Anda di halaman 1dari 24

SEBARAN SPASIOTEMPORAL PARAMETER FISIKA DAN KIMIA

PERAIRAN PULAU BOKOR, PULAU PAYUNG DAN PULAU PARI DI


SEKITAR TELUK JAKARTA
Y. Paonganan, Dedi Soedharma, I Wayan Nurjaya, Tri Prartono

Abstrak
Perairan Teluk Jakarta setiap tahun mendapatkan masukan bahan organik maupun
anorganik dari daratan melalui 13 buah sungai yang bermuara di teluk tersebut. Kondisi
ini tentunya akan berdampak pada kualitas perairan yang akan memberikan pengaruh
terhadap kestabilan ekosistem yang ada terutama beberapa pulau-pulau kecil yang ada
disekitranya bahkan sampai ke Kepulauan Seribu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kondisi perairan Teluk Jakarta sudah pada ambang yang memprihatinkan. Penelitian
yang dilakukan pada tahun 2005-2005 menunjukkan hal tersebut. Hasil analisis PCA
terhadap 9 variabel parameter fisik kimia perairan dan 12 observasi (4 musim dan 3
pulau) menunjukkan bahwa sebaran kelompok nutrien dan laju sedimentasi terlihat
paling tinggi di Pulau Bokor pada musim Barat hingga pada musim peralihan BaratTimur, selain itu di Pulau Pari pada musim yang sama juga terlihat tinggi. Sebaliknya
salinitas, suhu, intesitas cahaya dan pH terlihat tinggi pada Pulau Payung pada musim
Barat. Hasil tersebut juga didukung oleh hasil analisis HSD Tukey menunjukkan bahwa
konsentrasi nutrien dan laju sedimentasi berbeda nyata antar pulau dan musim.
Konsentrasi nutrien dan laju sedimentasi lebih tinggi di Pulau Bokor pada Musim Barat,
namun intensitas cahaya, salinitas, suhu dan pH lebih tinggi di Pulau Payung pada
Musim Barat.
Kata kunci: Nutrien, sedimentasi, musim

PENDAHULUAN

Teluk Jakarta adalah perairan yang dibatasi garis bujur 106o33B.T. hingga
107o03 B.T. dan garis lintang 5o4830L.S. hingga 6o1030L.S. Secara administrasi,
perairan Teluk Jakarta berada dalam wilayan pemerintahan DKI Jakarta. Teluk Jakarta
membentang dari Tanjung Kait di bagian Barat hingga Tanjung Karawang di bagian
Timur yang mempunyai panjang pantai 89 km. Sepanjang perairan Teluk Jakarta
bermuara beberapa sungai besar, diantaranya Sungai Cisadane di Bagian Barat, Sungai
Ciliwung di Bagian Tengah dan Sungai Citarum dan Sungai Bekasi masing-masing di
Bagian Timur. Selain itu terdapat beberapa pulau diantaranya Pulau Bidadari, Pulau

Damar, Pulau Anyer, Pulau Rambut, Pulau Untung Jawa, Pulau Lancang, Pulau Bokor,
Pulau Pari dan lain sebagainya.
Secara umum, kondisi perairan Teluk Jakarta dipengaruhi oleh empat musim yaitu
Musim Barat yang mewakili Bulan Desember, Januari dan Februari, Musim peralihan
Barat-Timur mewakili Bulan Maret, April dan Mei, Musim Timur mewakili Bulan Juni,
Juli dan Agustus serta Musim Peralihan Timur-Barat mewakili Bulan September,
Oktober dan November. Selama musim-musim tersebut tejadi perubahan kondisi umum
perairan Teluk Jakarta, baik dari aspek fisik, kimia maupun biologis. Kondisi suhu air
permukaan pada Musim Barat berkisar antara 28.5 oC 30.0 oC, pada Musim peralihan
Barat-Timur antara 29.5 oC 30.7 oC, pada Musim Timur suhu berkisar antara 28.5 oC
31.0 oC dan pada Musim peralihan Timur Barat berkisar antara 28.5 oC 31.0 oC.
Salinitas minimum di perairan Teluk Jakarta yang berkisar antara 25.0 32.5 terjadi
pada Musim Barat dengan kisaran 29.0 32.0. Kondisi salinitas maksimum dijumpai
pada Musim peralihan Barat-Timur yaitu berkisar antara 28.0 32.5 serta pada
Musim peralihan Timur-Barat berkisar antara 28.0 - 32 (Ilahude, 1995).
Menurut Dupra (2002) bahwa ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu
sudah mengalami peningkatan budget materi organik maupun inorganik terutama yang
berasal dari daratan. Hasil penelitian Damar (2003) menunjukkan estimasi Dissolve
Inorganic Nitroegen (DIN) yang masuk ke perairan Teluk jakarta dari 3 sungai besar
21.260 ton/tahun. Total fosfat yang masuk ke Teluk Jakarta sepanjang tahun adalah
sebesar 6.741 ton/tahun, sedangkan silikat sebesar 52.417 ton/tahun. Materi organik dan
inorganik yang masuk begitu besar ke Teluk Jakarta sepanjang tahun akan berdampak
bagi kerusakan ekosistem laut. Pola penyebaran nutrien di Teluk Jakarta pada setiap
musim menunjukkan kecenderungan terjadi perubahan. Pada Musim peralihan BaratTimur kandungan fosfat tertinggi dijumpai di sepanjang pantai yakni pada bagian Barat
Teluk Jakarta mulai dari Tg.Pasir hingga ke muara Bekasi yang mencapai >0.60 gAPO4/l dan semakin ke arah laut lepas konsentrasinya semakin kecil. Sebaliknya pada
Musim Timur dan Musim peralihan

Timur- Barat konsentrasi fosfat tertinggi

ditemukan di sepanjang pantai Teluk Jakarta bagian Barat dan semakin ke arah laut
lepas mengalami penurunan (Suyarso, 1995).
Nitrogen dalam perairan laut ditemukan dalam bentuk senyawa maupun gas.
Molekul nitrogen (N2) merupakan bentuk nitrogen yang paling banyak di air laut
mencapai 64-95%, namun kondisi tersebut tidak dapat digunakan secara langsung oleh
tumbuhan maupun hewan. Senyawa nitrogen yang ditemukan di laut umumnya dalam
bentuk nitrat (NO3) berkisar antara 0.1 - 600gA-NO3/l, nitrit (NO2) berkisar antara
0.01 50gA-NO3/l dan amonium (NH4) dengan kisaran 0.35 - 50gA-NH4/l. Proses
fiksasi nitrogen secara alami di laut relatif rendah dan hanya dilakukan oleh orgnisme
tertentu, namun pada daerah neritik konsentrasi nitrogen relatif tinggi karena
memperoleh masukan dari run-off, sungai, sedimentasi serta fiksasi oleh organisme
fiksator. Organisme laut yang aktif melakukan fiksasi nitrogen adalah bakteri dan alga
hijau-biru. Salah satu hal yang penting dalam siklus nitrogen di laut adalah terjadinya
proses nitrifikasi yang dilakukan oleh beberapa mikroorganisme diantarnya bakteri jenis
Nitrosomonas (NH3 ke NO2 + energi) dan Nitrobacter (NO2 ke NO3 + energi). Proses
denitrifikasi menghasilkan N2 dan NO2 yang dilakukan oleh beberapa jenis bakteri
anaerobik yang hidup dalam sedimen di dasar perairan, (Dawes, 1981).
Tingginya posfat di Teluk Jakarta pada Musim Barat dan peralihan Musim BaratTimur diperkirakan berasal dari daratan melalui aktivitas run-off (Suyarso, 1995).
Sementara hasil pengukuran posfat oleh Damar (2003) menunjukkan bahwa pada bulan
Desember 2000 yang mewakili Musim Hujan terlihat bahwa konsentrasi posfat yang
tinggi ditemukan di daerah mulut sungai sebagai akibat aktivitas run-off, sedangkan
pada Bulan Juli 2001 konsentarasi posfat yang tinggi selain di daerah pantai (inshore),
juga ditemukan pada daerah luar (offshore). Hasil penelitian Damar (2003)
menunjukkan bahwa sebaran nitrat di perairan Teluk Jakarta yang diukur selama
setahun ditemukan tertinggi di daerah pantai dengan kisaran konsentrasi antara 0.58
gA-NO3/l 35.17 gA-NO3/l. Terendah ditemukan di daerah offshore yang berkisar
antara 0.02 gA-NO3/l 3.62 gA-NO3/l.

Metodologi
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di tiga pulau yaitu Pulau Bokor, Pulau Pari dan Pulau
Payung yang terletak di perairan sekitar Teluk Jakarta. Secara adminitrasi lokasi
tersebut masuk kedalam Wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Penelitian
ini berlangsung selama satu tahun yaitu dari bulan Juni

2004 Mei 2005 yang

mewakili 4 (empat) musim yaitu Musim Timur (Juni, Juli dan Agustus), Musim
Peralihan Timur Barat (September, Oktober dan November), Musim Barat
(Desember, Januari dan Februari) serta Musim Peralihan Barat - Timur (Maret, April
dan Mei).

Metode Penelitian
Konsentrasi nutrien yang dianalisis adalah Nitrat (NO3-), Nitrit (NO2-) dan
Ammonium (NH4+) serta Fosfat (PO4-) dan laju sedimentasi serta intensitas cahaya,
salinitas, pH dan suhu. Pengamilan contoh air untuk menetukan konsentrasi nutrien
dilakukan dengan menggunakan botol Van Dorn pada 3 (tiga) titik pada setiap pulau
masing-masing 3 (tiga) ulangan. Contoh air diambil sebanyak 3 (tiga) kali setiap musim,
yaitu awal, pertengahan dan akhir musim. Pengambilan contoh air dilakukan di
permukaan, kolom air dan dasar perairan, lalu dicampurkan selanjutnya di saring
dengan menggunakan kertas saring WHATMAN HAWP berpori 0.45m dengan
diameter 47mm. Penyaringan dilakukan secepat mungkin dengan bantuan vacum pump,
selanjutnya contoh dimasukkan ke dalam botol kaca berwarna gelap dan dinginkan
dengan es dalam cool box. Contoh air tersebut dibawa ke Laboratoirum Kimia Air P2O
LIPI untuk dianalisis konsentrasi nutriennya. Sedangkan untuk melihat sebaran umum
konsentrasi nutrien permukaan pada Musim Timur dan Musim Barat, mulai dari Teluk
Jakarta sampai pada lokasi penelitian, dilakukan pengambilan contoh air pada beberapa

titik (Gambar 1.). Hasil pengukuran konsetrasi nutrien selanjutnya dipetakan dengan
menggunakan software Surfer 7.0, selain itu juga dilakukan analisis PCA untuk melihat
distribusi parameter fisik kimia di ketiga pulau dalam empat musim serta analisis
HSD Tukey untuk melihat signifikasi dari sebaran parameter tersebut.

