Anda di halaman 1dari 18

1.

DEFINISI PNEUMONIA

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai pada jaringan


parenkim paru yang biasanya disebabkan karena infeksi bakteri dengan
tanda dan gejala seperti batuk, sesak napas, demam tinggi, disertai dengan
penggunaan otot bantu napas dan adanya bercak infiltrate pada jaringan

paru (Depkes RI 2002)


Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang.
Kantung-kantung

kemampuan

menyerap

oksigen

menjadi

kurang.

Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara-gara


inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa

meninggal.(Misnadiarly, 2008)
Pneumonia adalah keradangan parenkim paru dimana asinus terisi dengan
cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam
interstitium, menyebabkan sekumpulan gejala dan tanda khas biasanya
dengan gambaran infiltrat sampai konsolidasi pada foto rontgen dada.
Gejala/tanda tersebut antara lain, demam, sesak napas, batuk dengan dahak

purulen kadang disertai darah dan nyeri dada (Syahrir, 2008).


Pneumonia neonatal adalah infeksi pada paru-paru, serangan mungkin
terjadi dalam beberapa jam kelahiran dan merupakan bagian yang dapat
disamakan dengan kumpulan gejala sepsis atau setelah tujuh hari dan
terbatas pada paru-paru. Tanda-tandanya mungkin terbatas pada kegagalan
pernafasan atau berlanjut ke arah syok dan kematian. Infeksi dapat
ditularkan melalui plasenta, aspirasi atau diperoleh setelah kelahiran
(Caserta, 2009)

2. KLASIFIKASI PNEUMONIA
A. Klasifikasi pneumonia neonatal dapat dibagi menjadi 2 yaitu, sebagai
berikut:
a.

Intrapartum pneumonia
Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan

lahir.
Intrapartum

pneumonia

dapat

diperoleh

melalui

transmisi

hematogenous, atau aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau


terkontaminasi cairan atau dari mekanik, atau gangguan iskemik
dari permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah dengan ibu
invasif organisme yang sesuai potensi dan virulensinya.

Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah,


dapat mewujudkan tanda-tanda paru segera setelah atau sangat

segera setelah lahir.


Proses infeksi sering memiliki periode beberapa jam sebelum
invasi yang memadai, replikasi, dan respon inflamasi telah terjadi
menyebabkan tanda-tanda klinis.

b.

Pneumonia pasca lahir


Pasca kelahiran pneumonia dalam 24 jam pertama kehidupan

berasal setelah bayi lahir.


Pasca kelahiran radang paru-paru dapat diakibatkan dari beberapa
proses yang sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi infeksi

terjadi setelah proses kelahiran.


Yang sering menggunakan antibiotik spektrum luas yang dihadapi
dalam banyak pelayanan obstetri dan bayi baru lahir unit
perawatan intensif (NICU) sering mengakibatkan kecenderungan
dari bayi untuk kolonisasi oleh organisme resisten pathogenicity
yang tidak biasa. Terapi invasif yang diperlukan dalam oleh bayi
sering menyebabkan mikroba masuk ke dalam struktur yang

biasanya tidak mudah diakses.


Enteral menyusui dapat mengakibatkan

peristiwa

aspirasi

peradangan signifikan potensial. Selang makanan mungkin lebih


lanjut dapat mempengaruhi gastroesophageal reflux dan aspirasi
pada bayi.
B. Klasifikasi Pneumonia Neonatal berdasarkan gejala yaitu sebagai berikut:
a. Pneumonia tipikal : akut, demam tinggi, menggigil, batuk produktif, nyeri
dada, radiologis lobar atau segmental, BGA, bakteri pneumonia
b. Pneumonia Atipikal : Tidak akut, demam tanpa menggigil, batuk kering, sakit
kepala, nyeri otot, ronkhi basah difus, sebab mycoplasma pneumonia,
chlamedia pneumonia

3. ETIOLOGI PNEUMONIA
a.

Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme
gram-positif

atau

gramnegatif

seperti

Steptococcus

pneumoniae

(pneumokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela


pneumoniae, Legionella dan lain-lain. Sebenarnya bakteri penyebab

pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah


ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun
oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan
menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas
tinggi,

berkeringat,

napas

terengah-engah

dan

denyut

jantungnya

meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).


b.

Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus,
chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus

herpes

simpleks, Virus insial pernapasan, hanta virus dan lain-lain. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan
bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada
umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh
dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus
influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian
(Misnadiarly, 2008).
c.

Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai
virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia
yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma
menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja
dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang
tidak diobati (Misnadiarly, 2008).

d.

Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi
yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa
minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan
hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru
atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).

e.

Fungi

Pneumonia fungi yang terjadi sering diakibatkan oleh adanya jamur


Aspergilus, Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma kapsulatum
dan lain-lain.
f.

Bahan Lain Non Infeksi


Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga dapat diakibatkan oleh
adanya agen non infeksi seperti aspirasi lipid, zat-zat kimia, polutan,
allergen dan radiasi.

4. FAKTOR RESIKO PNEUMONIA


Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita (Depkes, 2004),
diantaranya :
a.

Faktor risiko yang terjadi pada balita


Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat ringannya
penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal diantaranya :
1.

Status gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia.
Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi
adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan
kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia

2.

Status imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita
umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit.
Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi
untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita (Depkes RI, 2004). Salah
satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia
adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan imunisasi.

3.

Pemberian ASI (Air Susu Ibu)


ASI yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan makanan
bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat
mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk
menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada
balita.

4.

Umur Anak
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia.
Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun

dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2
tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit.
b.

Faktor Lingkungan
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko
terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak mempunyai
sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit
menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang kotor tersebut
(Depkes RI, 2004), yang berpengaruh diantaranya :
1.

Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor
dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan dengan
persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan
naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan media untuk
berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen

2.

Polusi Udara

Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya


disebabkan oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu
merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada balita.
Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh karena asap
rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran
yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor

5. PATOFISIOLOGI PNEUMONIA
(Terlampir)

6. MANIFESTASI KLINIS PNEUMONIA

Kelompok umur

2 bulan - < 5 tahun

Criteria pneumonia
Gejala klinis
Batuk
bukan Tidak ada napas cepat dan
pneumonia

tidak ada tarikan dinding dada

Pneumonia

bagian bawah
Adanya napas cepat dan tidak
ada

tarikan

dinding

dada

Pneumonia berat

bagian bawah kedalam


Adanya tarikan dinding dada

Bukan pneumonia

bagian bawah ke dalam


Tidak ada napas cepat dan
tidak ada tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam yang

< 2 bulan
Pneumonia berat

kuat
Adanya

napas

cepat

dan

adanya tarikan dinding bawah


kedalam yang kuat
Sumber: Ditjen P2PL Depkes RI 2007.
Tanda & Gejala Berdasarkan Jenis Pneumonia (Somantri, 2007)
JENIS PNEUMONIA
Sindroma Tipikal

FAKTOR RESIKO
Sickle
cell

TANDA & GEJALA


Onset
mendadak
dingin,

disease
Hipogammaglobul

menggigil, demam (39-400C)


Nyeri dada pleuritis
Batuk produktif, sputum hijau,

inemia
Multiple myeloma

purulen,

dan

mengandung

mungkin

bercak

darah,

serta hidung kemerahan


Retraksi
interkostal,
penggunaan otot aksesorius,
Sindrom Atipikal

Aspirasi

Usia tua
COPD
Flu
Anak-anak
Dewasa muda
Kondisi
lemah
karena konsumsi

alkohol
Perawatan
(misalnya

infeksi

nosokomial)

dan bisa timbul sianosis


Onset bertahap dalam 3-5 hari
Malaise, nyeri kepala, nyeri
tenggorokan
Nyeri dada karena batuk
Anaerobic campuran, mulanya
onset perlahan
Demam rendah dan batuk
Produksi sputum; bau busuk
Foto dada jaringan interstitial
yang

terkena

tergantung

Gangguan

bagian yang terkena di paru-

kesadaran

parunya
Infeksi gram negative atau
positif
Gambaran
sama

klinik

dengan

mungkin
pneumonia

klasik
Distress respirasi mendadak,
dispnea berat, sianosis, batuk,
dan
Hematogen

Kateter IV yang
terinfeksi
Endokarditis
Drug abuse
Abses
intra
abdomen
Pyelonefritis
Empiema

diikuti

tanda

sekunder
Gejala
pulmonal
minimal

disbanding

infeksi
timbul
gejala

sepilkemia
Batuk non produktif dan nyeri
pleuritik sama dengan yang
terjadi pada emboli paru-paru

kandung kemih
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PNEUMONIA
a.

Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa
sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang
terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
Pemeriksaan radiologi dapat memberikan gambaran yang bervariasi, di
antaranya :

Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia

Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris

Gambaran bronkopneumonia difua atau infiltrate interstitial pada


pneumonia staphylococcus

Bercak infiltrate alveolar menunjukkan pneumonia yang disebabkan


oleh \bakteri, virus maupun mycoplasma

Bercak

infiltrate

sirkular

menunjukkan

gambaran

pneumonia

pneumococcal pada tahap awal

Bercak infiltrasi difus menunjukkan adanya infeksi M. pneumonia

Bercak konsolidasi lobus, plate like atelectasis,m nodular infiltration dan


hilar adenopathy juga menunjukkan adanya infeksi M. pneumonia

Bercak reticulonodular infiltrate yang mengarah ke infiltrate alveolar


menunjukkan pneumonia P. carinii

b.

Hilar adenopathy menunjukkan adanya kecenderungan tuberculosis.

(Jadavji, dkk.1997)
Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada
hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan
LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita
yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

c.

Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial);

d.

dapat juga menyatakan abses)


Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi

e.

semua organisme yang ada.


Pemeriksaan serologi: membantu

f.

organisme khusus.
Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas

g.
h.
i.

berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.


Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.

dalam

membedakan

diagnosis

8. PENATALAKSANAAN PNEUMONIA
A. Tindakan suportif (Setyoningrum,2006)
a. Pemberian oksigen yang adekuat untuk mempertahankan PaO2> 8 kPa (SaO2< 90%)
melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat
bantu nafas mungkin diperlukan terutama bila terdapat tanda gagal nafas.

b. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Resusitasi cairan intravena untuk
memastikan stabilitas hemodinamik. Cairan rumatan yang diberikan mengandung gula
dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status
hidrasi. Pasien yang mengalami sesak yang berat dapat dipuasakan, tetapi bila sesak
sudah berkurang asupan oral dapat segera diberikan. Pemberian asupan

oral dapat diberikan bertahap melalui NGT drip susu atau makanan cair.
Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan,
untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH (Syndrome
of Inappropriate Anti Diuretic Hormone)
c. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan normal
salin untuk memperbaiki transpor mukosiliar.
d. Koreksi kelainan elektrolit / metabolik yang terjadi misalnya hipoglikemia
dan asidosis metabolik.

e. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang, demam, diare dan lainnya serta komplikasi
bila ada.

f.

Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu
(continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada
gagal napas.

g. Fisioterapi dada dengan drainage postural, bronkoskopi & suction dapat diberikan untuk
membantu pasien mengeluarkan sekret di saluran pernafasan. Dan hidrasi untuk
mengencerkan sekresi sekret.

h. Terapi antibiotika (Setyoningrum,2006)


Sesuai dengan kebijakan Program Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2ISPA), antibiotika yang dipakai
untuk pengobatan pneumonia adalah kotrimoksasol (480 mg dan 120
mg) dengan pemberian selama 5 hari. Antibiotika yang dapat dipakai
sebagai pengganti kotrimoksasol ialah ampisilin, amoksisilin, dan
prokain penisilin. Kotrimoksasol adalah antibiotika yang diprioritaskan
oleh WHO dengan pertimbangan sebagai berikut :

Resistensinya belum pernah dilaporkan.


Harganya murah dan mudah didapat.
Sangat mudah cara pemberiannya yaitu cukup dua kali sehari
selama

hari

(bila

dibandingkan

dengan

antibiotika

lain

pemberiannya harus empat kali sehari).


i.

Golongan beta-laktam (Penisilin, Sefalosporin, Karbapenem dan monobaktam)


digunakan untuk terapi pneumonia karena bakteri seperti Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenzae dan Staphyloccocus aereus.

j.

Golongan Sefalosporin digunakan untuk pneumonia berat, terutama bila penyebabnya


belum diketahui.

k. Golongan penisilin digunakan pada pneumonia ringan sedang.


l.

Ampisilin digunakan pada pneumonia karena Streptococcus dan Pneumococcus dsb.


(bakteri gram +)

m. Ampisilin dan Kloramfenikol digunakan pada pneumonia karena Hemofilus dsb.


(bakteri gram -)

n. Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan


neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kistik
dan infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia
didapatkan dengan pilihan antibiotik : sefalosporin generasi 3. Dapat dipertimbangkan
juga pemberian :

Kotrimaksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii

Anti viral (Asiklovir, gansiklovir) pada pneumonia karena sitomegalovirus

Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia karena


jamur

o. British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan bahwa antibiotik secara parental


diberikan pada anak-anak dengan pneumonia berat / anak yang tidak bisa menerima
antibiotika oral

p. Pemberian antibiotik biasanya diberikan sesuai jenis infeksius pneumonia, jika pada
pneumonia selain bekteri maka pemberian antibiotik bertujuan untuk mengurangi resiko
infeksi bakteri sekunder.

q. Sedangkan untuk pengobatan simptomatik demam yang muncul dapat diberikan


parasetamol (500 mg), pemberian setiap 6 jam selama 2 hari, dengandosis :

2 bulan - <6 bulan ( tablet 500mg

6 bulan - < 3 tahun ( tablet 500mg

3 tahun - < 5 tahun ( tablet 500mg

Pengobatan Berdasarkan Jenis Pneumonia (Smeltzer, 2002)


JENIS
Pneumonia streptokokus

Pneumonia stafilokokus

NAMA OBAT
PNEUMONIA BAKTERIAL
Penisilin G IV
Penisilin V PO (per oral)
Terapi Antibiotik bergantian:
- Sefuroksim atau sefalosporin generasi ke-3
(sefotaksim, seftriakson, seftizoksim)
- Eritromisin
- Klindamisin
- Trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim)
Nafcillin
Metisilin

Oksasilin
Vankomisin untuk organism yang resistan
terhadap metisilin, atau pasien yang alergi
terhadap penisilin
.Gentamisin
Tobramisin
Sefalosporin generasi

Pneumonia klebsiella

Haemophilus influenza

Pneumonia mikoplasma
Pneumonia virus

(Sefotaksim,

seftizoksim, seftriakson)
Piperasilin
Tikarsilin dikombinasikan dengan gentamisin

Pneumonia pseudomonas

Penyakit Legionnaires

ke-3

atau ortobramisin
Ampisilin
Amoksisilin
Augmentin
Sefaklor atau sefurosim
Trimethoprim sulfametoksazol bagi pasien

yang alergi terhadap penisilin


PNEUMONIA ATIPIKAL
Erotromisin
Rifampin
Eritromisin
Derivate tetrasiklin (Doxycycline)
Amantadine
Rimantadine
Diobati secara simptomatis
Tidak
memberikan
respon

terhadap

pngobatan dengan antimicrobial yang ada


Pneumonia pneumosistis carinii
(PCP)
Pneumonia fungi

saat ini
Tritoprim-sulfametoksazol
Dapsone
Pentaimidin
Flusitoasin dengan ampoterisin

pasien non-neutropenik
Ketokonazol
Lobektomi dari bola fungus
Pneumonia klamidia (Pneumonia Doksisiklin
Eritromiin
TWAR)
Klaritomisin
Azitromisin
Tuberkulosis
Rifampin
Streptomisin
Etambutol
Isoniazid (INH)
B. Penatalaksanaan keperawatan (Muscari, 2005.)

pada

a. Kaji adanya distres pernafasan dengan memantau tanda-tanda vital dan


status pernafasan
b. Beri obat sesuai indikasi :

Antibiotik diindikasikan untuk pengobatan pneumonia bakteri.

Antibiotik tidak digunakan untuk mengobati pneumonia virus, tetapi


mungkin dianjurkan untuk mengurangi resiko infeksi bakteri
sekunder.

c. Tingkatkan oksigenasi yang adekuat dan pola nafas normal


d. Rekomendasikan vaksin pneumokokus untuk anak-anak usia 2 tahun
dan anak yang lebih besar yang berisiko terhadap pneumonia.
e. Berikan penyuluhan pada anak dan keluarga.

9. KOMPLIKASI
Berdasarkan Corwin (2009), pneumonia yang lama dapat mengakibatakan
terjadinya komplikasi yaitu sebagai berikut:

Pembentukan abses, Empiema (penyebaran infeksi ke dalam rongga


pleura), Pneumotoraks, Gagal napas, Pengorganisasian eksudat menjadi
jaringan parut fibrotic, Efusi pleura, Hipoksemia, Pneumonia kronik,
Bronkaltasis, Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian
paru-paru yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps), Komplikasi
sistemik (meningitis), Endokarditis, Osteomielitis, Hipotensi, Delirium,
Asidosis metabolic, Dehidrasi, Bakterimia : merupakan komplikasi dari
pneumonia pneumokokus yang paling serius. Kejadian ini meningkatkan
kemungkinan kematian secara bermakna. Supurasi yang terkait dengan
nekrosis likuefaktif alveolus menyebabkan daerah paru yang rusak

digantikan oleh nanah.


