Anda di halaman 1dari 2

MARIA G.

YUDIT TALLO 391814


Kafe 'Finger Talk' di Pamulang Melayani Tamu Dengan Isyarat Tangan
Pamulang, - Umumnya sebuah kafe atau
tempat makan, menghadirkan pelayanpelayan yang piawai berkomunikasi untuk
melayani pengunjung. Tapi bagaimana
jika pelayan sebuah kafe punya
keterbatasan dalam mendengar atau
bicara? Begitulah yang terjadi jika anda
berkunjung ke 'Deaf Kafe Finger Talk'.
Kafe yang mempekerjakan 5 orang
pelayan di mana kesemuanya punya
gangguan dalam pendengaran atau
tunarungu. Lokasi kafe itu berada di Jalan
Pinang No. 37, Pamulang Timur,
Tangerang Selatan. Masyarakat kadang
menyebutnya
Gang
Pinang,
yaitu
ditempuh dari Jalan Dr Setiabudi, tak jauh
dari bundaran Pamulang.
Setelah memasuki Gang Pinang, ada sebuah papan penunjuk 'Finger Talk' yang mengarah di
sebuah rumah bercat kuning. Rumah tersebut didesain menjadi sebuah kafe dengan dominasi
warna kuning dan pink. Begitu juga meja dan kursi yang dihadirkan variatif baik model maupun
warnanya. "Mau makan apa?" sapa seorang pelayan Nurul, dengan isyarat gerakan tangan dari
dada ke atas (mau), ditambah gerakan tangan masuk ke arah mulut (makan) dan gerakan kedua
telapak tangan dibuka (apa). Nurul menyodorkan daftar menu yang disediakan di kafe bernuansa
ceria tersebut. Lalu bagaimana menjawabnya? Tak perlu bingung, di meja tersedia lembar
petunjuk memperagakan bahasa isyarat untuk ungkapan-ungkapan sederhana. Sang pelayan akan
dengan ramah menunggu jika anda ingin mempelajari singkat cara menyapa dengan bahasa
isyarat seperti ditunjukkan dalam lembaran. Soal menu lengkap, sebetulnya secara mudah tinggal
tunjuk daftar menu yang disajikan. Jika masih kesulitan maka tinggal tuliskan dalam sebuah
kertas yang disediakan di atas meja.
Begitulah kafe 'Finger Talk'. Berkomunikasi dengan tangan dan mendalami kehidupan seorang
tunarungu. Kafe itu adalah gagasan Dissa Syakina Ahdanisa (25), wanita muda lulusan bisnis
admisnistrasi Ritsmumeikan Asia Pacific University (APU), Jepang.
Sejak lama Dissa punya keinginan untuk membangun kafe yang bisa memberdayakan orangorang dengan kebutuhan khusus seperti tunarungu. Maka di usianya 25 tahun inilah kafe itu
terwujud.
Tepatnya baru pada Minggu (3/5) lalu kafe ini dibuka. Saat itu Wali Kota Tangerang Selatan
Airin Rachmi Diany bersedia hadir setelah orangtua Dissa mengirimkan surat undangan ke
kantor Airin. Sejak saat itu, kafe yang juga menyediakan workshop bagi tunarungu ini resmi
dibuka.
"Saya ingin tunarungu punya akses pada pekerjaan, saya bikin kafe ini biar masyarakat berbaur
dengan orang tunarungu," ucap perempuan berjilbab itu. Saban hari kafe itu bukan tiap pukul
10.00-19.00 WIB. Semua menu dimasak hasil olah 5 orang pelayan yang memiliki gangguan

pendengaran dan bicara. Mungkin di situ istimewanya, bahwa di tengah keterbatasan mereka
punya banyak kelebihan.
LESSON LEARNED
Lesson learned yang saya dapatkan dari produk inovatif kafe finger talk adalah:
1. Dissa Syakina yang merupakan owner dari kafe tersebut memiliki misi tersendiri yakni
ingin memberikan pekerjaan bagi para tunarungu.
2. Dissa sebagai owner dari kafe ini mampu mengambil resiko dan memanage resiko
tersebut. Karena karyawan dari kafe ini merupakan karyawan yang berkebutuhan khusus,
pastinya dalam pengelolaan bisnis ini memiliki banyak resiko. Namun dibalik semua itu,
Dissa mempunyai misi tersendiri yakni ingin memberikan pekerjaan bagi mereka yang
berkebutuhan khusus, serta ingin memberikan pembelajaran bagi para pengunjung
tentang Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO)
3. Dengan adanya kafe ini, menjadi sebuah sarana bagi para pengunjung untuk belajar
Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO), karena bahasa isyarat di setiap Negara sangatlah
berbeda.
4. Tidak selamanya sebuah bisnis dibangun untuk mendapatkan profit semata. Dengan kafe
finger talk, telah memberikan pembelajaran tersendiri, yakni membantu para sesama yang
mengalami cacat fisik. Dengan mempekerjakan mereka di kafe tersebut, secara khusus
5.

membantu mereka agar lebih percaya diri saat menjalani interaksi sosial
Ditengah keterbatasan seseorang, pasti punya banyak kelebihan. Semua menu dimasak
hasil olah 5 orang pelayan yang memiliki gangguan pendengaran dan bicara.

Anda mungkin juga menyukai