Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

KEPERAWATAN KOMUNITAS II
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA KELOMPOK LANSIA

Disusun Oleh:
Maratus Sholihah

131211131009

Ayu Dyah Pramitha Hadhi 131211131025


Nurul Azizah

131211131101

Indah Nur Rahmawati

131211132012

Handira N Aini

131211132049

Arum Rahmawati Virgin

131211133035

Aulia Farudatul Ummam 131211133021


Achmad Rifqi Fuadi

131211133038

Kelompok 5 / Kelas A-1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah
ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Asuhan Keperawatan
Komunitas pada Kelompok Lansia.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat hambatan, akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya
karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya
mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Surabaya, 09 Oktober 2014

Tim Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Tujuan.......................................................................................................3
1.3 Manfaat.....................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lansia..........................................................................................3
2.2 Tantangan Kesehatan, Faktor Resiko dan Persoalan pada Lansia............9
2.3 Upaya Pelayaan Kesehatan terhadap Lansia............................................12
2.4 Promosi Kesehatan dan Strategi Proteksi Kesehatan Lansia
di Komunitas..............................................................................................20
2.5 Kebutuhan Promosi Kesehatan dan Proteksi Kesehatan Lansia
di Komunitas..............................................................................................21
2.6 Intervensi Berfokus Komunitas Lansia....................................................26
2.7 Pelayanan Kesehatan Lansia di Indonesia................................................26
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus.......................................................................................................34
3.2 Pengkajian...............................................................................................34
3.3 Analisa Data............................................................................................36
3.4 Diagnosa Keperawatan............................................................................37
3. 5 Intervensi.................................................................................................38
BAB VI PENUTUP
4.1Kesimpulan................................................................................................40
4.2 Saran.........................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................41

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas (Setianto, 2004). Lansia bukan suatu
penyakit, namun merupakan tahap lanjut dar suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
stress lingkungan (Pudjiastuti, 2003). Lansia adalah keadaan yang ditandai
oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap
kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual
(Hawari, 2001).
Pada saat seorang individu mengalami perubahan dari dewasa akhir
menjadi lansia awal atau menua, individu akan mengalami beberapa
perubahan sistem tubuh. Perubahan sistem tubuh lansia menurut Nugroho,
2000 dibagi 2 jenis yaitu perubahan fisik dan perubahan mental. Perubahan
fisik diantaranya menurun nya sensitifitas pada sentuhan (persarafan),
menurun nya kemampuan mendengar atau presbiakusis, penurunan daya
penglihatan, daya ingat, menurunya kekuatan massa otot, dan kulit menjadi
keriput. Sedangkan pada perubahan mental seorang individu dipengaruhi oleh
perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan, lingkungan,
tingkat kecerdasan dan kenangan (memory). Kenangan dapat dibagi menjadi
dua yaitu kenangan jangka panjang (berjam-jam hingga berhari-hari yang
lalu) mencakup beberapa perubahan dan kenangan jangka pendek atau
seketika (0-10 menit). Lansia juga dapat mengalami perubahan psikososial.
Biasanya dialami setelah mengalami pensiun. Setelah pensiun, individu lansia
akan mengalami banyak perubahan diantaranya kehilangan sumber finansial,
kehilangan teman-teman atau relasi, berkurangnya kegiatan dan mulai
merasakan kesadaran akan kematian.
Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur
lanjut usia (aging structured population) karena mempunyai jumlah penduduk
dengan usia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Pulau yang mempunyai jumlah

penduduk lansia terbanyak (7%) adalah pulau Jawa dan Bali. Peningkatan
jumlah penduduk lansia ini antara lain disebabkan karena tingkat sosial
ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan di bidang pelayanan
kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat (Efendi dan
Makhfudli, 2009).
Jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih 19 juta
jiwa dengan harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010 jumlah lansia sebesar
23,9 juta (9,77%) dengan harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan pada tahun
2020 diprediksi jumlah lansia sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan harapan
hidup 7,1 tahun (Menko Kesra, 2008).
Usia harapan hidup yang semakin meningkat juga membawa
konsekuensi tersendiri bagi semua sektor yang terkait dengan pembangunan.
Tidak hanya sektor kesehtan tetpai juga sector ekonomi, sosial-budaya, serta
sektor lainnya. Oleh sebab itu, peningkatan jumlah penduduk lansia perlu
diantisipasi mulai saat ini, yang dapat dimulai dari sektor kesehatan dengan
mempersiapkan layanan keperawatan yang komprehensip bagi lansia. Latar
belakang individu lansia sangat berpengaruh terhadap cara mereka
memanfaatkan aktivitas pengalihan kerena nilai yang mereka berikan untuk
pekerjaan versus aktivitas di waktu senggang (Mattson dan McConnell, 1988).
Penduduk desa yang berusia lanjut dan kurang berpendidikan
cenderung kurang mengahrgai aktivitas di waktu senggang. Pada masyarakat
kita, pensiun biasanya berlangsung pada usia 62-70 tahun. Sebanyak 80% pria
dan 90% wanita di atas usia 65 tahun diketahui telah menjalani masa pensiun.
Hilangnya peran pekerjaan bagi laki-laki dapat menimbulkan kehampaan dan
depresi yang berkelanjutan, terutama jika tidak ada perencanaan di masa
prapensiun. Proses penuaan menjadi kaya makna jika individu memiliki
berbagai minat dan aktivitas yang telah diolah disepanjang hidup mereka
(Miller, 1999).
Jumlan lansia

yang

semakin

meningkat

membuat

mahasiswa

keperawatan menyusun makalah mengenai asuhan keperawatan komunitas


pada kelompok lansia agar dapat mengatasi masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh lansia.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum

Memberikan gambaran asuhan keperawatan komunitas pada lansia


1.2.2

dengan pendekatan model keperawatan community as partner.


Tujuan Khusus
1. Menjelaskan konsep lansia
2. Menjelaskan tantangan kesehatan, faktor resiko dan persoalan pada
lansia
3. Menjelaskan upaya pelayaan kesehatan terhadap lansia
4. Menjelaskan promosi kesehatan dan strategi proteksi kesehatan
lansia di komunitas
5. Menjelaskan kebutuhan promosi kesehatan dan proteksi kesehatan
lansia di komunitas
6. Menjelaskan intervensi berfokus komunitas lansia
7. mebejelaskan pelayanan kesehatan lansia di indonesia
8. Menyusun rencana asuhan keperawatan komunitas pada lansia
berdasarkan model community as a partner.

1.3 Manfaat
1. Dapat digunakan sebagai bahan acuan penyusunan strategi promosi
kesehatan pada kelompok lansia yang dapat dilakukan oleh Puskesmas.
2. Dapat menjadi bahan penelitian keperawatan komunitas untuk
mengembangkan intervensi primer, sekunder, dan tersier yang inovatif.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut
usia (lansia) apabla usianya 65 tahun ke atas (Setianti, 2004). Lansia
bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan (Pudjiastuti, 2003). Lansia adalah
keadaan

yang

ditandai

oleh

kegagalan

seseorang

untuk

memepertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisilogis.


Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk
hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Hawai, 2001).
2.1.2

Batasan Umur Lanjut Usia


Berikut ini adalah batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur
lansia dari pendapat berbagai ahli yang dikutip dari Nugroho (2000),
a. Menurut UU No. 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 yang
berbunyi Lanjut usia adalah seseorang yang mendapat usia 60 tahun
ke atas
b. Menurut WHO:
1. Usia pertengahan (middle age)

: 45-59 tahun

2. Lanjut usia (elderly)

: 60-74 tahun

3. Lanjut usia tua (old)

: 75-90 tahun

4. Usia sangat tua (very old)

: >90 tahun

c. Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad


1. Masa bayi

: 0-1 tahun

2. Masa prasekolah

: 1-6 tahun

3. Masa sekolah

: 6-10 tahun

4. Masa pubertas

: 10-20 tahun

5. Masa dewasa

: 20-40 tahun

6. Masa setengah umur (prasenium) : 40-65 tahun


7. Masa lansia (senium)

: >65 tahun

d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro, masa lansia (geriatric


age) dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75
tahun), old (75-80 tahun), dan very old (>80 tahun).
Birren dan Jenner (1997) mengusulkan utuk membedakan usia
antara usia biologis, usia psikologis, dan usia sosial. Usia biologis
adalah usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak
lahirnya, berada dalam keadaan hidup, tidak mati. Usia psikologis
adalah usia yang menunjuk pada kemampuan seseorang untuk
mengadakan

penyesuaian-penyesuaian

kepada

situasi

yang

dihadapinya.
2.1.3

Perubahan Sistem Tubuh Lansia (Nugroho, 2000)


Perubahan Fisik
Sel
Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukuranya akan lebih
besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang, proporsi
protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang. Jumlah
sel otak akan menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan
otak menjadi atrofi.
Sistem Persarafan
Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per detik
(Pakkenberg dkk, 2003), hubungan persarafan cepat menurun, lambat
dalam merespon baik dari gerakan maupun jarak waktu, khususnya
dengan stres, mengecilnya saraf pancaindra, serta menjadi kurang
sensitif terhadap sentuhan.
Sistem Pendengaran
Gangguan

pada

pendengaran

(presbikusis),

membran

timpani

mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena


peningkatan keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia yang
mengalami ketegangan jiwa atau stres.
Sistem Penglihatan
Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respons terhadap
sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih keruh

dapat menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar


dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit
untuk melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya

lapang

pandang,

dan

menurunnya

daya

untuk

membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksaan.