13
-5.85

Lintang Selatan

12

-5.95

11

10
9
1

2
3

-6.05
4

-6.15
106.50

106.60

106.70

106.80

106.90

Bujur Timur

Gambar 1. Titik-titik pengambilan contoh air


Pengukuran laju sedimentasi dilakukan dengan memasang sediment trap
mengikuti English et al.(1994) yang dibuat dari pipa paralon yang berdiameter

5 cm

dengan tinggi 10cm yang diletakkan pada rangka besi dengan ketinggian 20 cm dari
dasar (Gambar 6.). Pada masing-masing rangka diletakkan 3 buah sediment trap sebagai
ulangan. Pada setiap pulau diletakkan 2 buah sedimen trap dengan masing-masing 3
ulangan. Pengambilan contoh sedimen yang tertangkap oleh sedimen trap dilakukan
pada setiap akhir musim untuk selanjutnya dilakukan pengukuran berat sedimen di
laboratorium untuk selanjutnya dianalisis laju sedimentasi dalam mg/cm2/hari.
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer pada setiap titik
pengambilan contoh air. Pengukuran suhu dilakukan pada pagi hari, siang hari dan sore
hari lalu diambil rataan nilai sebagai suhu harian. Pengukuran suhu dilakukan

bersamaan dengan pengambilan contoh air yaitu pada awal, pertengahan dan akhir
musim. Demikian halnya dengan pengukuran salinitas, diukur dengan menggunkanan
refrakto meter. Pengukuran salinitas juga dilakukan pada pagi hari, siang hari dan sore
hari. Data salinitas diambil bersamaan dengan pengambilan contoh air yaitu pada awal,
pertengahan dan akhir musim. Untuk pengukuran intesitas cahaya dilakukan
menggunakan lux meter dan dilaksanakan bersamaan dengan pengambilan contoh air,
dan diukur pada siang hari, tepatnya pukul 12.00 WIB pada masing-masing titik.

Hasil dan Pembahasan


Hasil analisis PCA terhadap 9 variabel parameter fisik kimia perairan dan 12
observasi (4 musim dan 3 pulau) menunjukkan bahwa sebagian besar ragam terjelaskan
pada dua sumbu utama pertama F1 (85.03%) dengan nilai akar ciri 7.652, F2 (93.120%)
dengan akar ciri 0.728 dan F3 (96.37%) dengan akar ciri 0.292. Nilai total keragaman
menjelaskan dengan cukup besar dalam dua sumbu utama pertama yaitu 93.120%.
Peranan variabel dalam pembentukan sumbu utama pertama (F1) nampak cukup
seimbang, sedangkan dalam sumbu utama ke 2 (F2) terlihat peranan nitrat, nitrit dan
salinitas lebih berperan ke sumbu F1 dibanding ke sumbu F2, sedangkan fosfat, suhu,
amonium dan intensitas cahaya lebih besar perannya ke sumbu utama F1 dibandingkan
dengan sumbu F2 (Gambar 2). Sebaran kelompok nutrien dan laju sedimentasi terlihat
paling tinggi di Pulau Bokor pada musim Barat (BB) hingga pada musim peralihan
Barat-Timur (BBT), selain itu di Pulau Pari pada musim yang sama juga terlihat tinggi.
Sebaliknya salinitas, suhu, intesitas cahaya dan pH terlihat tinggi pada Pulau Payung
pada musim Barat.
Analisis PCA tersebut menggambarkan bahwa sebaran konsentrasi nutrien dan
laju sedimentasi di ketiga pulau sangat dipengaruhi oleh musim serta jarak dari Teluk
Jakarta. Pada Musim Barat masukan nutrien dan sedimen dari daratan yang masuk ke
Teluk Jakarta relatif sangat tinggi. Nutrien dan sedimen yang masuk ke Teluk Jakarta
akan menyebar ke perairan sekitarnya, tidak terkecuali ke ekosistem terumbu karang

yang ada di pulau-pulau kecil disekitarnya. Pulau Bokor dengan jarak relatif lebih dekat
dari Teluk Jakarta mendapat pengaruh lebih besar dibandingkan dengan Pulau Pari dan
Pulau Payung. Hal ini diindikasikan dengan konsentrasi nutrien dan laju sedimentasi
lebih tinggi di Pulau Bokor dibandingkan dengan kedua pulau lainnya. Berbeda dengan
parameter lain seperti intensitas cahaya, suhu, salinitas dan pH pada Musim Barat justru
lebih tinggi di Pulau Payung dibandingkan dengan dua pulau lainnya karena parameter
tersebut cenderung tinggi pada perairan yang relatif lebih jernih.

Biplot (axes F1 and F2: 93.12 %)


2.5
2
BTB

1.5

F2 (8.09 %)

BT

Cahaya
Suhu

1
0.5

PTB
Salinitas

PyT

Amonium
Posf at
Nitrat

BBT

PT
PyTB

Nitrit

PBT

-0.5

pH

Sedimen
BB

PB

-1
PyBT

PyB

-1.5
-2
-2.5
-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0.5

1.5

2.5

F1 (85.03 %)

Keterangan: BB: P. Bokor Musim Barat, BBT: P.Bokor musim Barat-Timur


BT:P. Bokor musim Timur, BTB: P. Bokor musim Timur-Barat
PB: P.Pari musim Barat, PBT: P.Pari musim Barat-Timur
PT: P. Pari musim Timur, PTB: P. Pari musim Timur-Barat
PyB: P.Payung musim Barat, PyBT: P.Payung musim Barat-Timur
PyT: P. Payung musim Timur, PyTB: P. Payung musim Timur-Barat

Gambar 2 Plot variabel dan observasi pada dua sumbu utama F1 dan F2
Hasil pengukuran konsentrasi nitrat di lapisan permukaan pada Musim Timur
mulai dari sekitar Teluk Jakarta hingga ke lokasi penelitian menunjukkan adanya
perbedaan konsentrasi yang semakin jauh dari Teluk Jakarta semakin kecil (Gambar 3).
Pada gambar terlihat bahwa konsetrasi nitrat membentuk gradasi dari Teluk Jakarta

hingga ke lokasi penelitian yang terjauh (Pulau Payung). Konsentrasi tinggi terlihat di
beberapa mulut sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Terlihat pula bahwa antara
Pulau Bokor dan Pulau Pari terjadi gradasi konsetrasi nitrat. Untuk Pulau Pari dan Pulau
Payung terlihat tidak terbentuk gradasi konsetrasi nitrat. Rendahnya aktivitas run-off
pada Musim Timur menyebabkan nutrien yang ada terakumulasi di Teluk Jakarta.
Penyebaran ke arah laut lepas sangat bergantung kepada pola arus yang menyebabkan
penyebaran nutrien di perairan Teluk Jakarta.
Sebaran konsetrasi nitrat pada Musim Barat (Gambar 4) terlihat tinggi di sekitar
Teluk Jakarta dan terjadi gradasi hingga ke lokasi penelitian. Konsentrasi nitrat di Pulau
Bokor terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan Pulau Pari. Antara Pulau Pari dan
Pulau Payung terlihat juga terbentuk gradasi konsetrasi nitrat. Kecenderungan yang
nampak bahwa pada Musim Barat konsentrasi nitrat di Teluk Jakarta relatif sangat
tinggi. Konsentrasi nitrat yang tinggi di Teluk Jakarta pada Musim Barat tentunya akan
menyebabkan penyebaran ke arah laut lepas yang ditentukan juga dengan pola arus.
Mengingat jarak dari Teluk Jakarta lokasi penelitian, khusunya Pulau Bokor maka
kecenderungan pengaruh pola arus secara umum tidak terlalu mempengaruhi
penyebaran nutrien yang ada di Teluk Jakarta.
Kecenderungan yang sama juga terlihat pada sebaran konsetrasi nitrit dan
amonium serta fosfat. Konsentrasi nitrat, amonium serta fosfat pada Musim Barat lebih
tinggi dibandingkan pada Musim Timur (Gambar 5 sampai Gambar 10). Sebarannya
terlihat semakin jauh dari Teluk Jakarta semakin kecil, dan membentuk gradasi
konsentrasi. Di Pulau Bokor terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan di Pulau Pari dan
Pulau Payung. Kencederungan ini sesuai dengan hasil analisis PCA yang telah
dijelaskan sebelumnya.

g.At-NO3/l

-5.85

LINTANG SELATAN

6.00
5.50
5.00

-5.95

4.50
4.00
3.50
-6.05

3.00
2.50
2.00
1.50

-6.15

1.00
106.50

106.60

106.70

106.80

106.90

BUJUR TIMUR

Gambar 3 Sebaran nitrat di permukaan perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya


pada Musim Timur (Data Primer, 2004-2005)

-5.85

g.At-NO3/l

LINTANG SELATAN

8.00
7.50
7.00

-5.95

6.50
6.00
5.50
-6.05

5.00
4.50
4.00
3.50

-6.15
106.50

106.60

106.70

106.80

106.90

3.00

BUJUR TIMUR

Gambar 4

Sebaran nitrat di permukaan perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya


pada Musim Barat (Data Primer, 2004-2005)

g.At-NO2/l

-5.85

0.75

LINTANG SELATAN

0.70
0.65
-5.95

0.60
0.55
0.50
0.45
-6.05

0.40
0.35
0.30
0.25

-6.15

0.20
106.50

106.60

106.70

106.80

106.90

BUJUR TIMUR

Gambar 5

Sebaran nitrit di permukaan perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya


pada Musim Timur (Data Primer, 2004-2005)

g.At-NO2/l

-5.85

LINTANG SELATAN

0.95
0.90
0.85

-5.95

0.80
0.75
0.70
0.65

-6.05

0.60
0.55
0.50
-6.15

0.45
106.50

106.60

106.70

106.80

106.90

BUJUR TIMUR

Gambar 6 Sebaran nitrit di permukaan perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya


pada Musim Barat (Data Primer, 2004-2005)

-5.85

g.At-NH4/l

LINTANG SELATAN

1.76
1.74
1.72
-5.95
1.70
1.68
1.66
1.64
1.62

-6.05

1.60
1.58
1.56
1.54
-6.15
106.50

106.60

106.70

106.80

106.90

1.52

BUJUR TIMUR

Gambar 7

Sebaran amonium di permukaan perairan Teluk Jakarta dan


sekitarnya pada Musim Timur (Data Primer, 2004-2005)

g.At-NH4/l

-5.85

LINTANG SELATAN

1.92
1.88
-5.95
1.84
1.80
1.76
-6.05

1.72
1.68
1.64

-6.15

1.60
106.50

106.60

106.70

106.80

106.90

BUJUR TIMUR

Gambar 8

Sebaran amonium di permukaan perairan Teluk Jakarta dan


sekitarnya pada Musim Barat (Data Primer, 2004-2005)

-5.85

g.At-PO4/l

LINTANG SELATAN

0.62

0.56
-5.95
0.50

0.44
-6.05
0.38

0.32

-6.15

0.26
106.50

106.60

106.70

106.80

106.90

BUJUR TIMUR

Gambar 9 Sebaran fosfat di permukaan perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya


pada Musim Timur (Data Primer, 2004-2005)

-5.85

g.At-PO4/l

LINTANG SELATAN

0.76
0.72
0.68

-5.95

0.64
0.60
0.56
-6.05

0.52
0.48
0.44
0.40

-6.15

0.36
106.50

106.60

106.70

106.80

106.90

BUJUR TIMUR

Gambar 10 Sebaran fosfat di permukaan perairan Teluk Jakarta dan sekitarnya


pada Musim Barat (Data Primer, 2004-2005)

Kondisi Fisik Kimia Perairan


Hasil analisis HSD Tukey menunjukkan hasil yang beragam tentang kondisi aspek
fisik-kimia perairan di lokasi penelitian serta empat musim, (Tabel 1 dan Tabel 2).
Konsentrasi nutrien dan laju sedimentasi berbeda nyata antar pulau dan musim.
Konsentrasi nutrien dan laju sedimentasi lebih tinggi di Pulau Bokor pada Musim Barat,
namun intensitas cahaya, salinitas, suhu dan pH lebih tinggi di Pulau Payung pada
Musim Barat.

Tabel 1 Hasil uji beda rata-rata salinitas, suhu, intesitas cahaya, pH, nutrien dan
laju sedimentasi antar lokasi selama penelitian
Parameter
P.Bokor
P. Pari
P. Payung
Salinitas ()
30 a
33ab
33 b
a
ab
Suhu C
28
29
30 b
a
a
-2
-1
Intensitas Cahaya (mol.m .det )
1758
1900
1967a
a
b
pH
7
8
8b
Fosfat (g.At-PO4.l-1)
0.548a
0.378b
0.308c
-1
a
b
Nitrat (g.At-NO3.l )
3.228
1.008
0.610b
-1
a
b
Nitrit (g.At-NO2.l )
0.492
0.358
0.330b
-1
a
b
Amonium (g.At-NH4.l )
2.772
1.640
0.665c
Laju Sedimentasi (mg.cm-2.hari-1)
2.549a
1.386ab
1.149b
Keterangan : Huruf (superscript) yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan yang
signifikan berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).

Tabel 2 Hasil uji beda rata-rata salinitas, suhu, intesitas cahaya, pH, nutrien dan
laju sedimentasi antar musim selama penelitian
Parameter
Salinitas ()
Suhu C
Intensitas Cahaya (mol.m-2 .det-1)
pH
Fosfat (g.At-PO4.l-1)
Nitrat (g.At-NO34.l-1)
Nitrit (g.At-NO2.l-1)
Amonium (g.At-NH4.l-1)
Laju Sedimentasi (mg.cm-2.hari-1)

Timur
34c
31d
2044b
8b
0.307c
0.733b
0.323b
1.187b
0.800b

Timur-Barat Barat
32b
30a
c
29
27a
b
1967
1656a
ab
7
7a
ab
0.460
0.480a
ab
1.477
2.697a
b
0.360
0.503a
ab
1.820
2.453a
b
1.070
3.190a

Barat-Timur
32b
29b
1833ab
7ab
0.397ab
1.553ab
0.387b
1.310ab
1.720ab

Keterangan : Huruf (superscript) yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan
berdasarkan uji HSD Tukey ( = 0.05).

1) Salinitas
Hasil pengukuran salinitas selama penelitian berkisar antara 32 35 .
Salinitas cenderung rendah di Pulau Bokor dibandingkan dengan dua pulau lainnya
(Gambar 11). Hasil uji HSD Tukey ( = 0.05) menunjukkan bahwa salinitas di Pulau
Payung berbeda nyata (uji F; P = 0.0000) dan lebih tinggi dibandingkan dengan di
Pulau Bokor dan Pulau Pari (Tabel 1). Hasil uji HSD Tukey ( = 0.05) menunjukkan
bahwa salinitas berbeda nyata (uji F; P = 0.0000) pada lokasi penelitian berdasarkan
musim dan salinitas yang tinggi ditemukan di Musim Timur dan terendah di Musim
Barat (Tabel 2). Hasil ini diduga terkait banyaknya masukan air tawar ke perairan dan
menurunkan nilai salinitas. Namun menurut (Ilahude, 1995) salinitas maksimum
dijumpai pada Musim peralihan Barat-Timur yaitu berkisar antara 28.0 32.5
serta pada Musim peralihan Timur-Barat berkisar antara 28.0 32 dan salinitas
minimum di perairan Teluk Jakarta yang berkisar antara 25.0 32.5 terjadi pada
Musim Barat dengan kisaran 29.0 32.0 .

35

P. Payung
P. Pari

30
P. Bokor

Timur

Timur Barat

Barat

Mei

April

Maret

Februari

Januari

Desember

November

Oktober

September

Agustus

Juli

Juni

25

Barat Timur

Tahun 2004-2005

Gambar 11 Grafik rataan bulanan salinitas di lokasi penelitian

2) Suhu
Hasil pengukuran suhu selama penelitian berkisar antara 28 C 31 C
(Gambar 12). Uji HSD Tukey ( = 0.05) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji F;
P = 0.067) dimana suhu di Pulau Payung lebih tinggi dibandingkan dengan di Pulau
Bokor dan Pulau Pari (Tabel 1). Suhu pada lokasi penelitian berdasarkan uji HSD
Tukey ( = 0.05) menunjukkan hasil yang berbeda nyata

(uji F; P = 0.067) dimana

suhu yang tinggi ditemukan di Musim Timur dan terendah di Musim Barat (Tabel 2).
Hal ini diduga sebagai akibat tingginya curah hujan pada Musim Barat sehingga
mengurangi

pemanasan

akibat

pencahayaan

matahari

yang

berkurang

dan

mempengaruhi suhu. Menurut (Ilahude, 1995) kondisi suhu di Teluk Jakarta pada
Musim Barat berkisar antara 28.5 C 30.0 oC, pada Musim peralihan Barat-Timur
antara 29.5 C 30.7 oC, pada Musim Timur suhu berkisar antara 28.5 C 31.0 oC dan
pada Musim peralihan Timur Barat berkisar antara 28.5 C 31.0 oC.

33

P. Payung

29

P. Pari
P. Bokor

27

Timur

Timur Barat

Barat

Mei

April

Maret

Februari

Januari

Desember

November

Oktober

September

Agustus

Juli

25
Juni

31

Barat Timur

Tahun 2004-2005

Gambar 12 Grafik rataan bulanan suhu di lokasi penelitian

3) Intensitas Cahaya
Hasil pengukuran intensitas cahaya selama penelitian berkisar antara

1300

mol.m-2.det-1 2100 mol.m-2.det-1 (Gambar 13). Intensitas cahaya cenderung


seragam pada semua pulau, berdasarkan hasil uji HSD Tukey ( = 0.05) menunjukkan
bahwa intensitas cahaya tidak berbeda nyata (uji F; P = 0.067) pada semua pulau
(Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa intesitas cahaya pada semua pulau cenderung
sama. Uji HSD Tukey ( = 0.05) terhadap intensitas cahaya pada lokasi penelitian
berdasarkan musim, berbeda nyata (uji F; P = 0.014) dimana intensitas cahaya yang
tinggi ditemukan di Musim Timur dan terendah di Musim Barat (Tabel 2). Hal ini
diduga sebagai akibat tingginya curah hujan dan sedimentasi pada Musim Barat
sehingga mengurangi pencahayaan matahari dan mempengaruhi intensitas cahaya,
namun berdasarkan pernyataan Adey and Geortemiller (1987) yang mengatakan bahwa
puncak produksi biomassa makroalga pada intensitas cahaya matahari antara
1400 mol.m-2.det-1 1700 mol.m-2.det-1. Hal ini berarti bahwa kondisi cahaya di
semua lokasi penelitian masih berada pada kisaran yang baik untuk pertumbuhan
makroalga.

P. Payung

2000

P. Pari

-2

mol m s

-1

2300

1700
P. Bokor

1400

Timur

Timur Barat

Barat

Barat Timur

Tahun 2004-2005

Gambar 13 Grafik rataan bulanan Intensitas Cahaya

Mei

April

Maret

Februari

Januari

Desember

November

Oktober

September

Agustus

Juli

Juni

1100

4) pH
Hasil pengukuran pH selama penelitian berkisar antara 6.5 8, pH cenderung
lebih rendah di Pulau Bokor dibanding dua pulau lainnya (Gambar 14). Hasil uji HSD
Tukey ( = 0.05) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji F; P = 0.0003) dimana pH
di Pulau Payung dan Pulau Pari lebih tinggi dibandingkan dengan di Pulau Bokor
(Tabel 1). Uji HSD Tukey ( = 0.05) terhadap pH pada lokasi penelitian berdasarkan
musim menunjukan hasil yang berbeda nyata (uji F; P = 0.0410) dimana pH tinggi
ditemukan di Musim Timur dan terendah di Musim Barat (Tabel 2). Hal ini diduga
terkait dengan tingginya masukan air tawar dari daratan pada Musim Barat sehingga
menurunkan nilai pH.

9.00
P. Pari

P. Payung

7.00

P. Bokor

Timur

Timur Barat

Barat

Mei

April

Maret

Februari

Januari

Desember

November

Oktober

September

Agustus

Juli

Juni

5.00

Barat Timur

Tahun 2004-2005

Gambar 14 Grafik rataan bulanan pH

5) Nutrien (Fosfat, Nitrat, Nitrit dan Amonium)


Hasil pengukuran fosfat selama penelitian berkisar antara 0.130 g.At-PO4.l-1 0.700 g.At-PO4.l-1 . Konsentrasi fosfat cenderung lebih tinggi di Pulau Bokor
dibanding dua pulau lainnya (Gambar 15). Uji HSD Tukey ( = 0.05) menunjukkan
hasil berbeda nyata (uji F; P = 0.0000) dimana fosfat di Pulau Bokor lebih tinggi
dibandingkan dengan di Pulau Pari dan Pulau Payung (Tabel 1). Uji HSD Tukey ( =

0.05) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji F; P = 0.0005) dimana fosfat tinggi
ditemukan di Musim Barat dan terendah di Musim Timur (Tabel 2).

0.80
0.70

P. Bokor

g.At-PO4.l

-1

0.60
P. Pari

0.50
0.40
P. Payung

0.30
0.20
0.10
0.00

Mei

April

Maret

BARAT

Februari

Januari

TIMUR - BARAT

Desember

November

Oktober

September

Agustus

Juli

Juni

TIMUR

BARAT - TIMUR

Tahun 2004-2005

Gambar 15 Grafik rataan bulanan konsentrasi fosfat (PO4-3)

Tingginya fosfat di Teluk Jakarta pada Musim Barat dan peralihan Musim BaratTimur diperkirakan berasal dari daratan melalui aktivitas run-off (Suyarso, 1995).
Sementara hasil pengukuran fosfat oleh Damar (2003) menunjukkan bahwa pada bulan
Desember 2000 yang mewakili Musim Hujan terlihat bahwa konsentrasi fosfat yang
tinggi ditemukan di daerah mulut sungai sebagai akibat aktivitas run-off, sedangkan
pada Bulan Juli 2001 konsentarasi fosfat yang tinggi selain di daerah pantai (inshore),
juga ditemukan pada daerah luar (offshore). Pola penyebaran nutrien di Teluk Jakarta
pada setiap musim menunjukkan kecenderungan terjadi perubahan. Pada Musim
peralihan Barat-Timur kandungan fosfat tertinggi dijumpai di sepanjang pantai yakni
pada bagian Barat Teluk Jakarta mulai dari Tanjung Pasir hingga ke muara Bekasi yang
mencapai >0.60 gA-PO4.l-1 dan semakin ke arah laut lepas konsentrasinya semakin
kecil. Sebaliknya pada Musim Timur dan Musim peralihan Timur- Barat konsentrasi
fosfat tertinggi ditemukan di sepanjang pantai Teluk Jakarta bagian Barat dan
semakin kearah laut lepas mengalami penurunan (Suyarso, 1995).

Hasil pengukuran Nitrat selama penelitian berkisar antara 0.22 g.At-NO3.l-1 4.79 g.At-NO3.l-1. Konsentrasi nitrat cenderung lebih tinggi di P. Bokor dibanding dua
pulau lainnya (Gambar 16). Hasil uji HSD Tukey ( = 0.05) menunjukkan bahwa Nitrat
di Pulau Bokor berbeda nyata (uji F; P = 0.0000) yang lebih tinggi dibandingkan dengan
di Pulau Pari dan Pulau Payung (Tabel 1). Hasil uji HSD Tukey ( = 0.05)
menunjukkan bahwa nitrat pada lokasi penelitian berdasarkan musim, nitrat yang tinggi
ditemukan di Musim Barat yang berbeda nyata (uji F; P = 0.0146) dan terendah di
Musim Timur (Tabel 2). Hal ini diduga terkait dengan tingginya aktifitas run-off dari
daratan khususnya di Teluk Jakarta pada Musim Barat yang banyak membawa nutrien
kedalam perairan sehingga mempengaruhi nitrat perairan pada ketiga lokasi penelitian.
Hasil penelitian Damar (2003) menunjukkan bahwa sebaran nitrat di perairan Teluk
Jakarta yang diukur selama setahun ditemukan tertinggi di daerah pantai dengan kisaran
konsentrasi antara 0.58g.At-NO3.l-1 35.17 g.At-NO3.l-1. Nilai terendah ditemukan
di daerah offshore yang berkisar antara
Hasil

pengukuran

nitrit

0.02 g.At-NO3.l-1 3.62 g.At-NO3.l-1.


selama

penelitian

berkisar

antara

0.110g.At-NO2.l-1 - 0.660g.At-NO2.l-1. Konsentrasi nitrit cenderung lebih tinggi di P.


Bokor dibanding dua pulau lainnya (Gambar 17). Hasil uji HSD Tukey ( = 0.05)
menunjukkan bahwa nitrit di Pulau Bokor berbeda nyata (uji F; P = 0.0007) yang lebih
tinggi dibandingkan dengan di Pulau Pari dan Pulau Payung (Tabel 1). Hasil uji HSD
Tukey ( = 0.05) menunjukkan bahwa Nitrit pada lokasi penelitian berdasarkan musim,
nitrit yang tinggi ditemukan di Musim Barat yang berbeda nyata (uji F; P = 0.0021) dan
terendah di Musim Timur (Tabel 2). Hal ini diduga terkait dengan tingginya aktifitas
run-off

dari daratan khususnya di Teluk Jakarta pada Musim Barat yang banyak

membawa nutrien kedalam perairan sehingga mempengaruhi nitrit perairan pada ketiga
lokasi penelitian.

4.50
4.00

P. Bokor

-1

3.50

g.At-NO3.l

3.00

P. Pari

2.50
P. Payung

2.00
1.50
1.00
0.50
0.00

Mei

BARAT

April

Maret

Februari

TIMUR - BARAT

Januari

Desember

November

Oktober

September

Agustus

Juli

Juni

TIMUR

BARAT - TIMUR

Tahun 2004-2005

Gambar 16 Grafik rataan bulanan konsentrasi Nitrat (NO3-)

0.70
P. Bokor

0.60
0.50
g.At-NO2.l

-1

P. Pari

0.40
0.30

P. Payung

0.20
0.10
0.00
M ei

April

M aret

BARAT

Februari

TIMUR - BARAT

Januari

D esem ber

N ovem ber

O ktober

Septem ber

Agus tus

Juli

Juni

TIMUR

BARAT - TIMUR

Tahun 2004-2005

Gambar 17 Grafik rataan bulanan konsentrasi nitrit (NO2-)

Hasil

pengukuran

amonium

selama

penelitian

berkisar

antara

0.89 g.At-NH4.l-1 - 3.15g.At-NH4.l-1. Konsentrasi amonium cenderung lebih tinggi di


Pulau Bokor dibanding dua pulau lainnya

(Gambar 18). Hasil uji HSD Tukey

( = 0.05) menunjukkan bahwa Amonium di Pulau Bokor berbeda nyata


(uji F; P = 0.0014) yang lebih tinggi dibandingkan dengan di Pulau Pari dan Pulau
Payung (Tabel 1). Hasil uji HSD Tukey ( = 0.05) menunjukkan bahwa amonium pada
lokasi penelitian berdasarkan musim, amonium yang tinggi ditemukan di Musim Barat
yang berbeda nyata (uji F; P = 0.0403) dan cenderung sama pada tiga musim lainnya
(Tabel 2). Hal ini diduga terkait dengan tingginya aktifitas run-off

dari daratan

khususnya di Teluk Jakarta pada Musim Barat yang banyak membawa nutrien kedalam
perairan sehingga mempengaruhi amonium perairan pada ketiga lokasi penelitian.

3.50
P. Bokor

3.00

g.At- NH4.l

-1

2.50
P. Pari

2.00
1.50

P. Payung

1.00
0.50
0.00

Mei

April

BARAT

Maret

Februari

TIMUR - BARAT

Januari

Desember

November

Oktober

September

Agustus

Juli

Juni

TIMUR

BARAT - TIMUR

Tahun 2004-2005

Gambar 18 Grafik rataan bulanan konsentrasi amonium (NH4+)

6) Laju Sedimentasi
Hasil

pengukuran

laju

sedimentasi

selama

penelitian

berkisar

antara

0.420 mg.cm-2.hari-1 5.360 mg.cm-2.hari-1. Laju sedimentasi cenderung lebih tinggi di


Pulau Bokor dibanding dua pulau lainnya (Gambar 19). Hasil uji HSD Tukey ( = 0.05)
menunjukkan bahwa laju sedimentasi di Pulau Bokor berbeda nyata (uji F; P = 0.02641)
yang lebih tinggi dibandingkan dengan di Pulau Pari dan Pulau Payung (Tabel 1). Hasil
uji HSD Tukey ( = 0.05) menunjukkan bahwa laju sedimentasi pada lokasi penelitian
berdasarkan musim, laju sedimentasi lebih tinggi di Musim Barat yang berbeda nyata

(uji F; P = 0.0078) dibandingkan pada tiga musim lainnya (Tabel 2). Hal ini diduga
terkait dengan tingginya aktifitas run-off dari daratan khususnya di Teluk Jakarta pada
Musim Barat yang banyak membawa partiekl partikel sedimen kedalam perairan
sehingga mempengaruhi laju sedimentasi pada ketiga lokasi penelitian.

6.00
5.00

-2.

mg.cm hari

-1

P. Bokor

4.00
3.00
P. Pari

2.00
1.00

P. Payung

0.00
1

2
Timur

2
Timur Barat

2
Barat

Barat Timur

Tahun 2004 - 2005

Gambar 19 Grafik rataan bulanan laju sedimentasi

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengukuran parameter fisik-kimia perairan di lokasi penelitian
selama empat musim memiliki kecenderungan yang berbeda. Adanya perbedaan ini
diduga dipengaruhi oleh letak lokasi penelitian yang masih berada disekitar perairan
Teluk Jakarta. Tingginya aktifitas run-off yang masuk ke Teluk Jakarta setiap tahun
relatif sangat tinggi tentunya memberikan pengaruh yang negatif terhadap kondisi
perairan. Aktifitas run-off umumnya membawa berbagai macam buangan dari daratan,
seperti buangan aktivitas pertanian berupa pestisida, pupuk yang banyak mengandung
nutrien serta sedimentasi. Selain itu aktivitas industri yang melakukan pembuangan
limbah cair dan padat ke aliran sungai juga akhirnya masuk kedalam perairan Teluk

Jakarta. Belum lagi buangan limbah rumah tangga yang banyak mengandung limah
organik maupun anorganik.
Kecenderungan konsentrasi nutrien dan sedimentasi pada lokasi penelitian yang
lebih dekat ke Teluk Jakarta (P. Bokor) secara statistik menunjukkan lebih tinggi
dibanding dengan dua pulau lainnya (P. Pari dan P. Payung) yang jaraknya relatif lebih
jauh dari Teluk Jakarta. Hal ini juga berpengaruh ke beberapa parameter lain seperti
intensitas cahaya, suhu, pH dan salinitas. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Suyarso,
(1995) yang menyatakan bahwa pola penyebaran nutrien di Teluk Jakarta pada setiap
musim menunjukkan kecenderungan terjadi perubahan. Pada Musim peralihan BaratTimur kandungan fosfat tertinggi dijumpai di sepanjang pantai yakni pada bagian Barat
Teluk Jakarta mulai dari Tg.Pasir hingga ke muara Bekasi dan semakin ke arah laut
lepas konsentrasinya semakin kecil. Sebaliknya pada Musim Timur dan Musim
peralihan

Timur- Barat konsentrasi fosfat tertinggi ditemukan di sepanjang pantai

Teluk Jakarta bagian Barat dan semakin kearah laut lepas mengalami penurunan .
Hasil ini didukung juga dari hasil analisis PCA (Analisis Komponen Utama) terhadap
parameter fisik-kimia yang terukur dalam peneltian ini. Hasil analisis menunjukkan
bahwa konsentrasi nutrien dan laju sedimentasi ditemukan tinggi di P. Bokor
dibandingkan dengan dua pulau lainnya dan cenderung lebih tinggi di Musim Barat
dibandingkan dengan ketiga musim lainnya.

Pustaka
Adey, W.H. and Goertemiller, T. 1987. Coral reef algal turf: master producers in
nutrient poor seas. Phycologia 26:374-386
A.G. Ilahude 1995. Sebaran suhu, salinitas, siqma-T, oksigen dan Zat hara di perairan
Teluk Jakarta in: Suyarso (ed) Atlas oseanologi Teluk Jakarta. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia P3O, Jakarta
Atkinson, M.J. 1988. Are coral reefs nutrien limited?. Proc 6th Int.Coral Reef Symp
Publ 1 : 157-166.

Bird, K.T. 1976. Simultaneous assimilation of ammonium and nitrate by Gelidium


nudifrons (Gelidiales: Rhodophyta). J. Phycol. 12:238-241.
Damar, A. 2003. Effect of enrichment on nutrient dynamics, phytoplankton dynamics
and productivity in Indonesian tropical waters:a comparison between Jakarta
Bay, Lampung Bay and Semangka Bay (in English). Dissertation zur erlangung
des doktorgrades der mathematisc-natuwissenschaftlichen fakultat der ChristianAlberchts
Universitat.
On
line
dissertation
http//:e-diss.unikiel.de/diss_702/d702.pdf dikunjungi tanggal 16 September 2003.
Dupra, V. 2002. Biogeochemical modeling of carbon, nitrogen and phosphorous
through the estuarine coastal system of east and southeast asia. www.survas.
mdx.ac.uk. Dikunjungi 10 Mei 2003.
English, S.,C. Wilkinson and V. Baker 1994. Survey manual for tropical marine
resources. AIMS, Townsville.
Grasshoff,K., M.Erhardt and Kremling 1983. Methods of seawater analysis. Weinheim
Chemie.
Hutagalung, H.P. Pencemaran laut oleh logam berat. P2O LIPI , Jakarta.
Legendre, L. dan P. Legendre. 1998. Numerical ecology. Second edition. Elsevier
Science B. V., Amsterdam.
Millero, F.J. 1996. Chemical Oceanography 2nd. Ed. CRC Press, New York.
Riley, J.P. and G. Skirrow. 1965. Chemical Oceanography. Academic Press, London
and New York.
Robertson, L.S., and F.J.Pierce.1988. Understanding sediments: problem and solutions.
Ext.Bulletin WQ-08, Michigan State University Extension:1-5.
Suyarso 1995. Data dan analisis data oseanologi Teluk jakarta in: Suyarso (ed) Atlas
oseanologi Teluk Jakarta. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia P3O, Jakarta.
UNESCO. 1997. The missing islands of Pulau Seribu (Indonesia). www.unesco.org/
csi/act. Dikunjungi 13 November 2002.
UNESCO. 1998. Activities in Seribu Islands and in Jakarta Bay. www.unesco.or.id/
prog/science. Dikunjungi 13 November 2002.

Anda mungkin juga menyukai