DEFINISI PNEUMONIA
kemampuan
menyerap
oksigen
menjadi
kurang.
meninggal.(Misnadiarly, 2008)
Pneumonia adalah keradangan parenkim paru dimana asinus terisi dengan
cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam
interstitium, menyebabkan sekumpulan gejala dan tanda khas biasanya
dengan gambaran infiltrat sampai konsolidasi pada foto rontgen dada.
Gejala/tanda tersebut antara lain, demam, sesak napas, batuk dengan dahak
2. KLASIFIKASI PNEUMONIA
A. Klasifikasi pneumonia neonatal dapat dibagi menjadi 2 yaitu, sebagai
berikut:
a.
Intrapartum pneumonia
Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan
lahir.
Intrapartum
pneumonia
dapat
diperoleh
melalui
transmisi
b.
peristiwa
aspirasi
3. ETIOLOGI PNEUMONIA
a.
Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme
gram-positif
atau
gramnegatif
seperti
Steptococcus
pneumoniae
berkeringat,
napas
terengah-engah
dan
denyut
jantungnya
Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus,
chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus
herpes
simpleks, Virus insial pernapasan, hanta virus dan lain-lain. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan
bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada
umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh
dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus
influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian
(Misnadiarly, 2008).
c.
Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai
virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia
yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma
menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja
dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang
tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
d.
Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi
yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa
minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan
hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru
atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).
e.
Fungi
Status gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia.
Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi
adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan
kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia
2.
Status imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita
umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit.
Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi
untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita (Depkes RI, 2004). Salah
satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia
adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan imunisasi.
3.
4.
Umur Anak
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia.
Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun
dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2
tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit.
b.
Faktor Lingkungan
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko
terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak mempunyai
sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit
menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang kotor tersebut
(Depkes RI, 2004), yang berpengaruh diantaranya :
1.
Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor
dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan dengan
persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan
naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan media untuk
berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen
2.
Polusi Udara
5. PATOFISIOLOGI PNEUMONIA
(Terlampir)
Kelompok umur
Criteria pneumonia
Gejala klinis
Batuk
bukan Tidak ada napas cepat dan
pneumonia
Pneumonia
bagian bawah
Adanya napas cepat dan tidak
ada
tarikan
dinding
dada
Pneumonia berat
Bukan pneumonia
< 2 bulan
Pneumonia berat
kuat
Adanya
napas
cepat
dan
FAKTOR RESIKO
Sickle
cell
disease
Hipogammaglobul
inemia
Multiple myeloma
purulen,
dan
mengandung
mungkin
bercak
darah,
Aspirasi
Usia tua
COPD
Flu
Anak-anak
Dewasa muda
Kondisi
lemah
karena konsumsi
alkohol
Perawatan
(misalnya
infeksi
nosokomial)
terkena
tergantung
Gangguan
kesadaran
parunya
Infeksi gram negative atau
positif
Gambaran
sama
klinik
dengan
mungkin
pneumonia
klasik
Distress respirasi mendadak,
dispnea berat, sianosis, batuk,
dan
Hematogen
Kateter IV yang
terinfeksi
Endokarditis
Drug abuse
Abses
intra
abdomen
Pyelonefritis
Empiema
diikuti
tanda
sekunder
Gejala
pulmonal
minimal
disbanding
infeksi
timbul
gejala
sepilkemia
Batuk non produktif dan nyeri
pleuritik sama dengan yang
terjadi pada emboli paru-paru
kandung kemih
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PNEUMONIA
a.
Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa
sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang
terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
Pemeriksaan radiologi dapat memberikan gambaran yang bervariasi, di
antaranya :
Bercak
infiltrate
sirkular
menunjukkan
gambaran
pneumonia
b.
(Jadavji, dkk.1997)
Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita
yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
c.
d.
e.
f.
organisme khusus.
Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas
g.
h.
i.
dalam
membedakan
diagnosis
8. PENATALAKSANAAN PNEUMONIA
A. Tindakan suportif (Setyoningrum,2006)
a. Pemberian oksigen yang adekuat untuk mempertahankan PaO2> 8 kPa (SaO2< 90%)
melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat
bantu nafas mungkin diperlukan terutama bila terdapat tanda gagal nafas.
b. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Resusitasi cairan intravena untuk
memastikan stabilitas hemodinamik. Cairan rumatan yang diberikan mengandung gula
dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status
hidrasi. Pasien yang mengalami sesak yang berat dapat dipuasakan, tetapi bila sesak
sudah berkurang asupan oral dapat segera diberikan. Pemberian asupan
oral dapat diberikan bertahap melalui NGT drip susu atau makanan cair.
Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan,
untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH (Syndrome
of Inappropriate Anti Diuretic Hormone)
c. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan normal
salin untuk memperbaiki transpor mukosiliar.
d. Koreksi kelainan elektrolit / metabolik yang terjadi misalnya hipoglikemia
dan asidosis metabolik.
e. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang, demam, diare dan lainnya serta komplikasi
bila ada.
f.
Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu
(continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada
gagal napas.
g. Fisioterapi dada dengan drainage postural, bronkoskopi & suction dapat diberikan untuk
membantu pasien mengeluarkan sekret di saluran pernafasan. Dan hidrasi untuk
mengencerkan sekresi sekret.
hari
(bila
dibandingkan
dengan
antibiotika
lain
j.
p. Pemberian antibiotik biasanya diberikan sesuai jenis infeksius pneumonia, jika pada
pneumonia selain bekteri maka pemberian antibiotik bertujuan untuk mengurangi resiko
infeksi bakteri sekunder.
Pneumonia stafilokokus
NAMA OBAT
PNEUMONIA BAKTERIAL
Penisilin G IV
Penisilin V PO (per oral)
Terapi Antibiotik bergantian:
- Sefuroksim atau sefalosporin generasi ke-3
(sefotaksim, seftriakson, seftizoksim)
- Eritromisin
- Klindamisin
- Trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim)
Nafcillin
Metisilin
Oksasilin
Vankomisin untuk organism yang resistan
terhadap metisilin, atau pasien yang alergi
terhadap penisilin
.Gentamisin
Tobramisin
Sefalosporin generasi
Pneumonia klebsiella
Haemophilus influenza
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia virus
(Sefotaksim,
seftizoksim, seftriakson)
Piperasilin
Tikarsilin dikombinasikan dengan gentamisin
Pneumonia pseudomonas
Penyakit Legionnaires
ke-3
atau ortobramisin
Ampisilin
Amoksisilin
Augmentin
Sefaklor atau sefurosim
Trimethoprim sulfametoksazol bagi pasien
terhadap
saat ini
Tritoprim-sulfametoksazol
Dapsone
Pentaimidin
Flusitoasin dengan ampoterisin
pasien non-neutropenik
Ketokonazol
Lobektomi dari bola fungus
Pneumonia klamidia (Pneumonia Doksisiklin
Eritromiin
TWAR)
Klaritomisin
Azitromisin
Tuberkulosis
Rifampin
Streptomisin
Etambutol
Isoniazid (INH)
B. Penatalaksanaan keperawatan (Muscari, 2005.)
pada
9. KOMPLIKASI
Berdasarkan Corwin (2009), pneumonia yang lama dapat mengakibatakan
terjadinya komplikasi yaitu sebagai berikut:
KOMPLIKASI
PNEUMONIA BAKTERIAL
Syok
Efusi pleura
Superinfeksi
Perikarditis
Otitis media
Pneumonia stafilokokus
Pneumonia klebsiella
Pneumotoraks/efusi pleural
Abses paru
Empiema
Meningitis
Abses
paru
multiple
dengan
pembentukan kista
Empiema
Perikarditis
Efusi pleura.
Pneumonia pseudomonas
Mencakup peronggaan paru
hemoragi dan infark paru
Haemophilus influenza
Abses paru
Efusi pleura
PNEUMONIA ATIPIKAL
Penyakit Legionnaires
Hipotensi
Syok
Gagal ginjal akut
Pneumonia mikoplasma
Meningitis aseptic
Menigoensefalitis
Perikarditis
Miokarditis
Pneumonia virus
Infeksi bacterial
Superimposed
Bronkopenia
Pneumonia
pneumosistis
carinii Gagal nafas
(PCP)
Pneumonia
klamidia
(Pneumonia
TWAR)
Tuberkulosis
Infeksi
ARDS
ARDS
Pemeriksaan fisik
1) Breathing
Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat
berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup,
retraksi sternum dan intercostal space. Pada pemeriksaan auskultasi
paru dapat terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras,
suara nafas tambahan berupa ronkhi basah halus di lapangan paru
yang terkena, kadang disertai dengan sputum.
2) Blood
Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal,
batas jantung tidak mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit
pucat, icterus, CRT memanjang (>3 det).
3) Brain
Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan
kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat. Perlu dikaji tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil
terhadap cahaya
4) Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu
perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. Dikaji pula kelainan pada genetalia
dan pola eliminasi urine.
5) Bowel
Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana
pola eliminasi alvi, adakah kelainan pada anus.
6) Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula
adakah kelainan pada tulang yang kemungkinan karena trauma
persalinan atau kongenital, bagaimana ATR (activity tonus respon).
a.
b.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
efektif.
c.
d.
3. Rencana Tindakan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
bronchial, pembentukan edema, dan penumpukan sekret.
Tujuan
Jalan
1.
Kriteria Hasil
Bunyi napas bersih,
1)
Kaji
Rencana Intervensi
frekuensi,
kedalaman
napas
pernapasan
bersih dan
napas tambahan.
dada.
efektif.
2.
2)
Auskultasi
dan
pergerakan
area
paru,
catat
batas normal
terutama frekuensi
3)
3.
Batuk efektif.
4)
4.
adanya
5.
disorientasi.
sternum dan
5)
intercostal space.
6.
kebingungan,
Kolaborasi
dalam
pemberian
Kriteria Hasil
Pernafasan teratur 1)
Rencana Intervensi
Evaluasi
frekuensi
efektif.
(RR
30-40
kali/menit).
2.
Tanda
vital
dalam
dan
adanya
upaya
pernapasan
seperti
dispnea,
penggunaan
2)
Tidak
ada
penggunaan
otot
bantu napas.
4.
3)
Napas
cuping
pemeriksaan
laboratorium
( AGD ).
c. Kerusakan
pertukaran
gas
berhubungan
dengan
gangguan
transportasi oksigen.
Tujuan
Pertukaran
Kriteria Hasil
Hasil AGD dalam 1)
Rencana Intervensi
Kaji frekuensi dan kedalaman
batas normal. .
pernapasan.
2.
upaya
3.
1.
gas efektif.
Catat
adanya
pernapasan
seperti
pernapasan.
2)
3)
Kriteria Hasil
Suara nafas bersih, 1)
Rencana Intervensi
Kaji
frekuensi,
kedalaman
ankan
wheezing
tidak
perfusi
ada,
tidak 2)
Tempatkan
jaringan.
ada.
incubator.
batas
1.
2.
3.
ronkhi
normal, 4)
pasien
tanda-tanda
dalam
Pantau
sianosis,
jelas.
Kolaborasi:
detik.
pertahankan
4.
Akral hangat.
5.
Tidak
7)
terjadi
penurunan
kesadaran.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Muhammad.1989.Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Ditjen P2PL Depkes RI 2007. Bimbingan penatalaksanaan pneumonia balita.
Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Volume 3. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia