Oleh :
Murdiyanto
Jurusan Geografi FIS UNIMA
ABSTRAK
Penelitian di lakukan di Sub DAS Noongan-Panasen Daerah
Tangkapan Hujan danau Tondano dengan tujuan memetakan
tingkat bahaya erosi dan merumuskan model arahan
penggunaan lahan. Penelitian ini menggunakan pendekatan unit
lahan sebagi satuan analis dan pemetaan Metiode pendugaan
erosi dihitung dengan model USLE. Penentuan tingkat bahaya
didasarkan atas tingkat kehilangan tanah dan kedalaman tanah
dengan mengacu pada Perhut No. 32/II/2009. Hasil analisis
diperoleh sebagian besar tingkat bahaya erosi di wilayah
penelitian tergolong sangat ringan sampai ringan, yang
menempati wilayah seluas 52,89% dari luas wilayah. Sekitar
3350 ha atau 31,63% tingkat baya erosi diwilayah ini tergolong
berat sampai sangat berat dengan faktor penyebab uatama
adalah kemiringan lereng, solum tanah yang dangkal, dan
pengolahan lahan yang berlebihan. Arahan penggunaan lahan
yang dapat dilakukan untuk mengendalikan erosi di wilayah ini
adalah dengan berbagai teknik koservasi seperti : Teras Gulud,
Budidaya Lorong, Pagar Hidup, SilvipasturaTanaman Penutup
Tanah, Rorak, Strip rumput atau strip tanaman alami, Teras
Kredit, Teras Kebun, Teras Bangku, dan Teras Individu
A. PENDAHULUAN
Danau Tondano yang terletak di bagian hulu DAS Tondano memiliki arti
penting dan strategis bagi pelaksanaan pembangunan di beberapa kabupaten/kota
di wilayah Propinsi Sulawesi Utara, khususnya Kabupaten Minahasa, Minahasa
Utara, Kota Tomohon dan Kota Manado. Dikatakan penting dan strategis karena
danau tersebut berfungsi sebagai penyedia air untuk kebutuhan PLTA Tonsea
Lama dan Tanggari, PDAM Manado, irigasi dan perikanan bagi penduduk di
sekitar danau serta keindahan alam untuk objek wisata serta kebutuhan air
domestik bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Namun demikian danau
tersebut dilaporkan telah mengalami pendangkalan secara terus-menerus sebagai
akibat sedimentasi yang bersumber dari daerah tangkapan hujan (cathment area)
di sekitarnya. Pada tahun 1996 pemetaan batimetri yang dilakukan oleh Dinas
Pekejaan Umum Pengairan Sulawesi Utara memperoleh data kedalaman danau
maksimum di bagian selatan (dekat inlet) sedalam 17 meter, dan berangsur-angsur
menjadi sekitar 3 meter di bagian utara (dekat outlet). Sepuluh tahun kemudian
pemetaan batimetri dilakukan Murdiyanto (2006) ditemukan kedalaman danau di
bagian selatan dekat inlet telah mengalami pendangkalan menjadi sekitar 15 meter
dan berangsur-angsur dibagian utara dekat outlet kedalamannya menjadi sekitar 2
meter. Berdasarkan data tersebut berarti selama kurun waktu sepuluh tahun telah
terjadi pendangkalan danau rata-rata setebal 20 cm per tahun.
Mencermati fenomena di atas mengindikasikan bahwa daerah tangkapan
hujan Danau Tondano telah mengalami degradasi lahan. Degradasi lahan secara
umum dapat diartikan sebagai hilangnya atau
menurunnya
kemampuan
produktivitas lahan atau potensi lahan sebagai akibat pengaruh faktor alam dan
atau pengaruh manusia. Salah satu faktor alam yang menyebabkan degradasi
lahan dan berpengaruh langsung terhadap pendangkalan Danau Tondano adalah
erosi tanah.
Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) dalam studinya
pada tahun 1986 melaporkan kehilangan tanah di DAS Tondano (termasuk
catchment area Danau Tondano) sebesar 145,4 ton/ha/tahun yang mencerminkan
situasi pada saat boom cengkeh dalam arti harga cengkeh pada saat itu sangat
tinggi. Sepuluh tahun kemudian, studi yang sama dilakukan Dinas Pekerjaan
Umum (1996) untuk membangun cek dam melaporkan nilai kehilangan tanah
yang sangat tinggi yaitu 235 ton/ha/tahun. Nilai ini didapat karena perhitungan
dilakukan hanya memakai faktor yang disarankan untuk USLE. Hasil tersebut
jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hikmatullah (1996) di
catchment area Danau Tondano yang melaporkan kehilangan tanah berkisar
antara sangat rendah sampai rendah yang meliputi sebagaian besar (94,2 %)
wilayah tersebut. Hanya sekitar 5,8 % dari wilayah tersebut yang memiliki erosi
potensial antara menengah sampai sangat tinggi. Lima tahun kemudian Lengkong
(2001) melakukan penelitian di daerah yang sama dengan pendekatan yang sama
(USLE) memperkirakan besarnya laju erosi telah berada di atas ambang batas
kewajaran, yaitu pada tingkat bahaya erosi tinggi (180 - 480 ton/ha/tahun) sampai
sangat tinggi (> 480 ton/ha/tahun) yang menempati sebagian besar wilayah
tersebut. Pada saat yang sama JICA (2001) melakukan studi rehabilitasi hutan
lindung dan lahan kritis di DAS Tondano melaporkan kehilangan tanah di daerah
tersebut jauh lebih rendah, yaitu rata-rata 24,3 ton/ha/tahun dengan nilai
maksimum 87,6 ton/ha/tahun dan minimum 5,2 ton/ha/tahun. Pada studi tersebut
JICA juga melaporkan kehilangan tanah di catchment area Danau Tondano
khusus pada lahan kering dengan topografi yang terjal rata-rata 19,1 ton/ha/tahun.
Memperhatikan beberapa data sebagaimana tersebut di atas meskipun terdapat
berbedaan yang signifkan masih dapat menjadi petunjuk adanya indikasi
degradasi lahan di daerah tangkapan hujan Danau Tondano. Atas dasar itulah
maka penggunaan lahan di daerah tersebut mendesak ditata dan dikelola kembali
sesuai dengan kualitas lahan setempat agar laju erosi dapat dikendalikan.
Rekomendasi tersebut didasarkan atas hasil kajian beberapa peneliti sebagaimana
tersebut di atas yang menyimpulkan bahwa penyebab erosi yang utama adalah
faktor vegetasi dan pengelolaan lahan.
Wilayah penelitian dibatasi pada bagian selatan daerah tangkapan hujan
Danau Tondano, yaitu wilayah yang dilalui oleh dua sungai utama yang masuk ke
Danau Tondano dan memberi kontribusi besar terhadap pendangkalan danau..
Sungai tersebut adalah Sungai Noongan dan Panasen, yang selanjutnya daerah
penelitian ini disebut
danau Tondano.
Pendangkalan Danau Tondano disebabkan oleh berbagai faktor, baik dari
dalam tubuh perairan danau maupun dari luar perairan. Sumber muatan sedimen
yang berasal dari daerah sekitar danau disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain
erosi, longsor maupun aktifitas penduduk di sekitar danau. Penelitian ini
mengkaji tingkat bahaya erosi dan arahan penggunaan lahan adalah unit lahan
(land unit), yang selanjutnya digunakan sebagai satuan analisis. Unit lahan
diperoleh dari hasil overlay secara digital dengan ektensi geoprocessing terhadap
peta jenis tanah dan peta bentuklahan dengan bantuan teknologi SIG. Model
spasial arahan pengunaan lahan dirumuskan berdasarkan tingkat bahaya erosi.
Setiap unit lahan dilakukan pengamatan dan pengukuran lapangan
terhadap indeks erosivitas, indeks erodibilitas, indeks kelerengan, indeks vegetasi
dan indeks praktek konservasi untuk menenduga besarnya kehilangan tanah per
tahun dihitung dengan metode USLE yang dikembangkan oleh Wischmeier dan
Smith (1978), dengan rumus
A = R x K x LS x C x P , dimana :
A=
jumlah kehilangan tanah akibat erosi (ton/ha/tahun),
R=
indeks erosivitas hujan,
K=
faktor erodibilitas tanah,
LS = faktor panjang dan kemiringan lahan,
C=
faktor penutupan vegetasi dan pengelolaan tanaman, dan
P=
faktor pengelolaan lahan/tindakan konservasi tanah.
Winabetengan
X : 124.8333333
Y : 1.149444444
777
Curah Hujan
Indeks
Bulanan (mm)
Erosivitas
Januari
Febuari
Maret
304
247
229.6679
173.165
364
293.4203
425
362.244
371
301.1208
403
336.9823
359
224
80
287.9524
151.6106
37.37616
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Noongan
X : 124.8166667
Y : 1.133333333
800
Curah Hujan
Indeks
Bulanan (mm) Erosivitas
334
261.028
2
265
190.549
325
251.509
1
289
214.394
4
225
152.531
8
215
143.386
6
203
132.613
2
125
68.5788
25
7.68405
Oktober
137
Nopember
Desember
317
358
243.1268
286.8621
333
259.9659
265
207
Total R (Thn)
3785
2963.494
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Sulawesi Utara, 2007
Nilai
2615
9
77.6841
2
190.549
136.179
6
1826.68
8
= erodibilitas
= kelas permeabilitas
Tabel 2. Nilai Indeks Erodibilitas pada Berbagai Jenis Tanah di Sub DAS
Noongan-Panasen Daerah Tangkapan Hujan Danau Tondano
Jenis Tanah
Humic Udivitrands
Typic Endoaquands
Typic Hapludands
Indeks K
0,1220
0,2173
0,2116
6
Luas (Ha)
2716.186
2886.651
585.283
Persen (%)
25.58
27.18
5.51
(6)
Alfic Hapludands
Typic Hapludalfs
Mollic Hapludalfs
Typic Argiudolls
Typic Tropaquepts
0,2116
0,1397
0,1397
0,1897
0,1160
Jumlah
Sumber : Hasil analisis peta tanah
1738.749
429.416
382.441
1432.216
447.734
10618.676
16.37
4.04
3.60
13.49
4.22
100
Indeks CP
Luas (Ha)
Persen (%)
0.001
414.253
3.90
0.004
2421.909
22.81
0.005
957.816
9.02
0.044
525.455
4.95
0.120
7.373
0.07
0.160
1424.410
13.41
0.180
1085.969
10.23
0.300
2397.835
22.58
0.364
53.808
0.51
0.400
1329.848
12.52
Jumlah
10618.676
100.00
Sumber : Hasil Analisis Peta Tutupan Lahan dan Pengamatan Lapangan
dioverlaykan secara bertahap. Operasi ini digunakan untuk memotong input theme
dan secara otomatis meng-overlay antara theme yang dipotong dengan theme
pemotongnya, dan outputnya berupa theme yang memiliki atribut data dari kedua
theme yang dioverlaykan. Dari hasil penggabungan atribut data dilanjutkan
penghitungan laju erosi dengan fasilitas Field
Calculate
sehingga
Persentase (%)
46.14
20.23
15.65
7.28
10.70
100
Demikian sebaliknya
tingkat bahaya erosi dapat dikatakan berat sampai sangat berat apabila laju
erosinya tergolong tinggi sampai sangat tinggi sekalipun berada pada tanah yang
dalam.
10
Hasil interpretasi dan analisis peta tingkat erosi dengan berpedoman pada
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 32/Menhut-II/2009,
ternyata tingkat bahaya erosi di wilayah penelitian tergolong ringan.
Tabel : 6 Tingkat Bahaya Erosi di Sub DAS Noongan-Panasen Daerah Tangkapan
Hujan Danau Tondano
No.
1
2
3
4
5
Persen (%)
21.59365
30.30234
16.46568
12.38532
19.25301
100
harus sesuai
USLE
terutama
faktor
(vegetasi
11
dengan pertimbangan prioritas pada lahan usaha tani, melibatkan masyarakat tani,
dan pengelolaan tindakan yang wajar.
Arahan penggunaan lahan pada setiap satuan lahan diawali dengan
mengidentifikasi faktor CP yang menyebabkan tingkat bahaya erosi di wilayah
tersebut berat sampai sangat berat. Berdasarkan Peta Tingkat Bahaya Erosi,
diperoleh data faktor-faktor yang yang menyebabkan tingkat bahaya erosi sedang
sampai sangat berat.
Dari dat tersebut nampak faktor yang menyebabkan tingkat bahaya erosi di
daerah penelitian pada tingkat sedang sampai sangat tinggi disebabkan oleh faktor
kedalaman solum tanah, kemiringan lereng, pengelolaan tanaman dan praktek
konservasi. Tingkat bahaya erosi yang sangat berat memiliki faktor penghambat
yang lebih kompleks, yaitu kemiringan lereng curam (> 45%), pada tanah yang
dangkal yang digunakan untuk lahan pertanian dan belukar.dengan tanpa tindakan
konservasi.
