Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPENDUDUKAN

BONUS DEMOGRAFI DI INDONESIA

Oleh:
Nama : Anindya Hapsari
NIM : 011514653001

Pembimbing:
Dr. Sunarjo, dr., M.S., M.Sc.

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN REPRODUKSI


JENJANG MAGISTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016

BAB 1
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara ke empat dengan penduduk terbesar di dunia,


namun dalam arah sasaran pembangunan Indonesia dan pertumbuhan ekonomi
ternyata belum dapat mengimbangi laju penduduk ataupun peningkatan populasi
penduduk. Tingginya jumlah penduduk Indonesia dikarenakan oleh tingginya laju
pertumbuhan penduduk di daerah atau provinsi.
Menurut Armida (2014,) Indonesia telah memasuki bonus demografi sejak
tahun 2012, dan bergerak menuju terbukanya window of opportunity pada periode
2020-2030 dimana struktur penduduk didominasi oleh mereka yang berusia
produktif. Indonesia sedang menuju tahapan bonus demografi dengan
pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat dan penurunan angka kelahiran
dalam jangka panjang (Amida, 2014).
Penurunan angka kelahiran dan angka kematian telah mempengaruhi
struktur umur penduduk. Hasil proyeksi 2020-2030 memperlihatkan bahwa
proporsi penduduk usia dibawah 15 tahun semakin mengecil sedangkan proporsi
penduduk kelompok umur produktif (15-64 tahun) akan semakin membesar,
sementara lansia perlahan-lahan juga semakin meningkat. Kondisi ini akan
mempengaruhi angka rasio ketergantungan.
Bonus demografi dapat dilihat dengan parameter rasio ketergantungan
yang cukup rendah, yaitu mencapai 44. Hal ini berarti bahwa dalam setiap 100
penduduk usia produktif (15-64 tahun) hanya menanggung sekitar 44 penduduk
usia nonproduktif. Bonus demografi puncak terjadi jika rasio ketergantungan
berada pada titik terendah. Pada posisi ini, suatu negara/daerah disebut memiliki
masa window of opportunity, yaitu masa dimana angka rasio ketergantungan
sangat rendah. Masa ini jika dikaitkan dengan ekonomi akan menghasilkan bonus
demografi yaitu keuntungan ekonomi yang disebabkan oleh menurunnya rasio
ketergantungan sebagai hasil penurunan kelahiran dalam jangka panjang
(Wongboonsin dkk, 2003).
Rasio ketergantungan yang terus menurun belakangan ini diperkirakan
akan mencapai titik terendah pada periode 2020-2030. Periode 2020-2030 inilah

yang disebut sebagai the window of opportunity untuk Indonesia (Adioetomo,


2005). The window of opportunity ini tidak terjadi selamanya melainkan
melainkan hanya terjadi dalam waktu yang sangat singkat, satu atau dua dekade
saja. Ini disebabkan karena dalam perjalanan transisi demografi, harapan hidup
yang terus meningkat akan meningkatkan jumlah lansia di atas 65 tahun
sedemikian rupa, sehingga rasio ketergantungan akan meningkat lagi. Jadi,
terbukanya the window of opportunity yang menyediakan kondisi ideal untuk
meningkatkan produktivitas harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah
suatu negara apabila ingin meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Pada
makalah ini akan dipaparkan mengenai bonus demografi yang terjadi di
Indonesia.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bonus Demografi


