Anda di halaman 1dari 130

BAB I

PENDAHULUAN
Lumpur pemboran adalah fluida yang digunakan untuk membantu proses
pemboran.Analisa yang terhadap lumpur pemboran sangat penting dilakukan
untuk mengenali sifat-sifat fisik suatu lumpur pemboran tersebut. Komposisi dan
sifat-sifat fisik lumpur pemboran menjadi salah satu faktor yang sangat
berpengaruh untuk menentukan keberhasilansuatuoperasi pemboran.Karena
berbagai faktor-faktor sepertikecepatan, efisiensi, keselamatan, dan biaya operasi
pemboran sangat tergantung dari lumpur pemboran yang dipakai.oleh karena itu
lumpur pemboran mutlak digunakanselama operasi pemboranberjalan.
Fungsi utama dari sirkulasi lumpur pemboran adalah mengangkat cutting
dari dasar lubang ke permukaan disaat operasi pemboran berlangsung.
Penggunaan lumpur pemboran dalam operasi pengangkat cutting dari dalam
ditemukan oleh Fauvalle seorang sarjana teknik perancis di tahun 1845.Lumpur
merupakan Fluida yang dapat dipompakan, yang terdiri dari Fluida sebagai fasa
yang utama, padatan yang reaktif untuk membuat kekentalan dan padatan untuk
memberikan berat jenis dan additive untuk mengatur sifat-sifat lumpur. Sifat-sifat
lumpur disesuaikan dengan sifat-sifat lapisan formasi yang akan ditembus agar
tidak menimbulkan problem-problem dalam operasi pemboran.
Awal mulanya mud engineer hanya menggunakan air untuk mengangkat
serpihan pemboran (cutting) pada lubang sumur. Seiring dengan berkembangnya
peradaban serta teknologi perminyakan, maka lumpur telah menggantikan tugas
air untuk mengangkat cutting. Tetapi faktor-faktor pada formasi dapat mengubah
sifat-sifat fisik pada lumpur pemboran. Oleh karena itu, untuk memperbaiki dan
mempertahankan sifat-sifat fisik lumpur, zat-zat kimia (additive) ditambahkan ke
dalam lumpur dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran
walaupun lumpur tetap digunakan.

Gambar 1.1. Lumpur Pemboran

Pada awal sistem rotary drilling, lumpur dimaksudkan untuk mengangkat


serbuk bor (cutting) dari dasar sumur ke permukaan saja. Tetapi dengan majunya
teknologi, lumpur mempunyai banyak fungsi dalam dunia pemboran untuk
mengatasi masalah pada pemboran. Lumpur pemboran merupakan cairan yang
berbentuk lumpur, dibuat dari percampuran zat cair, zat padat dan zat kimia. Zat
cair disini sebagai bahan dasar agar lumpur dapat dipompakan. Zat padat ada dua
macam yaitu untuk memberikan kenaikkan berat jenis (density) dan untuk
membuat lumpur mempunyai kekentalan (viscosity) tertentu. Sedangkan zat kimia
dapat berupa zat padat maupun zat cair yang bertugas untuk mengontrol sifat-sifat
lumpur agar sesuai dengan yang dinginkan. Adapun penjelasan tentang 3 (tiga)
komponen-komponen utama lumpur pemboran, sebagai berikut :
1. Fraksi Cairan.
a.

Air.
Lebih dari 75% lumpur pemboran menggunakan air, disini air
dapat dibagi menjadi dua, yaitu : air tawar dan air asin, sedangkan
air asin dapat dibagi menjadi dua, yaitu : air asin jenuh dan air air
asin tak jenuh. Untuk pemilihan air hal ini perlu disesuaikan
dengan lokasi setempat, manakah yang mudah didapat dan juga
disesuaikan dengan formasi yang akan ditembus.

b.

Minyak.
Lumpur

dengan

komponen

minyak

dikembangkan

untuk

menanggulangi sifat-sifat lumpur dasar air (water base mud) yang


tidak diinginkan. Untuk itu digunakan lumpur dasar minyak (oil
base mud) yang mempunyai keuntungan antara lain : mempunyai
sifat lubrikasi / meleburkan / menghancurkan yang baik, stabilitas
temperatur yang tahan sampai 500oF, corrosion resistance,
meminimalisasi kerusakan formasi, dan mencegah terjadinya shale
problem.
c.

Emulsi Minyak dan Air.


Invert emulsion adalah pencampuran minyak dengan air dan
mempunyai komposisi minyak 50 70 % volume (sebagai
komponen yang kontinyu) dan air sebanyak 30 50 % volume
(sebagai komponen diskontinyu).Emulsi terdiri dari dua macam,
yaitu :
1. Oil In Water Emulsion.
Disini air merupakan komponen yang kontinyu dan minyak
sebagai komponen teremulsi. Air bisa mencapai sekitar 70 %
volume, sedangkan minyak sekitar 30 % volume.
2. Water In Oil Emulsion.
Disini yang merupakan komponen kontinyu adalah minyak,
sedangkan komponen yang teremulsi adalah air. Minyak bisa
mencapai sekitar

50 70 %, sedangkan air 30 50 %.

2. Fraksi Padatan.
a. ReactiveSolid (Clay, Bentonite, Attapulgite).
Reactive solid adalah padatan yang apabila bereaksi dengan fasa
cair akan membentuk sifat koloidal pada lumpur. Salah satu dari
material ini adalah bentonite, dimana bila bentonite dicampur
dengan air akan menyebar (terdispersi) karena muatan negatif pada
permukaan plat-plat materialnya akan saling tolak - menolak dan

pada saat itu akan menyerap air sehingga membentuk koloid


(suspensi) yang lunak dan volumenya membesar (swelling).
b. InnertSolid.
Innert solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang tidak
bereaksi dengan zat-zat cair lumpur bor. Dalam kehidupan seharihari pasir yang diaduk dengan air dan kita diamkan beberapa saat,
akan turun ke dasar bejana dimana kita mengaduknya. Disini pasir
disebut inert solid. Didalam lumpur bor inert solid berguna untuk
menambah berat atau berat jenis lumpur, yang tujuannya untuk
menahan tekanan dari formasi.
3. Fraksi Additive.
a. Material pemberat.
b. Filtration loss reduce agent.
c. Viscosifier.
d. Thinner.
e. pH adjuster (pengontrol).
f. Shale stabilitator agent.

Adanya bermacam-macam fraksi tersebut, maka Zaba dan Doherty


(1970), mengelompokan lumpur bor berdasarkan fasa fluidanya, menjadi :
1. Lumpur Air Tawar (Fresh Water Mud).
Lumpur air tawar (fresh water mud) adalah lumpur yang fasa cairnya
adalah air tawar dengan (jika ada) kadar garam yang kecil (kurang dari
10000 ppm = 1 % berat garam). Jenis-jenis lumpur fresh water
mudadalah :
a. Spud Mud, adalah lumpur yang digunakan pada pemboran awal
atau bagian atas bagi conductor casing. Fungsi utamanya adalah
untuk mengangkat cutting dan membuka lubang di permukaan.
b. Natural Mud, yaitu dibentuk dari pecahan-pecahan cutting dalam
fasa cair, sifat-sifatnya bervariasi tergantung formasi yang di bor.

Lumpur ini digunakan untuk pemboran yang cepat seperti


pemboran pada surface casing.
c. Bentonite treated Mud, yaitu mencakup sebagian besar dari tipetipe air tawar. Bentonite adalah material paling umum yang
digunakan untuk koloid inorganik yang berfungsi mengurangi
filtration loss dan mengurangi tebal mud cake. Bentonite juga dapat
menaikkan viskositas.
d. Phospate treated Mud, yaitu mengandung polyphospate untuk
mengontrol viskositas, gel strength dan juga dapat mengurangi
filtration loss serta mud cake dapat tipis.
e. Organic Colloid - treated Mud, terdiri dari penambahan
pregelatinized starch atau carboxymethyl cellulose pada lumpur
yang digunakan untuk mengurangi filtration loss pada fresh water
mud.
f. Red Mud, yaitu mendapatkan warnanya dari warna yang dihasilkan
oleh treatment dengan caustic soda dan queobracho (merah tua).
Jenis lumpur ini adalah alkaline tannatetreatment dengan
penambahan polyphospate untuk lumpur dengan pH dibawah 10.
g. Calcium Mud, yaitu lumpur yang mengandung larutan kalsium (di
sengaja). Kalsium bisa ditambah dengan bentuk slake lime (kapur
mati), semen, plaster (CaSO4) atau CaCl2.
2. Lumpur Air Asin (Salt Water Mud)
Lumpur ini digunakan terutama untuk membor garam massive (salt
dome) atau salt stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-kadang
bila ada aliran air garam yang terbor. Filtration loss-nya besar dan
mudcake-nya tebal bila tidak ditambah organic colloid, pH lumpur
dibawah 8, karena itu perlu presentative untuk menahan fermentasi
starch. Jika saltmud-nya mempunyai pH yang lebih tinggi, fermentasi
terhalang oleh basa. Suspensi ini bisa diperbaiki dengan penggunaan

attapulgite sebagai pengganti bentonite. Adapun jenis-jenis lumpur


salt water mudadalah :
a. Unsaturated Salt Water Mud,

yaitu lumpur yang fasa cairnya

diambil dari air laut yang dapat menimbulkan busa (foaming)