Mendasarkan pada beberapa faktor tersebut maka arahan penggunaan lahan
untuk pengendalian erosi dapat dirumuskan. Faktor kedalaman tanah dan
kemiringan lereng merupakan faktor yang sulit untuk disekenariokan kecuali
dengan tindakan koservasi vegetative maupun mekanik. Beberapa arahan
penggunaan lahan yang dapat dilakukan untuk pengendalian erosi di wilayah
penelitian sebagaimana dalam Tabel 7
Berdasarkan Tabel 7 arahan penggunan lahan untuk pengendalian erosi di SUB
DAS Noongan-Panasen dapat disekenariokan atas empat
model. Perumusan
12
13
Tabel 7
Arahan Penggunaan Lahan Untuk Pengendalian Erosi
Pada Unit Lahan Dengan Tingkat Bahaya Erosi Sedang Sampai Sangat Berat
Di Sub DAS Noongan-Panasen
No
Unit
Nama Unit
Lahan
Tingkat
Bahaya
Erosi (TBE)
H1End
Sedang
H1Tro
Sedang
H3AHap
Sedang
H3Arg
Sedang
H3End
Sedang
H3Tro
Sedang
14
Model
I
II
II
II
I
II
M5End
Sedang
V2HUd
Sedang
V8Arg
Sedang
10
V8Tro
Sedang
11
H1Hfs
Berat
12
V3.5HUd
Berat
13
V2Arg
Berat
14
V4AHap
Berat
15
V4End
Berat
16
V8Hfs
Berat
15
I
I
III
II
III
I
III
III
II
17
H1Arg
Sangat Berat
18
M5MHa
Sangat Berat
19
M5Tro
Sangat Berat
20
V3.4End
Sangat Berat
21
V3.4MHa
Sangat Berat
22
V8End
Sangat Berat
TB,BL,PH,SP,PT,PR,ST dengan
proporsi tanaman semusim : tahunan
=maks50% Min 50%
TB,BL,PH,SP,PT,PR,ST dengan
proporsi tanaman semusim : tahunan
=maks50% Min 50%
TG,BL,PH,PT, Dengan Proporsi
Tanaman Semusim Maks 25% Dan
Tahunan: Min 75%
TI, TK dengan proporsi tanaman
semusim 0% dan tahuan 100%
TI, TK dengan proporsi tanaman
semusim 0% dan tahuan 100%
TB,BL,PH,SP,PT,PR,ST dengan
proporsi tanaman semusim : tahunan
=maks50% Min 50%
II
II
IV
IV
IV
II
16
17
terasering model teras bangku (TB), teras kredit (TD), budidaya lorong (BL) dan
penghijauan
Model : 2
Model ini konservasinya dengan teknik teras guludan (TG), budidaya lorong
(BL), Pagar Hidup( PH), : Silvipastura (SP), Tanaman Penutup Tanah (PT),
:Rorak (PR), Strip rumput atau strip tanaman alami (ST),
dengan proporsi
tanaman semusim dan tanaman tahun berbanding maks 50% untuk tanaman
semusim dan min 50% untuk tanaman tahunan
Model : 3
Bentuk konservasi yang dapat diterapkan pada model ini adalah teras guludan
(TG), budidaya lorong (BL), Pagar Hidup( PH), dan tanaman Penutup Tanah
(PT)d engan proporsi tanaman semusim dan tanaman tahunan berbanding
maksimu 25% untuk tanaman semusim dan minimal 75% untuk tanam tahunan
Model : 4
Model ini diterapkan untuk lahan dengan kemiringan > 40 %, dengan teknik
konservasi teras individu ( TI,), teras kebun (TK) dengan proporsi tanaman
semusim 0% dan tahunan 100%
Dari keempat model tersebut jika diplotkan kedalam peta tingkat bahaya
erosi akan menghasilkan peta arahan penggunaan lahan untuk pengendalian erosi
sebagai mana dalam Gambar : 3
18
penyebab uatama adalah kemiringan lereng, solum tanah yang dangkal, dan
pengolahan lahan yang berlebihan
Arahan penggunaan lahan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan erosi
di wilayah ini adalah dengan berbagai teknik koservasi seperti : Teras Gulud,
Budidaya Lorong, Pagar Hidup, SilvipasturaTanaman Penutup Tanah, Rorak, Strip
rumput atau strip tanaman alami, Teras Kredit, Teras Kebun, Teras Bangku, dan
Teras Individu.
2. Saran
1. Megingat sebagian besar wilayah penelitian dimanfaatkan untuk pertanian
lahan kering, maka diperlukan tindakan konservasi dalam usaha tani lahan
kering.
2. Reboisasi di kawasan hutan diperlukan mengingat senmakin menurunnya luas
DAFTAR PUSTAKA
Amore, E., et al. 2004. Scale Effect in USLE and WEPP Application for Soil
Erosion Computation from Three Sicilian Basins. Journal of Hydrology 293
(2004) 100114. http://www.elsevier.com/locate/jhydrol
Anonim. 2009. Lampiran Peraturan Direktour Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial Nomor : P.04/V-SET/2009 tanggal 05 Maret 2009 tentang
Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Alran Sungai.
Arsyad, Sintanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. Bogor : IPB
Press
Assyakur, A.R. 2008. Prediksi Erosi dengan Menggunakan Metode USLE
dan Sistem Informasi Geografi (SIG) Berbasis Piksel di Daerah Tangkapan
Air Danu Buyan. Makalah disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan
19
20
21