Pneumonia bakteri nekrotikan: kelainan ini merupakan komplikasi yang
jarang terjadi, dicirikan oleh nekrosis paru sangat berat yang berkaitan
dengan penyakit progresif cepat dan angka kematian yang tinggi.

Komplikasi Berdasarkan Jenis Pneumonia (Smeltzer, 2002)


JENIS
Pneumonia streptokokus

KOMPLIKASI
PNEUMONIA BAKTERIAL
Syok
Efusi pleura
Superinfeksi
Perikarditis
Otitis media

Pneumonia stafilokokus

Pneumonia klebsiella

Pneumotoraks/efusi pleural
Abses paru
Empiema
Meningitis
Abses
paru
multiple

dengan

pembentukan kista
Empiema
Perikarditis
Efusi pleura.
Pneumonia pseudomonas
Mencakup peronggaan paru
hemoragi dan infark paru
Haemophilus influenza
Abses paru
Efusi pleura
PNEUMONIA ATIPIKAL
Penyakit Legionnaires
Hipotensi
Syok
Gagal ginjal akut
Pneumonia mikoplasma
Meningitis aseptic
Menigoensefalitis
Perikarditis
Miokarditis
Pneumonia virus
Infeksi bacterial
Superimposed
Bronkopenia
Pneumonia
pneumosistis
carinii Gagal nafas
(PCP)
Pneumonia

klamidia

(Pneumonia

TWAR)
Tuberkulosis

Infeksi
ARDS
ARDS

10. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Anamnesa:
1) Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, Nama
penanggung jawab, hubungan dengan pasien, alamat.
2) Riwayat antenatal: pemeriksaan selama hamil (ANC), hari pertama haid
terakhir (HPHT), tapsiran partus (TP).
3) Riwayat intranatal: perdarahan, ketuban pecah, gawat janin, demam,
keputihan, riwayat terapi.
4) Riwayat penyakit ibu: DM, Asma, Hepatitis B, TB, Hipertensi, jantung dan
lainnya.

5) Riwayat persalinan: cara persalinan (spontan, section, forceps) dan


indikasinya
6) KU bayi saat persalinan: activity tonus reflex (ATR), tangisan, nadi,
pernafasan, kelainan fisik, berat badan, panjang badan, lingkar lengan,
lingkar dada, APGAR score.
b.

Pemeriksaan fisik
1) Breathing
Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat
berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup,
retraksi sternum dan intercostal space. Pada pemeriksaan auskultasi
paru dapat terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras,
suara nafas tambahan berupa ronkhi basah halus di lapangan paru
yang terkena, kadang disertai dengan sputum.
2) Blood
Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal,
batas jantung tidak mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit
pucat, icterus, CRT memanjang (>3 det).
3) Brain
Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan
kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat. Perlu dikaji tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil
terhadap cahaya
4) Bladder
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu
perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. Dikaji pula kelainan pada genetalia
dan pola eliminasi urine.
5) Bowel
Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana
pola eliminasi alvi, adakah kelainan pada anus.
6) Bone
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula
adakah kelainan pada tulang yang kemungkinan karena trauma
persalinan atau kongenital, bagaimana ATR (activity tonus respon).

2. Diagnosa Keperawatan (Yang Mungkin Muncul)

a.

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi


bronchial, pembentukan edema, dan penumpukan sekret.

b.

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
efektif.

c.

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi


oksigen.

d.

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio


ventilasi dan difusi parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan
perifer.

3. Rencana Tindakan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
bronchial, pembentukan edema, dan penumpukan sekret.
Tujuan
Jalan

1.

Kriteria Hasil
Bunyi napas bersih,

1)

Kaji

Rencana Intervensi
frekuensi,
kedalaman

napas

tidak ada bunyi

pernapasan

bersih dan

napas tambahan.

dada.

efektif.

2.

Tanda vital dalam

2)

Auskultasi

dan

pergerakan

area

paru,

catat

batas normal

penurunan atau tak ada aliran

terutama frekuensi

udara dan bunyi napas.

napas < 60x/menit.

3)

Penghisapan sesuai indikasi.

3.

Batuk efektif.

4)

Evaluasi status mental, catat

4.

Sianosis tidak ada.

adanya

5.

Tidak ada retraksi

disorientasi.

sternum dan

5)

intercostal space.
6.

kebingungan,

Kolaborasi

dalam

pemberian

obat mukolitik, bronkodilator

Nafas cuping hidung


tidak ada.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang


tidak efektif.
Tujuan
Pola nafas 1.