Sistem Kardiovaskular
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi
dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi
postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.
Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh menurun (hipertermia) secara fisiologis 350C, hal ini
diakibatkan oleh metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks
menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga
terjad rendahnya aktivitas otot.
Sistem Pernapasan
Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas
sehingga kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih berat,
kapasitas pernapasan maksimum menurun, dan kedalaman bernapas
menurun. Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya
berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg,
kemampuan untuk batuk berkurang, dan penurunan kekuatan otot
pernapasan.
Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan, esofagus
melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam lambung
dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik lemah dan
biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati (liver)

semakin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, serta


berkurangnya suplai aliran darah.
Sistem Genitourinaria
Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada
penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat
jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1), blood urea nitrogen
(BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap
glukosa meningkat. Otot-otot kandung kemih (vesica urinaria)
melemah, kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan
frekuensi buang air kecil meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan
sehingga meningkatkan retensi urine. Pria dengan usia 65 tahun ke atas
sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga 75% dari besar
normalnya.
Sistem Endokrin
Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas tiroid,
basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosteron,
serta sekresi hormon kelamin seperti progesteron, estrogen, dan
testosteron.
Sistem Integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan
kulit

kasar

dan

bersisik,

menurunnya

respons

terhadap

trauma/mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut


menipis serta berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga
menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan
vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras
dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk,
kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi
pudar dan kurang bercahaya.
Sistem Muskuloskeletal

Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin rapuh, kifosis,


persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan
mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak seseorang
menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor.
Perubahan Mental
Faktor-faktor yang memengaruhi mental adalah perubahan fisik,
kesehatan

umum,

tingkat

pendidikan,

keturunan

(hereditas),

lingkungan, tingkat kecerdasan (intelligence quotient IQ), dan


kenangan (memory). Kenangan dibagi menjadi dua, yaitu kenangan
jangka panjang (berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu) mencakup
beberapa perubahan dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10
menit) biasanya berupa kenangan buruk.
Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami
pensiun. Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa
pensiun:
1. Kehilangan

sumber

finansial

atau

pemasukan

(income)

berkurang;
2. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang
cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya;
3. Kehilangan teman atau relasi;
4. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan;
5. Merasakan atau kesadaran akan kematian (sense of awareness of
2.1.4

mortality)
Keadaan Lansia di Indonesia
Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk
berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena mempunyai
jumlah penduduk dengan usia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Pulau
yang mempunyai jumlah penduduk lansia terbanyak (7%) adalah pulau
Jawa dan Bali. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini antara lain
disebabkan karena tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat,

kemajuan di bidang pelayanan kesehatan, dan tingkat pengetahuan


masyarakat yang meningkat.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Lansia di Indonesia
Tahun
1980

Usia Harapan Hidup


52,2 tahun

Jumlah Penduduk
7.998.543

%
5,45

1990

59,8 tahun

11.277.557

6,29

2000

64,5 tahun

14.439.967

7,18

2006
2010

66,2 tahun
67,4 tahun

+ 19 juta
+ 23,9 juta

8,90
9,77

2020

71,1 tahun

+ 28,8 juta

11,34

Sumber: Menko Kesra, 2008


Jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar 19 juta jiwa
dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010, diprediksi
jumlah lansia sebesar 23,9 juta (9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4
tahun. Sedangkan, pada tahun 2020 diprediksi jumlah lansia sebesar
28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun.
Usia harapan hidup yang semakin meningkat juga membawa
konsekuensi tersendiri bagi semua sektor yang terkait dengan
pembangunan. Tidak hanya sektor kesehatan tetapi juga sektor
ekonomi, sosial-budaya, serta sektor lainnya. Oleh sebab itu,
peningkatan jumlah penduduk lansia perlu diantisipasi mulai saat ini,
yang dapat dimulai dari sektor kesehatan dengan mempersiapkan
layanan keperawatan yang komprehensif bagi lansia.
2.2 Tantangan Kesehatan, Faktor Resiko, dan Persoalan pada Lansia
2.2.1 Pelayanan Kesehatan pada Lansia
Aksesibilitas dan keterjangkauan pelayanan kesehatan adalah
tantangan bagi para lansia, terutama lansia miskin dan tinggal di
daerah pedesaan. Banyak di antara para lansia tidak memiliki
perencanaan adekuat untuk pengeluaran medis yang sering kali
menyertai penyakit kronik yang mereka alami. Lansia sering kali
mengalami keterbatasan dalam mengakses pelayanan preventif.
Tanggungan biaya yang ditawarkan oleh Medicare, asuransi kesehatan

utama untuk lansia, sering kali sangat kecil untuk menutupi biaya
promosi kesehatan dan pelayanan preventif. Tanggungan biaya dari
Medicare sering kali sulit dipahami, dan kadang-kadang lansia
dibiarkan untuk membayar pelayanan yang seharusnya menjadi
tanggung jawab Medicare. Selain itu banyak biaya terkait kesehatan
yang penting, seperti biaya obat yang diresepkan ketika rawat jalan
tidak ditanggung oleh bagian A atau B Medicare. Walaupun program
Mediacaid disediakan bagi masyarakat lansia berpenghasilan rendah,
tetapi karena persyaratan pengajuannya yang juga sulit dipenuhi,
banyak lansia tidak dapat mengakses asuransi kesehatan dari
Medicaid.
Masalah pelayanan kesehatan lansia berikutnya adalah
pelayanan preventif yang sering kali terabaikan, karena banyak
penyedia layanan tidak melihat adanya keuntungan yang dihasilkan
dari layanan ini dalam tahun-tahun terakhir dari rentang kehidupan
manusia. Selain itu, transportasi menuju sarana kesehatan adalah isu
lain yang mempengaruhi aksesibilitas lansia terhadap pelayanan
kesehatan, terlebih lagi bagi lansia yang tinggal di daerah pedesaan
2.2.2

yang sangat sulit dijangkau karena sarana transportasinya yang kurang.


Status Kesehatan
Pola morbiditas dan mortalitas lansia biasanya mengikuti pola
keseluruhan populasi, dengan penyakit kardiovaskuler dan kanker
sebagai penyebab utama kematian. Seiring dengan peningkatan
presentase lansia yang berusia 85 tahun dan lebih tua, akan terjadi
juga peningkatan jumlah dan tingkat keparahan penyakit kronik.
Karena penyakit kronik sering kali berhubungan dengan kelemahan
pada lansia, dibutuhkan pendekatan multidisiplin yang kreatif dalam

2.2.3

kemndirian dan kemampuan fungsional.


Penganiayaan Lansia
Sejalan dengan menurunnya status fungsional dan keakuratan
sensoris, para lansia menjadi rentan terhadap berbagai bentuk
penganiayaan dan penelantaran. Menurut National Aging Information
Center (1998), terdapat tigs kategori dasar penganiayaan : domestik,
intitusional, dan penelantaran diri. Lansia yang teraniaya sering kali

10

adalah individu yang lemah, tidak manidri, berusia dia tas 70 tahun,
dan wanita. Biasanya anggota keluarga adalah pelaku penganiayaan
ini, bukan orang asing (Ham & Sloane, 1997). Dalam menangani
situasi penganiayaan, diperlukan keterlibatan lembaga pelindung dan
perlindungan hukum. Perawat komunitas perlu mengetahui dengan
2.2.4

jelas hukum yang menangani perkara penganiayaan.