Bonus demografi merupakan suatu kondisi perubahan struktur umur
penduduk sebagai akibat dari proses transisi demografi, yaitu penurunan angka
kelahiran dan angka kematian. Penurunan angka kelahiran akan menyebabkan
penurunan jumlah penduduk umur kurang dari 15 tahun, yang diikuti dengan
penambahan penduduk usia produktif 15-64 tahun sebagai akibat banyaknya
kelahiran di masa lalu. Sementara karena perbaikan status kesehatan, umur
harapan hidup semakin panjang, sehingga jumlah lansia akan semakin meningkat
(Hayes and Setyonaluri, 2015).
Sedangkan menurut Adioetomo, bonus demografi didefinisikan sebagai
keuntungan ekonomis yang disebabkan penurunan rasio ketergantungan sebagai
hasil proses penurunan fertilitas jangka panjang dan peningkatan usia harapan
hidup (Adioetomo, 2005).
Bonus demografi dikatakan terjadi pada suatu negara apabila jumlah
penduduk usia produktif (rentang usia 15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan
dengan usia nonproduktif sehingga rasio ketergantungan mengalami penurunan
(BKKBN, 2013). Terjadinya bonus demografi dapat dilihat dengan parameter
rasio ketergantungan yang cukup rendah, yaitu mencapai 44. Hal ini berarti bahwa
dalam setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) hanya menanggung
sekitar 44 penduduk usia nonproduktif. Bonus demografi akan mencapai puncak
ketika rasio ketergantungan berada pada titik terendah. Pada posisi ini, suatu
negara disebut memiliki masa window of opportunity (Hayes and Setyonaluri,
2015). Pada masa ini, proporsi penduduk muda rendah sehingga investasi untuk
memenuhi kebutuhan penduduk muda berkurang dan sumber daya dapat dialihkan
untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan keluarga
(Ross, 2004).
Keadaan ini dikatakan sebagai bonus karena keadaan ini tidak terjadi
secara terus-menerus, melainkan hanya terjadi dalam waktu yang sangat singkat,
satu atau dua dekade saja. Menurut Adioetomo, bonus demografi ini hanya akan

terjadi satu kali saja bagi semua penduduk suatu negara. Hal ini disebabkan
karena dalam perjalanan transisi demografi, harapan hidup yang terus meningkat
akan meningkatkan jumlah lansia di atas 65 tahun sedemikian rupa, sehingga rasio
ketergantungan akan meningkat lagi (Adioetomo, 2005).

2.2 Terjadinya Bonus Demografi di Indonesia


2.2.1 Penyebab Terjadinya Bonus Demografi
Bonus demografi adalah keuntungan ekonomis yang disebabkan oleh
penurunan fertilitas jangka panjang dan peningkatan usia harapan hidup karena
peningkatan status kesehatan. Keberhasilan penurunan fertilitas dalam jangka
panjang di Indonesia disebabkan karena keberhasilan program Keluarga
Berencana Nasional yang mulai dicanangkan sejak tahun 1970. Penggalakan
program Keluarga Berencana (KB) ini dimulai sejak terbitnya Keputusan Presiden
RI Nomor 8 tahun 1970 tentang BKKBN sebagai badan resmi pemerintah yang
bertanggung jawab penuh mengenai pelaksanaan program KB di Indonesia. Pada
waktu itu, tujuan program keluarga berencana ini adalah untuk memperbaiki
kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga, dan bangsa; serta untuk
mengurangi angka kelahiran dalam rangka menaikan taraf hidup rakyat dan
bangsa (Handayani, 2010).
Penggalakan program KB nasional selama tiga puluh tahun telah mampu
menggeser anak-anak dan remaja berusia di bawah 15 tahun yang biasanya besar
dan berat di bagian bawah dari piramida penduduk Indonesia ke bagian piramida
dengan usia yang lebih tinggi, yaitu usia di atas 15 tahun atau pada usia 15-64
tahun. Pergeseran bagian dasar dari piramida dengan tetap diikuti kesediaan
pasangan usia subur mengikuti program KB, menyebabkan angka fertilitas tetap
rendah. Angka fertilitas yang rendah menyebabkan jumlah dan persentase anakanak dan remaja di bawah usia 15 tahun juga tetap rendah (Adioetomo,2005).