sehingga perlu ditambahkan bahan kimia (defoamer)
b. Saturated Salt Water Mud, yaitu lumpur yang fasa cairnya dijenuhi
oleh NaCL untuk mencegah pelarutan garam pada formasi garam
yang ditembus dan dapat digunakan untuk mengebor lapisan shale.
c. Sodium - Sillicate Mud, yaitu lumpur yang fasa cairnya
mengandung sekitar 65 % volume larutan Na - Silicate dan 35 %
larutan garam jenuh. Lumpur ini dikembangkan untuk digunakan
bagi pemboran heaving shale, tetapi jarang digunakan karena lebih
banyak digunakan lumpur Lime Treated Gypsum Lignosulfonate
yang lebih baik, lebih murah dan mudah dikontrol sifat-sifatnya.
3. Oil In Water Emultion Mud
Pada lumpur ini, minyak merupakan fasa emulsi dan air sebagai
sebagai fasa kontinyu. Jika pembuatannya baik, filtratnya hanya air.
Sebagai dapat digunakan baik fresh maupun salt water mud. Sifat-sifat
fisik

yang

dipengaruhi

emulsifikasi

hanyalah

berat

lumpur,

volumefiltrat, tebal mud cake dan pelumasan. Segera setelah


emulsifikasi, filtration loss berkurang. Keuntungannya adalah bit yang
lebih tahan lama, penetration rate naik, pengurangan korosi pada
drillstring, perbaikan pada sifat-sifat lumpur (viskositas dan tekanan
pompa dapat dikurangi, water loss turun, mud cake tipis) dan
mengurangi balling (terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada
drillstring.

4. Oil base dan Oil Base Emultion Mud


Lumpur

ini

mengandung

minyak

sebagai

fasa

kontinunya.

Komposisinya diatur agar kadar airnya rendah (3 5% volume).


Lumpur ini tidak sensitif terhadap kontaminan. Tetapi airnya adalah
kontaminan karena memberi efek negatif bagi kestabilan lumpur ini.
Untuk mengontrol viskositas, menaikkan gel strength, mengurangi
efek kontaminasi air dan mengurangi filtration loss perlu ditambahkan
zat-zat kimia. Manfaat oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa
filtratnya adalah minyak karena itu tidak akan menghidratkan shale
atau clay yang sensitif baik terhadap formasi maupun formasi
produktif (jadi ia juga untuk completion mud). Kegunaan terbesar
adalah pada completion dan workover sumur.
5. Gaseuos Drilling Fluids.
Lumpur pemboran jenis ini jarang dipergunakan, hanya dipakai untuk
daerah-daerah yang sangat sensitif terhadap tekanan hidrostatik, yaitu
daerah yang membutuhkan berat jenis lumpur yang sangat rendah.
Gaseous drilling fluids, fluidanya hanya terdiri dari gas atau udara
maupun aerated gas. Lumpur jenis ini biasanya digunakan untuk
pemboran yang formasinya keras dan kering dan juga pada pemboran
dimana kemungkinan terjadinya blow out kecil sekali atau dimana lost
circulation merupakan bahaya utama.
Ada hal-hal yang harus diperhatikan juga dalam pemboran selain hal-hal
diatas, yaitu tentang mekanika batuan yang merupakan gaya yang bekerja pada
batuan dalam proses pemboran. Ada beberapa macam mekanika batuan antara
lain :
1. Compressive Strength
Compressive strenght merupakan kekuatan batuan untuk menerima
beban kompresif sebelum batuan itu pecah. Compressive Strengthini
hanya berlaku untuk menembus batuan dan berpengaruh pada ROP

(rate of penetration)yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menembus


formasi yang memiliki satuan ft/hour. Dalam hubungannya dengan
ROP jika compressive stregth besar maka ROP akan turun karena
waktu yang di butuhkan dalam menembus batuan akan semakin lama
sesuai dengan satuannya yaitu ft/hour.
Ada istilah WOB (Weight On Bit) yang juga berpengaruh pada
compressive strength dimana WOB di bagi menjadi tiga, antara lain :
a. Soft dengan berat bit 30.000-60.000 pounds
b. Medium dengan berat bit 40.000-80.000 pounds
c. Hard dengan berat bit 50.000-100.000 pounds
Jika dengan WOB rendah tetapi yang ditembus adalah formasi yang
keras maka pipa yang kita miliki akan buckling. Sedangkan jika
dengan WOB yang tinggi menembus lapisan yang lebih soft, maka
akan menyebabkan lumpur yang disirkulasikan tidak sampai ke lubang
bor yang kemudian juga akan berpengaruh pada tekanan hidrostatik
pada pemboran.
2. Rock Drill Abbility
Rock Drill Abbility memiliki pengertian yaitu kemudahan batuan untuk
di bor.
3. Hardnest
Yaitu ketahanan batuan terhadap gaya gores yang diperhitungkan
dengan skala mohs.
a. Soft formation yaitu < 4 skala mohs. Contohnya shale, silt, clay,
dan unconlsolidated limestone
b. Medium formation yaitu 4-7 skala mohs. Contohnya medium
limestone, shalysand, unconsolidated sandstone dan salt anhydrite.
c. Hard formation yaitu >7 skala mohs. Contohnya dolomit,
consolidated limestone, chert (batu rijang), dan kuarsit.
4. Abrasiveness
Yaitu sifat mengikis dari batuan. Pada umumnya ada di formasi
sandstone feldspare, limestone karbonat, clay.

5. Elasticity
Elasticity diperhitungkan pada lapisan shale. Karena shale yang
memiliki elasticity di banding dengan lapisan lainnya. Semakin besar
elasticity nya maka akan sulit untuk melakukan fracturing pada lapisan
tersebut.
6. Bailing tendency
Yaitu kecendrungan cutting untuk menempel pada bit di perhitungkan
untuk memilih jenis bit.
Pada lapisan-lapisan atau formasi-formasi yang akan ditembus atau dilalui
oleh lumpur pemboran tersebut bermacam-macam atau berubah-ubah, maka kita
selalu mengubah-ubah sifat lumpur dengan menambahkan zat kimia yang sesuai.
Untuk itu sifat-sifat lumpur harus selalu diukur agar fungsi lumpur pemboran
tetap optimal, baik lumpur yang akan masuk ke dalam lubang maupun lumpur
yang keluar dari dalam sumur.Adapun fungsi utama dari lumpur pemboran
adalah :
1.

Membersihkan dasar lubang bor


Formasi yang ditembus berupa serpihan-serpihan yang kecil yang disebut
cutting. Cutting tersebut harus segera dikeluarkan agar tidak dibor kembali
oleh bit. Cutting dibawah bit disemprotkan oleh lumpur dan di bawa keluar
dari bawah bit.Pembersihan cutting dibawah bit tergantung pada:

Viscositas lumpur

Berat jenis cutting

Berat jenis lumpur

Ukuran cutting
Bila viscositas lumpur kurang dari seharusnya, maka kemampuan lumpur

untuk mengangkat cutting dari bawah bit menjadi rendah, sehingga sebagian
dari cutting masih tertinggal dibawah. Berat jenis dan kecepatan aliran
lumpur yang kecil akan menyebabkan daya angkutnya dan daya semprotnya
berkurang. Ukuran cutting yang besar akan menyebabkan sulitnya cutting
diangkat keluar.

10

Bila cutting dibawah bit tidak segera diangkat maka cutting tersebut akan
di gilas lagi oleh bit sehingga akan memperlambat pemboran. Dengan kata
lain akan menurunkan rate of penetration.
2.

Mengangkat serbuk bor ke permukaan


Dengan mensirkulasikan lumpur dari permukaan kedasar lubang melalui
rangkaian pemboran dan naik ke permukaan melalui annulus antara rangkaian
pemboran dengan dinding lubang. Perjalanan ini dari dasar lubang ke
permurkaan sambil membawa cutting. Di permukaan lumpur akan mengalir
melalui flow line menuju shale shaker, dan pada shale shaker cutting
dipisahkan dari lumpur, cutting akan dibuang dan lumpur dimasukan ke
tangki untuk disirkulasikan kembali.Pengangkatan cutting dari dasar lubang
ke permukaan dipengaruhi oleh:

Annular velocity

Slip velocity

Plastic velocity

Jenis aliran
Annular velocity maksudnya kecepatan aliran di annulus, slip velocity

maksudnya kecepatann cutting turun menuju dasar lubang, plastic velocity


maksudnya viscositas plastik yang dipunyai lumpur. Cutting dapat diangkat
kepermukaan jika annular velocity lebih besar dari slip vilosity, bila tidak
cuttingakan turun kedasar lubang. Akibatnya cuttingakan menumpuk di dasar
lubang dan menyebabkan pipa atapun bit terjepit.
Annular velocity tergantung kepada kapasitas pemompaan, ukuran
rangkain pemboran dan ukuran lubang. Sedangkan slip vilosity tergantung
pada ukuran cutting, bentuk cutting dan berat jenis cutting.

3.

Menahan tekanan formasi

11

Takanan formasi harus dapat ditahan oleh lumpur, dimana tekanan


hidrostatik lumpur harus lebih besar dari tekanan formasi. Bila tidak Fluida
formasi akan masuk ke dalam lubang sumur dan peristiwa ini disebut kick.
Tekanan hidrostatik lumpur tergantung pada berat jenis lumur dan tinggi
kolom lumpur di dalam lubang.
Fluida formasi bisa berupa minyak, gas,dan air. Fluida formasi yang
masuk ke dalam disebut influx yang akan bergerak naik dan mendorong
lumpur yang berada di lubang bor serta akan menyemburkannya
kepermukaan. Pristiwa ini disebut dengan blow out atau semburan liar.
Bila Fluida berupa gas atau minyak, dengan keadaan sedikit api maka
akan terjadi kebakaran yang sangat dasyat dan ini merupakan kerugian yang
terbesar dalam operasi pemboran. Api bisa berasal dari knalpot engine,
pergesekan pasir dan pipa, pergesekan pasir dan lainnya.
Tekanan Fluida formasi umumnya adalah disekitar 0,465 psi/ft
kedalaman. Pada tekanan yang normal, air dan padatan pemboran telah cukup
untuk menahan tekanan formasi. Untuk tekanan yang lebih kecil dari normal
(subnormal), density lumpur harus diperkecil agar lumpur tak hilang ke
formasi. Sebaliknya untuk tekanan yang lebih besar dari normal (lebih dari
0,465 psi/ft). Maka barite kadang kadang perlu ditambahkan untuk
memperberat lumpur.
4.

Menahan

cutting

dan

material

pemberat saat tidak ada sirkulasi


Disaat lumpur tidak bersirkulasi atau pompa dimatikan, lumpur menahan
cutting dan material pemberat dalam keadaan suspensi di dalamnya, dengan
kata lain cutting dan material pemberat dalam kondisi mengambang di dalam
lumpur.
5.

Menahan dinding lubang supaya tidak


runtuh

12

Tekanan hidrostatik yang diberikan lumpur terhadap dinding akan


menahan dinding lubang agar tidak runtuh selama casing dipasang. Pada
dinding lubang terbentuk lapisan padatan yang disebut dengan mud cake yang
juga akan menahan dinding lubang supaya tidak runtuh.
6.

Mengurangi torsi, drag dan pipe


sticking
Rangkaian pemboran yang berputar akan menimbulkan torsi. Dengan
adanya sirkulasi lumpur akan dapat mengurangi torsi akan yang terjadi,
karena lumpur dapat bertindak sebagi pelumas. Untuk tujuan pelumasan
maka biasanya lumpur ditambahkan dengan minyak diesel.
Drag merupakan goncangan atau getaran yang terjadi disaat pencabutan
rangkaian pemboran karena adannya tahanan dari dalam lubang atau bagian
rangkaian pemboran yang menempel dengan dinding lubang. Dengan
pelumasan yang baik torsi dan drag akan berkurang, selain itu kemungkinan
pipa akan terjepit juga berkurang.

7.

Sebagai media logging listrik


Lumpur mengantarkan arus listrik dari transmitter keformasi dan arus
listrik dihantar lagi ke receiver oleh lumpur. Lumpur air dapat bertindak
sebagai penghantar (konduktor) listrik yang baik.

8.

Lumpur sebagai media informasi


Lumpur akan memberika informasi pada personel bahwa ada masalah
yang terjadi di dalam lubang. Misalnya dengan mengecek tangki, jika terjadi
mud gain maka lumpur di dalam tangki akan bertambah, namun jika lumpur
di dalam tangki berkurang maka kemungkinan akan terjadi mud loss.

9.

Lumpur sebagai tenaga penggerak

13

Untuk directional drilling lubang dibelokan menggunakan down hole


motor yang dipasang di atas bit. Untuk memutar rotor motor adalah tekanan
atau dorongan dari lumpur. Sehingga lumpur sebagai tenaga penggerak.
Fungsi lumpur pemboran di atas ditentukan oleh komposisi kimia dan sifat
fisik lumpur. Kesalahan dalam mengontrol sifat fisik lumpur akan menyebabkan
kegagalan dari fungsi lumpur yang pada gilirannya dapat menimbulkan masalah
pemboran dan akhirnya menimbulkan kerugian besar.
Karena sifat fisik lumpur harus selalu dikontrol, maka jika terjadi
perubahan pada sifat fisiknya harus segera diatasi, karena itu perlu diketahui
dasar-dasar operasi pemboran khususnya mengenai lumpur pemboran.
Untuk menunjang hal itu maka diadakan beberapa praktikum mengenai
lumpur pemboran,diantaranya:
1.

Densitas, sand content, dan pengukuran kadar minyak dalam


lumpur pemboran.

2.

Pengukuran viskositas dan gel strength.

3.

Filtrasi dan mud cake.

4.

Analisa kimia lumpur pemboran.

5.

Kontaminasi lumpur pemboran.

6.

Pengukuran MBT (Methylene Blue Test).


BAB II

DENSITAS, SAND CONTENT DAN PENGUKURAN


KADAR MINYAK PADA LUMPUR PEMBORAN
2.1.

Tujuan Percobaan
1. Menganalisa cara menanggulangi sand content yang terlalu besar.
2. Menentukan besarnya kadar minyak dan padatan yang terdapat dalam
lumpur bor
3. Mengetahui presentase sand content yang terkandung dalam lumpur
pemboran.
4. Mengetahui sifat-sifat lumpur pemboran

14

5. Mengenal alat dan bahan percobaan pengukuran densitas, sand content,


kadar minyak dan sifat-sifat lumpur pemboran.
2.2.

Teori Dasar

2.2.1. Densitas Lumpur


Lumpur memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan
keberhasilan suatu operasi pemboran sehingga perlu diperhatikan sifatsifat dari lumpur tersebut seperti densitas, viskositas, gel strength ataupun
filtration loss. Densitas lumpur berhubungan langsung dengan fungsi
lumpur bor sebagai penahan tekanan formasi. Dengan densitas lumpur
pemboran yang terlalu besar akan menyebabkan lumpur hilang ke
formasi(lost circulation), sedangkan apabila densitas lumpur pemboran
terlalu kecil akan menyebabkan kick (masuknya fluida formasi ke dalam
lubang sumur). Oleh karena itu, densitas lumpur harus disesuaikan dengan
keadaan formasi yang akan dibor.
Densitas

lumpur pemboran

dapat

menggambarkan gradien

hidrostatik dari lumpur pemboran dalam psi/ft. Namun, di lapangan


umumnya dipakai satuan pound per gallon (ppg).Dengan asumsi-asumsi
sebagai berikut:

1. Volume setiap material adalah additive :


Vs+Vml=Vmb
2. Jumlah berat adalah additive, maka :
sVs + ml x Vml = mb x Vmb
Keterangan :
Vs
=Volume solid, gallon
Vml
= Volume lumpur lama, gallon
Vmb
= Volume lumpur baru, gallon
s
= Densitas solid, ppg
ml
= Densitas lumpur lama, ppg

15

mb

= Densitas lumpur baru, ppg

Dari persamaan 1 dan 2 di dapat :

( mb- ml ) Vml
Vs = s-mb

Karena zat pemberat (solid) beratnya adalah :


Ws = Vs x s
Bila dimasukkan ke persamaan 3 :
Ws=

( mb- ml ) Vml
x s
s-mb

(%)volumesolid :

( mb- ml )
Vs
x 100%=
x 100%
Vmb
s- ml

(%) berat solid :


s x Vs
(mb- ml)s
x 100%=
x 100%
mb x Vmb
(s- ml)ml

Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barite dengan SG


4.3 untuk menaikkan densitas lumpur lama seberat ml ke lumpur baru
sebesar mb setiap bbl, lumpur lama memerlukan berat solid, Ws
sebanyak :
Ws =

684 x

(mb- ml)
(35.8- mb)

16

Keterangan :
Ws

= Berat solid zat pemberat, kg barite/bbl lumpur.

Sedangkan apabila yang digunakan sebagai pemberat adalah


bentonite dengan SG 2.5 maka untuk tiap barrel lumpur diperlukan :
Ws =

398

(mb- ml)
(20.825- mb)

Keterangan :
Ws = Kg bentonite/bbl lumpur lama.

2.2.2. Sand Content


Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam lumpur
pemboran akan membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihanserpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat mempengaruhi
karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah
beban padamud pump. Oleh karena itu, setelah lumpur disirkulasikan maka
harus mengalami proses pembersihan dengan berbagai jenis-jenis
peralatan, terutama menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam
lumpur selama sirkulasi. Peralatan-Peralatan tersebut disebut dengan
Conditioning Equipment, antara lain :
a. Shale Shaker
Berfungsi membersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau
cutting yang berukuran besar. Penggunaan screen (saringan)
untuk problematika padatan yang terbawa dalam lumpur
menjadi salah satu pilihan dalam solidcontrol equipment.
Solid/padatan yang mempunyai jari-jari yang lebih besar dari
jari-jari screen akan tertinggal/tersaring dan dibuang, sehingga
jumlah solid dalam lumpur bisa terminimalisasi. Jari-jari
screen diatur agar polimer dalam lumpur tidak ikut terbuang.
Kerusakan screendapat diperbaiki dan diganti.

17

Gambar 2.1. Shale Shaker

b. Degassser
Berfungsi membersihkan lumpur dari gas yang mungkin masuk ke
dalam lumpur pemboran. Peralatan ini sangat berfungsi pada saat
pemboran menembus zona permeable, yang ditandai dengan
pemboran menjadi lebih cepat, densitas lumpur berkurang dan
volume lumpur pada mud pit bertambah.

Gambar 2.2. Degasser

c. Desander
Berfungsi membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan
yang berukuran kecil yang biasanya lolos dari shale shaker.

18

Gambar 2.3. Desander

d. Desilter
Berfungsi

sepertidesander,namundesiltermembersihkan

lumpur

dari partikel-partikel yang berukuran lebih kecil.Selain dapat


menggunakan penyaringan dengan screen terkecil, penyaringan
denganmenggunakan mud cleaner,karenadapatlebih murahdan
lebih

praktis.Penggunaan

desilter

dan

mud cleaner harus

dioptimalisasi oleh beberapa faktor, seperti berat lumpur, nilai fasa


cair, komposisi solid dalam lumpur, biaya logistik yang
berhubungan dengan bahan kimia dan lain-lain. Normalnya berat
lumpur yang dikehendaki sekitar 10.8.

Gambar 2.4. Desilter

19

Penggambaran sand content dari lumpur pemboran merupakan


persentase volume dari partikel-partikel yang diameternya lebih besar dari
74 mikron. Hal ini dilakukan melalui pengukuran dengan saringan
tertentu. Jadi persamaan untuk menentukan kandungan pasir (sand
content) pada lumpur pemboran adalah :

n=

Vs
x 100%
Vm

Keterangan :
n
= Kandungan pasir.
Vs = Volume pasir dalam lumpur.
Vm = Volume lumpur.
2.2.3. Pengukuran Kadar Minyak
Kandungan minyak adalah banyaknya minyak yang terkandung
dalam lumpur emulsi dimana air sebagai bahan dasarnya. Lumpur emulsi
yang baik adalah lumpur pemboran dengan kadar minyak maksimal
sebesar 15 20%. Kadar minyak dalam lumpur emulsi mempunyai
pengaruh yang cukup besar terhadap laju pemboran. Hal ini terutama
karena minyak akan memberikan pelumasan sehingga pahat lebih awet,
mengurangi pembesaran lubang bor dan mengurangi penggesekan pipa bor
dengan formasi serta mengurangi kemungkinan terjadinya jepitan terhadap
pahat. Akan tetapi setelah melewati kandungan minyak optimum tersebut,
kenaikan kadar minyak akan menyebabkan penurunan laju pemboran, hal
ini tejadi pada permukaanbityang lebih licin saat kontak dengan batuan
formasi karena adanya pelumasan yang berlebihan.
2.3. Peralatan dan Bahan
2.3.1. Peralatan
1. Mud Balance
2. Retort Kit
3. Multi Mixer
4. Wetting Agent
5. Sand Content Set
6. Gelas Ukur 500 cc

21
20

Gambar 2.5. Mud Balance

Gambar 2.6. Retort Kit

21

Gambar 2.7. Multi Mixer

Gambar 2.8. Wetting Agent

22

Gambar 2.9. Sand Content Set

Gambar 2.10. Gelas Ukur 500 cc

2.3.2. Bahan
1.
Barite
2.
Bentonite
3.
Air Tawar (Aquades)

23

Gambar 2.11. Barite

Gambar 2.12. Bentonite

24

Gambar 2.13 Air Tawar (Aquades)

2.4. Prosedur Percobaan


2.4.1. Densitas Lumpur
1. Mengkalibrasi peralatanan mud balance sebagai berikut:
a. Membersihkan peralatanan mud balance.
b. Mengisi cup dengan air hingga penuh, lalu tutup dan dibersihkan
bagian luarnya. Keringkan dengan kertas tissue.
c. Meletakkan kembali mud balance pada kedudukan semula.
d. Menempatkan rider pada skala 8.33 ppg.
e. Mengecek pada level glass bila tidak seimbamg atur calibration
screw sampai seimbang.
2. Menimbang beberapa zat yang digunakan.
3. Menakar air 350 cc dan dicampur dengan 22.5 gr bentonite. Caranya air
dimasukkan dalam bejana lalu dipasang multi mixer dan bentonite
dimasukkan sedikit demi sedikit setelah multi mixer dijalankan. Selang
beberapa menit setelah dicampur, bejana diambil dan isi cup mud
balance dengan lumpur yang telah dibuat.
4. Menutup cup dan lumpur yang melekat pada dinding bagian luar dan
tutup cup dibersihkan.
5. Meletakkan balance arm pada kedudukan semula, lalu mengatur rider
hingga seimbang. Baca densitas yang ditunjukkan oleh skala.
6. Mengulangi langkah lima untuk komposisi campuran yang berbeda.
2.4.2. Sand Content

25

1. Mengisi tabung gelas ukurdengan lumpur pemboran dan tandai.


Tambahkan air pada batas berikutnya. Tutup mulut tabung dan kocok
dengan kuat.
2. Menuangkan campuran tersebut ke saringan. Biarkan cairan mengalir
keluar melalui saringan. Tambahkan air ke dalam tabung, kocok dan
tuangkan kembali ke saringan. Ulangi hingga tabung menjadi bersih.
Cuci pasir yang tersaring pada saringan untuk melepaskan sisa lumpur
yang melekat.
3. Memasang funnel pada sisi atas sieve. Dengan perlahan-lahan balik
rangkaian tersebut dan masukkan ujung funnel ke dalam gelas ukur.
Hanyutkan pasir ke dalam tabung dengan menyemprotkan air melalui
saringan hingga semua pasir tertampung dalam gelas ukur. Biarkan
pasir mengendap. Dari skala yang ada pada tabung, baca persen volume
dari pasir yang mengendap.
4. Mencatat sand content dari lumpur dalam persen volume.
2.4.3. Penentuan Kadar Cairan Lapisan
1.

Mengambil himpunan retort keluar dari insulator blok,


keluarkan mud chamber dari retort.

2.

Mengisi upper chamber dengan steel wall.

3.

Mengisi mud chamber dengan lumpur dan tempatkan


kembali tutupnya, bersihkan lelehan lumpurnya.

4.

Menghubungkan mud chamber dengan upper chamber,


kemudian tempatkan kembali dalam insulator.

5.

Menambahkan setetes wetting agent pada gelas ukur dan


tempatkan dibawah kondensator.

6.

Memanaskan lumpur sampai tak terjadi kondensasi lagi yang


ditandai dengan matinya lampu indikator.
Hal-hal yang perlu dicatat selama pengujian berlangsung adalah :

1.

Persentase (%) volume minyak = ml minyak x 10.

2.

Persentase (%) volume air = ml air x 10.

26

3.

Persentase (%) volume padatan = 100-(ml minyak + ml air) x


10.

4.

Gram minyak = ml minyak x 0.8.

5.

Gram lumpur = lb / gall x 1.2.

6.

Gram padatan = gram lumpur (gram minyak + gram air).

7.

Ml padatan = 10 (ml minyak + ml air).

8.

Spesific gravity padatan rata-rata = gram padatan/ml padatan.


% berat padatan = (gram padatan/gram lumpur) x 100.

2.5.Data dan Hasil Percobaan


Data hasil percobaan adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Hasil PercobaanDensitas dan Sand Content

No
.
1
2
3
4
5

Komposisi Lumpur
Lumpur Dasar (LD)
LD + 2 gr Barite
LD + 5 gr Barite
LD + 10 gr CaCO3
LD + 15 gr CaCO3

Densitas

Sand Content

(ppg)
8.65
8.70
8.75
8.75
8.80

(% Volume)
0.50
0.50
0.50
0.75
0.75

2.6.
Pembahasan
2.6.1. Pembahasan Praktikum
Pada praktikum ini membahas tentang densitas, sand content, dan
pengukuran kadar minyak lumpur pemboran. Suatu lumpur memiliki
peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan suatu operasi
pemboran sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat dari lumpur tersebut
seperti densitas, viskositas, gel strength ataupun filtration loss. Dalam
awal pembentukan lumpur akan terdapat kandungan minyak, yaitu
banyaknya minyak yang terkandung dalam lumpur emulsi dimana air
sebagai bahan dasarnya. Lumpur emulsi yang baik adalah lumpur dengan
kadar minyak optimum lebih kurang sebesar 15% 20% kadar minyak
dalam lumpur emulsi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
laju pemboran. Selama proses pemboran, lumpur juga akan tercampur oleh

27

serpihan-serpihan formasi (cutting) yang akan membawa pengaruh pada


operasi pemboran. Serpihan-serpihan pemboran yang biasanya berupa
pasir akan dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan,
dalam hal ini akan menambah beban pompa sirkulasi lumpur.
Pada praktikum ini kita membuat lumpur terlebih dahulu dengan
komposisi campuran 350 cc air dan 22.5 gr bentonite. Sehingga diperoleh
lumpur dasar (LD) dengan densitas 8.65 ppg dan sand content 0.50 %.
Lalu ketika ditambahkan additive material pemberat seperti bentonite dan
carbonite, harga densitas pun meningkat. Pada percobaan, apabila lumpur
dasar yang kita peroleh ditambahkan barite sebanyak 2 gram, densitas
meningkat menjadi 8.70 ppg dengan harga sand content tetap.Begitu pula
apabila kita menambahkan barite sebesar 5 gram, maka densitas
meningkat lagi menjadi 8.75 ppg dengan harga sand content yang tetap.
Pada penambahan additive carbonite, apabila ditambah 10 gram carbonite
maka densitas meningkat menjadi 8.75 ppg dengan perubahan harga sand
content menjadi 0.75 % dan apabila ditambahkan 15 gram carbonite maka
densitas meningkat menjadi 8.80 ppg dan harga sand contentmenjadi 0.75
%.
Harga densitas dan sand content perlu diperhatikan. Karena jika
harga densitas terlalu tinggi maka akan terjadi lost circulation (lumpur
pemboran hilang ke formasi), lalu jika harga densitas terlalu rendah akan
terjadi kick (fluida formasi masuk ke sumur). Jika harga sand
contentterlalu tinggi dapat menaikkan denistas yang kemudian menambah
beban pompa sirkulasi lumpur dan dapat terjadi proses abrasi atau
pengikisan pada peralatan pemboran. Penambahan additive dalam
percobaan adalah untuk menaikkan densitas lumpur, dan apabila berdasar
efisiensi maka saya memilih menggunakan barite karena dengan gram
yang sedikit mampu menaikkan harga densitas secara signifikan dan
menstabilkan harga sand content, berbeda dengan carbonate. Sehingga
barite dapat dikatakan sebagai additive yang berfungsi menambah densitas

28

dari lumpur dan secara langsung mempengaruhi tekanan hidrostatik dari


lumpur yang dinyatakan dengan persamaan :
Ph = 0.052 x x h
Keterangan :
Ph

= Tekanan hidrostatik, psi/ft.

= Densitas lumpur, ppg.

= Kedalaman, ft.

2.6.2. Pembahasan Soal


1. Dilihat dari hasil percobaan diatas, jelaskan apakah Barite dan CaCO3
mempunyai fungsi yang sama ?
Jawab: Iya, karena barite dan CaCO3merupakan additive yang dapat
menaikkan densitas lumpur. Dengan menambahkan 2 gr dan
5 gr barite kedalam lumpur dasar dari 8.65 ppg menjadi 8.70
ppg dan 8.75 ppg dan digunakan untuk water base mud.
Sedangkan dengan menambahkan 10 gr dan 15 gr
CaCO3dapat menaikkan densitas lumpur dari 8.65 ppg
menjadi 8.75 ppg dan 8,80 ppg dandigunakan untuk lumpur
yang oil base mud.
2. Jika saudara bekerja sebagai Mud Engineer pada suatu operasi
pemboran. Dari dua jenis material pemberat diatas material manakah
yang akan saudara gunakan? Berikan alasannya!
Jawab: Jika saya bekerja sebagai mud engineer pada suatu operasi
pemboran maka yang akan saya gunakan dari dua material
pemberat diatas adalah Barit. Karena jika barite di tambahkan
kedalam lumpur pemboran maka tidak akan menaikkan sand
content(kandungan pasir)dibanding dengan menggunakan
CaCO3 sehingga lebih ekonomis untuk meningkatkan densitas
lumpur.

29

3. Barite ( BaSO4 ) mempunyai SG dari 4,2 4,5. Dari data diatas


perkirakan SG dari barite tersebut. Jika diketahui SG bentonite = 2,6.
Jawab: Diketahui

ml

8.33 ppg

SGBentonite

= 2.6

% Volume = 0.5%
Ditanya

Jawab

SG Barite ?
mb

ml

x SG Bentonite

= 8.33 ppg x 2.6


= 21.658 ppg
Vs
( mb ml )
x 100 =
x 100
V mb
Sml
0.5=

( 21.658 ppg8.33 ppg )


S 8.33 ppg

0.5 S 4.165 ppg=13.328 ppg

0.5 S =17.491 ppg


S =17.491 ppgx 2=34.986 ppg

SG barite =

SG barite =

s
ml

34.986 ppg
=4 . 2
8.33 ppg

4. Dari jawaban soal no 3, perhatikan apakah harga yang diperoleh


tersebut berada didalam range SG Barite seperti tertulis dalam soal?

30

Jika iya, tentukan apakah barite tersebut termasuk purebarite /


APIoBarite? Jika tidak jelaskan sebabnya!
Jawab : Berdasarkan jawaban no.3 makaa harga SG barite yang
didapat sebesar 4.2 . Hal tersebut termasuk dalam range SG,
maka barite tersebut merupakan APIoBarite.
5. Dari tabel diatas terlihat bahwa selain densitas, juga diukur kadar
pasir. Jelaskan secara singkat mengapa perlu dilakukan pengukuran
kadar pasir dan bagaimana cara mengatasi masalah tersebut dalam
operasi pemboran!
Jawab: Pengukuran kadar pasir perlu dilakukan karena kadar pasir
dapat mempengaruhi karakteristik lumpur (menambah berat
jenis lumpur) yang berarti akan memperbesar kerja pompa
sirkulasi. Cara mengatasinya yaitu dengan menggunakan
conditioning equipment yang berfungsi untuk menghilangkan
partikel-partikel yang masuk kedalam lumpur selama
sirkulasi dan terdiri dari :
Shale Shaker : untuk cutting yang berukuran besar.
Desander : untuk cutting yang berukuran pasir.
Desiter : untuk cutting yang berukuran lebih keci dari pasir.
6. Pada saat ini selain Barite dapat juga digunakan Hematite (Fe2O3) dan
Ilmenite (FeO.TiO2) sebagai density control additive. Hematite
mempunyai harga SG antara 4.2 5.3. Sedangkan ilmenite dari 4.5
5.11 dengan kekerasan masing-masing 2 kali lebih dari barite. Dari
data tersebut, buatlah analisa kelebihan dan kekurangan kedua
additive tersebut jika dibandingkan dengan barite!

Jawab : a. Kelebihan :
1. Lebih mudah mengontrol tekanan statik ion.

31

2. Cocok untuk pemboran yang dangkal.


3. Lebih mudah mencegah lost circulation.
b. Kekurangan :
1. Sukar larut dan bercampur dengan luimpur yang lama.
2. Tidak ekonomis apabila ingin menaikkan densitas.
3. Tidak sesuai dengan pemboran pada tekanan formasi
cukup tinggi.
7. Galena (Pbs) mempunyai harga SG sekitar 7.5 dan dapat digunakan
untuk membuat lumpur dengan densitas lebih dari 19 ppg. Pada
penerapannya, Galena jarang digunakan sebagai density control
additive dan hanya digunakan untuk masalah-masalah pemboran
khusus !
Jawab: Karena SG galena tinggi sehingga mampu menaikkan
densitas mencapai lebih dari 19 ppg. Apalagi galena
digunakan pada kondisi standar, maka akan mengakibtakan
terjadinya Lost Circulation. Oleh karena itu, galena hanya
digunakan dalam situasi darurat, misalnya saat terjadi kick
dimana untuk mengatasinya perlu menaikkan desnsitas
lumpur. Dalam hal ini, galena digunakan sebagai material
pemberat.

8. Suatu saat saudara berada dilokasi pemboran. Pada saat itu bit
mencapai kedalaman 1600 ft. Saudara diharuskan menaikkan densitas
200 bbl lumpur 11 ppg menjadi 11.5 ppg dengan menggunakan barite
(SG=4.2) dengan catatan bahwa volume akhir tidak dibatasi. Hitung
jumlah barite yang dibutuhkan (dalam lb)!
Jawab : Diketahui:

Vml = 200 bbl = 200 x 42 = 8400 gallon


ml = 11 ppg

32

air = 8.33 ppg


mb = 11.5 ppg
SGbarite = 4.2
Ditanya: Wbarite?
s =SG Barite x air

Jawab:

s =4.2 x 8.33 ppg=34.986 ppg

W barite =

W Barite=

( mbml )
s mb

x V ml x s

( 11.5 ppg11 ppg )


x 8400 gallonx 34.986 ppg
34.986 ppg11.5 ppg
W barite =

0.5
x 8400 x 34.986
23.486

W barite =6256 , 544 lb

9. Sebutkan hal-hal yang terjadi akibat sand content terlalu besar!


Jawab : Hal-hal yang terjadi akibat sand content terlalu besar adalah
sebagai berikut :
1.Bersifat abbrasive dan merusak peralatan pemboran.
2. Menambah beban pompa saat di sirkulasikannya lumpur.
3. Mempengaruhi karakteristik lumpur.

2.7.

Kesimpulan

33

Dari hasil perhitungan dan pembahasan soal yang diperoleh, maka


dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Material yang ditambahkan untuk merawat lumpur agar sesuai sifat
yang dibutuhkan.
2. Kadar minyak yang ideal didalam lumpur pemboran berkisar 15-20%
3. Densitas yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
lost
circulation,densitas yang terlalu rendah dapat menyebabkan kick
4. Peningkatan harga sand content mempengaruhi nilai densitas lumpur
5. Cara mengatasinya yaitu dengan proses pembersihan menggunakan
conditioning equipment seperti shale shaker,degasser,desander, dan
desilter.

BAB III

PENGUKURAN VISKOSITAS DAN GEL STRENGTH

34

3.1.

TujuanPercobaan
1. Menentukan viskositas plastic, yield point, dan gel strength lumpur
pemboran.
2. Mengetahui penyebab perbedaan harga GS 10 detik dengan GS 10
menit
3. Mengetahui pengaruh penambahan thinner dan thickner pada lumpur
pemboran
4. Mengetahui efek penambahan zat additive (thinner dan thicker) pada
lumpur pemboran.

3.2.Teori Dasar
Viskositas lumpuradalah kemampuan lumpur untuk mengalir dalam
suatu media. Viskositas merupakan gaya gesekan antara partikel-partikel
lumpur yang mengalir. Bila viskositas tinggi maka lumpur akan mengalir
dengan lambat dan sebaliknya bila viskositas rendah maka lumpur
pemboran akan mengalir dengan cepat. Sehingga viskositas dikatakan juga
sebagai tahanan terhadap aliran.
Viskositas lumpur pemboran sangat memegang peranan dalam
mengangkat cutting dari dasar lubang ke permukaan. Kalau viskositas
lumpur pemboran kurang dari seharusnya maka cutting dan material
pemberat lainnya akan sulit untuk dianggat.Selama operasi pemboran
berlangsung viskositas lumpur dapat naik. Hal ini disebabkan oleh :
1. Lumpur terkontaminasi oleh lapisan formasi yang ditembus, seperti :
anhydrite, clay, gypsum dan lainnya.
2. Terlalu banyak padatan dalam lumpur.

