Anda di halaman 1dari 31

PATOLOGI MULUT PRAKTEK

INFLAMASI/RADANG

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 1


Ketua
Sekretaris

: Surya Navisa Yunid (15-088)


: feriska yulia yusuf (15-090)

Penyaji

: ihut Hamonangan

(15-095)

Moderator

: Aika Gleedina P.E.Z (15-089)

Anggota

: Assyifa Dinda R.F (15-041)


Indah Saputri (15-085)
Stela Maysa Prima (15-086)
Agry Primanita Efendy (15-087)
Nurhayani Putri (15-092)
Anggi Angraini (15-093)
Tiola Elten Prastilya (15-094)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2016

Inflamasi/ Radang
Respon peradangan adalah salah satu mekanisme pertahanan alam paling
penting, dan sunggunh-sungguh merupakan respon tubuh terhadap luka jaringan. Hal
ini diawali oleh sejumlah agen atau rangsang dan terjadi dibagian tubuh manapun,
tetapi

ciri

dasarnya

selalu

sama,

apapun

penyebab

dan

dimanapun

tempatnya,penambahan akhiran -itis menunjukkan peradangan, kata didepannya


menyatakan organ atau jaringan yang terkena.
1.1 Defenisi Radang
Radang atau inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk
menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang
diakibatkan oleh kerusakan asal (Mitchel & Cotran, 2003). Inflamasi melaksanakan tugas
pertahanannya dengan mengencerkan, menghancurkan atau menetralkan agen berbahaya
(misalnya mikroba atau toksin).
Pada saat respon radang meliputi suatu perangkat kompleks berbagai kejadian yang
sangat harmonis, garis besar suatu inflamasi adalah sebagai berikut. Stimulus awal
radang memicu pelepasan mediator kimia dari plasma atau dari jaringan ikat. Mediator
terlarut itu, bekerja bersama atau secara berurutan, memperkuat respon awal radang dan
mempengaruhi perubahannya dengan mengatur respon vaskular dan selular berikutnya.
Respon radang diakhiri ketika stimulus yang membahayakan menghilang dan mediator
radang telah hilang, dikatabolisme atau diinhibisi (Mitchel & Cotran, 2003).
Pada bentuk akutnya ditandai oleh tanda klasik : nyeri (dolor), panas (kolor),
kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (fungsiolesa). Secara
histologis, menyangkut rangkaian kejadian yang rumit, mencakup dilatasi arteriol,
kapiler, dan venula, disertai peningkatan permeabilitas dan aliran darah; eksudasi cairan,
termasuk protein plasma; dan migrasi leukositik ke dalam fokus peradangan. (Kumala et
al., 1998; Spector, 1993).
1.2 Tanda-Tanda Radang
Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau.
Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama
sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda
radang ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor
(kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok
yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi)
(Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).

1.2.1Rubor
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang
mensuplai darah ke daerah peradangan. (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
1.2.2 Kalor
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang
hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37
C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari
sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih
banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
1.2.3 Dolor
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara.
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujungujung saraf. (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
1.2.4 Tumor
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh
pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.
Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat
meradang. (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
1.2.5 Functio Laesa
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002).
Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum
diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang
(Abrams, 1995).
1.3 Gambaran Mikroskopik dari Inflamasi/radang dan Gejala Klinis
1.3.1 Gambaran Makroskopik
Merupakan Tanda-tanda
utama
dari
celcus
yang
meliputi
tumor
(pembengkakan),rubor(kemerahan),kalor(panas setempat berlebihan) dan dolor (rasa
sakit). Selain itu pula terjadi functiolaesa (holangnya fungsi).
1.3.2 Tahap-tahap mikroskopis
Berkaitan dengan perubahan-perubahan dinamis dalam pembuluh darah,aliran darah
dan aktivitas lekosit, biasanya terjadi :