Gambar 2.2.1.1 Piramida Penduduk Indonesia Tahun 1971-2010


(BKKBN, 2013)

Gambar 2.2.1.1 di atas menunjukkan perubahan tren piramida penduduk


Indonesia dari tahun 1971 sampai dengan 2010. Bentuk piramida penduduk
berubah menjadi tipe expansive pada tahun 2010 dimana jumlah penduduk usia
muda lebih banyak daripada usia dewasa maupun tua. Pada piramida penduduk
tahun 2010, kelompok umur 20-24 tahun menunjukkan keberhasilan Program
Keluarga Berencana. Apabila dibandingkan dengan kelompok umur di bawahnya
(0-19 tahun) terlihat adanya peningkatan kelahiran pada periode setelah tahun
1990. Selain itu, bagian puncak piramida menunjukkan peningkatan pada jumlah
penduduk lanjut usia (BKKBN, 2013). Struktur penduduk seperti ini
menyebabkan rasio ketergantungan, maupun dukungan ekonomi yang harus
diberikan oleh penduduk usia produktif pada penduduk usia anak-anak dan lansia
menjadi lebih ringan (Adioetomo, 2005).
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keberhasilan program KB
menyebabkan penurunan angka fertilitas dan dalam jangka panjang mampu
menurunkan rasio ketergantungan dan menyebabkan terjadinya bonus demografi
di suatu negara.

Rasio ketergantungan adalah perbandingan antara jumlah penduduk umur


0-14 tahun ditambah dengan jumlah penduduk usia 65 tahun ke atas (penduduk
usia nonproduktif) dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun
(penduduk usia produktif) (Badan Pusat Statistik, 2013). Keberhasilan program
KB mampu menurunkan rasio ketergantungan dari tahun 1971 sebagaimana
tampak pada gambar berikut.

Gambar 2.2.1.2 Rasio Ketergantungan Tahun 1971-2010


(BKKBN, 2013)

Gambar 2.2.1.2 menunjukkan penurunan rasio ketergantungan dari tahun


1971, yaitu 86,86 per 100 orang usia produktif menjadi 51,31 per 100 orang usia
produktif pada tahun 2010. Kondisi ini menggambarkan banyaknya jumlah
penduduk yang harus ditanggung oleh penduduk usia kerja telah mengalami
penurunan (BKKBN, 2013).
Hasil perhitungan sementara Direktorat Perencanaan Pengendalian
Penduduk BKKBN pada tahun 2013 menunjukkan bahwa window of oppurtunity
di Indonesia diperkirakan terjadi pada rentang waktu tahun 2020 sampai tahun
2035, dengan nilai rasio ketergantungan terendah berada pada tahun 2020 sampai
dengan tahun 2030 yakni 46,28 serta 46,29 per 100 orang usia produktif (Gambar
2.2.1.3)(BKKBN, 2013).

Gambar 2.2.1.3 Proyeksi Rasio Ketergantungan Tahun 2015-2035


(BKKBN, 2013)

2.2.2 Proses Terjadinya Bonus Demografi


Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa bonus demografi diakibatkan karena
keberhasilan penurunan angka kelahiran dan angka kematian sehingga pada
akhirnya jumlah penduduk usia produktif 15-64 tahun lebih besar dari usia
nonproduktif (Hayes and Setyonaluri, 2015). Terjadinya bonus demografi
merupakan proses yang panjang, yang diawali dengan proses perubahan angka
kematian dan kelahiran yang berlangsung dari tingkatan yang tinggi ke tingkatan
yang rendah, yang disebut juga dengan transisi demografi (Siregar dan
Suwandono, 2012).

Gambar 2.2.2.1 Transisi Demografi Indonesia Tahun 1950-2050


(World Population UN, 2015)

Gambar 2.2.2.1 menunjukkan terjadinya transisi demografi di Indonesia


dari tahun 1950. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa terjadinya penurunan angka
kelahiran (crude birth rate) dan angka kematian (crude death rate) terjadi secara
bertahap dan memerlukan waktu yang lama.

Gambar 2.2.2.2 Tahapan Transisi Demografi


(BKKBN, 2014)

Proses transisi demografi dapat dikategorikan dalam 4 tahapan. Tahap


pertama diawali dengan tingkat kelahiran dan kematian yang tinggi. Tahap kedua
ditandai dengan penurunan angka kematian (karena penemuan obat dan program
kesehatan), sementara angka kelahiran tetap tinggi. Tahap ketiga, tetap terjadi
penurunan angka kematian, tetapi tidak secepat tahap kedua; sementara angka
kelahiran mulai menurun akibat kontrasepsi dan peningkatan tingkat pendidikan.
Sedangkan, tahap keempat ditandai dengan tingkat kematian dan tingkat kelahiran
yang rendah (BKKBN, 2014).
Indonesia telah mencapai tahap keempat transisi demografi dimana angka
kelahiran (crude birth rate) dan angka kematian (crude death rate) sama-sama
rendah. Keadaan inilah yang menyebabkan jumlah penduduk usia produktif 15-64
tahun mendominasi piramida penduduk sebagai akibat banyaknya kelahiran di
masa lalu dan menyebabkkan Indonesia menikmati bonus demografi (Hayes and
Setyonaluri, 2015).

2.3 Peluang dengan adanya Bonus Demografi


Bonus demografi harus dioptimalkan semaksimal mungkin demi
pertumbuhan ekonomi melalui investasi sumber daya manusia yang modern.
Keuntungan terjadinya bonus demografi ini antara lain:
a. Penawaran tenaga kerja (labour supply) yang besar.
Hal ini terjadi karena:
1. Adanya ledakan penduduk usia produktif. Apabila hal ini diimbangi dengan
peningkatan penyerapan tenaga kerja, maka pendapatan perkapita akan
meningkat.
2. Meningkatnya peranan perempuan. Rendahnya tingkat fertilitas dan jumlah
anak yang sedikit memungkinkan perempuan memasuki pasar kerja dan
membantu peningkatan pendapatan. Ibu akan banyak mempunyai waktu
yang lebih banyak untuk melakukan hal-hal selain melahirkan dan merawat
anak. Kenyataan ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap
peningkatan kesempatan keluarga untuk melakukan kegiatan produktif
(Hayes and Setyonaluri, 2015).
b. Adanya tabungan (savings) masyarakat yang diinvestasikan secara produktif.

Bonus demografi akan memicu partumbuhan tabungan (savings).


Semakin banyak jumlah pekerja, semakin banyak jumlah tabungan. Hal ini
karena jumlah tanggungan rendah sehingga pekerja mampu untuk menyimpan
pendapatannya. Peningkatan jumlah tabungan menyebabkan akumulasi kapital
sebagai investasi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi negara, yang juga
akan memberikan konstribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat
(Bloom et al, 2003).
c. Modal manusia (human capital) yang berkualitas.
Penurunan mortalitas, peningkatan usia harapan hidup, penurunan
fertilitas dan jumlah keluarga yang kecil akan menyebabkan perubahan
perilaku dimana kesadaran tentang edukasi, waktu dengan keluarga, masa
pensiun, dan peran perempuan meningkat. Orang tua memiliki anak dengan
jumlah yang lebih sedikit, tetapi lebih berkualitas karena memperoleh
pendidikan yang tinggi, kecukupan pangan dan gizi, serta kesehatan yang
optimal. Hasil dari investasi edukasi pada anak ini adalah terciptanya angkatan
kerja yang lebih produktif dan peningkatan standar hidup (Hayes and
Setyonaluri, 2015).

2.4 Tantangan dan Persiapan Terjadinya Bonus Demografi


Terbukanya window of opportunity yang menyediakan kondisi ideal untuk
meningkatkan produktivitas harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah
suatu negara apabila ingin meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Hal yang
harus dipersiapkan untuk menyambut adanya window of opportunity, antara lain
(Adioetomo, 2005):
1. Adanya good governance yang kondusif. Hal ini diperlukan untuk menarik
investor dan menciptakan kondisi yang ideal untuk penciptaan lapangan kerja.
2. Kebijakan ekonomi yang kondusif yang mendukung penciptaan lapangan kerja
skala kecil, menengah, maupun besar; serta kebijakan tentang kredit mikro.
3. Peningkatan mutu pendidikan dan softskills
Peningkatan jumlah penduduk usia produktif harus dibarengi dengan
peningkatan kualitasnya. Hal ini dilakukan agar dapat bersaing dalam dunia
kerja maupun menciptakan lapangan pekerjaan. Sesuai dengan target MDGs

bidang pendidikan, semua anak harus dapat menyelesaikan pendidikan dasar 9


tahun pada tahun 2015. Sedangkan soft skill yang harus dipersiapkan menuju
bonus demografi, diantaranya adalah communication skills, intra-personal
skills, inter-personal skills, entrepreneurial skills, initiative, dan marketing
skills.
4. Kebijakan di bidang kesehatan untuk tetap menurunkan fertilitas dan
mortalitas.
Kebijakan untuk menjaga angka fertilitas tetap rendah dapat dilakukan
dengan meningkatkan kesadaran penduduk akan program KB diikuti dengan
penyebaran program KB ke seluruh wilayah Indonesia.
Penurunan mortalitas dilakukan dengan menurunkan angka kematian ibu
dan bayi serta meningkatkan usia harapan hidup. Kebijakan yang mencakup
hal ini adalah pemerataan persebaran tenaga kesehatan ke seluruh wilayah
Indonesia, pembangunan fasilitas kesehatan yang memadai, serta adanya
asuransi kesehatan yang mampu mencakup seluruh penduduk Indonesia
(universal coverage) (Hayes and Setyonaluri, 2015).

2.5 Masalah Akibat Adanya Bonus Demografi


Bonus demografi dapat menjadi bencana demografi, ketika penduduk usia
produktif tidak memiliki kesehatan yang memadai, pendidikan yang memadai,
dan tidak memperoleh keterampilan yang cukup. Selain itu, jumlah lapangan kerja
yang tidak adekuat serta kebijakan ekonomi yang tidak tepat juga dapat
menyebabkan bencana demografi. Hal ini terjadi karena banyaknya penduduk usia
produktif yang tidak memperoleh pekerjaan dan menjadi pengangguran
(Adioetomo, 2005).
Selain itu, pasca bonus demografi adalah meledaknya usia tua, sedangkan
transisi usia muda menjadi usia produktif belum sempurna. Hal itulah yang
kemudian menyebabkan pembengkakan jaminan sosial dan pensiunan sehingga
terjadi stagnasi dalam perekonomian nasional karena tabungan dari usia produktif
dialihkan sebagai dana talangan kedua hal tersebut (Adioetomo, 2005).

BAB 3
PENUTUP

Bonus demografi merupakan suatu kondisi perubahan struktur umur


penduduk sebagai akibat dari proses transisi demografi, yaitu penurunan angka
kelahiran dan angka kematian. Parameter untuk mengetahui terjadinya bonus
demografi adalah dengan melihat rasio ketergantungan di suatu negara.
Banyaknya

penduduk

usia

produktif

akan

menyebabkan

rasio

ketergantungan sangat rendah, sehingga secara ekonomi hal ini dapat


dimanfaatkan untuk meningkatkan kondisi dan taraf hidup masyarakat suatu
negara dimana keadaan ini disebut sebagai window of opportunity.
Bonus demografi disebabkan karena penurunan fertilitas dalam jangka
panjang serta peningkatan usia harapan hidup. Keadaan ini hanya akan
berlangsung selama satu atau dua dekade sehingga kebijakan dan persiapan yang
matang sangat diperlukan agar suatu negara dapat mengambil keuntungan dari
terjadinya bonus demografi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adioetomo, Sri Moertiningsih. 2005. Bonus Demografi : Hubungan antara


Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi.Jakarta : BKKBN.

Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama SosialEkonomi Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik.2013.Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta:


Badan Pusat Statistik.

Bank Dunia. 2009. Indonesia 2014 and Beyond:A Selective Look. Jakarta : Bank
Dunia.

Bloom, David; David Canning and Jaypee Sevilla. 2003. The Demographic
Dividend: A New Perspective on the Economic Consequences of Population
Change. Santa Monica: RAND.

Anda mungkin juga menyukai