Jika viskositas lumpur pemboran terlalu tinggi maka:


1. Cutting yang halus tidak bisa dipisahkan dengan cara mengendapkan di
dalam setting tank. Pasir yang berupa cutting akan masuk ke dalam

35

lumpur. Mengingat pasir adalah inert solid, maka berar jenis lumpur akan
naik dan menimbulkan masalah dalam operasi pemboran.
2. Pasir yang bersifat abrasive bila terlalu banyak dalam lumpur dan dapat
mengikis dan merusak peralatan sirkulasi yanag dilaluinya.
3. Kerja pompa bertambah berat.
4. Mengundang terjadinya swabb effect dan squeeze effect.
Swabb effect meksudnya terisapnya Fluida formasi kedalam lubang saat
mencabut rangkaian pemboran. Sedangkan squeeze effect tertekannya
lumpur dibawah bit saat menurunkan rangkaian pemborann ke
permukaan.
Satuan viskositas centipoice (cp). Alat yang digunakan untuk
menentukan viskositas adalah Marsh FunneldanFann VG.
Kemampuan lumpur untuk membentuk gel (agar-agar) yang sangat
berguna pada saat round trip (pergantian pipa). Gel strength merupakan
salah satu indikator baik atau tidaknya lumpur pemboran. Gel strength
merupakan

ukuran

gaya

tarik

menarik

partikel

lumpur

yang

statik.Gelstrength akan naik dengan bertambahnya waktu.


Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam
sifat-sifat rheologi fluida pemboran. Pengukuran sifat-sifat rheologi fluida
pemboran penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan
fungsi langsung dari viskositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada
saat round trip sehingga dapat mencegah cutting mengendap didasar
sumur yang dapat menyebabkan masalah pemboran selanjutnya.
Viskositas dan gel strength merupakan sebagian dari indikator baik
tidaknya suatu lumpur.
Selama proses pemboran berlangsung, secara otomatis didalam
sumur bor akan terdapat cutting. Cutting adalah serpihan-serpihan atau
potongan-potongan dari dinding formasi akibat pengeboran.Viskositas
sangat berperan penting dalam pengangkatan cutting dari dasar lubang bor
ke

permukaan.

Apabila

viskositastidak

sesuai

dengan

yang

36

direkomendasikan maka cutting dan material pemberat tidak dapat


terangkat ke permukaan. Cutting yang masih berada dibawah bit akan
digilas dan dibor lagi oleh bit, dan akan memperlambat proses pengeboran
sehingga akan menurunkan rate of penetration.
Kalau gelstrength terlalu besar akibatnya adalah tekanan yang
diperlukan unutk memulai sirkulasi kembali menjadi tinggi, dengan kata
lain kerja pompa akan menjadi berat. Bila dipaksa dipaksa memulai
sirkulasi dengan tekanan tinggi, dapat menyebabkan formasi pecah bila
formasi tidak kuat untuk menerimanya. Untuk itu diperlukan break
circulation setelah lumpur diam.
Break circulation maksudnya adalah memecahkan gel dari lumpur
sebelum memulai circulasi kembali. Lumpur yang diam cukup lama
adalah saat dilakukan pencabutan rangkaian pemboran, sehingga
gelstrength menjadi tinggi.Untuk itu dilakukan break circulation sebagai
berikut:
a. Turunkan rangkaian sampai bit casing shoe.
b. Putar rangkaian.
c. Jalankan pompa lumpur secara bertahap, sampai rate sirkulasi yang
diperlukan. Lakukan satu sirkulasi penuh.
d. Matikan pompa.
e. Turunkan rangkaian kedasar lubang dan ulangi langkah a sampai c.

Fluida pemboran dalam percobaan ini adalah lumpur pemboran.


Lumpur pemboran ini mengikuti model-model rheologi bingham plastic,
power law. Bingham plastic merupakan model sederhana untuk fluida non
newtonian.
Fluida non newtonian adalah fluida yang mempunyai viskositas
tidak konstan, bergantung pada besarnya geseran (shear rate) yang terjadi.

37

Pada setiap shear rate tertentu fluida mempunyai viskositas yang disebut
apparent viscosity dari fluida pada shear rate tersebut. Contoh dari fluida
non newtonian adalah minyak.
Berbeda dengan fluida newtonian yang mempunyai viskositas yang
konstan, fluida non newtonian memperlihatkan suatu yield stress suatu
jumlah tertentu dari tahapan dalam yang harus diberikan agar fluida
mengalir seluruhnya. Contoh dari fluida newtonian adalah air.

Gambar 3.1. Klasifikasi Fluida

Gambar diatas merupakan grafik yang menggambarkan antara


fluida newtonian dan fluida nonnewtonian. Pada fluida newtonian
memiliki viskositas yang konstan sehingga menunjukkan garis linier.
Sedangkan pada fluida nonnewtonian memiliki viskositas yang tidak
konstan sehingga memiliki beberapa garis linier.
Umumnya fluida pemboran dapat dianggap bingham plastic, dalam
hal ini sebelum ada aliran harus ada minimum shear stress yang disebut
yield point(y). Setelahyield point terlampaui maka setiap penambahan
shear rate sebanding dengan plastic viscosity (p) dari pada model ini.
Fluida power law ini menunjukkan sifat shear stress yang akan
naik sebagai fungsi pangkat n dari shear rate.
Dalam percobaan ini pengukuran viskositas yang sederhana
dilakukan dengan menggunakan alat marsh funnel. Viskositas ini adalah
jumlah detik yang dibutuhkan lumpur sebanyak 0.9463 liter untuk
mengalir keluar dari corong marsh funnel. Bertambahnya viskositas ini

38

direfleksikan dalam bertambahnya apparent viscosity. Untuk fluida non


newtonian, informasi yang diberikan marsh funnel memberikan suatu
gambaran rheologi fluida yang tidak lengkap sehingga biasanya digunakan
untuk membandingkan fluida yang baru (awal) dengan kondisi sekarang.
Plastic viscosityseringkali digambarkan sebagai bagian dari
resistensi untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi mekanik. Sedangkan
yield point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik
menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebabkan oleh muatanmuatan pada permukaan partikel yang didespersi dalam fasa fluida.
Gel strength dan yield point merupakan ukuran dari gaya tarik
menarik dalam suatu sistem lumpur. Bedanya gel strength merupakan
ukuran gaya tarik menarik yang statik sedangkan yield point merupakan
ukuran gaya tarik menarik yang dinamik.
Pada

waktu

lumpur

bersirkulasi

yang

berperan

adalah

viskositas.Sedangkan waktu sirkulasi berhenti yang memegang peranan


adalah gel strength. Lumpur akan mengagar atau menjadi gel apabila tidak
terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan oleh gaya tarik-menarik antara
partikel-partikel padatan lumpur. Gaya mengagar inilah yang disebut gel
strength.Gel strength dikenal sebagai gaya tarik menarik antara partikelpertikel lumpur pemboran, atau disebut juga dengan daya agar atau daya
pulut. Gel strength berfungsi untuk menahan cuttingdan material pemberat
lumpur pemboran tidak turun diwaktu lumpur tidak bersirkulasi agar tidak
menumpuk di lubangannulus.
Pada waktu lumpur berhenti melakukan sirkulasi, lumpur harus
mempunyai gel strength yang dapat menahan cutting dan material
pemberat lumpur agar tidak turun. Apabila gel strength yang terlampau
rendah akan menyebabkan terendapnya serbuk bor pada saat sirkulasi
lumpur berhenti, Akan tetapi kalau gel strength terlalu tinggi, maka akan
menyebabkan kerja mud pump saat memulai kembali mensirkulasi lumpur
pemboran menjadi lebih berat dari sebelumnya dan akan menimbulkan

39

pecahnya formasi apabila formasi tidak kuat menerimanya. Sehingga


diperlukan break circulation setelah lumpur diam atau tidak bersirkulasi.
Pada umumnya viskositas yang tinggi berhubungan dengan gel
strength yang tinggi pula, hal ini dikarenakan karena sifat viskositas
maupun gel strength dengan sifat tarik menarik plate-plate pada clay.
Karena itu nilai viskositas dan gel strength dijaga agar tetap stabil (tidak
terlalu kecil atau terlalu besar).

3.2.1. Penentuan Harga Shear Stress dan Shear Rate


Harga shear stress dan shear rate yang masing-masing dinyatakan
dalam bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan RPM rotor,
harus diubah menjadi harga shear stress dan shear rate dalam satuan
dyne/cm2 dan detik1 agar diperoleh harga viskositas dalam satuan cp
(centipoise). Adapun persamaanya adalah sebagai berikut :
= 5.007 x C
= 1.704 x RPM
Keterangan :

=Shear stress, dyne/cm2.

=Shear rate, detik-1.

=Dial reading, derajat( o).

RPM =Rotationper minute dari rotor.


3.2.2. Penentuan Harga Viskositas Nyata (Apparent Viscosity)

(300 xC)
x100
RPM

Viskositas nyata a untuk setiap harga

shear rate dihitung berdasarkan hubungan :

40

x100

(300 xC)
x100
RPM

3.2.3. Penentuan Plastic Viscosity dan Yield Point


Untuk menentukanplastic viscocity(p) dan yield point (p) dalam
field unit digunakan persamaan Bingham Plastic sebagai berikut :

600 300
600 300

Dengan memasukkan persamaan (1) dan (2) kedalam persamaan


(5) didapat :
p = C600 C300
b = C300 p
Keterangan :
p

=Plastic Viscosity, cp.

