asupan gula merupakan kondisi optimal untuk kejadian
karies gigi.
Etiologi Xerostomia dikaitkan dengan pembesaran non-neoplastik dan
non-inflammatorik kelenjar parotis yang terjadi pada 25% pasien diabetes,
terutama diabetes tipe 1 yang disertai kontrol metabolik yang buruk.
Diagnosis Xerostomia dibuat berdasarkan hasil yang diperoleh dari
riwayat pasien atau pemeriksaan rongga mulut. Xerostomia akan dicurigai
jika tongue depresser melekat pada mukosa bukal atau, pada wanita, jika
lipstick melekat pada gigi depan. Mukosa oral juga akan mengering dan
lengket atau akan muncul bercak akibat pertumbuhan berlebihan candida
albicans. Bercak tersebut bisa berwarna merah atau putih atau keduanya
dan sering ditemukan pada permukaan keras atau lunak pada dorsal atau
palatum lidah. Pada beberapa kasus, kandidiasis pseudomembran juga
terdapat dan akan tampak sebagai plak putih yang mudah terlepas pada
permukaan mukosa. Terkadang akan terjadi pengumpulan saliva pada
dasar mulut, dan lidah bisanya tampak kering dengan jumlah papillae yang
berkurang. Saliva pasien akan tampak berserabut atau berbuih. Karies gigi
dapat ditemukan pada margin serviks atau leher gigi (bagian dimana gigi
bertemu gusi) atau margin incisal (tepi gigi). Mulut kering dapat
diperburuk oleh hiperventilasi, bernapas melalui mulut, merokok atau
peminuman alkohol. Intervensi paliatif mencakupi substitusi dan stimulan
saliva. Beberapa produk dapat dibeli langsung dari apotek (misalnya
xerolube dan produk biotene), sementara produk lainnya akan memerlukan
resep (pilocarpine, cevimeline).
2.2.4. Kandidiasis

32

Kandidiasis oral merupakan infeksi jamur Candida Albicans. Infeksi


dapat terjadi akibat efek samping peminuman obat antibiotik, antihistamin
atau obat-obatan kemoterapi. Gangguan lain yang berkaitan dengan
penimbulan xerostomia adalah diabetes, drug abuse, malnutrisi, defisiensi
kekebalan tubuh dan usia tua. Jamur kandida berada dalam rongga mulut
hampir setengah dari populasi dan juga lazim berada pada penderita
diabetes. Berbagai studi telah menyimpulkan bahwa prevalensi kandida
lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan pasien non
diabetes. Selain itu, Geerling et al melaporkan prevalensi infeksi kandida
yang tinggi secara signifikan pada penderita diabetes. Manifestasi klinis
kandida termasuk median rhomboid glositis, glositis atrofi, stomatitis
denture dan angular cheilitis. Candida merupakan flora normal pada mulut
dan hanya menimbulkan keluhan jika terjadi perubahan kimia pada rongga
mulut yang mendukung pertumbuhannya secara berlebihan. Faktor faktor
yang berperan dalam infeksi adalah disfungsi saliva, sistem kekebalan
tubuh dan salivary hyperglycemia. Infeksi candida juga sering ditemukan
pada pemakai gigi palsu. Gigi palsu harus dibersihkan secara menyeluruh
dan dapat direndam atau dilapisi dengan obat antimicrobial atau
chlorhexidine. Gigi palsu yang tidak muat dengan pas dapat menyebabkan
kerusakan membrane mukosa pada sudut mulut yang dapat menjadi
tempat pertumbuhan kandida. Infeksi kandida cukup mudah diobati dan
memerlukan terapi obat antimicrobial lokal. Obat antimicrobial yang
umum digunakan adalah nistatin, clotrimazole dan flukonazole. Dosis obat
tergantung pada manifestasi dan luasnya infeksi dan pengunaan pastiles,
lozenges atau troches juga dapat berdampaj secara lokal dan sistemik.

2.3. KANDIDIASIS ORAL10,11,12


2.3.1. Definisi
Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik di rongga mulut yang
disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dari jamur Kandida albikan.

33

Kandida albikan ini sebenarnya merupakan flora normal rongga mulut,


namun berbagai faktor seperti penurunan sistem kekebalan tubuh maupun
pengobatan kanker dengan kemoterapi, dapat menyebabkan flora normal
tersebut menjadi patogen.
2.3.2. Etiologi
Kandidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut
berupa lesi merah dan lesi putih yang disebabkan oleh jamur jenis Kandida
sp, dimana Kandida albikan merupakan jenis jamur yang menjadi
penyebab utama. Kandidiasis oral pertama sekali dikenalkan oleh
Hipocrates pada tahun 377 SM, yang melaporkan adanya lesi oral yang
kemungkinan disebabkan oleh genus Kandida. Terdapat 150 jenis jamur
dalam famili Deutromycetes, dan tujuh diantaranya ( C.albicans, C.
tropicalis, C. parapsilosi, C. krusei, C. kefyr, C. glabrata, dan C.
guilliermondii ) dapat menjadi patogen, dan C. albican merupakan jamur
terbanyak yang terisolasi dari tubuh manusia sebagai flora normal dan
penyebab infeksi oportunistik. Terdapat sekitar 30-40% Kandida albikan
pada rongga mulut orang dewasa sehat, 45% pada neonatus, 45-65% pada
anak-anak sehat, 50-65% pada pasien yang memakai gigi palsu lepasan,
65-88% pada orang yang mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang, 90%
pada pasien leukemia akut yang menjalani kemoterapi, dan 95% pada
pasien HIV/AIDS.Kandidiasis oral dapat menyerang semua umur, baik
pria maupun wanita. Meningkatnya prevalensi infeksi Kandida albikan ini
dihubungkan dengan kelompok penderita HIV/AIDS, penderita yang
menjalani transplantasi dan kemoterapi maligna. Odds dkk ( 1990 ) dalam
penelitiannya mengemukakan bahwa dari penderita HIV/AIDS, sekitar
44.8% adalah penderita kandidiasis.
2.3.3. Faktor resiko
Pada orang yang sehat, Kandida albikan umumnya tidak menyebabkan
masalah apapun dalam rongga mulut, namun karena berbagai faktor, jamur

34

tersebut dapat tumbuh secara berlebihan dan menginfeksi rongga mulut.


Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Patogenitas jamur
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi
Kandida adalah adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa, dan
produksi enzim ekstraseluler. Adhesi merupakan proses melekatnya sel
Kandida ke dinding sel epitel host. Perubahan bentuk dari ragi ke hifa
diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan
Kandida terhadap sel host. Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti
aspartyc proteinase juga sering dihubungkan dengan patogenitas Kandida
albikan.
b. Faktor Host
Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor
sistemik. Termasuk faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi kelenjar
ludah yang dapat menurunkan jumlah saliva.

Saliva penting dalam

mencegah timbulnya kandidiasis oral karena efek pembilasan dan


antimikrobial protein yang terkandung dalam saliva dapat mencegah
pertumbuhan berlebih dari Kandida, itu sebabnya kandidiasis oral dapat
terjadi pada kondisi Sjogren syndrome, radioterapi kepala dan leher, dan
obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi saliva. Pemakaian gigi tiruan
lepasan juga dapat menjadi faktor resiko timbulnya kandidiasis oral.
Sebanyak 65% orang tua yang menggunakan gigi tiruan penuh rahang atas
menderita infeksi Kandida, hal ini dikarenakan pH yang rendah,
lingkungan anaerob dan oksigen yang sedikit mengakibatkan Kandida
tumbuh pesat. Selain dikarenakan faktor lokal, kandidiasis juga dapat
dihubungkan dengan keadaan sistemik, yaitu usia, penyakit sistemik
seperti diabetes, kondisi imunodefisiensi seperti HIV, keganasan seperti
leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan seperti antibiotik
spektrum luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid, dan kemoterapi.
2.3.4

Klasifikasi dan Gambaran Klinis


Gambaran klinis kandidiasis oral tergantung pada keterlibatan
lingkungan dan interaksi organisme dengan jaringan pada host. Adapun

