PENDAHULUAN
Dengue adalah penyakit yang ditularkan nyamuk yang dalam beberapa tahun terakhir
telah menjadi masalah kesehatan utama masyarakat internasional. Sekitar 2,5 miliar orang
atau dua perlima dari populasi dunia sekarang berisiko DBD. WHO
memperkirakan ada
50 juta infeksi dengue di seluruh dunia setiap tahun. Pada tahun 2007, dari 890.000 kasus
dengue yang dilaporkan di Amerika, terdapat 26.000 merupakan kasus DBD.
Angka kejadian DBD di Jawa Tengah pada tahun 2007 meningkat menjadi 6,25 per
10.000 penduduk dari 3,39 per 10.000 penduduk pada tahun 2006. Di kota Semarang, angka
kesakitan DBD pada tahun 2009 mencapai 26,69 per 10.000 penduduk, menurun dari tahun
2008 (36,09 per 10.000
kebocoran
plasma
dapat
dibuktikan
dengan
adanya
efusi
Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Demam berdarah dengue disebabkan
oleh infeksi virus dengue yang ditularkan nyamuk Aedes aegypti. Virus dengue (DENV) ada
4 jenis yaitu virus DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Di antara ke-4 virus ini virus
DENV-3 yang paling sering menyerang penduduk Indonesia. Perlu diketahui bahwa
seseorang yang pernah terinfeksi 1 jenis. virus dengue, dia dapat terinfeksi virus dengue jenis
yang lain. Artinya dia dapat menderita demam berdarah lebih dari satu kali
Epidemiologi
Demam berdarah dengue
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 h ingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995);
dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada
tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun
1999. Penularan infeksi virus de ngue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama
A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus
dengue yaitu :
1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke
tempat lain;
2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk
Patofisiologi
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk terjadi viremia,
yang ditandai dengan demam mendadak tanpa penyebab yang jelas disertai gejala lain seperti
sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot, pegal di seluruh tubuh, nafsu makan berkurang dan
sakit perut, bintik-bintik merah pada kulit. Kelainan juga dapat terjadi pada sistem retikulo
endotel atau seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Pelepasan zat
anafilaktoksin, histamin dan serotonin serta aktivitas dari sistem kalikrein menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding kapiler/vaskuler sehingga cairan dari intravaskuler keluar
ke ekstravaskuler atau terjadinya perembesaran plasma akibat pembesaran plasama terjadi
pengurangan volume plasma yang menyebabkan hipovolemia, penurunan tekanan darah,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Manifestasi Klinik
Berdasarakan kriteria WHO 1997 diagnosis ditegakkan bila semua hal dibawah ini di
penuhi, yaitu:
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik Terdapat minimal satu
manifestasi perdarahan berikut Uji bendung positif adanya perdarahan dalam bentuk
petekiae, ekimosis atau purpura. Perdarahan selaput lendir mukosa, alat cerna
gastrrointestinal,tempat suntikan atau ditempat lainnya. Hematemesis atau melena dan
trombositopenia ( < 100.000 per mm), dan perembesan plasma yang erat hubungannya
dengan kenaikan permiabilitas dinding pembuluh darah.
b. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma), yaitu :
1) Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan satandart sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
2) Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya
3) Tanda kebocoran plasma seperti efuis pleura, asites, hipoproteinemia, atau
hiponatremia.
4) Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan.
5) Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare,konstipasi
6) Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan
sendi,
nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada saluran tubuh.
Komplikasi
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi aliran
intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila
terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.umumnya penderita DBD merupakan
anak usia muda.Hal tersebut menunjukkan adanya permeabilitas pembuluh darah anak yang
lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, pembuluh darah anak lebih rentan
terhadap pengaruh-pengaruh faktor luar yang mengganggu permeabilitas pembuluh darah.
Hal ini terjadi karena pembuluh darah anak masih dalam pertumbuhan, sehingga lebih
permeabel dan mudah terjadi kebocoran. Pleural Effusion Index (PEI) merupakan suatu
parameter kebocoran vaskuler yang mempunyai peranan utama dalam memprediksi syok.
Pada penelitian tersebut, efusi pleura terdapat pada 80,3% SSD dan 39,7% DBD tanpa syok,
dimana PEI lebih dari 6% mempunyai risiko syok 13,86 kali pada DBD.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam dengue
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan
darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma
biru.Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue ( cell culture ) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue
Polymerase Chain Reaction ), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM
maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
x Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke - 3 dapat ditemui limfositosis relative
(>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total
leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
x Trombosit: umumnya terdapat tromb ositopenia pada hari ke 3-8.
x Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit
t 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke- 3 demam.
x Hemostasis: Dilakuka n pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D - Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur
pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
Berdasarkan kriteria WHO diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini di bawah ini
dipenuhi :
x Demam atau riwayat demam akut, antara 2- 7 ha ri, biasanya bifasik.
x Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekimosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari
tempat lain.
- Hematemesis atau melena.
x Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
x Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :
-
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada
DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.
Efusi pleura
pengertian
Suatu kondisi medis yang ditandai dengan peningkatan cairan yang berlebihan
diantara kedua lapisan pleura. Pleura adalah kantung yang terdiri dari dua lapisan yang
meliputi paru-paru dan memisahkannya dari dinding dada dan struktur-struktur di sekitarnya.
Biasanya, sejumlah kecil cairan yang ada diantara dua lapisan tersebut berfungsi sebagai
pelicin, mencegah gesekan ketika paru-paru mengembang dan menguncup ketika bernafas.
Pada efusi pleura, jumlah cairan yang abnormal dalam rongga pleura membatasi fungsi paruparu, menghasilkan gejala, seperti batuk, nyeri dada dan kesulitan bernafas. Ada dua tipe
Efusi Pleura: Efusi Pleura Transudatifa dan Efusi Pleura Eksudatifa.
Etiologi
vena cavasyndrom,perikarditis)
Berkurangnya drainase limfatik (keganasan,trauma)
Pergerakan cairan dari edem paru melewati lapisan pleura viseralis
Meningkatnya cairan peritoneal
Kadar LDH cairan efusi pleura < 2/3 batas atas nilai normal kadar LDH serum. Jika angka
tersebut terlampaui, efusi pleura dikata eksudat. Secara kasar efusi pleura dapat dikatakan
transudat jika kadar proteinnya 3 gram/100 ml dan berat jenisnya > 0,016.
Patofisiologi
Terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan proten di dalam
rongga pleura, Dalam keadaan normal, cairan pleura dibantuk secara lambat sebagai filtrasi
melalui pembuluh darah kapiler, filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan onkotik kapiler
dengan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam
rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh sekitar pleura.Efusi Pleura
dapat berupa transudat atau eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena
pulmonalis, misalnya gagal jantung kongestif,emboli paru, sirosis hati sehingga
menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh darah ke rongga pleura. Transudasi juga
terjadi pada hipoprotenemia seperti pada penyakit hati ataupun ginjal. Penimbunan transudat
dalam rongga pleura ini disebut hidrotoraks. Cairan yang tertimbun sering berada di bagian
bawah karena dipengaruhi oleh gaya gravitasi.Efusi Pleura yang jenis cairannya merupakan
eksudat dinamakan efusi pleura eksudatif. Eksudat terjadi karena adanya proses peradangan
atau infiltrasi pada pleura atau jaringan yang berdekatan dengan pleura. Pada kasus ini terjadi
kerusakan pada dinding kapiler atau terjadi peningkatan permeabilitas kapiler darah sehingga
cairan kaya protein dari kapiler masuk ke rongga pleura. Bendungan pada pembuluh limfa
juga dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif. Penyebab efusi pleura eksudatif antara lain,
infeksi,penyakit jaringan ikat,penyakit intrabadominal, dan imunologik.
Penatalaksanaan
Medis
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan
suara pernafasan.Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:
1.
Rontgen
dada
efusi
pleura,
yang
CT
hasilnya
menunjukkan
scan
adanya
cairan.
dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan
adanya
pneumonia,
3.
abses
paru
USG
atau
tumor
dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya
sedikit,
sehingga
bisa
dilakukan
pengeluaran
cairan.
4.
Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pengaruh
pembiusan
5.
lokal).
Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan
biopsi,
dimana
contoh
lapisan
pleura
sebelah
luar
diambil
untuk
dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab
dari
efusi
6.
pleura
tetap
tidak
Analisa
7.
dapat
cairan
ditentukan.
pleura
Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul.
8.Pemerikasaan
Laboratorium
seperti:
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Dengue and dengue haemorrhagic fever [Internet].
c2009 [cited 2010 Dec 20]. Available
from:http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/.
2. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Profil kesehatan propinsi Jawa
Tengah tahun 2007. Semarang: Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah; 2008.
3. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil kesehatan kota Semarang tahun 2009.
Semarang: Dinas Kesehatan Kota Semarang; 2010.
4. Setiati TE. Faktor hemostasis dan faktor kebocoran vaskuler sebagai faktor
diskriminan untuk mendeteksi syok pada DBD [disertasi]. Semarang
(Indonesia): Pasca Sarjana Universitas Diponegoro; 2004.
5. Soedarmo SP, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Buku ajar infeksi dan
pediatrik tropis. Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.
6. Isnar HA, Sentochnik D. Dengue [Internet]. eMedicine pediatrics: general
medicine. c2009 [cited 2011 July 30]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/963213-overview#showall.
7. Gamble J, Bethell D, Day NP, Loc PP, Phu NH, Gartside IB, et al. Age related
changes in microvascular permeability: a significant factor in the suspectibility
of children to shock?. Clin Sci. 2000 Feb; 98 (2): 211-6.
8. Wijayanti FN. Korelasi kadar transforming growth factor-beta 1 plasma
dengan indeks efusi pleura pada demam berdarah dengue [thesis]. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2009.
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan Indonesia tahun
2008. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2009.
10.Carpenito, Lynda Juall .2000. Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta: EGC
11.Carpenito, Lynda Juall .1995. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Jakarta:
EGC
12.Doengoes, Marilyn .1989. Nursing Care Plans Second Edition. Philadelphia: FA Davis
Company
13.Long, Barbara C .1989. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjadjaran
14.Luckmanns Sorensen .1996. Medical Surgical Nursing. Philadelphia: WB Saunders
15.Soeparman .1996. Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI