Tugas Narkotik Dan Psiko Pkpa Rumkital Dr. Mintohardjo
Tugas Narkotik Dan Psiko Pkpa Rumkital Dr. Mintohardjo
DI
RSAL DR. MINTOHARDJO
NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
Disusun Oleh:
1. Ardina Citra Astuti
2. Chairunnisa
3. David Januardi
4. Dwi Setianingrum
5. Ega Elvira
6. Ervina Bhakti Utami
7. Himatul Millah
8. Humaeroh
9. Mia Sagita Sofyan
10. Suci Widiastuti
(1504026140)
(1504026143)
(1504026145)
(1504026153)
(1504026154)
(1504026159)
(1504026171)
(1504026172)
(1504026194)
(1504026228)
A. Latar Belakang
Narkotika dan psikotropika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat
di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pegembangan ilmu pengetahuan.
Pada sisi lain dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila
dipergunakan tanpa pengendalian, pengawasan secara ketat dan seksama. Zat-zat
narkotika yang semula ditujukan sebagai kepentingan pengobatan. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, jenis-jenis narkotika dapat diolah
sedemikian banyak serta dapat pula disalahgunakan fungsinya.
Peningkatan pengawasan dan pengendalian merupakan salah satu bentuk
upaya yang diperlukan untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika, karena kejahatan dibidang ini semakin berkembang
baik dalam segi kualitas maupun kuantitasnya.
Perkembangan kualitas tindak pidanan narkotika tersebut sudah menjadi
ancaman yang sangat serius bagi kehidupan umat manusia, khususnya bagi
generasi muda, bahkan dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar lagi
dampaknya bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa. Anak merupakan
bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang
merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki
peranan yang strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus,, memerlukan
pembinaan dan perlindungan dalam rangksa menjamin pertumbuhan dan
perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan pengawasan dan pengendalian
narkotika dan psikotropika dengan mengeluarkan Peraturan berupa Undangundang maupun Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Untuk
narkotika telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 dan telah direvisi kedalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 3 tahun 2015, sedangkan untuk psikotropika telah diatur dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 dan telah direvisi kedalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 tahun 2015.
Diharapkan dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan republik
Indonesia yang terbaru ini peredaran gelap, pengawasan, dan pengendalian
narkotika dan psikotropika dapat perketat lagi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Narkotika
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2009dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015
yang dimaksud dengan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
2. Psikotropika
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997
yang dimaksud dengan Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.
B. Perbedaan
Perundang-undangan yang baru mengenai Narkotika diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009, yang sebelumnya
diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika. Sedangkan perundang-undangan mengenai Psikotropika diatur dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997. Selain itu peraturan
mengenai narkotika dan psikotropika juga diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor
Farmasi. Di bawah ini merupakan perubahan-perubahan yang terdapat di dalam
perundang-undangan mengenai narkotika dan psikotropika yang lama dengan
perundang-undangan yang baru.
Aspek
Perbedaan
Perluasan Jenis
dan Golongan
Undang-Undang lama
UU RI No. 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika dan UU RI No. 5 Tahun
1997 tentang Psikotropika:
Pada undang-undang
Undang-undang terbaru
UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika:
Pada bagian lampirannya terdapat
65 jenis narkotika golongan I.
Pengobatan dan
Rehabilitasi
Pencegahan dan
Pemberantasan
Penyidikan
C. Penggolongan
1. Penggolongan Narkotika
Penggolongan Narkotika berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
35 Tahun 2009, sebagai berikut:
Sumber/Golonga
n
Narkotika
Golongan I
Undang-Undang RI
No. 22 Tahun 1997
Undang-Undang RI
No. 35 Tahun 2009
Jumlah :
Jumlah terbatas
Jumlah terbatas
Tujuan :
1. Untuk kepentingan
pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan
Teknologi, Untuk
reagensia diagnostik,
2. Untuk reagensia
laboratorium setelah
mendapatkan
persetujuan Menteri
atas Rekomendasi
Kepala BPOM
1. Untuk kepentingan
pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan
Teknologi, Untuk
reagensia diagnostik,
2. Untuk reagensia
laboratorium setelah
mendapatkan
persetujuan Menteri
atas Rekomendasi
Kepala BPOM
Potensi :
1. Tanaman Papaver
Somniverum L
2. Opium Mentah
1. Tanaman Papaver
Somniverum L
2. Opium Mentah
Contoh :
3. Opium Masak
4. Tanaman Koka
5. Daun Koka
6. Kokain Mentah
7. Kokaina
8. Tanaman Ganja
9. Heroina
10. Brolamfetamina
11. MDMA
12. Amfetamina
13. Deksamfetamin
14. Metamfetamina
15. Campuran/sediaan
opium obat dengan
bahan lain bukan
narkotika
3. Opium Masak
4. Tanaman Koka
5. Daun Koka
6. Kokain Mentah
7. Kokaina
8. Tanaman Ganja
9. Heroina
10. Brolamfetamina
11. MDMA
12. Amfetamina
13. Deksamfetamin
14. Metamfetamina
15. Campuran/sediaan
opium obat dengan
bahan lain bukan
narkotika
Jumlah Narkotika
golongan I :
Narkotika
Golongan II
26 Jenis
65 Jenis
Jumlah :
Jumlah terbatas
Jumlah terbatas
Tujuan :
Untuk kepentingan
pengobatan sebagai pilihan
terakhir, terapi, dan untuk
tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan
Untuk kepentingan
pengobatan sebagai pilihan
terakhir, terapi, dan untuk
tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan
Potensi:
Potensi tinggi
mengakibatkan
ketergantungan
Potensi tinggi
mengakibatkan
ketergantungan
Contoh :
1. Fentanil
2. Metadona
3. Morfina
4. Petidina
5. Tebain
6. Alfentanil
7. Benzetidin
8. Dekstromoramida
9. Difenoksin
10. Dihidromorfina
1. Fentanil
2. Metadona
3. Morfina
4. Petidina
5. Tebain
6. Alfentanil
7. Benzetidin
8. Dekstromoramida
9. Difenoksin
10. Dihidromorfina
11. Ekgonina
12. Furetidina
13. Hidrokodona
14. Garam-garam dari
Narkotika Golongan
tersebut di atas
11. Ekgonina
12. Furetidina
13. Hidrokodona
14. Garam-garam dari
Narkotika Golongan
tersebut di atas
87 Jenis
86 Jenis
Jumlah :
Jumlah Terbatas
Jumlah Terbatas
Tujuan :
Untuk kepentingan
pengobatan, terapi, dan
untuk tujuan
pengembangan ilmu
pengetahuan
Untuk kepentingan
pengobatan, terapi, dan
untuk tujuan
pengembangan ilmu
pengetahuan
Potensi :
Potensi ringan
mengakibatkan
ketergantungan
Potensi ringan
mengakibatkan
ketergantungan
Contoh :
1. Etilmorfina
2. Kodeina
3. Nikodikodina
4. Nikokodina
5. Norkodeina
6. Polkodina
7. Propiram
8. Buprenorfina
9. Asetildihidrokodeina
10. Dekstropropoksifena
11. Dihidrokodeina
12. Garam-garam dari
narkotika dalam
golongan tersebut
diatas
13. Campuran/sediaan
difenoksin dengan
bahan bukan narkotika
14. Campuran/sediaan
difenoksilat dengan
bahan lain bukan
1. Etilmorfina
2. Kodeina
3. Nikodikodina
4. Nikokodina
5. Norkodeina
6. Polkodina
7. Propiram
8. Buprenorfina
9. Asetildihidrokodeina
10. Dekstropropoksifena
11. Dihidrokodeina
12. Garam-garam dari
narkotika dalam
golongan tersebut
diatas
13. Campuran/sediaan
difenoksin dengan
bahan bukan narkotika
14. Campuran/sediaan
difenoksilat dengan
bahan lain bukan
Jumlah Narkotika
golongan II :
Narkotika
Golongan III
narkotika.