35

kandidiasis oral dikelompokkan atas tiga, yaitu akut, dibedakan menjadi


dua jenis, yaitu :
a. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut
Kandidiasis pseudomembranosus akut yang disebut juga sebagai
thrush, pertama sekali dijelaskan kandidiasis ini tampak sebagai plak
mukosa yang putih, difus, bergumpal atau seperti beludru, terdiri dari sel
epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur, dapat dihapus meninggalkan
permukaan merah dan kasar. Pada umumnya dijumpai pada mukosa pipi,
lidah, dan palatum lunak. Penderita kandidiasis ini dapat mengeluhkan
rasa terbakar pada mulut. Kandidiasis seperti ini sering diderita oleh
pasien dengan sistem imun rendah, seperti HIV/AIDS, pada pasien yang
mengkonsumsi kortikosteroid, dan menerima kemoterapi. Diagnosa dapat
ditentukan dengan pemeriksaan klinis, kultur jamur, atau pemeriksaan
mikroskopis secara langsung dari kerokan jaringan
b. Kandidiasis Atropik Akut.
Kandidiasis jenis ini membuat daerah permukaan mukosa oral
mengelupas dan tampak sebagai bercak-bercak merah difus yang rata.
Infeksi ini terjadi karena pemakaian antibiotik spektrum luas, terutama
Tetrasiklin, yang mana obat tersebut dapat mengganggu keseimbangan
ekosistem oral antara Lactobacillus acidophilus dan Kandida albikan.
Antibiotik

yang

dikonsumsi

oleh

pasien

mengurangi

populasi

Lactobacillus dan memungkinkan Kandida tumbuh subur. Pasien yang


menderita Kandidiasis ini akan mengeluhkan sakit seperti terbakar.
Kronik, dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Kandidiasis Atropik Kronik
Disebut juga denture stomatitis atau alergi gigi tiruan. Mukosa
palatum maupun mandibula yang tertutup basis gigi tiruan akan menjadi
merah, kondisi ini dikategorikan sebagai bentuk dari infeksi Kandida.
Kandidiasis ini hampir 60% diderita oleh pemakai gigi tiruan terutama
pada wanita tua yang sering memakai gigi tiruan selagi tidur.
b. Kandidiasis Hiperplastik Kronik
Infeksi jamur timbul pada mukosa bukal atau tepi lateral lidah berupa
bintik-bintik putih yang tepinya menimbul tegas dengan beberapa daerah
merah. Kondisi ini dapat berkembang menjadi displasia berat atau
36

keganasan, dan kadang disebut sebagai Kandida leukoplakia.

Bintik-

bintik putih tersebut tidak dapat dihapus, sehingga diagnosa harus


ditentukan dengan biopsi.

Kandidiasis ini paling sering diderita oleh

perokok.
c. Median Rhomboid Glositis
Median Rhomboid Glositis adalah daerah simetris kronis di anterior lidah
ke papila sirkumvalata, tepatnya terletak pada duapertiga anterior dan
sepertiga posterior lidah. Gejala penyakit ini asimptomatis dengan daerah
tidak berpapila.
2.3.5. Tatalaksana
Penatalaksanaan kandidiasis oral yaitu dengan menjaga kebersihan
rongga mulut, memberi obat-obatan antifungal baik lokal maupun
sistemik, dan berusaha menanggulangi faktor predisposisi, sehingga
infeksi jamur dapat dikurangi.Bila karena pemakaian protese, perlu
melepas protese setiap hari, terutama pada malam hari saat tidur dan
mencuci dengan antiseptik seperti khlorheksidin. Selama pengobatan tidak
dianjurkan merokok, karena akan menghambat reaksi adekuat terhadap
pengobatan.Terdapat dua jenis obat antifungal, yaitu pemberian obat
antifungal secara topikal dan sistemik.
Penanggulangan faktor predisposisi meliputi pembersihan dan
penyikatan gigi tiruan secara rutin dengan menggunakan cairan pembersih,
seperti Klorheksidin, mengurangi rokok dan konsumsi karbohidrat,
mengunyah permen karet bebas gula untuk merangsang pengeluaran
saliva, menunda pemberian antibiotik dan kortikosteroid, menangani
penyakit

yang

dapat

memicu

kemunculan

Candidiasis

seperti

penanggulangan penyakit diabetes, HIV, dan leukemia.