1. Konstriksi arteriol sementara, mungkin disebabkan oleh refleks neorogenik


setempat,bisa berkembang,tetapi hanya bertahan dalam beberapa menit. Kemudian
diikuti oleh dilatasi arteriol berkepanjangan.
2. Kenaikan aliran darah setempat (hiperremia) dan dilatasi kapiler setempat.
3. Kenaikan permeabilitas kapiler disebabkan 2 faktor utama :
a) Pertama,dilatasi arteriol menaikkan tekanan hidrostatik kapiler,menyebabkan
aliran air lebih besar larut kedalam cairan interstisial (hipothesa starling).
b) Kedua, permeabilitas endotelial venular dan kapiler ditingkatkan,sehingga
memungkinkan molekul lebih besar,khususnya albumin,memasuki jaringan
intertisial. Moleku-molekul ini mengubah tekanan osmotik setempat dan menarik
lebih banyak air kedalam jaringan. Akumulasi cairan intertisial (inflammatory
oedema) ini berasal dari hasil-hasil sirkulasi.
4. Melambatnya aliran darah kapiler dan hemokonsentrasi intravaskuler. Kenaikan
konsentrasi protein plasma menghasilkan peningkatan piskositas darah. Ini diikuti
oleh :
5. Hilangnya aliran darah aksial normal.secara normal,sel-sel darah mengalir ditengah
kapiler dengan plasma yang relatif bebas (chelfreeplasma) menyentuh endotel.
Dalam radang akut,sel-sel putih yang beredar mula-mula netrofil polimor kemudian
monosit,bergerak keluar untuk menghasilkan
6. Penepian lekosit atau peralatan tepi endotel
7. Pengumpulan sel-sel merah ketengah,membentuk rouleaux.
8. Terjadi perlekatan leokosit ke sel endotel kapiler,diikuti dengan :
9. Perpindahan aktif oleh gerakan ameboit,kedalam jaringan ferivaskuler melalui celahcelah diantara sel endotel. Setelah berada diluar,leokosit pindah dengan cara:
10. Kemotaksis,proses dimana sel ditarik menuju kesubstansi kimia tertentu yang
konsentrasinya lebih tinggi pergerakan aktif ini menghasilkan.
11. Akumulasi sejumlah leokosit ditempat yang sesuai. Akumulasi ini yang begitu mudah
diliat dan dikenal secara mikroskopik, merupakan kriteria utama untuk diagnosis
histopatologi radang akut.
12. Fagositosis adalah fungsi utama leokosit,yaitu penelanan pencernaan dan
pembuangan benda-benda asing tertentu,khususnya bakteri dan sel-sel khusus.

1.3.3 Sel sel yang Berperan


Sel yang berperan dapat berasal dari darah atau jaringan setempat. Sel sel darah
adalah limfosit dan sel plasma yang memberikan reaksi pertahanan imunologishumoral
dan selular setempat.
Makrofag, seperti dalam radang akut, adalah fagositik dan membersihkan sisa sisa
jaringan setempat; kadang kadang membentuk sel raksasa berinti banyak, mungkin
dengan cara fusi kadang kadang polimorf eosinofil juga ada, khususnya dalam infeksi
parasit dan reaksi hipersensitivitas.
Sel sel jaringa terutama adalah fibroblas yang berproliferasi dan sel sel endotel yang
membatasi kapiler; keduanya selalu ditemukan bersamaan dan membentuk jaringa
granulasi. Mula-mula muncul disekitar tepi pusat radang kronis dan bertumbuh kearah
pusatnya. Fibroblas menyekresikan kolagen, elastin dan bahan dasar.
Akhirnya kebanyakan kapiler dan sel sedikit demi sedikit menghilang, timbullah
fibrosis (pembentukan jaringan parut) proses perbaikan ini dikenal sebagai organisasi.
1.3.4 Leokosit yang terlibat
Hanya dua tipe yang penting :
Pertama golongan terbesar adalah polimor netrofil, sangat motil (penuh daya gerak)
mempunyai banyak lisosom untuk mecerna bakteri dan sel-sel yang sudah tidak berguna
lagi dan berumur pendek. Kemudian, makrofag (berasal dari monosit ) yang utama
(berkuasa) kurang motil, mengandung sedikit lisosom dan menghilangkan debris
termasuk polimor mati,bakteri dan fibrin
1.3.5 Eksudat radang akut
Unsur pokok eksudat radang akut ini ialah cairan,protein,dan sel cairan mengalami
pertukaran konstan dengan plasma bisa mengadandung obat-obatan dan melarutkan
substansi iritant lokal serta toksin. Protein termasuk albumin,globulin (beberapa
diantaraya mempengaruhi imunitas umoral-bab6) dan fibrinogen. Fibrin membantu
mencegah infasi bakteri,menyatukan jaringan yang rusak dan membantu fagositosis
sel,terutama terdiri dari polimor dan makrofag.
Tipe eksudat radang akut beberapa diantaranya,serosa (terutama) fibrinosa (fibrin)
dan sering terlihat diserosa permukaan,misalnya pleura,beberapa bakteri mati atau
hampir mati,polimor dan sel jaringannya sendiri serta hemoragik mempunyai banyak selsel merah.
1.4 Pembagian dari Peradangan
Biasanya radang dibagi menjadi akut dan kronis,tetapi dalam praktik, hal ini bisa
tumpang tindih dan keduanya dapat muncul bersamaan radang subakut tidak
mempunyai arti patologis, walaupun kadang-kadang dokter menggunakan istilah tersebut

bila tanda-tanda dan gejala klinik terlihat berada ditengah, diantara radang akut dan
kronis.
1.5 RADANG AKUT
Ini adalah awal atau perubahan dini, terjadi dalam beberapa jam atau hari, dan
menunjukkan usaha tubuh untuk menghancurkan atau menetralkan agen penyebab.
1.5.1 Penyebab-penyebab
1. Bakteri
Organisme

2. Parasit
3. virus

Trauma Mekanis

1.Terpotong
2.Terbentur
1. Anoerganik (Asamasam kuat,alkali kuat)

Zat-zat kimia
2. Organik : Cairan tubuh
yang dikeluarkan (misal:
urine,empedu)

Radiasi
Perbedaan
temperatur yang
besar

1. Pengionan
2. Ultraviolet
1. Dingin
2. Panas

Kehilangan suplai
1. infraksi
darah
Reasi Imunologis

1. Kompleks Imun

Penyebab umum tertera dalam tabel 3.1.

1.6 RADANG KRONIS


Perubahan ynag berlangsung sampai berminggu, bulan atau bahkan bertahun
menunjukkan usah tubuh untuk melokalisasi agen penyebab dan memperbaiki kerusakan
yang terjadi.
1.6.1 Penyebab
Radang kronis dapat terjadi susudah radang akut atau timbul sendiri. Penyebab
umum terdapat dalam tabel 3.2 ;
Tabel 3.2. Penyebab radang kronis
1. Bakteri, Khususnya
Mikobakteri
Organisme

2. Treponema (sifilis)
3. Fungi (jamur)
4. Parasit (msal Schisostoma)
1. industri

Benda Asing

2. jahitan luka
3. Silika
4.Abses
1. Tuberkulosis

Hipersensitifitas
seluler

2. Sarkoidosis
3. Penyakit Autoimun

Suplai Darah Buruk

(Misal,ulkus varikosa)

zat kimia

(misal,ulkus peptikus)

1.7 INJURI DIRONGGA MULUT


1.7.1 Injuri Traumatik
1.7.1.1 Fraktur email
Gejala
Dapat tanpa gejala (asimtomstik)
Gigi tajam menembus jaringan lunak mulut.
Rasa sakit waktu menggigit.
Gambaran klinis:

Hilangnya email
Keretakan tipis pada email.
Gambaran Radiologi :

1.1.7.2 Fraktur yang melibtakan pulpa


Gambaran klinis :
Banyak gigi yang hilang dan pulpa terbuka.
Rasa sakit dan sensitivitas. Seringkali menjadi parah bila ada perubahan suhu atau
gigitan.
1. Fraktur Dentin Tanpa Terbukanya Pulpa - Fraktur mahkota yang megenai
cukup banyak dentin, tanpa megenai pulpa.

2. Fraktur Mahkota dengan Terbukanya Pulpa - Fraktur mahkota yang mengenai


dentin dan menyebabkan pulpa terbuka.

Gambaran Radiologi :
Fraktur dentin tanpa terbukanya pulpa

Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa

1.7.1.3 Fraktur akar


Kelainannya dapat ditemukan pada 1/3 apikal, tengah, atau korona gigi.
Gambarn klinis :
Rasa sakit dan gigi terasa goyang
Rasa sakit bila dilakukan palpasi dan derajat kegoyangan gigi meningkat.

Gambaran radiologi :

1.7.2 Permukaan jaringan gigi hilang / keausan gigi


Etiologinya dapat multi faktor dan merupakan kombinasi dari berbagai penyebab
dibawah ini :
1.7.2.1 Atrisi
Hilangnya jaringan gigi atau pun tambalan , yang disebabkan pengunyahan atau
kontak antara gigi dengan gigi dipermukaan oklusal dan inter proksimal .
Gambaran klinis

Seperti diatas bebas dari gejala atau peka bila terkena dengan suhu yang ekstrim
Hilangnya jaringan gigi dipermukaan oklusal dan insisal , tonjol mejadi datar, tepi
insisal terkikis dan titik kontak antara gigi lebih datar.
Kerusakan yang terjadi sesuai dengan permukaan gigi yang berkontak saat
pemakaian.
Permukaan enamel yang rata dengan dentin.
Kemungkinan terjadinya fraktur pada tonjol gigi atau
1.7.2.3 Erosi
Hilangnya jaringan gigi akibat proses / bahan kimiawi yang tidak melibatkan bakteri.
Penyebab yang sering ditemukan adalah asam, yang menyebabkan hilangnya matriks
anorganik
Gambaran klinis erosi adalah sebagai berikut:
a. Bentuk lesi cekung yang luas dan permukaan email yang licin.
b. Permukaan oklusal yang melekuk (insisal yang beralur) dengan permukaan dentin
yang terbuka.
c. Meningkatnya translusensi pada insisal (Gambar 5).
d. Rusaknya karakteristik email pada gigi anak- anak.

e. Sering ditemui email cuff atau ceruk pada permukaan servikal.

Gambar 5. Wanita 14 tahun menunjukkan karakteristik kehilangan struktur pada


permukaan gigi yang menyeluruh dan email gigi insisivus maksila tampak seperti
terpolis. Lapisan email yang ada tampak sangat tipis karena erosi (Gandara BK. J
Contemp Dent Pract 1999; 1(1): 3)

Gambar 6. Pada permukaan amalgam yang menonjol keluar, di bawahnya terlihat


perluasan erosi pada permukaan oklusal(Gandara BK. J Contemp Dent Pract 1999; 1(1):
3)
1.7.2.3 Abrasi
Hilangnya jaringan gigi atau pun tambalan yang bersifat patologis karena
pemakaian, oleh faktor lain diluar kontak gigi. Abrasi disebabkan oleh fraksi yang terjadi
karena gigi bergesekkan berulang kali.
Gambaran klinis :
Dapat dijumpai tanpa gejala atau peka terhadap rangsang panas akibat terbukanya
dentin atau karena pulpitis kronis dengan eksa serbasi akut.
Resesi ginggiva pada sisi bukal dan dentin serta sementum akar yang terbuka

Biasanya terdapat pada daerah servikal gigi


Lesi cenderung melebar daripada dalam
Gigi yang sering terkena P dan C

Gambar 7. Abrasi pada gigi C dan P pasien. Pasien tersebut memiliki kecenderungan
menyikat giginya dengan kuat. Resesi ringan terjadi pada gingiva dan semento-email
yang mengalami keauasan tampak sebagai lesi abrasi pada permukaan prominensia akar
gigi (tanda panah)
(Gandara BK. J Contemp Dent Pract 1999; 1(1): 4)
1.7.2.4 Abfraksi
Penyebab dari abfraksi adalah tekanan kunyah yang berlebihan, keausan gigi yang
parah dan dapat juga terjadi karena menderita bruxism. Abfraksi ditandai dengan
pembentukan retakan yang dangkal dan takik pada gigi.
Gambaran klinis :
Gambaran klinis abfraksi adalah sebagai berikut:
a. Kelainan ditemukan pada daerah servikal labial/bukal gigi
b. Berupa parit yang dalam dan sempit berbentuk huruf V
c. Pada umumnya hanya terjadi pada satu gigi yang mengalami tekanan eksentrik pada oklusal
yang berlebihan atau adanya halangan yang mengganggu oklusi

Lesi abfraksi sering ditemukan pada orang dewasa, dan bahkan pada individu yang
menggertakkan gigi, yang menempatkan tekanan berulang kali pada gigi. Gigi dengan
lesi abfraksi tidak mudah untuk membusuk dan dapat diobati dengan
mengisi(penambalan gigi) atau menempatkan alat pelindung saat mengigit.

1.8 Patologis injuri jaringan lunak


1.8.1

TatoAmalgam

Gambaran klinis :

Tato amalgam terlihat berupa makula yang lembut, tidak nyeri, tidak berulkus,
berwarna biru/abu-abu/kehitaman tanpa adanya reaksi eritematus di
sekelilingnya.

Lesi ini banyak ditemukan pada gusi atau mukosa alveolar dan lebih banyak
terdapat pada wanita dan usia lanjut.

Tato dibatasi oleh mukosa yang diameternya <0,5 cm.

Beberapa pasien dapat mengalami respon inflamasi dalam waktu lama dimana
terdapat papul kecil atau patch yang luas akibat adanya makrofag.

Gambaran histopatologi :

Gambaran Radiologi

Radiografi periapikal menunjukkan partikel radioaktif kecil konsisten dengan


amalgam

Pemeriksaan radiologis dibutuhkan untuk memeriksa apakah benar ada partikel


logam yang tertanam didalam epitelial, namun bila tidak ditemukan adanya tanda
logam pada pemeriksaan radiologis, tidak menentukan bahwa pasien bukan
terkena amalgam tattoo karena seringkali partikel logamnya terlalu kecil atau
tersebar luas.

1.8.2 Smokers Melanosis


Produksi melanin pada mukosa oral perokok merupakan mekanisme pertahanan
tubuh terhadap zat-zat perusak yang terdapat di dalam rokok. Smokkers melanosis
biasanya terdapat pada bibir depan mukosa alveolar. Area pigmentasi akan meningkat
dalam tahun pertama merokok dan kembali normal setelah berhenti merokok selama 3
tahun. Spesimen biopsi menunjukkan adanya peningkatan pigmentasi melanin di lapisan
sel basal pada permukaan epitel seperti makula melanotik.
Gambaran klinis :

Gambaran histopatologi :

1.8.3 Nikotin Stomatitis


Adalah lesi benikna pada palatum durum(keras) biasanya dihubungkan dengan
penggunaan rokok jangka panjang dan mukosa palatal terkena pengaruh panas.
Respon awal dari mukosa palatal terhadap panas dari substansi ini adalah tampaknya
eritematous, dengan keratinisasi dan opaksifikasi terus meningkat dengan jalannya
waktu. Setelah meningkatnya keratinisasi,bintik merah yang melebar akan terlihat
pada lubang duktus di kelenjar saliva minor pada permukaan palata. Kelenjar saliva
minor menjadi meradang sebagai hasil dari opstriksi oleh keratin pada mukosa
lubang duktus. Palatum dapat berkembang dengan
Gambaran klinis :

1.8.4.Sialolith
Sialolith adalah batu kelenjar saliva. Sialolith terjadi pada kelenjar saliva mayor dan
minor dan terbentuk dari pengendapan kalsium garam disekitar bagian tengah. Ketika
sialolith terjadi pada kelenjar saliva minor, nodul keras berukuran biji kacang dapat
dipapasi pada jaringan lunak. Sialolith dapat menyebabkan obstruksi kelenjar saliva yang
terlibat. Ketika sialolith terjadi pada dasar mulut, sialolith dapat terlihat seperti stuktur
radiopark pada oklusan atau radiografi panoramik.
Gambaran klinis :

Rasa sakit dan adanya pembengkakakn secara intermiten didaerah kelenjar ludah
mayor keadaan ini trambah parah pada waktu makan dan kembali hilang setelah
makan.

Gambaran histopatologi :

Gambaran Radiolusen :

1.8.5. Linea Alba


Linea alba (white line) adalah kondisi yang paling sering muncul di sepanjang
mukosa bukal setinggi dataran oklusal gigi rahang atas dan rahang bawah yang
disebabkan adanya tekanan, iritasi gesekan, dan trauma dari permukaan gigi (Neville
dkk., 2009). Linea alba berbentuk garis putih keabuan memanjang di mukosa bukal,
biasanya bilateral di kanan dan kiri, berawal dari sudut mulut hingga gigi posterior. Lesi
ini tidak berbahaya dan tidak memerlukan perawatan berarti (Neville dkk., 2009).
Gambaran klinis :

Berwarna putih keabuan disebabkan hiperkeratosis epitel.

Trauma Termal (Panas)


Trauma termal atau luka bakar pada rongga mulut sebagian besar disebabkan oleh
makanan atau minuman yang panas. Penggunaan microwave meningkatkan angka
kejadian luka bakar panas karena dapat membuat makanan yang dingin di bagian luarnya
tetapi sangat panas di bagian dalamnya. Pada awal terjadinya trauma termal akan terasa
nyeri yang selanjutnya muncul area yang tidak nyeri, hangus, dan kekuningan yang
disertai dengan sedikit atau bahkan tidak berdarah. Selanjutnya, area tersebut akan
mengalami nekrosis, karena banyak sel yang mati akibat panas, dan mulai mengelupas
bahkan bisa mengeluarkan darah. Luka yang melibatkan makanan yang panas biasanya
timbul pada palatum atau mukosa lidah bagian posterior berupa area eritema dan ulserasi
yang dapat menyisakan epithelium yang nekrosis pada daerah perifer. Selain itu, injuri
thermal juga dapat terjadi secara iatrogenik, yaitu overheat instrument yang mengenai
mukosa. Efek lebih parah terjadi pada mukosa yang dianestesi, karena pasien tidak dapat
merasakan sakit pada mukosa yang berkontak dengan instrumen tersebut.
Gambaran kilis :

Trauma kimiawi ( aspirin )


Trauma kimiawi di dalam rongga mulut biasanya akibat bahan-bahan kedokteran gigi
yang digunakan dalam praktek, misalnya aspirin, hidrogen peroksida, silver nitrat, fenol,
larutan anestesi, dan bahan perawatan saluran akar. Trauma kimiawi dapat disebabkan
karena pemakaian obat-obatan yang bersifat kaustik, seperti obat kumur yang tinggi
kandungan alcohol, hydrogen peroksida, atau fenol, dan penggunaan obat aspirin baik
tablet maupun topikal pada mukosa sebagai obat sakit gigi.
Area yang terlibat sangat mungkin meluas. Jika kontak dengan agen kimia terjadi
cukup singkat, maka lesi yang terbentuk berupa kerut-kerut berwarna putih tanpa
nekrosis jaringan. Kontak dalam waktu lama (biasanya dengan aspirin, sodium
hipoklorid, dan fenol) dapat menyebabkan kerusakan yang lebih berat dan pengelupasan
jaringan yang nekrosis. Mukosa non-keratinisasi yang tidak cekat lebih sering mengalami
luka bakar dibandingkan mukosa cekat (Greenberg dan Glick, 2003).

Gambaran Klinis :

Lesi biasanya terletak pada forniks atau lipatan mukobukal dan gingiva. Area
yang terluka berbentuk ireguler, berwarna putih, dilapisi pseudomembran, dan
sangat sakit.

Trauma Radiasi
Ulser intraoral juga biasanya muncul selama proses terapi radiasi untuk kanker di
area kepala dan leher. Keganasan (paling sering karsinoma sel skuamosa) memerlukan
dosis radiasi yang besar (60-70 Gy). Ulser selalu muncul pada daerah yang tersorot sinar
radiasi secara langsung. Untuk keganasan seperti lymphoma dengan dosis radiasi lebih
rendah (40-50 Gy) bersifat tumorisidal, ulser yang muncul serupa namun tidak separah
terapi dengan dosis radiasi 60-70 Gy dan durasinya lebih pendek. Ulser akibat radiasi
akan bertahan selama proses terapi radiasi. Apabila daerah ulserasi dijaga kebersihannya,
spontan healing akan muncul tanpa scar. Sama seperti terapi radiasi, ulser juga akan
muncul selama proses kemoterapi, dengan etiologi utama efek samping dari terapi yang
mereduksi regenerasi sel basal, sehingga mengakibatkan atrofi mukosa dan ulserasi. Pada
kemoterapi, mukosa yang terkena adalah mukosa nonkeratinisasi, seperti mukosa bukal,
ventrolateral lidah, palatum mole, dan dasar mulut. Lesi awal berwarna keputihan dengan
sedikit deskuamasi pada keratin, yang kemudian menimbulkan atrofi pada mukosa
dengan gambaran edematous dan eritematous. Selanjutnya ulkus akan ditutupi oleh
membran fibrinopurulen. Ulkus terasa nyeri dengan sensasi rasa terbakar, serta tidak
nyaman Manifestasi oral akibat terapi radiasi adalah oral mucositis yang timbul pada
minggu kedua setelah terapi, dan akan sembuh perlahan 2-3 minggu setelah terapi
dihentikan.
1.9 Peradangan Lesi Periapikal
KLASIFIKASI LESI PERIAPIKAL
1.9.1 Normal Periapical Tissues
Kondisi ini menggambarkan keadaan klinis dan radiografik dimana gigi memiliki
jaringan periapikal normal. Dengan tes perkusi dan palpasi tidak menunjukkan adanya
gejala sensitivitas yang abnormal. Pada keadaan ini, gigi masih memiliki struktur
lamina dura dan ligamen periodontal yang normal.