Kesehatan Mental dan Tantangan Kesejahteraan Mental
Kesehatan mental adalah aspek penting dari kesehatan lansia.
Persoalan kesehatan mental yang dihadapi oleh lansia meliputi isolasi
sosial dan kesepian, depresi, bunuh diri, dan kecanduan alkohol.
Kehilangan yang besar dan transisi peran sering kali dihubungkan
dengan usia yang telah lanjut, seperti pensiun, kehilangan teman atau
orang yang dicintai karena kematian, kehilangan vitalitas dan energi
yang diakibatkan oleh penyakit atau kecacatan dan dalam banyak
kasus, kontak yang kurang dengan anak dan cucu yang tinggal di kota
atau negara lain. Perawat kesehatan komunitas dan penyedia layanan
kesehatan lainnya perlu mewaspadai tanda dan gejala depresi pada
lansia serta kecenderungan bunuh diri. Sejumlah skala depresi tersedia

2.2.5

untuk mengkaji tingkat depresi pada klien lansia.


Kecelakaan
Jatuh adalah penyebab kecelakaan terbesar pada lansia yang
berusia di atas 70 tahun. Diperkirakan sekitar dua pertiga kejadian
jatuh pada lansia dapat dicegah. Walaupun jatuh tidak menjadi masalah
serius jika dialami oleh individu yang lebih muda, tetapi jatuh pada
lansia dapat menimbulkan efek yang membahayakan. Perawat
kesehatan komunitas berdada dalam posisi yang sangat tepat untuk
memfailitasi program pencegahan jatuh pada keseluruhan komunitas
dan individu, dengan target para lansia.

2.3 Upaya Pelayanan Kesehatan terhadap Lansia


Upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi azas, pendekatan,
dan jenis pelayanan kesehatan yang diterima.
1. Azas
1) Menurut WHO (1991) adalah to add Life to the Years that Have Been
added to Life, dengan prinsip kemerdekaan (independence), partisipasi
11

(partisipation), perawatan (care), pemenuhan diri (self fulfillment), dan


kehormatan (dignity).
2) Azas yang dianut oleh Departemen Kesehatan RI adalah Add life to the
Years, Add Health to Life, and Add Years to Life, yaitu meningkatkan
mutu

kehidupan

lanjut

usia,

meningkatkan

kesehatan,

dan

memperpanjang usia.
2. Pendekatan
Menurut Word Health Organization (1982), pendekatan yang digunakan
adalah sebagai berikut.
1) Menikmati hasil pembangunan (sharing the benefits of social
development).
2) Masing-masing lansia mempunyai keunikan (individuality of aging
3)
4)
5)
6)
7)

persons).
Lansia diusahakan mandiri dalam berbagai hal (nondependence).
Lansia turut memilih kebijakan (choice).
Memberikan perawatan di rumah (home care).
Pelayanan harus dicapai dengan mudah (accessibility).
Mendorong ikatan akrab antar kelompok/ antar generasi (engaging the

aging).
8) Transportasi dan utilitas bangunan yang sesuai dengan lansia
(mobility).
9) Para lansia dapat terus berguna dalam menghasilkan karya
(productivity).
10) Lansia beserta keluarga aktif memelihara kesehatan lansia (self-help
care and family care).
3. Jenis
Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya kesehatan,
yaitu peningkatan (promotion), pencegahan (prevention), diagnosis dini
dan pengobatan (early diagnosis and prompt treatment), pembatasan
kecacatan (disability limitation), serta pemulihan (rehabilitation).
1) Promotif
Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak
langsung untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah
penyakit. Upaya promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan
untuk meningkatkan dukungan klien, tenaga profesional, dan
masyarakat terhadap praktik kesehatan yang positif menjadi normanorma sosial. Upaya promotif dilakukan untuk membantu orang-orang
mengubah gaya hidup mereka dan bergerak ke arah keadaan kesehatan

12

yang optimal serta mendukung pemberdayaan seseorang untuk


membuat pilihan yang sehat tentang perilaku hidup mereka.
Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi cedera, dilakukan dengan tujuan mengurangi kejadian
jatuh, mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah, meningkatkan
penggunaan alat pengaman, dan mengurangi kejadian keracunan
makanan atau zat kimia.
b. Meningkatkan keamanan di tempat kerja yang bertujuan untuk
mengurangi terpapar dengan bahan-bahan kimia dan meningkatkan
penggunaan sistem keamanan kerja.
c. Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk,
bertujuan untuk mengurangi penggunaan semprotan bahan-bahan
kimia, mengurangi radiasi di rumah, meningkatkan pengelolaan
rumah tangga terhadap bahan berbahaya, serta mengurangi
kontaminasi makanan dan obat-obatan.
d. Meningkatkan keamanan, penanganan makanan, dan obat-obatan.
Hal ini dilakukan untuk menjaga sanitasi makanan serta mencegah
kemungkinan efek interaksi dan overdosis obat-obatan.
e. Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan gusi.
2) Preventif
a. Mencakup pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
b. Melakukan pencegahan primer, meliputi pencegahan pada lansia
sehat, terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit, dan promosi
kesehatan.
c. Melakukan pencegahan sekunder, melalui jenis pelayanan seperti :
kontrol hipertensi, deteksi dan pengobatan kanker, screening
(pemeriksaan rektal, mammogram, papsmear, gigi mulut, dan lainlain.
d. Melakukan pencegahan tersier, dilakukan sesudah terdapat gejala
penyakit dan cacat, mencegah cacat bertambah dan ketergantungan,
serta perawatan bertahap yaitu tahap (1) perawatan di rumah sakit,
(2) rehabilitasi pasien rawat jalan, dan (3) perawatan jangka
panjang.
Jenis pelayanan pencegahan tersier adalah sebagai berikut :

13

a) Mencegah

berkembangnya

gejala

dengan

memfasilitasi

rehabilitasi dan membatasi ketidakmampuan akibat kondisi


kronis. Misalnya osteoporosis atau inkontinensia urine/fekal.
b) Mendukung usaha untuk mempertahankan kemampuan
berfungsi.
Peran perawat dalam upaya preventif dan promotif bagi lansia.
a. Lokal : Sebagai case manajer, sebagai case finding, serta
memberikan informasi-informasi kesehatan.
b. Regional : Bekerja sama dengan pemerintah setempat tentang
kebijakan-kebijakan usia lanjut, menghadiri pertemuan-pertemuan
tentang kesehatan lansia, dan melakukan lobi dalam melaksanakan
program.
c. Nasional : Keterlibatan dalam kebijakan publik, negosiasi dan
kompromi, serta kerja sama multidisiplin.
3) Diagnosis dini dan pengobatan
a. Diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri atau petugas
profesional dan petugas institusi.
b. Oleh lansia sendiri dengan melakukan tes diri, skrining kesehatan,
memanfaatkan Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia, memanfaatkan
Buku Kesehatan Pribadi (BKP), serta penandatanganan kontrak
kesehatan.
c. Oleh petugas profesional atau tim dengan melakukan :
a) Pemeriksaan status fisik (comprehensive geriatric assessment).
b) Wawancara masalah masa lalu dan saat ini.
c) Obat yang dimakan atau yang diminum.
d) Riwayat keluarga atau lingkungan sosial.
e) Kebiasaan merokok atau minum alkohol.
f) Pemeriksaan fisik diagnostik, meliputi darah lengkap,
pemeriksaan pelvis dan rektum, gerakan sendi, kekuatan otot,
penglihatan dan pendengaran, pemeriksaan laboratorium, gula
darah puasa per dua jam setelah makan, kolesterol dan
trigliserida, kadar hormon bila diperlukan, serta tumor.
g) Skrining kesehatan, meliputi berat dan tinggi badan, kolesterol
dan trigliserid, tekanan darah, kanker payudara, kanker serviks,
kanker kolon dan rektum, visus dan pendengaran, serta
kesehatan gigi dan mulut.

14

h) Pemeriksaan status kejiwaan, meliputi status mental dan


psikologis. Status mental terdiri atas pengkajian memori,
konsentrasi/perhatian, orientasi, komunikasi, dan bicara. Status
psikologis terdiri atas suasana hati, perilaku, dan kesan umum.
i) Pemeriksaan status terdiri atas kontak sosial, faktor ekonomi,
penyesuaian diri, dan orang yang merawat lansia. Kontak sosial
mencakup keluarga/teman, kelompok sosial, penggunaan sarana,
serta klub lansia. Faktor ekonomi mencakup pendapatan,
asuransi, dan biaya hidup. Penyesuaian diri mencakup keadaan
saat ini dan masa depan. Orang yang merawat lansia mencakup
usia, status kesehatan, keterampilan, derajat stres, kepandaian,
serta tanggung jawab sebagai keluarga.
j) Pemeriksaan status fungsi tubuh apakah mandiri (independent),
kurang mandiri (partially), ketergantungan (dependent).
d. Pengobatan
a) Pengobatan terhadap gangguan sistem dan gejala yang terjadi
meliputi sistem muskuloskeletal, kardiovaskular, pernapasan,
pencernaan, urogenital, hormonal, saraf, dan integumen.
b) Terhadap manifestasi klinis berupa nyeri kepala, nyeri dada,
nyeri pinggang, nyeri tungkai, nyeri kaki, demam, hipotermi, tak
ada nafsu makan, kelemahan umum, sesak napas, edema,
obstipasi, gangguan kemih, gangguan neuropsikiatri, hipertensi,
klimakterium, dan prostat.
c) Terhadap masalah geriatri meliputi pikiran kacau (acute
confusional state), jatuh, imobilisasi, dekubitus, inkontinensia
urine, inkontinensia alvi, gangguan mata, gangguan telinga, dan
osteoartritis.
4) Pembatasan kecacatan
Kecacatan adalah kesulitan dalam memfungsikan kerangka, otot, dan
sistem saraf.
Penggolongannya berupa hal-hal di bawah ini.
a. Kecacatan sementara (dapat dikoreksi).
b. Kecacatan menetap (tak bisa dipulihkan, akan tetapi dapat
disubstitusi dengan alat).

15

c. Kecacatan progresif (tak bisa pulih dan tak bisa disubstitusi atau
diganti).
d. Langkah langkah yang dilakukan adalah pemeriksaan (assesment),
identifikasi

masalah

(problem

(planning),

pelaksanaan

identification),

(implementation),

dan

perencanaan
penilaian

(evaluation).
5) Rehabilitatif
a. Prinsip
a) Pertahankan lingkungan yang aman.
b) Pertahankan kenyamanan, istirahat, aktivitas dan mobilitas.
c) Pertahankan kecukupan gizi.
d) Pertahankan fungsi pernapasan.
e) Pertahankan fungsi aliran darah.
f) Pertahankan kulit.
g) Pertahankan fungsi pencernaan.
h) Pertahankan fungsi saluran kemih.
i) Meningkatkan fungsi psikososial.
j) Pertahankan komunikasi.
k) Mendorong pelaksanaan tugas.
b. Pelaksanaan : tim rehabilitasi (petugas medis, petugas paramedis,
serta petugas nonmedis).
Upaya rehabilitasi bagi lansia dengan penglihatan berkurang atau
tidak bisa melihat.
a. Membaca dengan jarak yang sesuai menggunakan kaca pembesar
atau kacamata baca yang cocok.
b. Jalan pada siang hari menggunakan topi besar dan kacamata hitam
agar pandangan tidak kabur karena pengaruh sinar matahari.
c. Gambar dan tulisan difotokopi untuk diperbesar agar mudah
terlihat atau terbaca.
d. Lampu ruangan dan lampu baca dengan pencahayaan yang cukup
terang.
e. Telepon dengan angka besar.
f. Memperkenalkan dan melatih berjalan di sekitar lingkungan agar
terbiasa

dengan

keadaan

yang

ada,

bisa

ditemani

atau

menggunakan tongkat.
g. Belajar menggunakan tape recorder.
h. Menggunakan peralatan yang bisa berbunyi atau berbicara.
i. Permainan di atas meja yang dimodifikasi dengan rabaan, contoh
mayo.
j. Melatih keterampilan tangan seperti menyulam.

16

Upaya rehabilitasi bagi lansia dengan pendengaran berkurang atau


tidak bisa mendengar.
a. Membiasakan mendengar dan berbicara pada pertemuan dengan
alat bantu pendengaran elektronik.
b. Mendengar dan berbicara dengan jarak dekat, berhadapan, suara
agak keras, serta gerak tangan dan kepala.
c. Bel rumah yang dimodifikasi selain menggunakan bunyi juga ada
lampu menyala tanda bel berbunyi.
d. Menggunakan buku catatan sendiri untuk menulis pesan.
e. Biasakan dan latih berjalan di lingkungan sekitar dan tempat ramai
dengan

menggunakan

alat

bantu

dengar,

juga

jelaskan

kemungkinan bahaya dan cara menghindarinya.


f. Alat-alat yang berbunyi usahakan dengan suara keras seperti
telepon.
g. Mendengar menggunakan alat bantu sederhana seperti pipa yang
terhubung ke telinga.
Upaya rehabilitasi bagi lansia dengan keterbatasan pergerakan atau
immobilisasi.
a. Melatih jalan menggunakan tongkat dan kursi roda.
b. Duduk dari berbaring dengan alat khusus, seperti pegangan yang
dihubungkan ke kaki.
c. Menggerakkan kaki sebelum memasang sepatu.
d. Melatih menggunakan sepatu dan dasi yang dimodifikasi dengan
satu tangan.
e. Kursi roda standar, yaitu sandaran fleksibel, injakan kaki bisa
dibuka dan ditutup, ada penahan roda, ada pegangan tangan di
roda, bisa dilipat, serta diangkat depannya.
f. Kursi roda yang lebih baik lagi, yaitu ada penahan belakang lutut,
bisa meluruskan kaki, mudah untuk berdiri, ada sabuk pengaman,
ada dua tempat pegangan tangan, dan bisa dilepas.
g. Mengajarkan cara duduk yang baik di kursi roda.
h. Cara menggunakan kursi roda : menuruni tangga dengan belakang
kursi roda lebih dahulu dan menaiki tangga dengan depan kursi
roda diangkat.
i. Makan menggunakan alat makan dengan pegangan besar.

17

j. Alat masak dan tempat masak dimodifikasi agar lebih mudah


menggunakannya.
k. Alat untuk permainan dan membaca yang dimodifikasi.
l. Menggunakan pispot.
m. Tempat mandi ada bangku untuk duduk dan sikat yang melekat di
dinding.
n. Toilet dengan tempat duduk yang berlubang agar mudah buang air
besar.
o. Menggunakan alat bantu gambar untuk menjelaskan dan meminta
sesuatu.
p. Latihan pasif untuk lansia yang mengalami paralisis pada tangan,
kaki, dan jari. Selanjutnya, lakukan latihan aktif.
q. Latihan jalan menggunakan satu tongkat, dua tongkat, serta kursi
roda di jalan biasa dan tangga.
r. Kaki kursi menggunakan sepatu agar tidak mudah bergeser.
s. Menjemur pakaian dengan menggunakan alat bantu.
t. Menggunakan sisir besar, kegiatan membaca, dan bertemu dengan
lansia lain.
u. Membuka kran menggunakan alat bantu dengan pegangan yang
besar.
v. Tempat mencuci dibuat khusus.
w. Cara pindah dari tempat tidur ke kursi roda kemudian dari kursi
roda ke tempat duduk: perawat berhadapan dengan klien dan kedua
tangan memegang bawah aksila klien, sedangkan klien memegang
bahu perawat.
Upaya rehabilitasi bagi lansia dengan demensia
a. Jika ada yang lupa, maka ingatkan dan bantu lansia. Misalnya, lupa
dengan keluarganya (anak sendiri), tidak tahu tempat buang air
kecil.
b. Mengingatkan lansia untuk membuat gambar bulan dan matahari
pada tempat tidurnya, untuk membedakan bulan untuk malam hari
dengan matahari untuk siang hari. Selanjutnya siapkan obat pada
tempat yang sudah ada labelnya.
c. Ingatkan hari, tanggal, dan tahun serta latih untuk mencoret hari
yang lewat di kalender.
d. Mencatat setiap pesan dan didekat telepon harus ada buku catatan.
e. Buat catatan untuk nomor telepon penting.

18

f. Tuliskan tempat-tempat atau ruangan dengan tulisan besar, contoh


toilet, kamar mandi, kamar tidur, dan lain-lain.
g. Melatih mengingat dengan memperlihatkan album orang yang
dikenal.
h. Memperkenalkan keluarga kembali dan diajak berkomunikasi.
i. Permainan kelompok: menentukan jenis bunga, menanyakan hari,
serta gambar dicocokkan dengan aslinya.
2.4 Promosi Kesehatan dan Strategi Proteksi Kesehatan untuk Komunitas
Lansia
Promosi kesehatan dan proteksi kesehatan adalah dua elemen
pencegahan primer. Promosi kesehatan menekankan pada upaya membantu
masyarakat mengubah gaya hidup mereka dan bergerak menuju kondisi
kesehatan yang optimum, sedangkan fokus proteksi kesehatan adalah
melindungi individu dari penyakit dan cedera dengan memberikan imunisasi
dan menurunkan pemajanan terhadap agens karsinogenik, toksin, dan hal-hal
yang membahayakan kesehatan lingkungan sekitar. Konsep kesehatan lansia
harus ditinjau kembali dalam upaya merencenakan intervensi promosi
kesehatan. Flinner dan Williams (1997) mendefinisikan kesehatan lansia
sebagai kemampuan lansia untuk hidup dan berfungsi secara selektif dalam
masyarakat serta untuk menumbuhkan rasa kepercayaan diri dan otonomi
sampai pada tahap maksimum, tidak hanya terbebas dari penyakit. Apabila
dibandingkan dengan kelompok usia lansia lainnya di Amerika, lansia lebih
aktif dalam mencari informasi mengenai kesehatan dan mempunyai kemauan
untuk mempertahankan kesehatan dan kemandiriannya. Promosi kesehatan
harus benar-benar berfokus pada perilaku beresiko yang dapay dimodifikasi,
yang disesuaikan dengan masalah kesehatan utama menurut usia (USHHS,
1998). Secara umum, pelayanan kesehatan untuk lansia memilki tiga tujuan :
1. Meningkatkan kemampuan fungsional
2. Memperpanjang usia hidup
3. Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan penderitaan
(OMalley dan Blackeney, 1994)
Dalam memaksimalkan promosi kesehatan lansia di komunitas, dibutuhkan
suatu pendekatan multiaspek. Target intervensi harus mengarah pada individu
dan keluarga, serta kelompok dan komunitas.
19

2.5 Kebutuhan Promosi Kesehatan dan Proteksi Kesehatan Lansia di


Komunitas
2.5.1 Pelayanan Kesehatan
Lansia berusia lebih dari 65 tahun membutuhkan pelayanan
kesehatan primer yang teratur untuk mempertahanan kesehatan dan
mencegah penyakit kronik, kecacatan, serta kondisi yang mengancam
hidupnya. Pelayanan promosi kesehatan yang dapat mendasari
intervensi keperawatan komunitas meliputi :
1. Imunisasi (Influenza, Difteria, Tetanus, Vaksin Pneumokokus)
2. Skrining penyakit kronik, seperti kanker, penyakit kardiovaskuler, dan
diabetes.
3. Manajemen dan pengendalian penyakit kronis yang ada (pendidikan
kesehatan, manajemen kasus, dan menajemen medikasi).
4. Pengetahuan tentang praktik penggantian dan tanggungan biaya
(termasuk

biaya

pengobatan

alternatif)

dari

Medicare/Mediare

Managed Care, asuransi Medicare tambahan, dan program asuransi


kesehatan spesifik.
5. Program outreach dan upaya advokasi untuk menjamin akses lansia
pada sumber-sumber yang dibutuhkan, sperti advokasi kesehatan,
pelatihan kesehatan, dan pengendali akses di komunitas. Personel yang
ditugaskan bisa karyawan perusahan swasta, staf gereja, dan karyawan
perusahaan BUMN yang dapat merujuk lansia kepada sumber-sumber
yang ada di komunitas (Florio et al, 1996).
6. Rujukan kepada program bantuan farmasi negara yang ada serta
advokasi untuk membuat program yang mereka butuhkan.
7. Pendidikan mengenai manajemen medikasi (penjadwalan, kepatuhan,
kalender, dan sebagainya).
8. Sumber berkelanjutan dari pelayanan primer.
9. One Stop Shopping untuk pelayanan kesehatan.
10. Hubungan kepada kelompok pendukung penyakit kronik.
2.5.2 Nutrisi
Nutrisi adekuat adalah hal yang penting bagi lansia dalam
mempertahankan kesehatan, mencegah penyakit, dan memperlambat
perkembangan penyakit kronis yang diderita. Dalam upaya membantu
lansia meningkatkan dan mempertahankan status nutrisinya, pengkajian
nutrisi dan membangun kekuatan yang ada adalah hal yang sangat

20

membantu. Berikut adalah program kemitraan dalam bidang kesehatan


nutrisi yang dapat dipertimbangkan.
MAKAN SEHAT DAN ENAK
Hal yang dilakukan adalah membuat rencana kelas atau serial kelas
nutrisi yang berfokus pada nutrisi dasar dan manajemen resiko nutrisi
(rendah garam, rendah lemak, rendah gula, tinggi serat dan sebagainya).
Apabila kebutuhan terhadap diet khusus harus dibahas, pertimbangkan
untuk mengadakan serial kelas dan bentuk kelompok menurut tingkatan
kebutuha diet spesifiknya. Kelas nutrisi aja lebih efektif jika
penyajiannya sangat interaktif dengan para partisipan-mencicipi dan
berbagi resep, membangun kebiasaan positif yang ada, dan memasukan
makanan khas etnis. Pemasangan poster dengan tulisan yang besar dan
berwarna-warni serta tanyangan video adalah langkah yang tepat.
Makalah juga bisa membantu. Perlu diingat bahwa lansia senang
membicarakan dan menceritakan pengalaman hidup mereka sehingga
berikan hadiah kepada lanisa yang menghadiri kelas, seperti tongkat,
handuk kertas, makaroni, dan makanan yang tidak cepat membusuk.
Tantangan terbesarnya adalah menumbuhkan minat para lansia untuk
menghadiri kelas, maka dari itu perlu juga mempertimbangkan individu
dari komunitas atau kelompok teman sebaya untuk membantu
2.5.3

marketing dan proram outreach.


Olahraga dan Kebugaran
Manfaat olahraga telah dibuktikan sepanjang rentang kehidupan
manusia. Olahraga untuk lansia harus mempertimbangkan kesehatan
dan status fungsionalnya. Dibawah ini adalah beberapa bentuk program
olahraga dan kebugaran.
DUDUK, MENENDANG KE ATAS: OLAHRAGA UNTUK LANSIA
Ketika mengadakan klinik skrining tekanan darah di pusat nutrisi
lansia, perawat mengobservasi bahwa pengunjung sering kali datang
sekitar pukul 8 pagi. Mereka mengisi waktu dengan duduk-duduk
sampai makan siang dihidangkan pada pukul 12 siang. Mereka
bermainan permainan meja seperti kartu atau domino, tetapi aktivitas
fisik mereka sedikit. Ketika memeriksa tekanan darah, perawat
menanyakan mengenai aktfitas fisik yang lansia lakukan dan

21

memperoleh informasi bahwa kebanyakan lansia tidak merasa aman


untuk berjalan di sekitar lingkungan mereka atau mereka beum
mengetahui bentuk lain dari olah raga. Setelah memvalidasi kebutuhan
terhadap tipe olah raga ringan (low impact) yang dapat dilakukan di
kursi, suatu program dikembangkan dan beberapa partisipan dilatih
sebagai instruktur olah raga. Program tersebut dinamakan Duduk,
Menendang ke Atas : Olahraga untuk Lansia. Dengan bimbingan
sukarelawan instruktur olahraga, program telah dimasukan secara nyata
2.5.4

dalam jadwal dan aktivitas sehari-hari.


Pencegahan Jatuh
Jatuh adalah masalah besar pada lansia. Beberapa individu dapat
memberikan kuesioner mengenai pengkajian jatuh, sebagian lagi dapat
melakukan tes keseimbangan, mendemonstrasikan cara-cara untuk
mencegah jatuh, dan memberikan konseling individual mengenai halhal yang dapat menyebabkan jatuh. Proyek kolaboratif multidisiplin ini
dapat berdampak sangat besar terhadap masalah yang terkadang
mengakibatkan lansia kehilangan kemandiriannya atau bahkan dapat
membawa kepada kematian. Proyek seperti ini juga perlu dipasarkan
serta

mendapatkan

tempat

untuk

skrining,

tes

keseimbangan,

demonstrasi, dan konseling. Perlu juga dipertimbangkan untuk memiliki


formulir pernyataan dan persetujuan untuk menjalani tes keseimbangan
2.5.5

pada setiap kejadian jatuh.


Keamanan Komunitas
Dalam upaya menurukan ketakutan lansia terhadap kekerasan yang
sering menghantui mereka, perawat komunitas perlu bekerja sama
dengan lembaga penegak hukum setempat untuk mengembangkan
program komunitas. Lansia membutuhkan pendidikan yang mencakup
program pertahanan diri, baik secara fisik maupun psikologis.
Kampanye media di masyarakat harus berkonsentrasi pada upaya
menumbuhkan

kewaspadaan

lansia

terhadap

terhadap

tipe-tipe

kejahatan secara spesifik di dalam masyarakat, termasuk frekuensi dan


waktu kejadian. Selain itu, upaya menabungkan cek bulanan yang
diterima secara langsung harus ditingkatkan untuk menurunkan
kerentanan terhadap kejahatan.
22

2.5.6

Keamanan Berkendara
Seiring dengan peningkatan presentase lansia, jumlah pengendara
lansia juga semakin banyak. Direkomendasikan pengendara lansia
belajar mengemudi kembali untuk mengakomodasikan perubahan
neuromuskular dan sensorik yang terjadi seiring proses menua.
Pengendara lansia dianjurka untuk mengevaluasi kembali secara
periodik kemampuan mereka dalam mengemudi, termasuk pemeriksaan
penglihatan/ pendengaran, dan evaluasi perubahan fisik lainnya yang
dapat mempengaruhi mereka dalam bekendara.

2.6 Intervensi Berfokus-Komunitas Lansia


Intervensi berfokus-komunitas adalah aktivitas dan program yang diarahkan
pada lansia di komunitas secara keseluruhan atau sub-kelompok usia lansia
yang beragam di komunitas. Tujuan intervensi berfokus-komunitas adalah
meningkatkan kapasitas dan ketersediaan komunitas terhadap pelayanan
gabungan kesehatan dan sosial yang sesuai dan dibutuhkan dalam upaya
mempertahankan kemandirian dan status fungsional lansia di komunitas.
Intervensi di komunitas terutama melibatkan advokasi, tindakan politis, dan
partisipasi dalam pembuatan kebijakan yang mempengaruhi lansia di
komunitas. Contoh intervensi berfokus-komunitas adalah sebagai berikut :
1. Kampanye pendidikan kesehatan di masyarakat luas yang menekankan
pada masyarakat lansia.
2. Mengadakan kampanye pada bulan Mei yang telah ditetapkan sebagai
Older American Month (Bulan Lansia Amerika).
3. Koalisi komunitas untuk menangani isu spesifik lansia, seperti
pengembangan pusat informasi lokal, hotlines telepon atau situs internet.
4. Keterlibatan politis untuk advokasi kebutuhan lansia, seperti
mempertahankan atau memperluas tanggungan Medicare untuk pelayanan
di rumah.
5. Kolaborasi dengan Universitas, masjid, gereja, pusat perkumpulan lansia,
proyek pemukiman lansia, serta organisasi komunitas lain yang tersedia
untuk memberikan pelayanan yang komperhensif kepada subkelompok
lansia.
6. Aktivitas pencegahan kejahatan.
7. Berpartisipasi dalam pameran kesehatan berfokus pada komunitas.

23

2.7 Pelayanan Kesehatan Lansia di Indonesia


2.7.1 Posyandu Lansia
Menurut Notoatmodjo (2007), Posyandu lansia merupakan
wahana pelayanan bagi kaum lansia, yang dilakukam dari, oleh dan
untuk kaum usila yang menitik beratkan pada pelayanan promotif dan
preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitative.
Sementara menurut Pedoman Pengelolaan Kesehatan di Kelompok Usia
Lanjut, Depkes RI (2003), pelayanan kesehatan di kelompok usia lanjut
meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional. Kartu
Menuju Sehat (KMS) usia lanjut sebagai alat pencatat dan pemantau
untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau
ancaman

masalah

kesehatan

yang

dihadapi

dan

mencatat

perkembangannya dalam Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan


(BPPK) usia lanjut atau catatan kondisi kesehatan yang lazim
digunakan di Puskesmas.
Seiring

dengan

semakin

meningkatnya

populasi

lansia,

pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan


usia lanjut ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu
kehidupan lansia untuk mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna
dalam

kehidupan

keluarga

dan

masyarakat

sesuai

dengan

keberadaannya. Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan


pada kelompok usia lanjut ini, pemerintah telah mencanangkan
pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang. Pelayanan kesehatan di
tingkat masyarakat adalah Posyandu lansia, pelayanan kesehatan lansia
tingkat dasar adalah Puskesmas, dan pelayanan kesehatan tingkat
lanjutan adalah Rumah Sakit.
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat
usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang
digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan
pelayanan kesehatan Posyandu lansia merupakan pengembangan dari

24

kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang


penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan
peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial
dalam penyelenggaraannya.
Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara lain :
a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat,
sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan lansia
b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat
dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan
komunikasi antara masyarakat usia lanjut.
Sasaran posyandu lansia
1. Sasaran langsung:
a. Pra usia lanjut (pra senilis) 45-59 thn
b. Usia lanjut 60-69 thn
c. Usia lanjut risiko tinggi: usia lebih dari 70 thn atau usia lanjut
berumur 60 thn atau lebih dgn masalah kesehatan
2. Sasaran tidak langsung:
a. Keluarga dimana usia lanjut berada
b. Masyarakat di lingkungan usia lanjut
c. Organisasi sosial yg peduli
d. Petugas kesehatan
e. Masyarakat luas
Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia
Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja,
pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada
mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah
kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan
posyandu lansia sistem 5 meja seperti posyandu balita, ada juga hanya
menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai
berikut :
1. Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan
dan atau tinggi badan

25

2. Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa


tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan
rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini.
3. Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga
bisa dilakukan pelayanan pojok gizi.
Kendala Pelaksanaan Posyandu Lansia
Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan
posyandu antara lain :
1. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu.
Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh
dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan
menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan
tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau
masalah kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini,
pengetahuan

lansia

menjadi

meningkat,

yang

menjadi

dasar

pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka


untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia.
2. Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau
Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah
menjangkau posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan
fisik karena penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh.
Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan
faktor keamanan atau keselamatan bagi lansia. Jika lansia merasa aman
atau merasa mudah untuk menjangkau lokasi posyandu tanpa harus
menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih serius, maka hal ini
dapat mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan
posyandu. Dengan demikian, keamanan ini merupakan faktor eksternal
dari terbentuknya motivasi untuk menghadiri posyandu lansia.
3. Kurangnya

dukungan

keluarga

untuk

mengantar

maupun

mengingatkan lansia untuk datang ke posyandu.


Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau
kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga
bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri
26

untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan


lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu mengatasi
segala permasalahan bersama lansia.
4. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu.
Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas
merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti
kegiatan posyandu. Dengan sikap yang baik tersebut, lansia cenderung
untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu
lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang adalah suatu
cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan
merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara
tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki
adanya suatu respons.
Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia
Pelayanan

Kesehatan

di

Posyandu

lanjut

usia

meliputi

pemeriksaan Kesehatan fisik dan mental emosional yang dicatat dan


dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih
awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah
kesehatan yang dihadapi. Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan
kepada usia lanjut di Posyandu Lansia seperti:
a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam
kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik
turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental
emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua ) menit.
c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh
(IMT).
d. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta
penghitungan denyut nadi selama satu menit.
e. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat
f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya
penyakit gula (diabetes mellitus)

27

g. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai
deteksi awal adanya penyakit ginjal.
h. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau
i.

ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7. Dan


Penyuluhan Kesehatan.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi
setempat seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan
memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lanjut usia dan kegiatan olah
raga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai untuk meningkatkan
kebugaran.
Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Posyandu Lansia,
dibutuhkan, sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan
(gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku
pencatatan kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran tinggi
badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana,
thermometer, Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia.

2.7.2

JPKM
Adapun program kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia
yang diperuntukkan khusunya bagi lansia adalah JPKM yang
merupakan salah satu program pokok perawatan kesehatan masyarakat
yang ada di puskesmas sasarannya adalah yang didalamnya ada
keluarga lansia. Perkembangan jumlah keluarga yang terus menerus
meningkat dan banyaknya keluarga yang berisiko tentunya menurut
perawat memberikan pelayanan pada keluarga secara professional.
Tuntutan ini tentunya membangun Indonesia Sehat 2010 yang salah
satu strateginya adalah Jaminan Pemeliharan Kesehatan Masyarakat
(JPKM). Dengan strategi ini diharapkan lansia mendapatkan yang baik
dan perhatian yang selayaknya.
Kewajiban pemerintah tersebut tertuang jelas di dalam UndangUndang No.13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia. Pada pasal 5,
dituliskan delapan hak para lansia yang harus dipenuhi pemerintah
berkaitan dengan kesejahteraan sosialnya. Diantaranya mendapatkan
perlindungan social, bantuan social dan pelayanan kesehatan.