Kriteria Hasil
Pernafasan teratur 1)

Rencana Intervensi
Evaluasi
frekuensi

efektif.

(RR

kedalaman pernapasan. Catat

30-40

kali/menit).
2.

Tanda

vital

dalam

dan

adanya

upaya

pernapasan

seperti

dispnea,

penggunaan

batas normal (nadi


100-130 kali/menit).
3.

2)

Tinggikan kepala tempat tidur,

Tidak

ada

letakkan pada posisi tinggi bila

penggunaan

otot

tidak ada kontraindikasi. .

bantu napas.
4.

otot bantu pernapasan.

3)

Napas

cuping

Berikan oksigen dengan head


box atau sesuai indikasi

4) Kaji ulang laporan foto dada dan

hidung tidak ada.

pemeriksaan

laboratorium

( AGD ).
c. Kerusakan

pertukaran

gas

berhubungan

dengan

gangguan

transportasi oksigen.
Tujuan
Pertukaran

Kriteria Hasil
Hasil AGD dalam 1)

Rencana Intervensi
Kaji frekuensi dan kedalaman

batas normal. .

pernapasan.

2.

Sianosis tidak ada.

upaya

3.

Pasien tidak pucat.

dispnea, penggunaan otot bantu

1.

gas efektif.

Catat

adanya

pernapasan

seperti

pernapasan.
2)

Pertahankan pemberian oksigen


Head box sesuai indikasi.

3)

Kolaborasi dalam pemeriksaan


laboratorium ( AGD ).

d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio


ventilasi dan difusi parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan
perifer.
Tujuan
Mempertah

Kriteria Hasil
Suara nafas bersih, 1)

Rencana Intervensi
Kaji
frekuensi,
kedalaman

ankan

wheezing

tidak

bernapas dan suara nafas.

perfusi

ada,

tidak 2)

Tempatkan

jaringan.

ada.

incubator.

Tanda vital dalam 3)

Pantau tanda vital.

batas

Pantau tingkat kesadaran .

1.

2.

3.

ronkhi

normal, 4)

pasien

tanda-tanda

dalam

denyut nadi teraba 5)

Pantau

sianosis,

jelas.

warna kulit, akral perifer.

Tidak sianosis, kulit 6)

Kolaborasi:

tidak pucat, CRT<3

pemberian O2 sesuai indikasi

detik.

(Head box 5-10 lt/mnt).

pertahankan

4.

Akral hangat.

5.

Tidak

7)
terjadi

Kolaborasi pemeriksaan darah


lengkap.

penurunan
kesadaran.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Muhammad.1989.Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Ditjen P2PL Depkes RI 2007. Bimbingan penatalaksanaan pneumonia balita.
Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Volume 3. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia

Khairuddin. 2009. Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Kasus


Pneumonia yang Dirawat pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP dr.
Kariadi Semarang Tahun 2008. Semarang: FKUNDIP.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia pada
Anak,Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer
Morgan, Geri. 2009. Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik Edisi 2.
Jakarta: EGC
Muscari, M.E. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik. Eds : 3. Jakarta : EGC
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia di
Indonesia. Jakarta.
Setyoningrum, R.A. 2006. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI : Pneumonia. FK
Unair RSUD Dr. Soetomo. Surabaya)

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba
Medika
Syahrir, Muhammad, dkk., 2008. Guideline Ilmu Penyakit Paru.Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta pp.29

Anda mungkin juga menyukai

  • LP Sob
    LP Sob
    Dokumen22 halaman
    LP Sob
    Maya Maymayy
    50% (2)
  • LP PJB
    LP PJB
    Dokumen22 halaman
    LP PJB
    Maya Maymayy
    Belum ada peringkat
  • Pathway Kejang Demam
    Pathway Kejang Demam
    Dokumen2 halaman
    Pathway Kejang Demam
    Maya Maymayy
    Belum ada peringkat
  • LP Iufd
    LP Iufd
    Dokumen18 halaman
    LP Iufd
    Maya Maymayy
    Belum ada peringkat
  • Pathway Iufd
    Pathway Iufd
    Dokumen2 halaman
    Pathway Iufd
    Maya Maymayy
    100% (1)
  • LP Iufd
    LP Iufd
    Dokumen5 halaman
    LP Iufd
    Maya Maymayy
    Belum ada peringkat
  • Makalah BI
    Makalah BI
    Dokumen18 halaman
    Makalah BI
    Maya Maymayy
    Belum ada peringkat