1.9.2 Symptomatic Apical Periodontitis


Etiologi
-

Terdapatnya agen iritan seperti mediator inflamasi dari inflamasi pulpa yang
irreversibel
Keluarnya toksin bakteri dari pulpa yang nekrosis
Zat kimia seperti zat irigasi dan disinfecting agents
Restorasi kurang baik yang menyebabkan adanya maloklusi
Overinstrumentasi pada saluran akar

Signs and Symptoms


-

Adanya rasa sakit dan tidak nyaman dari sedang sampai berat yang dirasakan saat
dilakukan tes perkusi dan penekanan dengan ujung jari
Jika merupakan perkembangan dari pulpitis, maka akan terdapat respon pada
rangsang panas, dingin, dan listrik
Jika disebabkan karena adanya nekrosis pulpa maka tidak berespon terhadap tes
vitalitas pulpa.
Terdapat adanya penebalan periodontal ligament space (hanya pada bagian apikal,
namun bagian lain masih normal dan lamina dura masih intact)

Gambaran histologi :
-

Sel PMN dan makrofag terlihat pada bagian apikal dari pulpa
Terdapat abcess kecil
Resorpsi tulang dan akar dapat terlihat secara histologis tetapi tidak secara
radiografis
1.9.3.Asymptomatic Apical Periodontitis
Etiologi

Nekrosis pulpa
Kelanjutan dari Symptomatic Apical Periodontitis

Signs and Symptoms


-

Karena pulpa sudah mengalami nekrosis, maka tidak berespon ketika diberikan
stimulus termal atau elektrik
Pada tes perkusi menghasilkan sedikit atau tidak ada rasa sakit
Pada tes palpasi terasa sedikit sensitif mengindikasikan adanya perubahan pada
tulang kortikal dan perluasan sampa ke jaringan lunak
Pada gambaran radiografik terlihat adanya gangguan pada lamina dura dan destruksi
yang ekstensif pada jaringan periapikal dan interradikuler

Gambaran histologi :
-

Secara histologis, diklasifikasikan kedalam kategori granuloma atau kista.

Granuloma periapikal terdiri dari jaringan granulomatosa, sel mast, makrofag,


limfosit, sel plasma, dan sel PMN
- Multinucleated giant cells, foam cells, cholesterol clefts, dan epithelium sering kali
ditemukan
- Kista radikular memiliki kavitas sentral yang berisi cairan eosinofilik atau material
semisolid dan diselubungi oleh epithelium skuamosa berlapis
- Kista radikular berasal dari epitel malassez yang berproliferasi karena terdapat
respon inflamasi.
Gambaran radiologi :

1.9.4. Condensing Osteitis (Variasi dari Asymptomatic Apical Periodontitis)


Etiologi
-

Iritan yang berpenetrasi dari root canal menuju jaringan periradikular


Biasanya ditemukan pada apikal gigi posterior mandibula

Signs and Symptoms


- Peningkatan tulang trabekular
- Bisa Asymptomatic atau terasa sakit
- Bisa atau tidak berespon terhadap rangsang termal dan elektrik
- Tidak sensitif jika dilakukan tes palpasi dan perkusi
Secara radiografis :
Terlihat adanya gambaran radiopasitas yang menyebar disekitar akar gigi
Secara histologis :
Terlihat peningkatan susunan tulang trabekular dan inflamasi

1.9.5.Acute Apical Abscess


Etiologi
-

Penyebaran lesi yang berasal dari pulpa yang menghancurkan jaringan periradikular
Respon inflamasi berat terhadap mikroba dan iritan nonbakterial dari pulpa yang
nekrosis

Signs and Symptoms


-

Peningkatan serangan rasa sakit yang cepat dan spontan


Terdapat ketidaknyamanan dan pembengkakan dari ringan sampai berat
Biasanya tidak ada pembengkakan jika abses terbatas pada tulang
Memiliki manifestasi secara sistemik seperti peningkatan temperatur, rasa tidak
enak, dan leukositosis
- Tidak ada respon terhadap tes termal dan elektrik (Pulpa nekrosis)
- Terasa sakit saat dilakukan tes perkusi dan palpasi
- Secara radiografis terlihat penebalan PDL space dan lesi radiolusen yang terlihat
jelas
Gambaran Klinis :

Gambaran histologi :
-

Lesi destruktif lokal atau nekrosis yang mengandung sel PMN, debris, sisa sel, dan
eksudat purulen

Termasuk lesi granulomatosa, biasanya abses tidak langsung berhubungna dengan


apikal foramen
1.9.6 Chronic Apical Abscess

Etiologi
-

Hasil dari nekrosis pulpa

Signs and Symptoms


-

Adanya long-standing lesion yang berwujud abses meliputi tulang dan jaringan
lunak membentuk sinus tract stoma pada oral mukosa
Chronic apical abscess dapat juga menjalar ke jaringan periodonsium sampai ke
sulkus dan dapat menyerupai abses periodontal atau poket periodontal
Biasanya asimptomatis kecuali ada penutupan pada sinus pathway yang dapat
menyebabkan rasa sakit.
Gambaran Klinis

Gambaran raduolusen

1.9.7 Abses Periapikal


Ditandai dengan adanya pelebaran membran periodontal di daerah periapikal
sebagai akibat dari suatu peradangan. Dalam waktu yang singkat dapat juga

menyebabkan demineralisasi dari tulang alveolar dan sekitarnya sehingga terlihat


gambaran radiolusen yang meluas disekitar apeks dengan batas yang difus.
Lamina dura di daerah apeks gigi terputus. Terlihat adanya pelebaran membran
periodontal.
Gambaran Klinis :

Gambaran radiografi :

Memperlihatkan kerusakan tulang yang jelas meliputi sepanjang permukaan akar


gigi sehingga membran periodontalnya sukar untuk dibedakan lagi.
Gambaran histopatologi :

1.9.8.Granuloma Periapikal
Gambaran klinis :

Pasien dengan granuloma periapikal umumnya tidak bergejala, namun jika


terdapat eksaserbasi akut maka akan menunjukkan gejala seperti abses periapikal
Gambaran histopatologi :

Secara histologi, granuloma periapikal didominasi oleh jaringan granulasi


inflamasi dengan banyak kapiler, fibroblast, jaringan serat penunjang, infiltrat
inflamasi, dan biasanya dengan sebuah kapsul. Jaringan ini menggantikan
kedudukan dari ligamen periodontal, tulang apikal dan kadangkala dentin dan
sementum akar gigi, yang diinfiltrasi oleh sel plasma, limfosit, mononuklear
fagosit, dan neutrofil
Gambaran radiografi :
Tampak sebagai bayangan yang radiolusen di bagian apeks gigi atau bagian
lateral yang berbentuk bundar atau oval.
Tampak lamina dura terputus, batas antara daerah radiolusen dengan jaringan
tulang yang sehat cukup jelas tetapi tidak setegas batas pada kista.

1.9.9 Osteomielitis
Gambaran klinis :

Gambaran klinis yang dijumpai adalah bentuknya lebih terlokalisir, keras,


pembengkakan tulang mandibula yang tidak halus pada bagian bawah dan
samping pada tulang mandibula dan disertai dengan karies pada molar satu.

Gejala klinis yang dijumpai adalah limphadenopati, hiperpireksia dan biasanya


tidak sertai dengan leukositosis.
Gambaran histopatologi :

Pembentukan tulang subperiosteal yang baru pada permukaan kortek, yang


menimbulkan pembentukan involucrum.
Gambaran dengan perbesaran tinggi dari tulang subperiosteal yang baru terbentuk
pada permukaan koteks.
Sebagai akibat peradangan dari jaringan lunak sumsum, tulang mengalami
nekrosis.
Jaringan granulasi dan massa bakterial sering menutupi tulang nekrotik itu.
Gambaran radiologi :
Gambar radiologi menunjukan bentuk morttled dari tulang pada keadaan
osteomielitis rahang bawah.

1.10 Inflamasi yang berkaitan dirongga mulut dan lain-lain


1.10.1 Tonsilitis
Tonsilitis akut adalah peradangan pada tonsil yang masih bersifat ringan. Radang
tonsil pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga infeksi pada
faring biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai tonsilofaringitis.
(Ngastiyah,1997 )

Gambar klinis :
Etiologi tonsilitis
Penyebab tonsilitis bermacam macam, diantaranya adalah yang tersebut
dibawah ini yaitu :

(1)
(2)
(3)
(4)

Streptokokus Beta Hemolitikus


Streptokokus Viridans
Streptokokus Piogenes
Virus Influenza
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet
infections)
Patogenesis
Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas,
akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui
sistem limfa ke tonsil.
Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses
inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar
masuknya udara.
Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta
ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan
timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia.
1.10.2 Pulpitis
Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan rasa nyeri.
Pulpa adalah bagian gigi paling dalam, yang mengandung saraf dan pembuluh darah
(Medicastore, 2010).