Obat antifungal topikal:
1. Nistatin suspensi oral:
- Dosis: 4-6 ml (400.000-600.000), 4 x / hari sesudah makan
- Harus ditahan di mulut beberapa menit sebelum ditelan
- Dosis untuk bayi 2 ml ( 200.000), 4 x / hari
- Perlu 10 14 hari untuk kasus akut atau beberapa bulan untuk yang kronis.
2. Amfoterisin B:

37

Bekerja melalui pengikatan pada sterol dalam membran sel jamur dan
mengubah permeabilitas membran sel, tidak diserap pada saluran pencernaan
sehingga dianjurkan pemberian secara topikal. Sediaan:
- Suspensi oral 100 mg / ml
- Salep 3%
- Lozenge 10 mg
3. Mikonazol.
Ini sejenis Imidazole dapat digunakan sebagai aplikasi lokal dalam mulut, akan
tetapi pemakaian dengan cara ini terbatas karena efek samping seperti muntah
dan diare. Obat lain yang termasuk kelompok ini klotrimazol dan ketokonazol.
Sediaan: Gel oral 25mg/ml, krem 2%, tablet 250 mg.
Pengobatan diteruskan sampai 2 hari sesudah gejala tidak tampak.
4. Solusio gentian violet 1 2% :
Masih sangat berguna, tetapi memberi warna biru yang tidak menarik.Dapat
dipertimbangkan untuk kasus sulit dan kekambuhan.Dioleskan 2 x / hari
selama 3 hari.
Obat antifungal sistemik:
1. Ketokonazol 200 mg 400 mg / hari selama 2 4 minggu, untuk infeksi
kronis perlu 3 5 minggu
2. Itrakonazol 100 200 mg / hari selama 4 minggu
3. Flukonazol 50 200 mg / hari selama 1- 2 minggu
4. Vorikonazol Adalah triazole yang memiliki struktur kimia seperti
flukonazol, menjadi salah satu pilihan bila kurang sensitive terhadap
flukonazol.

38

BAB III
ANALISIS MASALAH
Ny. EH, 52 Tahun dirawat di bagian Penyakit Dalam RSMH Palembang
dengan diagnosis

Diabetes mellitus tipe 2 Normo-weight uncontrolled,

Hemorroid Interna Tipe I, Syndrome Dyspepsia (perbaikan), DLI (perbaikan),


Hipertensi terkontrol, CVD lama, Susp. Polineuropati DM. Pasien dikonsulkan
dari bagian Penyakit Dalam RSMH untuk dilakukan pemeriksaan gigi dan mulut
untuk mengevaluasi dan tatalaksana adakah tanda-tanda fokal infeksi. Pada pasien
tidak didapatkan keluhan seperti sakit gigi, ngilu saat makan makanan yang
panas/dingin, atau mulut terasa kering. Gusi berdarah (-). Pasien selama ini tidak
pernah memeriksaan gigi ke dokter gigi.Riwayat tambal gigi (-) menandakan
pasien tidak pernah melakukan perawatan gigi. Riwayat trauma (-). Dari riwayat
kebiasaan pasien, adanya kebiasaan oral hygiene yang baik berupa teratur
menggosok gigi 2x dalam sehari, pasien juga tidak ada riwayat merokok dan
konsumsi permen atau coklat.
Saat dikonsulkan ke Poli Gigi dan Mulut keadaan umum pasien tampak
kompos mentis, nadi 80 x/m, pernafasan 20 x/m, suhu 360 C dan tekanan darah
120/80 mmHg. Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan intra oral bagian mukosa bukal labial dan palatum dalam batas
normal. Pada pasien diduga atau suspect candidiasis lidah dikarenakan pada
pemeriksaan didapatkan selaput putih pada permukaan lidah dan didapatkan juga
kalkulus generalisata (+), yang berarti adanya lapisan lunak dan keras yang
menempel pada gigi berupa calculus atau karang gigi di seluruh kuadran/regio,
missing teeth (+) 1 7, 2 7. Pada status lokalis ditemukan adanya nekrosa pulpa
dengan luksasi derajat I pada gigi 4 6. Hal tersebut didasarkan pada pemeriksaan
39

yang didapatkan hasil lesi mencapai D6 (pulpa), pemeriksaan sondase (-) pada gigi
4 6.
Dari anamnesis dan pemeriksaan ekstra oral dan intra oral didapatkan tandatanda fokal infeksi berupa Calculus di semua kuadran atau regio, Suspect
candidiasis lidah, Nekrosa Pulpa pada gigi 4 6 dan Radix pada gigi 1 7, 2 7.
Dimana tanda fokal infeksi tersebut sangat berhubungan dengan adanya pengaruh
penyakit diabetes mellitus tipe 2 yang dididerita pasien sejak 6 tahun yang lalu.
Dimana keadaan hiperglikemia akan menyebabkan terbentuknya stress oksidatif
berupa AGEs dan ROS yang menimbulkan berkurangnya osteoblast dan
meningkatkan osteoclast serta mediator imflamasi (TNF) sehingga menyebabkan
defek atau ganggungan pada tulang termasuk gigi dan jaringan periodontal
lainnya. Keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan terjadinya kandidiasis oral
karena keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya disfungsi aliran saliva
akibat kehilangan cairan dari tubuh dalam jumlah yang banyak, sehingga aliran
saliva juga berkurang.
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro ekstraksi pada gigi
yang mengalami nekrosa pulpa dengan luksasi derajat 1. kemudian juga dilakukan
pro scaling dan swab lidah untuk membersihkan calculus serta untuk menegakkan
diagnosis candidiasis lidah. Selain dilakukan beberapa rencana tindakan juga
dilakukan perawatan dengan menjaga oral hygiene pasien. Mengedukasikan
kepada pasien mengenai oral hygiene untuk mengatasi adanya komplikasi yang
lebih lanjut. Edukasi juga dilakukan pada pasien dalam pemilihan makanan
seperti menghindari makanan yang keras, terlalu panas dan yang mengandung
banyak gula seperti yang dikonsumsi dalam intensitas sering dan jumlah yang
banyak, pasien juga diajarkan cara menyikat gigi yang benar dan teratur serta
pentingnya memberitahu kepada pasien mengenai kunjungan ke dokter gigi setiap
6 bulan.

40

DAFTAR PUSTAKA
1. Cawson RA, Odell E.W. Cawsons Essential of oral pathology and oral
medicine. 7th edition. Churcill livingstone.2002.p.82-3
2. Jean-Louis Sixou et al, Microbiology of mandibular third molar
pericoronitis: Incidence of -lactamase-producing bacteria. Oral surgery,
Oral medicine, Oral pathology, Oral radiology, and endodontology Vol,
Issue 6, p. 655-9
3. Pantera E. Endodontic disease. In: Schuster G, editor. Oral microbiology
and infectious disease. 3rd ed. Philadelphia. BC Decker inc; 1990. p554-5
4. Neville, B.W., D. Damm, C. Allen, J. Bouquot. Oral & Maxillofacial
Pathology. Second edition. 2002.
5. Robertson A, Andreasen F, Bergenholtz G, Andreasen J, Norn J.Incidence
of pulp necrosis subsequent to pulp canal obliteration from trauma of
permanent incisors. Abstract. J Endod. 1996 Oct;22(10):557-60.
6. Poul V, Anders N. Pulp sensibility and pulp necrosis after Le Fort I
osteotomy. Abstract. Journal of Cranio-maxillofacial Surgey. 1989 May;17
(4): 167-171.
7. Shafer William G, Hine Maynard K, Levy Barnet M. A textbook of oral
pathology, chapter 9. P. 463-77. Philadelphia: W.B. Saunders. 1974.
8. Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral
infection. Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.
9. Sandler
NA.
Odontogenic
infections.
Diunduh

dari

dari

http://www1.umn.edu/dental/courses/oral_surg_seminars/

odontogenic_ infections.pdf).
10. Peterson
LJ.
Odontogenic

infections.

Diunduh

http://famona.erbak.com/OTOHNS/Cummings?cumm069.pdf,).
11. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2 nd
ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.
12. Ghom, AG. Infections of Oral Cavity. Textbook of Oral Medicine, 2nd ed.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. Hal.484-486

41

Anda mungkin juga menyukai