Anda di halaman 1dari 18

METODE PENGAJARAN PAI PADA BALITA,PAUD DAN REMAJA

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengajaran agama di Indonesia memiliki riwayat yang sangat panjang untuk dapat
dimasukkan pengajaran dalam kurikulum disekolah-sekolah umum. khususnya
agama Islam pada zaman penjajahan Belanda dilakukan secara tidak resmi dengan
bertabliqh disekolah-sekolah umum di luar jam sekolah, kenyataannya perhatian
murid-murid sangat besar karena mereka sangat membutuhkan santapan rohani.
Sesudah Indonesia merdeka pendidikan agama telah mulai diberikan disekolahsekolah negeri.
Atas dasar tersebut berarti pengajaran agama tidak hanya dilakukan dilingkungan
keluarga dan lembaga non formal lainnya tetapi juga, lambat laun mulai diakui
disekolah formal seiring perubahan sistem pemerintahan Indonesia yang semakin
mengukuhkan pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran wajib, bagi
penganutnya.
Pengajaran agama harus menyentuh segala lapisan umur dan lapisan masyarakat
karena merupakan petunjuk untuk kehidupan dunia secara universal. Pengajaran
agama Islam merupakan perintah dari Allah dan merupakan ibadah kepada-Nya.
QS. An Nahl : 125
Terjemahnya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
QS. Ar-Rad : 28
Terjemahnya:
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.
Bagi orang-orang muslim diperlukan adanya pendidikan agama Islam, agar
mengarahkan fitrah mereka ke arah yang benar, sehingga mereka akan dapat
mengabdi dan beribadah sesuai dengan ajaran Islam. Tanpa adanya pendidikan
agama dari satu generasi berikutnya, maka orang akan semakin jauh dari agama
yang benar.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode pengajaran agama pada anak balita
2. Bagaimana metode pengajaran agama pada anak-anak
3. Bagaimana metode pengajaran agama pada anak remaja
4. Bagaimana metode pengajaran agama dalam lingkungan keluarga
5. Bagaimana metode pengajaran agama dalam lingkungan masyarakat

BAB II
PEMBAHASAN
Metode Mengajarkan Agama Pada Anak (Balita)
Pendidikan agama sebenarnya telah dimulai sejak anak lahir bahkan sejak anak
dalam kandungan. Anak usia balita atau 0-5 tahun belum termasuk usia sekolah.
Dengan demikian ia lebih banyak bersama dan berinteraksi di lingkungan keluarga
terutama orang tuanya. Maka orang tua adalah segala-galanya bagi anak. Oleh
karena itu, setiap orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan agama
bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan agama dan melatih ketrampilan anak
dalam melaksanakan ibadah. pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya.
Agar agama itu dalam tumbuh dalam jiwa anakk dan dapat dipahami nantinya, maka
harus ditanamkan semenjak kelahiran bayi. Dengan demikian, ada metode-metode
tertentu yang harus diterapkan dalam mengajarkan agam pada anak.
Adapun metode yang dimaksud adalah semua cara yang dilakukan dalam upaya
mendidik. Mengajar adalah termasuk upaya mendidik metode mengajarkan agama
pada anak (balita) telah banyak dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Diantaranya:
@ Memperdengarkan Azan dan Iqamat saat kelahiran anak
Sebagaimana Abu Daud Turmidzi, Ali Rafi Baihaqi dan Ibnu Suni meriwayatkan
bahwa Nabi SAW mengajarkan agar azan ditelinga kanan dan qamat ditelinga kiri
anak yang baru lahir.
Artinya:
Aku melihat Rasulullah saw mengumandangkan azan pada telinga al Hasan bin
Ali, ketika Fatimah melahirkannya.
Adapun hikmah dari azan dan iqamat menurut Ibnu Qayyum al Jauziyah yaitu agar
supaya suara yang pertama kali didengar oleh anak adalah kalimat-kalimat seruan
yang maha tinggi yang mengandung kebesaran Tuhan. Hikmah lainnya adalah
larinya syaitan hingga ia lemah ketika pertama kali ingin mengikat atau
mempengaruhinya. Azan tersebut juga mengandung makna agar dakwah Islam
mendahului dakwah syaitan.
@ Metode hiwar atau percakapan
Metode hiwar adalah metode percakapan akan tetapi dalam hal ini perlu dipahami
bahwa objeknya adalah anak balita. Anak pada umumnya mulai pandai berbicara
pada umur dua tahun. Meskipun pada dasarnya bayi yang berumur satu tahun pun
sudah dapat diajak berinteraksi dengan bahasa isyarat. Oleh karena itu, dianjurkan
ketika anak mulai pandai bercakap, diajarkan kata-kata yang baik dan benar, sebagai
mana dalam suatu riwayat al-Hakim bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Artinya:
Bacakanlah kepada anak-anakmu kalimat pertama dengan lailahaillallah
Hikmanya agar kalimat tauhid dan syiar masuk ke pendengaran anak, dan kalimat
pertamalah yang diucapkan lisannnya dan lafal pertama yang difahami anak.
Demikian metode percakapan ini terus diterapkan sampai anak pandai berbicara
yang baik dan lebih logis dan seterusnya.
@ Metode Ketauladanan
Metode ketauladanan adalah suatu cara mengajarkan agama dengan mencontohkan
langsung pada anak. Hal ini telah dilakukan sendiri oleh Rasulullah saw
sebagaimana dalam firman Allah swt dalam QS. Al-Ahzab ayat 21.

Artinya
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah
Metode ini dapat diterapkan pada anak usia 3-5 tahun, misalnya mencontohkan
perbuatan shalat, mengaji, shadaqah, berbuat baik dan lain-lain.
@ Metode Pembiasan
Metode pembiasan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan
anak berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran agama Islam.
Inti pembiasan sebenarnya pengalaman dan pengulangan seorang ibu membiasakan
menyusui dengan ASI anaknya sebenarnya sudah menanamkan kebiasaan tentang
cinta kasih. Demikian juga jika umur anak mencapai 1-2 tahun, anak paling sering
memainkan mulut atau alat kelaminnya. Oleh karena itu seorang ibu harus
membiasakan anak untuk memberikan sesuatu yang tidak mencedrainya, misalnya
memberikan makanan dengan memegangkan pada tangan kanan, mengalihkan
tangannya bila memainkan alat kelaminnya. Apabila anak berusia 3-5 tahun
dibiasakan makan bersama, berdoa, mencuci tangan, bangun pagi dan lain-lain.
@ Metode drill/Latihan
Menurut Zuhaini metode dirill atau latihan adalah suatu metode dalam pengajaran
dalam melatih anak terhadap bahan pelajaran yang telah diberikan. Untuk usia anak
yang masih balita yang berumur 2-5 tahun metode ini dapat diterapkan. Misalnya
melatih berbahasa, melatih ketrampilan gerak dengan cara menggambar dan lainlain.
@ Metode pemberian hadiah atau pujian
Metode ini dapat diterapkan bagi anak berusia 3-5 tahun karena hal ini menarik. Apa
lagi jika diberikan atas prestasi yang baik, anak akan semakin termotifasi. Misalnya
anak bisa menyebutkan lima huruf hijriyah, atau menghafal suatu doa, maka dapat
diberikan pujian atau hadiah berupa materi. Dengan demikian anak akan merasa
dihargai atas keberhasilannya.
Metode Pengajaran Agama Pada Anak-anak
Menurut Zakiyah Darajat dalam bukunya ilmu jiwa agama kategori umur anak-anak
adalah usia sekolah dasar yang pada umumnya usia 6-12 tahun. Ketika anak usia
seperti ini jiwanya telah membawa rasa bekal agama dan kepribadiannya, tetapi
masih dalam lingkungan dasar.
Dengan demikian, pengajaran agama sangat penting untuk ditanamkan dalam diri
anak. Adapun beberapa metode yang dapat diterapkan dalam mendidik anak sesuai
dengan perkembangan yang dapat diterapkan dalam mendidik anak sesuai dengan
perkembangan anak tersebut, yaitu:
@ Metode keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang cukup efektif dalam
mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spiritual dan sosial. Sebab
seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, yang tingkah laku
dan sopan santunnya akan ditiru. Karenanya keteladanan merupakan salah satu
faktor penentu baik buruknya anak didik. Dalam ayat Al-Quran banyak yang
menjekaskan berapa pentingnya penggunaan keteladanan. Antara lain dalam firman
Allah SWT. Surah Al-Ahzab: 21
Terjemahnya:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.
Ayat di atas menjelaskan bahwa Rasulullah adalah contoh yang paling baik yang
harus kita ikuti. Secara tersirat ayat ini juga memberikan isyarat bahwa keteladanan
dalam kehidupan sehari-hari dalam memberikan pengajaran sangat efektif seperti
yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
@ Metode Pembiasaan
Yang dimaksud pembiasan adalah membiasakan cara-cara bertindak, dibaitkan
dengan metode pembelajaran pada anak-anak, maka pembiasaan anak kepada halhal yang baik dalam belajar sopan santun dalam keluarga maupun dalam kehidupan
sehari-hari.
@ Metode Nasehat
Al-Quran mensyariatkan dengan nasehat, sebagaimana firman Allah yang artinya:
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Dengan metode ini pendidik dapat menanamkan pengaruh yang baik kedalam jiwa
dengan cara memberikan nasehat yang dapat mengetuk hati atau relung jiwa sang
anak. Bahkan dengan metode ini pendidik dapat mengarahkan peserta didik kepada
kebaikan dan kemaslahatan, serta kemajuan masyarakat dan umat.
@ Metode Kisah
Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pengajaran
dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal
yang baik, yang sebenarnya terjadi ataupun tekanan saja. Sebagaimana dalam firman
Allah dalam surah Yusuf ayat 111:
Terjemahnya:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal.
Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa ada hikma yang terkandung dari
kisah-kisah yang disampaikan oleh Allah SWT melalui firman-Nya. Bagi orang-orang
yang mau berfikir dan menggunakan akal.
@ Metode Hukuman
Muhammad Quthb mengatakan bahwa bila teladan dan nasehat di metode lain
tidak mampu menguba sikap anak, maka pada waktu itu harus diadakan tindakan
tegas yang disebut hukum (sifatnya mendidik)
Metode Pengajaran Agama Pada Remaja
Remaja adalah anak yang berada pada usia bukan anak-anak, tetapi juga belum
dewasa. Periode remaja itu belum ada kata sepakat mengenai kapan dimulai dan
berakhirnya. Ada yang berpendapat bahwa usia remaja itu antara 13-21, ada juga
yang mengatakan antara 13-19 tahun. Remaja yang telah tamat atau telah putus
sekolah hakikatnya membutuhkan dan berhak atas lapangan kerja yang wajar, sesuai
dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 2.
Telah diketahui bersama bahwa anak adalah asset terbesar bagi orang tua, anak
adalah amanah Allah yang perlu didik. Oleh karena itu, agama harus ditanamkan
pada diri mereka.

Dalam mengajarkan agama pada remaja diperlukan berbagai metode. Adapun


metode yang digunakan untuk mengajarkan agama pada remaja telah dicontohkan
oleh Rasulullah SAW antara lain:
@ Metode keteladanan.
Ketelaudanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dalam aspek
moral spiritual anak adalam remaja mengingat pendidik adalah figur terbaik dalam
pandangan anak. Metode ini dapat diterapkan pada usia remaja misalnya contohkan
shalat, mengaji dan ibdah-ibada atau perbuatan baik lainnya.
@ Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara mengajar dengan menggunakan peragaan atau
memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses tertentu kepada yang diajar.
Metode ini dapat digunakan untuk mengajarkan agama pada remaja, misalnya
mendemonstrasikan langsung seperti; praktek shalat, wudhu, atau praktek
penyelenggaraan shalat jenazah.
@ Metode pemberian tugas
Termasuk metode pengajaran agama pada remaja yang cukup berhasil dalam
membentuk aqidah anak (remaja) dan mempersiapkannya baik secara moral,
maupun emosional adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan
kepadanya nasehat-nasehat. Karena nasehat memiliki pengaruh yang cukup besar
dalam membuka mata anak (remaja) akan hakikat sesuatu, mendorong untuk
menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia.
Adapun metode nasehat, dicontohkan oleh Luqmanul Hakim yang diabadikan dalam
Al-Quran QS. Al Luqman ayat 13 dan 17.
Terjemahnya:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah)
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.
(13) Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik
dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah). (17)
Menurut Abudinata bahwa nasehat ini cocok untuk remaja karena dengan kalimatkalimat yang baik dapat menentukan hati untuk mengarahkannya kepada ide yang
dikehendaki.
Selanjutnya beliau mengatakan bahwa metode nasehat itu sasarannya adalah untuk
menimbulkan kesadaran pada orang yang dinasehati agar mau insaf melaksanakan
ajaran yang digariskan atau diperintahkan kepadanya.
Pendekatan Pengajaran Agama dalam Lingkungan Keluarga
Keluarga dalam pandangan antropologi adalah satu kesatuan sosial terkecil yang
dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki tempat tinggal dan
ditandai oleh kerjasama ekonomi, berkembang, mendidik, melindungi, merakyat,
dan sebagainya, sedangkan inti keluarga adalah azab, ibu dan anak.
Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan sesuai dengan kondisi rumah tangga
masing-masing:
@ Pendidikan anak prenatal

Dimulai sejak saat memilih pasangan hidup ini adalah masalah ilmiah. Sifat orang
tua besar kemungkinan diturunkan kepada anaknya. Jadi jika orang tua tidak ingin
sulit mendidik anak, maka pilihlah jodoh yang tidak nakal.
Suasana lahir batin seorang ibu yang sedang hamil dapat berpengaruh pada anak
yang dikandungnya. Jadi, bila seorang ibu hamil hindarilah problem. Suasana yang
buruk saat kehamilan akan dapat menyebabkan yang lahir sulit dididik.
@ Memperdengarkan azan dan iqamat saat kelahiran anak
@ Mendidik anak dengan cara memberi nama yang baik
Memberi nama yang baik terhadap anak juga mengundang suatu taqlin (pengajaran)
tentang syariat Islam karena dengan pemberian nama yang baik itu diharapkan
melekat sifat yang baik pula pada anak tersebut. Sebagaimana hadis Rasulullah saw
yang diriwayatkan oleh Abu Daud
Artinya:
Sesungguhnya pada hari kiamat nanti kalian kaan dipanggil dengan nama-nama
kalian dan nama papa kalian. Oleh karena itu buatlah nama yang baik untuk kalian.
@ Menyusui bayi (ASI)
Menyusui anak, tidak hanya bernilai dilihat dari segi kesehatan fisik, melainkan juga
segi perkembangan kejiwaan, dan bernilai pendidikan.
@ Memilih teman bermain si anak untuk membantu orang tua dalam memilih
teman bermain anaknya ada tiga patokan:
1. Pilih teman yang baik moralnya
2. Pilih teman yang cerdas (IQ-nya tinggi)
3. Pilih teman yang kuat aqidahnya.
@ Mengisi waktu luang anak-anak dengan kegiatan yang bermanfaat bagi
perkembangannya.
@ Pembinaan dan mencontohkan
Penanaman iman kepada anak-anak dapat dilakukan dengan pembiasaan.
Pembiasaan tidak memerlukan keterangan atau argument logis. Maksudnya
biasakanlah anak-anak itu dan tidak perlu dijelaksan berulang-ulang mengapa harus
begitu. Dengan demikian, pembiasaan itu datang dari kebiasaan itu sendiri.
Dan berilah contoh langsung tanpa banyak keterangan. Perhatikan bagaimana
kehidupan beragama sehari-hari seperti; membaca basmalah dari setiap pekerjaan.
@ Hindari konflik ibu-bapak di depan anak
Pertengkaran orang tua tidak baik dilihat dari segi pendidikan anak dalam keluarga.
Pendidikan agama bukanlah sekedar pendidikan dan pengajaran, ternyata lebih luas
mencakup suasana umum di rumah tangga.
@ Melaksanakan peribadatan dengan teratur
@ Orang tua menyeru anaknya ikut aktif dalam berpartisipasi dalam kegiatan
keagamaan.
Dari beberapa metode tersebut semuanya bertujuan untuk penanaman nilai
keimanan dalam hati generasi pelanjut yaitu anak-anak sebagai salah satu bagian
dari suatu keluarga.
Disnilah orang tua sebagai individu dewasa bertanggung jawab akan pendidikan
keagamaan pada anaknya karena keluarga merupakan bagian kecil dari lembaga

sosial yaitu masyarakat yang hidup berperadaban dan memiliki tata nilai baik itu
hukum keagamaan maupun hukum kemasyarakatan.
Pendekatan Pengajaran Agama Dalam Lingkungan Masyarakat
@ Pendekatan sosiologis
Sosiologis adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan
menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologis
mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama. Cara terbentuk dan tumbuh
serta berubahnya perserikatan hidup itu. Serta kepercayaannya, keyakinan yang
memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan
hidup manusia.
Sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan keadaan tentang masyarakat
lengkap dengan struktur lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling
berkaitan. Dengan ilmu ini suatu fenomena sosial dapat dianalisis dan faktor-faktor
yang mendorong terjadinya hubungan mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan
yang mendasari terjadinya proses tersebut.
Selanjutnya sosiologis dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam
memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak kajian agama
yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan jasa
bantuan dan ilmu sosiologis.
@ Pendekatan historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa
dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari
peristiwa tersebut.Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilakukan dengan
melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam
peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dan alam idelais kealam yang
bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang
ada di alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena
agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkrit bahkan berkaitan dengan kondisi
sosial kemasyarakatan.
@ Pendekatan kebudayaan
Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan
mengarahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Didalam kebudayaan tersebut
terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya.
Kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh
seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya. Dengan demikian,
kebudayaan tempat sebagai pranata yang secara terus menerus dipelihara oleh para
pembentuknya dari generasi selanjutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut.
Kebudayaan yang demikian selanjutnya dapat pula digunakan untuk memahami
agama yang terdapat pada tataran empiris atau agama yang tampil dalam bentuk
formal yang menggejala di masyarakat. Pengalaman agama yang terdapat di
masyarakat tersebut diproses oleh penganut dari sumber agama.
Pertama Islam harus dipelajari dari sumber daya yang asli, yaitu Al-Quran dan al
Sunnah Rasulullah. Kekeliruan memahami Islam, karena orang hanya mengarah

dari sebagian ulama dan pemeluknya yang telah jauh dari bimbingan Al-Quran dan
al Sunnah atau melalui pengenalan dari sumber kitab. Kata fiqh dan tasawuf yang
semangatnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman, mempelajari Islam
dengan cara demikian cara menjadikan orang tersebut. Sebagai pemeluk Islam yang
sinkretisme, hidup penuh kadah dan khurafat yakni telah bercampur dengan hal-hal
yang tidak islami jauh dari ajaran Islam yang murni.
Kedua; Islam harus dipelajari secara integral, tidak dengan parsial, artinya ia
dipelajari secara menyeluruh sebagai satu kesatuan yang bulat tidak sebagian saja,
memahami Islam secara parsial akan membahayakan, menimbulkan skeptis,
bimbang dan penuh keraguan.
Ketiga, Islam perlu dipelajari dari kepustakaan yang ditulis oleh para ulama besar
karena zuamma dan sarjana-sarjana Islam, karena pada umumnya mereka memiliki
pemahaman Islam yang baik, yaitu pemahaman yang lahir dengan pengalaman yang
indah dan praktek ibadah yang dilakukan setiap hari.
Keempat, Islam hendaknya dipelajari dari ketentuan normatif teologi yang ada
dalam Al-Quran, baru kemudian dihubungkan dengan kenyataan historis, empiris
dan sosiologis yang ada di masyarakat. Dengan cara demikian dapat diketahui
tingkat kesesuaian atau kesenjangan antara Islam yang berada dalam pada daratan
normatif teologis yang ada dalam Al-Quran dengan Islam yang ada pada daratan
historis, sosiologis, dan empiris dan sosiologis yang ada di masyarakat.
Hanya melalui penalaran kita misalnya membaca kitab fiqih, maka fiqih yang
merupakan pelaksanaan dari nash Al-Quran maupun hadis sudah melibatkan unsur
penalaran dan kemampuan manusia dengan demikian, agama menjadi membudaya
atau membumi ditengah-tengah masyarakat. Agama yang tampil dalam bentuknya
yang demikian itu berkaitan, dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat
tempat agama itu berkembang, dengan melalui pemahaman terhadap kebudayaan
tersebut seseorang akan dapat mengamalkan ajaran agama.
@ Pendekatan psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala
perilaku yang dapat diamati, menurut Zakiah Darajat perilaku seseorang yang
tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya.
Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap
batin seseorang misalnya sikap beriman dan bertakwa kepada Allah sebagai orang
yang saleh, orang yang berbuat baik orang yang sadis sebagainya. Semuanya itu
adalah gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang
dihayati, dipahami seseorang juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan
agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkat usianya dengan ilmu ini
agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.
Kita misalnya dapat mengetahui pengaruh dari shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah
lainnya dengan melalui ilmu jiwa dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun
langkah-langkah baru yang lebih efisien lagi dalam menanamkan ajaran agama
itulah sebabnya ilmu jiwa ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan
gejala atau sikap keagamaan seseorang.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Metode pengajaran agama pada anak balita; mendengarkan azan dan iqamah
saat kelahiran anak, metode hiwar, metode ketauladanan, metode
pembiasaan, metode drill atau latihan, metode pemberian hadiah.
2. Metode pengajaran agama pada anak-anak yaitu ketaladanan, pembiasaan,
nasehat, kisah, dan hukuman yang mendidik.
3. Metode pengajaran agama pada anak remaja yaitu keteladanan, demonstrasi,
pemberian tugas.
4. Pendekatan pengajaran agama dalam lingkungan keluarga yaitu pendidikan
anak pranatal, menyusui bayi, mendengarkan azan dan iqamah, memberi
nama yang baik, mengisi waktu luang anak dengan yang bermanfaat,
pembinaan dan mencotohkan, hindari konflik orang tua di depan anak.
melaksanakan ibadah dengan teratur, menyerukan anak ikut berpartisipasi
dalam keagamaan.
5. Pendekatan pengajaran agama dalam lingkungan
sosiologis, historis, kebudayaan dan psikologis.

masyarakat

yaitu,

Saran
Semoga bahan diatas dapat dijadikan sebagai referensi bagi para pendidik, orang tua
dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. Sejarah dan Masyarakat Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987.
Arif, Armai. Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Cet. I; Jakarta: Ciputat Pers,
2002.
Arif, Asm. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam Cet. I; Jakarta:
Ciputat Press, 2002.
Darajat, Zakiah Ilmu Jiwa Belajar Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya Jakarta: Mekar Surabaya, 2002
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Shadily, Hasan Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia Jakarta: Bina Aksara, 1983.
Tafsir, Ahmad Pendidikan Agama dalam Keluarga, Cet. III; Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Cet. 7; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Agama Islam, Cet. 10; Bandung:
Rosdakarya, 2007.
Ulwan, Abdullah Nashih. Pendidikan Anak dalam Islam Cet. I; Jakarta: Pustaka
Amani, 2007.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Cet. 7; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 131.
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam (Cet. I; Jakarta: Pustaka
Amani, 2007), h. 64.

Ibid., h. 65-66.
Ahmad Tafsir, op.cit., h. 136.
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: Mekar Surabaya,
2002), h.
Armai Arif, Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Cet. I; Jakarta: Ciputat Pers,
2002), h. 110.
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Cet. 10; Bandung:
Rosdakarya, 2007), h. 140.
Departemen Agama RI, op.cit., h.
Departemen Agama RI, op.cit., h.
Departemen Agama RI, op.cit., h.
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997), h. 98.
Asm Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta:
Ciputat Press, 2002), h. 190
Abdullah Nashi Ulwan, op.cit., h. 209.
Departemen Agama RI, op.cit., h.
Abudin Nata, op.cit., 98.
Abid., h. 99.
Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Cet. III; Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000), h. 10.
Abdullah Nashih Ulwan, op.cit., h. 73.
Ibid., h. 138
Ibid., h. 140
bid., h. 139.
Hasan Shadily, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia (Jakarta: Bina Aksara,
1983), h. 1
Taufik Abdullah, Sejarah dan Masyarakat (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), h. 105 .
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Belajar (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 76.

http://bgjalmi.blogspot.co.id/2012/10/metode-pengajaran-pai-padabalitapaud.html

Pembelajaran PAI pada Anak Usia Dini

B.

Pembelajaran PAI pada Anak Usia Dini.

1. Pengertian Pembelajaran PAI Pada Anak Usia Dini


Pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan. Yang didalamnya terjadi
interaksi antara berbagai komponen, yaitu guru, siswa dan materi pelajaran atau
sumber belajar.[1] Secara umum belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan
tingkah laku yang relatif menetap yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman atau
latihan.[2]
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia dini (PAUD)
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.[3] Dalamkurikulum
RABATA, Kementerian Agama RI menuliskan Bahwa pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik atau sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar.[4] Dalam pengertian lainnya, belajar adalah modifikasi atau memperteguh
kelakuan melalui pengalaman (leaning is defined as the modification or
strengthening of behavior though experiencing), menurut pengertian ini, belajar
merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar
bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami. Hasil
belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.[5]
Dengan demikian, yang dimaksud pembelajaran PAI pada anak usia dini
(PAUD) adalah proses mengorganisasi tujuan, bahan, metode dan alat serta
penilaian sehingga satu sama lain saling berhubungan dan saling berpengaruh
sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada diri peserta didik seoptimal mungkin
menuju

terjadinya

perubahan

tingkah

laku

sesuai

dengan

tujuan

yang

diharapkan. 17
2. Teori-Teori Pembelajaran Pada Anak Usia Dini
Menurut Bruner, teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah
deskriptif.

Preskriptif

karena

tujuan

utama.[6] Teori

pembelajaran

adalah

menetapkan metode pembelajaran yang optimal, sedangkan deskriptif karena

tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar
menaruh perhatian pada hubungan diantara variabel-variabel yang menentukan
hasil belajar. Sedangkan teori pembelajaran sebaliknya, teori ini menaruh
perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses
belajar.
Beberapa teori pembelajaran pada anak usia dini:
a.

Teori Kognitif, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana


tingkahlaku itu berada.

b. Teori

Behaviouristik,

Yaitu

tingkah

laku

manusia

dikendalikan

oleh

ganjaran(reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan.[7]


c.

Teori Humanistik, Yaitu tingkahlaku individu ditentukan oleh individu sendiri,


bukan orang lain.

d. Teori Neorosains, yaitu teori pembelajaran yang mendasarkan pada pertumbuhan


dan perkembangan otak (sel saraf) seorang anak.[8]
Teori pembelajaran menurut barat:
a.

Teori Belajar menurut B.F Skinner (1958) adalah suatu proses adaptasi atau
penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.[9]

b. Teori Belajar menurut Gagne (1972) adalah mekanisme dimana seseorang menjadi
anggota masyarakat yang berfungsi secara komplek.[10]
c.

Teori Belajar menurut Jean Piaget (1972) , intelegence (IQ Kecerdasan) adalah
seperti sistem kehidupan lainnya, yaitu proses adaptasi.[11]
Dari beberapa teori para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bukan
hanya berupa kegiatan mempelajari suatu mata pelajaran di rumah atau di sekolah
secara formal. Disamping itu belajar merupakan masalahnya setiap orang. Hampir
semua kecakapan, ketrampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap
manusia terbentuk, dimodifikasi dan berkembang karena belajar. Kegiatan yang
disebut belajar dapat terjadi dimana-mana, baik di lingkungan keluarga,
masyarakat maupun di lembaga pendidikan formal. Di lembaga pendidikan formal
usaha-usaha dilakukan untuk menyajikan pengalaman belajar bagi anak didik agar
mereka belajar hal-hal yang relevan baik bagi kebudayaan maupun bagi diri
masing-masing.

3. Prinsip Pembelajaran Anak Usia Dini


Program pembelajaran Anak usia Dini dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip
berikut:

a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya.
b. Beragam dan Terpadu.
Program pembelajaran pada Anak usia Dini harus dapat mengakomodasi pendidikan
inklusi bagi anak yang berkebutuhan khusus:
a.

Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

b. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.


c.

Menyeluruh dan berkesinambungan.

d. Belajar sepanjang hayat


Program pembelajaran pada Anak usia Dini memotivasi dan menfasilitasi
keingintahuan anak untuk mengembangkan minat belajar terus menerus. Seimbang antara
kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
4. Ciri-ciri Pembelajaran Pada Anak Usia Dini
Pengertian pembelajaran yang dikemukakan oleh Miarso (1993), menyatakan
bahwa "pembelajaran adalah usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja,
dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan,
serta pelaksanaannya terkendali".[12]
Dari

pengertian

pembelajaran

yang

telah

dikemukakan,

maka

dapat

disimpulkan beberapa ciri pembelajaran sebagai berikut.


a.

Merupakan upaya sadar dan disengaja.

b. Pembelajaran harus membuat siswa belajar.


c.

Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan.

d. Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses, maupun hasilnya.[13]


5. Karakteristik Pembelajaran Anak Usia Dini
Pengembangan pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini memiliki karakteristik
sebagai berikut :
a.

Program pembelajaran pada Anak Usia Dini dilaksanakan secara terpadu dengan
memperhatikan kebutuhan terhadap kesehatan, gizi, stimulasi, social dan kepentingan terbaik
bagi anak.

b. Program pembelajaran pada Anak Usia Dini dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan
karakteristik pada Anak Usia Dini dan layanan pendidikan.
c. Program pembelajaran pada Anak Usia Dini dilaksanakan berdasarkan prinsip belajar melalui
bermain dengan memperhatikan perbedaan individual, minat, dan kemampuan masingmasing anak, social budaya, serta kondisi dan kebudayaan masyarakat.

Sedangkan dalam kegiatan pembelajaran anak memiliki karakteristik yang berbeda


dengan orang dewasa dalam berperilaku. Dengan demikian dalam hal belajar anak juga
memiliki karakteristik yang tidak sama pula dengan orang dewasa.[14] Karakteristik cara
belajar anak merupakan fenomena yang harus dipahami dan dijadikan acuan dalam
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini. Adapun karakterisktik
cara belajar anak adalah :
a.

Anak belajar melalui bermain.

b. Anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya.


c.

Anak belajar secara alamiah.

d. Anak belajar paling baik jika apa yang dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan aspek
pengembangan, bermakna, menarik, dan fungsional.[15]
Kegiatan

pembelajaran

pada

anak

usia

dini

pada

dasarnya

adalah

pengembangan kurikulum secara konkret berupa seperangkat rencana yang berisi


sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan pada anak usia dini
berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus dikuasainya dalam rangka
pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh anak.
6. Melejitkan potensi Kecerdasan Anak Usia Dini
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Np. 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, pada pasal 19 ayat 1 disebutkan bahwa proses pembelajaran
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk ber-partisipasi aktif serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.[16]
Berdasarkan PP tersebut, maka proses pembelajaran akan optimal jika
didukung dengan Pendekatan Pembelajaran pada Anak Usia Dini Yang mampu
melejitkan potensi kecerdasan :
a. Pendekatan High Scope
Pendekatan High/Scope dikembangkan oleh David Weikart. High Scope mulai digunakan
tahun 1962. Digunakan studi longitudinal sampai seseorang berusia 40 tahun. Studi ini
menyebutkan bahwa anak memiliki hubungan sosial dan emosional yang baik. Program ini
melibatkan anak sebagai pembelajar aktif yang memberikan kesempatan pada anak untuk
memilih sendiri aktivitas bermainnya.[17]
High/Scope memiliki komponen penting, yaitu:

1) Anak sebagai pembelajar aktif yang menggunakan sebagian besar waktunya di


dalam learning center yang beragam.
2) Merencanakan-melakukan-mengulang

(plan-do-rewind) Guru

membantu

anak

untuk

memilih apa yang akan mereka lakukan setiap hari, melaksanakan rencana mereka dan
mengulang kembali yang telah mereka pelajari.
3) Pengalaman kunci (key experience) Pengalaman-pengalaman penting anak dipakai untuk
pembelajaran.
4) Penggunaan catatan anekdot untuk mencatat kemajuan yang diperoleh anak.[18]
b. Pendekatan Multiple Intellegensi
Teori Multiple Intelligence ini dikembangkan oleh Gardner, dengan mendeskripsikan
tujuh kecerdasan manusia dalam Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple
Intelligences . Dr Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai suatu kapasitas untuk
memecahkan permasalahan atau membentuk produk yang bernilai dalam satu atau lebih latar
budaya.[19]Sebagai berikut:
1) Linguistic intelligence (kecerdasan linguistik) adalah kemampuan untuk berpikir dalam
bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna
yang kompleks.
2) Logical-mathematical

intelligence (kecerdasan

logika-matematika)

merupakan

kemampuan dalam menghitung, mengukur, dan mempertimbangkan proposisi dan hipotesis,


serta menyelesaikan operasi-operasi matematis.
3) Spatial intelligence (kecerdasan spasial) membangkitkan kapasitas untuk berpikir dalam
tiga cara dimensi seperti yang dapat dilakukan oleh pelaut, pilot, pemahat, pelukis, dan
arsitek. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang untuk merasakan bayangan eksternal dan
internal, melukiskan kembali, merubah, atau memodifikasi bayangan, dan menghasilkan atau
menguraikan informasi grafik.
4) Bodily-kinesthetic intelligence (kecerdasan kinestik-tubuh) memungkinkan seseorang
untuk menggerakan objek dan keterampilan-keterampilan fisik yang halus. Misalnya
kelihatan pada diri atlet, penari, ahli bedah, dan seniman yang mempunyai keterampilan
teknik.
5) Musical intelligence (kecerdasan musik) jelas terlihat pada seseorang yang memiliki
sensitivitas pada pola titinada, melodi, ritme, dan nada. Misalnya pada seorang komposer,
konduktor, musisi, kritikus, dan pembuat alat musik juga pendengar yang sensitif.

6) Interpersonal intelligence (kecerdasan interpersonal) merupakan kemampuan untuk


memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Hal ini terlihat pada guru,
pekerja sosial, artis, atau politisi yang sukses.
7) Intrapersonal intelligence (kecerdasan intrapersonal) merupakan kemampuan untuk
membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam
itu dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang. Misalnya terlihat pada ahli
ilmu agama, ahli psikologi, dan ahli.

c.

Pendekatan Beyond Centre and Circle Time/BCCT


Pendidikan

Anak

Usia

Dini

dapat

menggunakan

pembelajaran

dengan

pendekatan Beyond Centers and Circle Time (BCCT), atau dalam bahasa Indonesia adalah
Lebih Jauh Tentang Sentra dan Saat Lingkaran Kegiatan bermain sambil belajar pada sentrasentra (sentra persiapan, peran makro, mikro, balok, imtaq, seni, dan sentra bahan alam),
dalam rangka mengembangkan seluruh potensi kecerdasanan anak.[20]
d. Pendekatan Reggio Emilia Approach/REA
Pendekatan REA ini berkomitmen menciptakan kondisi pembelajaran yang akan
mendorong dan memfasilitasi anak untuk membangun kekuatan berpikirnya sendiri melalui
penggabungan seluruh bahasa ekspresif, komunikatif, dan kognitifnya[21]
e. Pendekatan Montessori
Pendekatan ini dikembangkn oleh Maria Motessori yang bertujuan pendidikan
Montessori adalah menggali dan mengoptimalkan seluruh potensi anak melalui stimulasi
yang dipersiapkan.[22] Guru perlu membuat perencanaan secara rinci dan mempersiapkan
lingkungan pembelajaran yang tenang dan teratur agar anak merasa nyaman untuk belajar.
Dengan demikian berbagai pendekatan dan pemberian stimulasi pada anak sejak usia dini
menjadi sangat penting jika kita menginginkan anak yang membanggakan dan meraih
prestasi yang gemilang. Yang mampu melejitkan potensi kecerdasan dengan maksimal.
7. Kerangka Dasar Dan Struktur Program Pembelajaran PAI Pada Anak Usia Dini
a.

Kerangka Dasar
Berdasarkan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan, program pembelajaran PAUD dan bentuk lain yang sederajat
dilaksanakan dalam konteks bermain yang dapat di kelompokan menjadi :

1) Bermain dalam rangka pembelajaran agama dan akhlak mulia


2) Bermain dalam rangka pembelajaran social dan kepribadian
3) Bermain dalam rangka pembelajaran orientasi dan pengenalan pengetahuan dan teknologi

4) Bermain dalam rangka pembelajaran estetika; dan


5) Bermain dalam rangka pembelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan[23]
Cakupan setiap kelompok program pembelajaran pada anak usia dini disajikan dalam
table berikut :

No.
1.

Kelompok Program
Pembelajaran
Agama dan Akhlak
Mulia

Cakupan

Program pembelajaran agama dan akhlak mulia pada


Anak Usia Dini atau bentuk lain yang sederajat
dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual
peserta didik melalui contoh pengalaman dari
pendidik agar menjadi kebiasaan sehari-hari baik
dalam maupun di luar sekolah sehingga menjadi
bagian dari budaya sekolah.
2. Sosial dan Kepribadian Program pembelajaran social dan kepribadian pada
Anak Usia Dini atau bentuk lain yang sederajat
dimaksudkan untuk pembentukan kesadaran dan
wawasan peserta didik atas hak dan kewajibannya
sebagai warga masyarakat dan dalam interaksi social
serta pemahaman terhadap diri dan peningkatan
kualitas diri sebagai manusia sehingga memiliki rasa
percaya diri.
Tabel 1.1, Program Pembelajaran Anak Usia Dini.

[1] Gunawan, Kurikulum dan pembelajaran PAI, (Bandung, ALFABETA,2013), 108


[2] Abdul Ghofir, Proses Belajar-Mengajar, (Malang : IAIN Sunan Ampel Fak.

Tarbiyah,1987) hal. 18
[3]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 4 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional,. Pustaka pelajar, .Yogyakarta ,2009.
[4] Kementerian Agama RI, (Kurikulum RABATA, 2010), 3
[5] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004), hal.
27
17 A. Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar, Zainal Abidin, Pendekatan Dalam Proses
Belajar Mengajar(Bandung : PT. Remadja Karya CV, 1989), hal. 29.
[6] Nara, Hartini Dan Siregar, Efeline, Teori Belajar Dan Pembelajaran, (Bogor,
Ghalia Indonesia,2011), 23
[7] Ibid, 22
[8] Fadlillah, Muhammad, Desain pembelajaran PAUD, (Jogjakarta: Az-ruz Media,
2012), 127
[9] Gunawan, Kurikulum dan pembelajaran PAI (Bandung, ALFABETA, 2013), 110
[10] Ibid. 112
[11] Ibid. 113
[12] Nara, Hartini Dan Siregar, Efeline, Teori Belajar Dan Pembelajaran, (Bogor,
Ghalia Indonesia,2011), 23
[13] Ibid, 32
[14] http://fitrirohmawati.blogspot.com/2013/12/metode-pembelajaran-padapendidikan.html

[15] Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda. 2002. Acuan Menu

Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia Dini (Menu Pembelajaran


Generik).Depdiknas:Jakarta.
[16] Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini,Strategi membangun Karakter di usia
Emas, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012), 55
[17] Ibid, 56
[18] http://wenab.blogspot.com/2012/06/berbagai-pendekatan-model-strategidan.html
[19] J.J. Reza Prasetyo, Yeni Andriani, Melatih Kecerdasan Majmuk pada Anak Dan
Dewasa, (Yogyakarta, CV. Andi, 2009.
[20] Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini,Strategi membangun Karakter di usia
Emas, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012), 63
[21] Freeman, Joan. and Munandar, Utami.. Cerdas dan Cemerlang (Kiat
Menemukan Dan Mengembangkan Bakat Anak 0-5 Tahun). (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. 2001), 43
[22] Wibowo, Pendidikan Karakter Usia Dini,Strategi membangun Karakter di usia
Emas, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2012), 55
[23] Kemenrterian Agama RI, Kurikulum RABATA, (Jakarta, 2011), 7

http://syahrudin14.blogspot.co.id/2014/10/pembelajaran-pai-pada-anakusia-dini.html

Anda mungkin juga menyukai