Gambar klinis :

Etiologi
Penyebab pulpitis yang paling sering ditemukan adalah pembusukan gigi,
penyebab kedua adalah cedera. Pulpa terbungkus dalam dinding yang keras sehingga
tidak memiliki ruang yang cukup untuk membengkak ketika terjadi peradangan.
Yang terjadi hanyalah peningkatan tekanan di dalam gigi. Peradangan yang ringan,
jika berhasil diatasi, tidak akan menimbulkan kerusakan gigi yang permanen.
(Medicastore, 2010).
Gambaran histopatologi :
Kronik :

Akut irreverseble

Akut Reversible

Patofisiologi
Pulpitis dapat terjadi karena adanya jejas, jejas tersebut dapat berupa kuman
beserta produknya yaitu toksin, dan dapat juga karena faktor fisik dan kimia (tanpa
kuman). Namun pada praktek sehari-hari pulpitis biasanya terjadi diawali dengan
karies yang tebentuk karena kerusakan email akibat dari fermentasi karbohidrat oleh
bakteri-bakteri penghasil asam (pada umumnya Streptococus mutans) yang
menyebabkan proses demineralisasi lebih cepat dari proses mineralisasi.
Bila karies sudah terbentuk dan tidak mendapat perawatan, maka proses
demineralisasi terus berlanjut dan menyebabkan karies semakin meluas ke dalam
gigi sehingga menembus lapisan-lapisan email, dentin dan pada akhirnya akan
mencapai ke dalam ruang pulpa. Bila karies sudah mencapai ke dalam ruang pulpa
maka bakteri akan masuk kedalam ruangan tersebut dan mengakibatkan peradangan
pada jaringan pulpa. Jika peradangan hanya sebagian (pada cavum dentis) maka
disebut pulpitis akut parsial,dan jika mengenai seluruh jaringan pulpa maka disebut
pulpitis akut totalis (Zainuri, 2010).
1.10.3 Gingivitis
Gingivitis adalah peradangan pada gusi (gingiva) yang terjadi pada jaringan epitel
mukosa di sekitar cervical gigi dan prosesus alveolar (emedicine, 2010). Gingivitis
sering terjadi dan bisa timbul kapan saja setelah tumbuhnya gigi (Nurasiah, 2009).
Gambaran klinis :
Gusi yang mudah berdarah adalah salah satu tanda-tanda dari radang gusi
(gingivitis).Gingivitis biasanya ditandai dengan gusi bengkak, warnanya merah
terang, dan mudah berdarah dengan sentuhan ringan (Dharma, 2009).

Gambar Gingivitis

Gambar Gingivitis

Etiologi
Gingivitis hampir selalu terjadi akibat penggosokan dan flosing (membersihkan
gigi dengan menggunakan benang gigi) yang tidak benar, sehingga plak tetap ada di
sepanjang garis gusi. Plak merupakan suatu lapisan yang terutama terdiri dari
bakteri. Plak lebih sering menempel pada tambalan yang salah atau di sekitar gigi
yang terletak bersebelahan dengan gigi palsu yang jarang dibersihkan. Jika plak tetap
melekat pada gigi selama lebih dari 72 jam, maka akan mengeras dan membentuk
karang gigi. Plak merupakan penyebab utama dari gingivitis. Faktor lainnya yang
akan semakin memperburuk peradangan adalah:

(1) kehamilan
(2) pubertas
(3) pil KB. (Medicastore, 2010)
Obat-obat tertentu bisa menyebabkan pertumbuhan gusi yang berlebihan sehingga
plak sulit dibersihkan dan terjadilah gingivitis. Obat-obatan tersebut adalah:
(1) fenitoin (obat anti kejang)
(2) siklosporin (diminum oleh penderita yang menjalani pencangkokan organ)
(3) calcium channel blockers (misalnya nifedipin, obat untuk mengendalikan
tekanan darah dan kelainan irama jantung)
(4) pil atau suntikan KB. (Medicastore, 2010)
Gambaran histopatologi :

Patogenesis
Gingivitis dapat disebabkan beberapa hal, diantaranya kebersihan mulut yang buruk,
penumpukan karang gigi (kalkulus/tartar), dan efek samping dari obat-obatan tertentu
yang diminum secara rutin. Sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan secara seksama
menjadi tempat pertumbuhan bakteri. Dengan meningkatnya kandungan mineral dari air
liur, plak akan mengeras menjadi karang gigi (kalkulus). Karang gigi dapat terletak di
leher gigi dan terlihat oleh mata sebagai garis kekuningan atau kecoklatan yang keras dan
tidak dapat dihilangkan hanya dengan menyikat gigi. Kalkulus juga dapat terbentuk di
bagian dalam gusi (saku gusi/poket). Kalkulus adalah tempat pertumbuhan yang baik
bagi bakteri, dan dapat menyebabkan radang gusi sehingga gusi mudah berdarah
(Dharma, 2009).

Daftar Pustaka
Lumerman,L Harry dan Robert B Bowe.Atlas
Histopatology.2012.China:Wolters Kluwer.

of

oral

and

Maxillofacial

Neville dkk. Oral and Maxillofacial Pathology.2012.Singapure:Saunders elsevier.


Ibsen,Olga dan Joan Andersen Phelan.Oral Pathology for the Dental
Hygienist.2014:Elsevier.
Lee,K.W.Atlas berwarna Patologi Mulut.1989.Jakarta:Hipokrates.

Anda mungkin juga menyukai