Jumlah Narkotika
golongan III :
14 Jenis
narkotika.
14 Jenis
2. Penggolongan Psikotropika
Penggolongan Psikotropika berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2015, sebagai berikut:
Sumber/Golonga
n
Psikotropika
Golongan I
Tujuan :
Potensi :
Contoh :
Undang-Undang RI
No. 5 Tahun 1997
1. Untuk kepentingan
pengembangan Ilmu
Pengetahuan
2. Dalam rangka
penelitian, dapat
digunakan untuk
kepentingan medis yang
sangat terbatas dan
dilaksanakan oleh orang
yang diberi wewenang
untuk itu oleh Menteri
3. Tidak digunakan untuk
terapi
1. Untuk kepentingan
pengembangan Ilmu
Pengetahuan
2. Dalam rangka penelitian,
dapat digunakan untuk
kepentingan medis yang
sangat terbatas dan
dilaksanakan oleh orang
yang diberi wewenang
untuk itu oleh Menteri
3. Tidak digunakan untuk
terapi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Brolamfetamina
Etisiklidina
Etriptamina
Katinona
Lisergida
Mekatinona
Psilosibina
Rlisiklidina
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Brolamfetamina
Etisiklidina
Etriptamina
Katinona
Lisergida
Mekatinona
Psilosibina
Rlisiklidina
9. Tenamfetamina
10. Tenoksilidina
9. Tenamfetamina
10. Tenoksilidina
Jumlah
Psikotropika
golongan I :
Psikotropika
Golongan II
10 Jenis
10 Jenis
Tujuan :
Potensi:
Contoh :
Jumlah
Psikotopika
golongan II :
Psikotropika
Golongan III
1. Amfetamina
2. Deksamfetamina
3. Fenetilina
4. Fenmetrazina
5. Fensiklidina
6. Levamfetamina
7. Meklokualon
8. Metamfetamina
9. Metamfetamina rasemat
10. Metakualon
11. Metilfenidat
12. Sekobarbital
13. Zipeprol
1. Amfetamina
2. Deksamfetamina
3. Fenetilina
4. Fenmetrazina
5. Fensiklidina
6. Levamfetamina
7. Meklokualon
8. Metamfetamina
9. Metamfetamina rasemat
10. Metakualon
11. Metilfenidat
12. Sekobarbital
13. Zipeprol
13 Jenis
13 Jenis
Tujuan :
1. Berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan
dalam terapi
2. Untuk tujuan ilmu
pengetahuan
Potensi :
Potensi sedang
mengakibatkan sindroma
ketergantungan
Contoh :
Jumlah
Psikotropika
golongan III :
Psikotropika
Golongan IV
Tujuan :
Potensi :
Contoh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Amobarbital
Buprenofrina
Butalbital
Flunitrazepam
Glutetimida
Katina
Pentazosina
Pentobarbital
Siklobarbital
9 Jenis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Amobarbital
Buprenofrina
Butalbital
Flunitrazepam
Glutetimida
Katina
Pentazosina
Pentobarbital
Siklobarbital
9 Jenis
1. Berkhasiat pengobatan
1. Berkhasiat pengobatan dan
dan sangat luas digunakan
sangat luas digunakan dalam
dalam terapi
terapi
2. Untuk tujuan ilmu
2. Untuk tujuan ilmu
pengetahuan
pengetahuan
Potensi ringan
mengakibatkan sindroma
ketergantungan
1. Allobarbital
2. Alprazolam
3. Amfepramona
4. Aminorex
5. Barbital
6. Benzefetamina
7. Bromazepam
8. Brotizolam
9. Butabarbital
10. Delorazepam
11. Diazepam
12. Estazolam
13. Etil amfetamina
14. Etil loflazepate
15. Etinamat
16. Etklorvinol
17. Fencamfamina
18. Fendimetrazina
19. Fenobarbital
1. Allobarbital
2. Alprazolam
3. Amfepramona
4. Aminorex
5. Barbital
6. Benzefetamina
7. Bromazepam
8. Brotizolam
9. Butabarbital
10. Delorazepam
11. Diazepam
12. Estazolam
13. Etil amfetamina
14. Etil loflazepate
15. Etinamat
16. Etklorvinol
17. Fencamfamina
18. Fendimetrazina
19. Fenobarbital
20. Fenproporeks
21. Fentermina
22. Fludiazepam
23. Flurazepam
24. Halazepam
25. Haloksazolam
26. Kamazepam
27. Ketazolam
28. Klobazam
29. Kloksazolam
30. Klonazepam
31. Klorazepat
32. Klordiazepoksida
33. Klotiazepam
34. Lefetamina
35. Loprazolam
36. Lorazepam
37. Lormetazepam
38. Mazindol
39. Medazepam
40. Mefenoreks
41. Meprobamat
42. Mesokarb
43. Metilfenobarbital
44. Metiprilon
45. Midazolam
46. Nimetazepam
47. Nitrazepam
48. Nordazepam
49. Oksazepam
50. Oksazolam
51. Pemolina
52. Pinazepam
53. Pipadrol
54. Pirovalerona
55. Prazepam
56. Sekbutabarbital
57. Temazepam
58. Tetrazepam
59. Triazolam
60. Vinilbital
20. Fenproporeks
21. Fentermina
22. Fludiazepam
23. Flurazepam
24. Halazepam
25. Haloksazolam
26. Kamazepam
27. Ketazolam
28. Klobazam
29. Kloksazolam
30. Klonazepam
31. Klorazepat
32. Klordiazepoksida
33. Klotiazepam
34. Lefetamina
35. Loprazolam
36. Lorazepam
37. Lormetazepam
38. Mazindol
39. Medazepam
40. Mefenoreks
41. Meprobamat
42. Mesokarb
43. Metilfenobarbital
44. Metiprilon
45. Midazolam
46. Nimetazepam
47. Nitrazepam
48. Nordazepam
49. Oksazepam
50. Oksazolam
51. Pemolina
52. Pinazepam
53. Pipadrol
54. Pirovalerona
55. Prazepam
56. Sekbutabarbital
57. Temazepam
58. Tetrazepam
59. Triazolam
60. Vinilbital
61. Zolpidem
60 Jenis
61 Jenis
Jumlah
Psikotropika
golongan IV :
D. Penandaan
1. Penandaan Narkotika
Penandaan narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat dalam
Ordonasi Obat Bius (Versdoovende Middelen Ordonnantie, Stbl.1927 No.278
jo.No.536) yaitu Palang Medali Merah
(2) Tanda khusus untuk obat keras dimaksud dalam ayat (1) harus diletakkan
sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah dikenali.
(3) Ukuran lingkaran tanda khusus dimaksud dalam ayat (1) disesuaikan dengan
ukuran dan desain etiket dan bungkus luar yang bersangkutan dengan ukuran
diameter lingkaran terluar, tebal garis tebal dan tebal huruf K yang proporsional,
berturut-turut minimal satu cm, satu mm dan satu mm.
(4) Penyimpangan dari ketentuan dimaksud dalam ayat (4) harus mendapatkan
persetujuan khusus dari Menteri Kesehatan cq. Direktur Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan.
Instalasi
Farmasi
Pemerintah
yang
menyimpan
Narkotika
atau
Aspek
Syarat
dan tata
cara
Perundangan Lama
UU No. 22 Tahun 1997
Pemusnahan narkotika
dilakukan dalam hal : (pasal 60)
a. diproduksi tanpa memenuhi
standar dan persyaratan yang
berlaku dan tidak dapat
digunakan dalam proses
produksi
b. kadaluarsa
c. tidak memenuhi syarat untuk
Perundangan Baru
PMK NO. 3 Tahun 2015
Terdapat perubahan dan
penambahan dalam prosedur
pemusnahan narkotika , yaitu :
(pasal 37)
a. diproduksi tanpa memenuhi
standar dan persyaratan
yang berlaku dan tidak
dapat diolah kembali,
b. telah kadaluarsa,
2.
3.
Pelaksan
a
Pemusna
han
Berita
Acara
c. Pemusnahan narkotika
dalam Pasal 37 huruf e,
dilaksanakan oleh instansi
pemerintah yang berwenang
sesuai dengan perundang
undangan.
perorangan,
b.nama petugas yang menjadi
saksi dan saksi lain
badan/sarana tersebut,
c. cara pemusnahan.
4.
Tahap
Pemusna
han
No
.
1.
2.
Aspek
Perundangan Lama
UU No. 5 Tahun 1997
Pemusnahan narkotika
dilakukan dalam hal: (pasal 53)
a. berhubungan dengan tindak
pidana
b. diproduksi tanpa memenuhi
standar dan persyaratan yang
berlaku dan tidak dapat
digunakan dalam proses
produksi psikotropika,
c. kadaluarsa
d. tidak memenuhi syarat untuk
digunakan pada pelayanan
kesehatan dan untuk
pengembangan ilmu
pengetahuan.
Perundangan Baru
PMK NO. 3 Tahun 2015
Syarat
Terdapat perubahan dan
dan tata
penambahan dalam prosedur
cara
pemusnahan psikotropik ,
yaitu: (pasal 37)
a. tanpa memenuhi standar
dan persyaratan yang
berlaku dan tidak dapat
diolah kembali,
b. telah kadaluarsa,
c. tidak memenuhi syarat
untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan dan
untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, termasuk sisa
penggunaan ,
d. dibatalkan izin edarnya,
e. berhubungan dengan tindak
pidana.
Pelaksan a. Pemusnahan narkotika yang
a. Pemusnahan psikotropika
a
dimaksud Pasal 53 ayat (1) ,
yang dimaksud Pasal 37 huruf
Pemusna sebagai berikut :
a sampai d dilaksanakan oleh :
han
dilakukan oleh pemerintah,
industri farmasi
khuusus golongan 1, wajib
PBF
dilaksanakan paling lambat 7 instalasi farmasi
hari setelah dilakukan
pemerintah
penyitaan
apotek
pada ayat (1) butir b,c , dan
instalasi farmasi rumah
d dilakukan oleh pemerintah,
sakit
sarana kesehatan, serta
instalasi farmasi klink
lembaga pendidikan atau
lembaga ilmu pengetahuan
lembaga penelitian dengan
dokter atau toko obat
disaksikan oleh pejabat
b. Pemusnahan psikotropika
departemen yang
yang berada di Puskesmas
bertanggung jawab dibidang harus dikembalikan kepada
kesehatan, dalam waktu 7
Instalasi Farmasi Pemerintah
hari setelahh mendapat
Daerah setempat.
kepastian.
c. Pemusnahan psikotropika
dalam Pasal 37 huruf e,
dilaksanakan oleh instansi
pemerintah yang berwenang
sesuai dengan perundang
undangan.
3.
4.
Berita
Acara
Tahap
Pemusna
han
c. pemusnahan disaksikan
oleh petugas yang telah
ditetapkan,
d. Psikotropika dalam bentuk
bahan baku, produk ruahan
dan produk antara
dilakukan sampling untuk
kepentingan pengujian oleh
petugas yang berwenang
sebelum dimusnahkan,
e. Psikotropika dalam bentuk
obat jadi dilakukan
pemastian kebenaran secara
organoleptis oleh saksi
sebelum dimusnahkan.
tetap
pemusnahan
resep
berdasarkan
SK
Nomor
I. Pencatatan
Pencatatan Obat Narkotika
UU RI Nomor 22 Tahun 1997
UU RI Nomor 35 Tahun 2009
Pasal 9
Ayat (3)
Rencana kebutuhan tahunan
Narkotikadisusun berdasarkan data
pencatatan dan pelaporan rencana dan
realisasi produksi tahunan yang diaudit secara
komprehensif dan menjadi pedoman
pengadaan, pengendalian, dan pengawasan
Narkotika secara nasional.
Pencatatan Obat Psikotropika
UU RI Nomor 5 Tahun 1997
Pasal 33
Ayat (1)
Pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi
Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesma, balai pengobatan, dokter, lembaga
penelitian dan/atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan
mengenai kegiatan masing-masing yang berhubungan dengan psikotropika.
Ayat (2)
Menteri melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas pelaksanaan pembuatan
dan penyimpanan catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 34
Pabrik obat, pedagang besar farmasi, apotek, rumah sakit, puskesmas, lembaga
penelitian dan/atau lembaga pendidikan wajib melaporkan catatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) kepada Menteri secara berkala.
Penjelasan :
Pasal 33
Ayat (1)
Dokter yang melakukan praktik pribadi dan/atau pada sarana kesehatan yang
memberikan pelayanan medis, wajib membuat catatan mengenai kegiatan yang
berhubungan dengan
psikotropika, dan disimpan sesuai dengan ketentuan masa simpan resep, yaitu
tiga tahun.
Catatan mengenai psikotropika di badan usaha sebagaimana diatur pada ayat ini
disimpan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dokumen
pelaporan mengenai psikotropika yang berada di bawah kewenangan departemen
yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, disimpan, sekurang-kurangnya
dalam waktu tiga tahun.
Permenkes RI Nomor 3 tahun 2015
Tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi
Pasal 43
Ayat (1)
Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau dokter praktik
perorangan yang melakukan produksi, Penyaluran, atau Penyerahan Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi wajib membuat pencatatan mengenai pemasukan dan/atau
pengeluaran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
Ayat (2)
Toko Obat yang melakukan penyerahan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi wajib
membuat pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi.
Ayat (3)
Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi;
b. jumlah persediaan;
Ayat (3)
Pencatatan yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dibuat
sesuai dengan dokumen penerimaan dan dokumen penyaluran termasuk dokumen impor,
dokumen ekspor dan/atau dokumen penyerahan.
Pasal 44
Seluruh dokumen pencatatan, penerimaan, penyaluran, dan/atau dokumen penyerahan
termasuk surat pesanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib disimpan
secara terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun.
J. Sistem Pelaporan
UU Kesehatan No. 22 Tahun 1997
Pasal 11
Ayat (2) :
Importir, eksportir, pabrik obat,
pedagang besar farmasi, sarana
penyimpanan
sediaan
farmasi
pemerintah, apotek, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, dokter,
dan lembaga ilmu pengetahuan, wajib
membuat,
menyampaikan,
dan
menyimpan laporan berkala mengenai
pemasukan
dan/atau
pengeluaran
narkotika
yang
ada
dalam
penguasaannya.
Ayat (3) :
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara penyimpanan secara khusus
sebagaimana dimaksud dalam ayat(1)
dan jangka waktu, bentuk, isi, dan tata
cara pelaporan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan
Menteri Kesehatan.
Ayat (4) :
Pelanggaran terhadap ketentuan
mengenai penyimpanan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan/atau
ketentuan
mengenai
pelaporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dapat dikenakan sanksi administratif
oleh Menteri Kesehatan berupa :
teguran, peringatan, denda administratif,
penghentian sementara kegiatan atau
pencabutan izin.
PENJELASAN :
Ayat (2) :
Kewajiban dokter yang melakukan
praktek pribadi untuk membuat laporan
yang berbentuk catatan mengenai
kegiatan yang berhubungan dengan
narkotika yang sudah melekat pada
rekam medis dandisimpan sesuai
dengan ketentuan masa simpan resep
Pasal 14
Ayat (2) :
Industri Farmasi, pedagang besar
farmasi, sarana penyimpanan sediaan
farmasi
pemerintah,
apotek,
rumahsakit,
pusat
kesehatan
masyarakat, balai pengobatan, dokter,
dan lembaga ilmu pengetahuan wajib
membuat,
menyampaikan,
dan
menyimpan laporan berkalamengenai
pemasukan
dan/atau
pengeluaran
Narkotika
yang
berada
dalam
penguasaannya.
Ayat (4) :
Pelanggaran terhadap ketentuan
mengenai penyimpanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan/atau
ketentuan
mengenai
pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikenai sanksi administratif oleh
Menteri atas rekomendasi dari Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan
berupa: teguran, peringatan, denda
administratif, penghentian sementara
kegiatan atau pencabutan izin.
PENJELASAN :
Ayat (2) :
Ketentuan ini memberi kewajiban
bagi dokter yang melakukan praktek
pribadi untuk membuat laporan yang di
dalamnya memuat catatan mengenai
kegiatan yang berhubungan dengan
Narkotika yang sudah melekat pada
rekam medis dan disimpan sesuai
dengan ketentuan masa simpan resep
selama 3 (tiga) tahun.
Dokter yang melakukan praktek pada
sarana kesehatan yang memberikan
pelayanan medis, wajib membuat
laporan mengenai kegiatan yang
Ayat (4) :
Yang dimaksud denganpelanggaran
termasuk
juga
segala
bentuk
penyimpangan terhadap ketentuan yang
berlaku.
Yang
dimaksud
dengan
"pencabutanizin" adalah izin yang
berkaitan dengan kewenangan untuk
mengelolanarkotika.
Pasal 34
Pabrik obat, pedagang besar farmasi, apotek, rumah sakit, puskesmas,
lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan wajib melaporkan catatan
kepada Menteri secara berkala.
PENJELASAN :
Ayat (1) :
Dokter yang melakukan praktik pribadi dan/atau pada sarana kesehatan yang
memberikan pelayanan medis, wajib membuat catatan mengenai kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika, dan disimpan sesuai dengan ketentuan masa
simpan resep, yaitu tiga tahun.
Catatan mengenai psikotropika di badan usaha sebagaimana diatur pada ayat
ini disimpan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dokumen pelaporan mengenai psikotropika yang berada dibawah
kewenangan departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan,
disimpan, sekurang-kurangnya dalam waktu tiga tahun.
Ayat (4) :
Cukup jelas
Ayat (1) :
Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan produksi dan
penyaluran produk jadi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi setiap
bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.
Ayat (2) :
PBF yang melakukan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor
Farmasi dalam bentuk obat jadi wajib membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi setiap bulan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan Kepala Badan/Kepala Balai.
Ayat (3) :
Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat wajib membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan Kepala Badan.
Ayat (4) :
Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah wajib membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi atau Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Balai
setempat.
Ayat (5) :
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4)
paling sedikit terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau
Prekursor Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
d. jumlah yang diterima;
e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran;
f. jumlah yang disalurkan; dan
g. nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran dan
persediaan awal dan akhir.
Ayat (6) :
Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga
Ilmu Pengetahuan, dan dokter praktik perorangan wajib membuat, menyimpan,
dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika
dan Psikotropika, setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan tembusan Kepala Balai setempat.
Ayat (7) :
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling sedikit terdiri atas: a.
nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau
Prekursor Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. jumlah yang diterima; dan
d. jumlah yang diserahkan.
Ayat (8) :
Puskesmas wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (9) :
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dan
ayat (6) dapat menggunakan sistem pelaporan Narkotika, Psikotropika,
dan/atau Prekursor Farmasi secara elektronik.
Ayat (10) :
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dan
ayat (6) disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya.
Ayat (11) :
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi diatur oleh Direktur Jenderal.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 02396/A/SK
/lll/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekusor Farmasi.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.