28

2.7.3

Pelayanan Sosial Lanjut Usia


Seperti kegiatan pelayanan sosial anak, Pelayanan Sosial Lanjut
Usia (dilaksanakan oleh Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia)
adalah salah satu kegiatan Ditjen Yanrehsos yang memfokuskan pada
pelayanan sosial bagi lanjut usia. Pelayanan yang diberikan meliputi :
Dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial tahun 2010-2014,
cross cutting issues mengenai keadilan dan kesetaraan gender akan
mendapat perhatian karena memberikan Kontribusi positif terhadap
keberhasilan program yang berkelanjutan.

1. Program pelayanan lansia dalam panti yang meliputi: pelayanan reguler,


pelayanan harian (day care services),pelayanan subsidi silang, yang
kesemuanya dilakukan di 237 panti (2 panti milik Kementerian Sosial,
70 milik pemda, dan 165 milik swasta/masyarakat).
2. Program pelayanan lansia luar panti yang meliputi: home care services
(6 unit), foster care, day care services (6 unit), UEP, Kube (bantuan dan
pembinaan).
3. Program kelembagaan meliputi: jejaring dan pemberdayaan lembaga
lansia.
4. Perlindungan dan aksesibilitas meliputi antarlembaga nasional dan
internasional, koordinasi antar dan intersektor, penyelenggaraan Hari
Lanjut Usia Nasional (HLUN) dan Hari Lanjut Usia Internasional
(HLUIN), pembinaan Jaminan Sosial Lanjut Usia/JSLU (2006-2009),
Trauma Centre (5 unit), aksesibilitas sosial, pelayanan kedaruratan, dan
jaringan penanganan antar lembaga.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk mewujudkan:
1. Dukungan keluarga dan masyarakat terhadap kehidupan lanjut usia
2. Sistem perlindungan dan jaminan sosial yang dapat meningkatkan
kehidupan penduduk lanjut usia
3. Kesempatan kerja dan aktivitas untuk mengaktualisasikan diri
dalam keluarga dan masyarakat
4. Iklim kehidupan yang mendorong lanjut usia dapat melakukan
kegiatan sosial keagamaan dan kerohanian
29

2.7.4

5. Aksesibilitas lanjut usia terhadap sarana dan pelayanan umum.


Jaminan Sosial Usia Lanjut (JSUL)
Jaminan Sosial Lanjut Usia (JSLU) adalah program pemerintah
berupa perlindungan sosial bagi masyarakat khususnya bagi lanjut usia
yang mulai diuji cobakan pada tahun 2006. Program ini adalah salah
satu bentuk perhatian dan tanggung jawab pemerintah dalam
mengangkat harkat dan martabat para lanjut usia yang sifatnya
permanen, tidak seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dimana para
lansia menerima bantuan selama 12 bulan sampai yang bersangkutan
meninggal dunia, yang kemudian dilanjutkan lansia lain yang telah
masuk daftar tunggu. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan
adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan
semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan
jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Permasalahan lansia terlantar di Indonesia semakin banyak seiring
bertambahnya jumlah lansia. Lanjut usia mempunyai hak yang sama
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pemerintah
bertugas mengarahkan, membimbing, dan menciptakan suasana yang
menunjang bagi terlaksananya upaya peningkatan kesejahteraan sosial
lanjut

usia.

Sedangkan

pemerintah,

masyarakat

dan

keluarga

bertanggungjawab atas terwujudnya upaya peningkatan kesejahteraan


sosial lanjut usia. Akhir tahun 2009, jumlah lansia terlantar mencapai
2.994.330 orang, yaitu 12,47 persen dari jumlah seluruh lansia di
Indonesia sebanyak 23,9 Juta Jiwa. Dana JSLU berasal dari APBN
Negara yang disalurkan melalui Kantor Pos setempat yang melibatkan
Dinas Sosial Propinsi serta Kabupaten/Kota. Namun beberapa kendala
yang terjadi di lapangan seperti pendataan dan masalah pendanaan yang
tidak semua mencakup atau secara bertahap. Untuk mengatasi hal
tersebut, maka perlu dilakukan pembinaan baik dari pendamping serta
proses sosialisasi sampai tingkat pemerintahan yang paling rendah. Di
Desa Jabong, Kecamatan Pagaden misalnya masih banyak warga lanjut
usia yang belum mendapatkan jaminan sosial tersebut. Sebanyak 513

30

jiwa lansia dengan komposisi 199 jiwa laki-laki dan 314 jiwa
perempuan serta sebanyak 99 jiwa masuk dalam kategori terlantar.
2.7

31

BAB 3
ASUHAN KEPERWATAN
3.1 Kasus
Pada Kelurahan A diperoleh data dengan jumlah warganya sekitar 360
orang dengan rincian usia anak < 10 tahun berjumlah 65 orang, usia remaja
11-19 tahun berjumlah 70 orang, usia dewasa 20-60 tahun berjumlah 120
orang dan usia lansia > 60 tahun berjumlah 105 orang dengan rincian 55 laki
laki dan 50 wanita. Mayoritas agama yang dianut di penduduk tersebut
adalah agama Islam (95 %) dan yang 5 % beragama Kristen. Dari hasil
wawancara dengan ketua RT bahwa 80 % lansia yang ada disana sudah tidak
bekerja lagi dikarenakan kondisi fisik yang sudah tidak kuat dan kebanyakan
dari lansia di daerah tersebut mengalamani penurunan kemampuan mengingat.
Tingkat pendidikan lansia masih rendah karena 85 % lulusan SD dan 15%
diantaranya lulusan SMP. Nilai dan norma para penduduk di kelurahan A
masih mengenal nilai kesopanan, gotong royong, dan kerukunan antar warga.
Sebanyak 70 % lansia menderita penyakit hipertensi, demensia dan sebagian
dari 40% lansia yang tidak bekerja mengalami depresi. Namun kebanyakan
dari mereka enggan untuk pergi ke puskesmas atau instansi kesehatan
setempat dengan alasan biaya pengobatan yang mahal dan juga letaknya yang
agak jauh dari lingkungan setempat. Pada kelurahan A juga belum terbentuk
posyandu Lansia, sehingga pelayanan kesehatan terdekat yang bisa didapatkan
oleh para lansia di kelurahan A tersebut adalah puskesmas.
3.2 Pengkajian
Data Inti
1. Sejarah
Kelurahan A merupakan daerah dengan mayoritas penduduk asli namun
tetap ada sedikit pendatang yang datang dari tempat yang tidak jauh dari
kelurahan A. Sebelum terbentuk kelurahan A, dahulu kelurahan A
bergabung dengan kelurahan B dan C, tetapi karena semakin banyak
penduduknya maka kelurahannya dipisah menjadi 3.
2. Demografi
32

1) Jumlah penduduk : pada kelurahan A 360 orang yang terdidri dari


beberapa kelompok usia diantaranya, usia anak < 10 tahun berjumlah
65 orang, usia remaja 11-19 tahun berjumlah 70 orang, usia dewasa
20-60 tahun berjumlah 120 orang dan usia lansia > 60 tahun berjumlah
105 orang dengan rincian usia lansia 55 laki-laki dan 50 perempuan.
2) Pendidikan
: Tingkat pendidikan lansia masih rendah karena 85
% lulusan SD dan 15% diantaranya lulusan SMP.
3) Pekerjaan : 80% lansia di kelurahan A sudah tidak bekerja karena
kondisi fisik mereka yang sudah tidak kuat dan mengalamani
penurunan kemampuan mengingat.
4) Agama
: mayoritas penduduk di kelurahan A beragama islam (95
%) dan 5 % beragama kristen.
5) Nilai-nilai : penduduk di kelurahan A masih mengenal nilai
kesopanan, gotong royong, dan kerukunan antar warga.
B. Data Subsistem
1. Fisik Dan Lingkungan
Hasil pengamatan di kelurahan A keadaan lingkungan sekitar
cukup baik, jarak antar rumah tidak terlalu dekat, tidak ada polusi udara,
hampir semua menggunakan air bersih yang sumbernya dibuat dan
dikelola sendiri oleh warga kelurahan setempat dan digunakan bersamasama dan hanya beberapa yang masih menggunakan sumur. Namun sering
terjadi banjir pada saat musim hujan karena di kelurahan A merupakan
daerah dataran rendah yang rawan banjir.
2. Pelayanan Kesehatan Dan Sosial
Unit pelayanan kesehatan untuk lansia seperti posyandu lansia pada
kelurahan A belum ada, hanya ada satu unit pelayanan kesehatan yaitu
puskesmas, namun kebanyakan dari lansia-lansia tersebut enggan untuk
pergi ke puskesmas dengan alasan biaya pengobatan yang mahal dan jarak
rumah mereka dengan puskesmas yang cukup jauh.
3. Keamanan Dan Transportasi
Keadaan lingkungan di kelurahan A dalam hal keamanan cukup baik
karena kerukunan antar warga sangat baik. Untuk transportasi di kelurahan
A tergolong tidak ramai, jalan yang tidak banyak dilalui oleh kendaraan
bermotor memudahkan lansia jika ingin menyebrang dan kebanyakan
33

lansia di lingkungan tersebut memilih jalan kaki jika ingin bepergian ke


tempat yang dekat, menurut mereka lebih aman karena jalan yang tidak
terlalu ramai.
4. Ekonomi
Status ekonomi lansia di kelurahan A kurang baik karena 80 % lansia
yang ada di daerah tersebut sudah tidak bekerja lagi dikarenakan kondisi
fisik yang sudah tidak kuat sehingga berpengaruh terhadap keinginan
mereka untuk tidak datang berobat ke puskesmas dengan alasan biayanya
yang mahal.
5. Politik Dan Pemerintahan
Upaya pemerintahan di kelurahan A seperti RT dan RW untuk
membuat sendiri sumber air bersih di desanya dan dikelola sendiri oleh
masyarakat sekitar yang juga dapat mendukung untuk meningkatkan
derajat kesehatan pada lansia dengan adanya air bersih tersebut.
6. Komunikasi
Sebagian besar lansia di kelurahan A dalam memperoleh dan
memberikan informasi masih menggunakan media komunikasi tradisional
yaitu dari mulut ke mulut.
7. Rekreasi
Lansia di kelurahan A jarang melakukan rekreasi karena tempat
rekreasi yang jauh dari rumah mereka, tetapi setiap setahun sekali mereka
pergi berziarah ke walisongo
3.3 Analisis Data
Data
Masalah
1. Lansia enggan untuk pergi ke
Kurangnya pengetahuan
puskesmas dengan alasan biaya
pengobatan yang mahal dan jarak
rumah mereka dengan puskesmas
yang cukup jauh.
2. Status ekonomi lansia di kelurahan
A kurang baik karena 80 % lansia
yang ada di daerah tersebut sudah

34

tidak bekerja lagi dikarenakan


kondisi fisik yang sudah tidak kuat
lagi.
3. Sebanyak 70 % lansia menderita
penyakit hipertensi, demensia dan
sebagian dari 40% lansia yang
tidak bekerja mengalami depresi.
3.4 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan koping komunitas

35

3.5 Intervensi Keperawatan


3.6 MASALAH
KEP.
KOMUNIT
AS
3.11 Ketidake
fektifan
Koping
Komunitas
3.12

3.25
3.26

3.28

3.18
3.19
3.20
3.21
3.22

1. Identifikasi alternatif tindakan keperawatan


2. Tetapkan teknik dan prosedur yang akan

Mengefektifka

komunitas

3.14

3.17

Tujuan

n koping
3.27

3.16

3.8 RENCANA KEGIATAN

umum :

3.13
3.15

3.7 TUJUAN

Tujuan

khusus :
1. Mengembangkan
peningkatan
komunikasi dalam
anggota komunitas
2. Mengimplementasik
an strategi
penyelesaian
masalah yang efektif

digunakan
3. Lakukan pendekatan informal tokoh masyarakat,

3.9 SASARAN

3.10

MET
ODE

3.33

3.49

Disku

Anggota
Penyuluh

3.34

Anggota

si
3.50

Disku

Penyuluh
si
PKK, Karang Taruna dan kader lansia.
3.30
3.35
3.51
3.31
3.36 Tokoh
3.52 Komu
4. Diskusikan rencana penyuluhan dengan tenaga
Masyarakat,
nikasi dan
kesehatan setempat dan kader lansia berdasarkan
PKK,
Karang
Informasi
data yang diperoleh.
5. Lakukan kerjasama dengan puskesmas untuk
Taruna,
Kader
3.53
menempatkan

sdm

nya

di

tengah-tengah

komunitas dengan tujuan lansia dapat terpenuhi


semua kebutuhan kesehatannya
6. Beri pendidikan kesehatan kepada

Lansia
3.37

36

Tenaga

3.55

Kesehatan
lansia

mengenai pencegahan dan pengobatan penyakit


yang paling banyak terjadi pada lansia
3.32

3.54

3.40

si

3.38

3.56

3.39

3.57

Puskesmas

Disku

3.58

Kerja

3.23
3.24

dan efisien
3. Mengekspresikan
kekuatan untuk
mengelolah
perubahan dan
meningkatkan
fungsi komunitas
3.29

7. Lakukan kerja sama dengan kader lansia untuk 3.41

sama

mengevaluasi perkembangan kemampuan lansia 3.42


dalam peningkatan status kesehatan.

3.59
3.43

3.44

Warga

3.45

3.60
3.61
3.62

3.46

nikasi,
3.47

3.48

Komu

Informasi

Kader Lansia

, dan
edukasi
3.63
3.64

Kerja

sama dan
3.65

Monit
oring

3.66

37

3.67
3.68

BAB 4
PENUTUP

3.69
4.1 Kesimpulan
3.70 Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas (Setianti, 2004). Menurut Prof. Dr.
Koesoemato Setyonegoro, masa lansia (geriatric age) dibagi menjadi tiga
batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old
(>80 tahun). Birren dan Jenner (1997) mengusulkan utuk membedakan usia
antara usia biologis, usia psikologis, dan usia social. Namun masih banyak di
antara para lansia tidak memiliki perencanaan adekuat untuk pengeluaran
medis yang sering kali menyertai penyakit kronik yang mereka alami. Lansia
sering kali mengalami keterbatsan dalam mengakses pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu pemerintah membuat progam pelayanan kesehatan untuk para
lansia. Upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi azas, pendekatan,
dan jenis pelayanan kesehatan yang diterima.
3.71
4.2 Saran
3.72 Kelompok lanjut usia memiliki masalah kesehatan, baik dari segi
fisik maupun dari segi mental. Dengan adanya makalah ini kita dapat
mengetahui dan memahami tentang pentingnya adanya pelayanan kesehatan
bagi komunitas lansia. Dan tentunya kita sebagai seorang perawat harus
mampu dan memahami peran serta fungsi kita sebagai perawat didalam tenaga
kesehatan dan mengaplikasikan asuhan keperawatan kepada klien dengan
tepat dan benar.
3.73

38

3.74

DAFTAR PUSTAKA
3.75

3.76 Anderson, Elizabeth T., Judith McFarlane. 2006. Buku Ajar Keperawatan
Komunitas : Teori dan Praktek. Jakarta : EGC.
3.77 Darmojo, B.R., dan H.H. Martono. 2004. Buku Ajar Geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta : FKUI.
3.78 Efendi, Ferry. Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori
dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
3.79 Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta :
Gaya Baru.
3.80 http://www.indonesian-publichealth

com/2013/05/posyandu-lansia.html

diakses tanggal 08 Oktober 2014


3.81 Maryam, R.S., et. al. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.
Jakarta : Salemba Medika.
3.82 Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. 2008. Lansia Masa
Kini dan Mendatang. www.menkokesra.go.id, diakses tanggal 12
September 2014.
3.83 Nugroho, W. 2000. Keperawatan Geriatrik. Jakarta : EGC.
3.84 Pankkenberg, B., D. Pelvig, dkk. 2003. Aging and The Human Neocortex.
Exp. Gerontology.
3.85 Pudjiastuti, S.S. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta : EGC.
3.86 Setianto, B. 2004. Pengetahuan Pelayanan Fisik Lanjut Usia.
www.pjnhk.go.id., diakses tanggal 12 September 2014.
3.87
3.88
3.89
3.90

39

Anda mungkin juga menyukai