=Yield Point Bingham, lb/100 ft.

C600 =Dial reading pada 600 RPM, derajat.


C300 =Dial reading pada 300 RPM, derajat.
3.2.4. Penentuan Harga Gel Strength
Harga gel strength dalam 100 lb/ft2 diperoleh secara langsung dari
pengukuran dengan peralatan Fann VG meter. Simpangan skala penunjuk
akibat

digerakkannya

rotor

pada

kecepatan

RPM,

langsung

menunjukkan harga gel strength 10 detik atau 10 menit dalam 100 lb/ft.

41

3.3. Perlatan dan Bahan


3.3.1. Peralatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Marsh Funnel
Timbangan
Gelas Ukur 500 cc
Fann VG
Mud Mixer
Cup Mud Funnel

Gambar 3.2. Marsh Funnel

Gambar 3.3. Timbangan

42

Gambar 3.4. Gelas Ukur 500 cc

Gambar 3.5. Fann VG

43

Gambar 3.6. Mud Mixer

Gambar 3.7. Cup Mud Funnel

3.3.2. Bahan
1. Bentonite
2. Air tawar (aquades)
3. Bahan-bahan pengencer (Thinner)

44

Gambar 3.8. Bentonite

Gambar 3.9. Air Tawar(Aquades)

45

Gambar 3.10. Thinner

3.4.

Prosedur Percobaan

3.4.1. Membuat lumpur


Prosedur pembuatan lumpur sama dengan prosedur pembuatan
lumpur pada acara 1.
3.4.2. Cara Kerja dengan Marsh Funnel
1. Menutup bagian bawah dari marsh funnel dengan jari tangan. Tuangkan
lumpur bor melalui saringan sampai lumpur menyinggung bagian
bawah saringan (1500 cc).
2. Menyediakan bejana yang telah tertentu isinya ( 1 quart = 946 ml).
Pengukuran dimulai dengan membuka jari tadi sehingga lumpur
mengalir dan ditampung dengan bejana tadi.
3. Mencatat waktu yang diperlukan (detik) lumpur untuk mengisi bejana
tertentu isinya tadi.
3.4.3. Mengukur Shear Stress dengan Fann VG
1. Mengisi bejana dengan lumpur sampai batas yang telah ditentukan.
2. Meletakkan

bejana

pada

tempatnya,

serta

atur

kedudukannya

sedemikian rupa sehingga rotor dan bob tercelup kedalam lumpur


menurut batas yang telah ditentukan.

46

3. Menggerakkan rotor pada posisi High dan tempatkan kecepatan putar


rotor. pada kedudukan 600 RPM. Pemutaran terus dilakukan sehingga
kedudukan skala (dial) mencapai keseimbangan. Catat harga yang
ditunjukkan skala.
4. Mencatat harga yang dilakukan oleh skala penunjuk setelah mencapai
keseimbangan dilanjutkan untuk kecepatan 300, 200, 100, 6 dan 3 RPM
dengan cara yang sama seperti diatas.
3.4.4. Pengukuran Gel Strength dengan Fann VG
1.

Setelah selesai mengukur shear stress, aduk lumpur dengan Fann


VG pada kecepatan 600 RPM selama 10 detik.

2.

Matikan Fann VG kemudian diamkan lumpur selama 10 detik.

3.

Setelah 10 detik gerakkan rotor pada kecepatan 3 RPM. Baca


simpangan maksimum pada skala penunjuk.

4.

Aduk kembali lumpur dengan Fann VG pada kecepatan rotor 600


RPM selama 10 detik. Ulangi kerja diatas untuk gel strength 10 menit
(untutk gel strenght 10 menit, lama pendiaman lumpur 10 menit).

3.5.Data dan Hasil Percobaan


Dari percobaan diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 3.1. Hasil Percobaan Viskositas dan Gel Strength

N
o.

Komposisi
lumpur

relati
ve

plast
ic

Yp

GS 10
detik

Lumpur Dasar (LD)

52

3.5

21.5

GS
10
meni
t
10

LD + 2 gr dextrid

61

24

14

LD + 2.6 gr dexrtid

11

27

18

72

LD + 3 gr bentonite

50

3.4

20

LD + 9 gr bentonite

12

50

24

104

47

3.6. Pembahasan
3.6.1. Pembahasan Praktikum
Pada praktikum ini membahas tentang pengukuran viskositas dan
gel strength. Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok
dalam sifat-sifat rheologi fluida pemboran. Viskositas didefinisikan
sebagai kemampuan lumpur untuk mengalir dalam suatu media. Serta gel
strength adalah lumpur akan mengagar atau menjadi gel apabila tidak
terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan oleh gaya tarik-menarik antara partikelpartikel padatan lumpur.
Pengukuran sifat-sifat rheologi fluida pemboran penting mengingat
efektivitas pengangkatan cutting merupakan fungsi langsung dari
viskositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat round trip
sehingga dapat mencegah cutting mengendap didasar sumur yang dapat
menyebabkan masalah pemboran selanjutnya. Viskositas dan gel strength
merupakan sebagian dari indikator baik tidaknya suatu lumpur.
Pada praktikum perhitungan viskositas dan gel strength, yang
ditentukan dalam perhitungan adalah viskositas, yield point, dan gel
strength selama 10 detik dan 10 menit. Pada hasil percobaan di peroleh
lumpur dasar dengan viskositas relatif sebesar 52 cp, plastic viscocity
sebesar 3.5 cp, yield point sebesar 21.5, dan gel strength pada 10 detik
sebesar 3 dan pada 10 menit sebesar 10.
Pada pengukuran ini juga dilakukan penambahan additive dextrid
dan bentonite. Pada saat ditambahkan dextrid terjadi perubahan pada nilai
plastic viscocity, yield point serta gel strength yang dimana nilai dari
ketiganya menjadi lebih besar dibandingkan dengan keadaan pada lumpur
awal. Apabila ditambahkan 2 gr dextrid maka viskositas relatif menjadi 61
cp, plastic viscocity menjadi 6 cp, yield point sebesar 24, dan gel strength
pada 10 detik sebesar 5 dan pada 10 menit sebesar 14. Dan apabila
ditambahkan 2.6 gr dextrid maka plastic viscocity menjadi 11 cp, yield
point sebesar 27, dan gel strength pada 10 detik sebesar 18 dan pada 10

48

menit sebesar 72. Hal ini terjadi pula pada bentonite, apabila ditambahkan
3 gr bentonite maka viskositas relatif menjadi 50 cp, plastic viscocity
menjadi 2 cp, yield point sebesar 3.4, dan gel strength pada 10 detik
sebesar 7 dan pada 10 menit sebesar 20. Danapabila ditambahkan 9 gr
bentonite maka plastic viscocity menjadi 12 cp, yield point sebesar 50, dan
gel strength pada 10 detik sebesar 24 dan pada 10 menit sebesar 104. Dari
kedua additive, perubahan nilai gel strength sangat signifikan saat
ditambahkan bentonite dibandingkan dextrid karena bentonite yang
ditambahkan dalam jumlah yang cukup banyak dibandingkan dextrid.
Pada hasilgel strength 10 detik selalu lebih kecil dibandingkan gel
strength pada 10 menit. Karena untuk membentuk gel, lumpur
memerlukan waktu untuk menjadi gel yang sebanding dengan lama waktu.
sehingga tentu saja gel strength 10 menit mempunyai waktu yang lebih
lama ketika partikel didalam lumpur melakukan gaya tarik menarik.
Dalam aplikasinya dilapangan apabila nilai gel strength sangat
besar dapat mempersulit sirkulasi dalam lumpur pemboran, dan menambah
beban dari pompa serta mempersulit pemisahan cutting dari lumpur
pemboran.
3.6.2

Pembahasan soal
1. Berikan penjelasan analog antara dextrid dan bentonite jika
berdasarkan table hasil percobaan diatas!
Jawab :Berdasarkan tabel diatas, dextrid dan bentonite memiliki
fungsi yang sama yakni sebagai additive untuk menaikkan
sifat rheology fluida pemboran terutama dari lumpur
pemboran dengan meningkatkan viskositas dan gel strength
dan yield point dari lumpur dasar. Namun terjadi perbedaan
pada peningkatan besar gel strength dan yield point yang
terjadi karena perbedaan massa masing-masing zat ketika
ditambahkan

ke

dextridakanmenaikkan

lumpur.

Sedangkan

viskositas

penambahan

relatif dan viskositas

49

plastic dan yield point serta gel strength. Additive tersebut


bekerja dengan menaikkan viskositasnya sehingga efektifitas
pengangkatan cutting dilubang bor optimal sehingga tidak
tterjadi

pengendapan

pada

dasar

sumur.

Sedangkan

penambahan bentonite pada lumpur dapat mengakibatkan


peningkatan gel strength dan dan penurunan viskositas serta
yield point sehingga apabila gel strength terlalu besar maka
lumpur akan cepat mengalami penggesekan dan dapat
mencegah meningkatnnya pengendapan pada lubang sumur.
2. Dengan melihat data, jelaskan maksud penambahan dextrid ke dalam
lumpur dan jelaskan bagaimana additive tersebut dapat melakukan
fungsinya !
Jawab : Penambahan dextrid bermaksud untuk meningkatkanplastic
viscocitydan yield point serta gel strengthdalam lumpur
pemboran. Additive tersebut bekerja dengan menaikkan
plastic viscocity yang secara tidak langsung menaikkan
viskositasnya.
3. Dari 2 additive diatas, manakah additive yang lebih signifikan
menaikkan gel strength!
Jawab : Yang lebih signifikan menaikkan gel strength adalah
penambahan additive dextrid. Karena akan menaikkan gel
strentgh lebih dominan dan signifikan dari pada kenaikkan
viskositas relatif dan viskositas plastik. Sehingga efektifitas
pengangkatan cutting dilubang bor optimal dan tidak terjadi
pengendapan pada dasar sumur.

4. Dari data diatas terlihat bahwa harga GS 10 menit selalu lebih besar
dari GS 10 detik, jelaskan!
Jawab : Karena gel strength adalah pembentuk padatan akibat gaya
tarik-menarik antara ploly-plot clay. Jikaa dalam keadaan

50

statis, dimana clay dapat mengatur sendiri. Oleh karena itu,


nilai Gel Strength (GS) akan semakin bertambah seiring
bertambahnya waktu. Sehinggagel strength 10 menit akan
lebih besar dibanding gel strength 10 detik.
5. Dari suatu percobaan yang dilakukan dalam pembuatan lumpur
dengan barite seberat 4 gram, kemudian itu didapatkan dial reading
pada 600 RPM sebesar 155 dan dial reading pada 300 RPM sebesar
130, Hitunglah nilai plastic viscosity dan yield point dari percobaan
tesebut!
Jawab : Diketahui : C600 = 155
C300 = 130
Ditanya : p dan ?
Jawab

: -

= C600 C300

= 155 130
= 25 cp
- b

= C300

= 130 25
= 105

Lb
2
100 Ft

3.7. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan dan pembahasan soal yang diperoleh, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Viskositas mempunyai hubungan

yang

setara

dengan

gel

strength,densitas,dan tekanan hidrostatik.


2. Viskositas terlalu tinggi menyebabkan lumpur terlalu berat dan
menganggu diklas pemboran

51

3. Viskositas terlalu rendah maka cutting kembali mengendap didasar


sumur.
4. Harga gel strength pada 10 detik atau 10 menit didapat dari gerakan rotor
pada kecepatan 3 rpm
5. Melakukan penambahan dextrid akan menaikan viskositas dan gel
strength sedangkan penambahan bentonite akan menurunkan viskositas
dan gel strength

BAB IV

FILTRASI DAN MUD CAKE


4.1.Tujuan Percobaan
1. Mengetahui peralatan percobaan filtrasi dan pembentukan mud cake
serta prinsip
2. Menghitung proses volume filtrate yang dihasilkan oleh lumpur
3. Mengetahui hubungan antara filtrasi dan pembentukan mud cake
4. Mengetahui cara penanggulangan filtrasi dan mud cake
4.2.

Teori Dasar
Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan
poros,

batuan

tersebut

akan

bertindak

sebagai

saringan

yang

memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang


hilang kedalam batuan disebut filtrat/filtrate. Proses filtration diatas hanya
terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan positif kearah batuan. Pada
dasarnya ada dua jenis filtration yang terjadi selama operasi pemboran,
yaitu static filtration dan dynamic filtration. Static filtration terjadi ketika
lumpur berada dalam keadaan diam dan dynamic filtration terjadi ketika
lumpur disirkulasikan.
Karena terjadi proses filtrasi maka dapat terbentuk mud cake. Mud
cake adalah padatan lumpur yang menempel pada dinding lubang bor.
Mud cake yang tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa
pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit
pipa pemboran sehingga sulit diputar dan diangkat. Filtrat yang terlalu

52

banyak menyusup ke pori-pori batuan dapat menimbulkan kerusakan pada


formasi. Peralatan untuk mendiagnosis filtration loss dan mud cakeadalah
high pressure high temperature(HPHT).

Gambar 4.1. High Pressure High Temperature(HPHT).

Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake tidak dikontrol


maka akan menimbulkan berbagai masalah, baik selama operasi pemboran
maupun evaluasi pipa pemboran dan permukaan lubang bor.
Mud cake adalah padatan lumpur yang menempel pada dinding
lubang. Makin besar filtration loss maka mud cake akan semakin tebal.
Water loss tinggi, mud cake akan tebal, akibatnya :
a. Ikatan semen tidak baik
Antara dinding lubang dan bubur semen terdapat mud cake. Setelah
bubur semen mengeras, mud cake berubah menjadi channeling, karena
air menguap keluar.
b. Mengundang terjadidiffererntial pressure sticking
Pipa menempel pada dinding lubang, kemudian dipegang oleh mud
cake dan tekanan hidrostatik lumpur menekan pipa kedinding lubang.
Dalam percobaan ini akan dilakukan pengukuran volumefiltration
loss dan tebal mud cake untuk static filtration. Standar prosedur yang
digunakan

adalah

APIRP

13

untuk

low

pressurelow

temperature(LPLT).Lumpur ditempatkan dalam silinder standar yang


bagian dasarnya dilengkapi kertas saring dan diberi tekanan sebesar 100

53

psi dengan lama waktu pengukuran selama 30 menit.Volumefiltrat


ditampung dalam gelas ukur dengancubic centimeter (cc).
Persamaan untuk volumefiltrat yang dihasilkan dapat diturunkan
dari persamaan darcy. Persamaannya adalah sebagai berikut :

0.5

Cc

2k Cm 1

PT

Vf = A

Keterangan :
A

=Filtration area.

= Permeabilitas cake.

Cc

=Volume fraksi solid dalam mud cake.

Cm = Volume fraksi solid dalam lumpur pemboran.


P

= Tekanan filtrasi.

= Waktu filtrasi = Viskositas filtrat.

Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian


dalam proses pemboran yang berhubungan erat dengan waktu, kejadian
serta sebab dan akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya dilakukan
secara bersamaan.Persamaan yang umum digunakan untuk static filtration
loss adalah sebagai berikut :

t2

Q 2 Q1x t1

0.5

Keterangan :
Q1

=Fluid filtration loss pada waktu t1.

Q2

= Fluid filtration loss pada waktu t2

54

Lumpur pemboran itu terdiri dari komponen padat dan komponen


cair. Karena pada umumnya dinding lubang sumur mempunyai pori-pori,
komponen cair dari lumpur pemboran akan masuk ke dalam dinding
lubang bor. Zat cair yang masuk ini disebut filtrat. Padatan dari lumpur
akan menempel pada permukaan dinding lubang. Bila padatan dari lumpur
yang menempel ini sudah cukup menutupi pori-pori dinding lubang, maka
cairan yang masuk ke dalam formasi juga berhenti.
Cairan yang masuk ke formasi pada dinding lubang bor akan
menyebabkan akibat negatif, akibat-akibat negatiftersebut antara lain :
a. Dinding lubang akan lepas atau runtuh
Bila formasi yang dimasuki oleh zat yang masuk tersebut adalah
air, maka ikatan antara partikel formasi akan melemah, sehingga
dinding lubang cenderung untuk runtuh.
b. Menyalahi interpretasi dari logging
Electric logging atau resistivity log mengukur resistivity dari
formasi cairan atau fluida yang dikandung oleh formasi tersebut.
Kalau filtration loss banyak, maka yang diukur alat logging
adalah resistivity darifiltrat.
c. Water blocking
Filtrat yang berupa air akan menghambat aliran minyak dari
formasi ke dalam lubang sumur jika filtrat dari lumpur banyak.
d. Differential sticking
Seiring dengan banyaknya filtration loss maka mud cake dari
lumpur akan menjadi tebal. Saat sirkulasi berhenti dengan berat
jenis lumpur yang besar, maka drill collar yang terbenam
didalam mud cake serta lumpur akan menekan dengan tekanan
hidrostatik yang besar ke dinding lubang.
e. Channeling pada semen

55

Saat penyemenan, mud cake yang tebal jika tidak dikikis akan
menyebabkan ikatan antara semen dengan dinding lubang tidak
baik.
Alat untuk mengukur filtration loss dan mud cake yang umum
adalah standar filtration press, terdiri dari :
1. Mud cup.
2. Gelas akur.
3. Tabung sumber tekanan.
4. Kertas saringan.
Dengan mengetahui bagaimana terjadinya filtration loss dan
akibatnya bagi suatu pekerjaan pemboran, maka dapatlah ditemukan cara
untuk mengurangi filtration loss tersebut. Untuk mengurangi dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Pengaturan tekanan.
2. Pengaturan komposisi lumpur.
Terjadinya filtration loss yang besar berdampak buruk terhadap
formasi maupun lumpur pemboran, karena akan terjadi filtration damage
(pengurangan permaebilitas efektif minyak atau gas) dan lumpur akan
kehilangan cairan.Dalam perubahan ini, prosesfiltrat yang masuk ke dalam
formasi produktif dapat menyebabkan produktivitas sumur tersebut
menurun. Untuk itu perlu adanya pengaturan terhadap laju filtration, maka
diperlukan membatasi jumlah cairan yang masuk ke dalam formasi. Selain
melakukan pengontrolan tekanan sirkulasi lumpur selama operasi
pemboran, juga dapat melakukan pengaturan komposisi lumpur yang
merupakan hal terpenting untuk mencegah filtration loss.
Untuk mengurangi filtration, juga digunakan zat additive
yangdisebut filtrate reducer.Filtrate reducer ini kemudian membentuk
ampas (filter cake) pada lapisan yang poros sertapermeable dan ketika
droplet air yang teremulsikan didalam minyak menjadi bulatan yang keras

56

(rigid sphere), mereka bertindak sebagai padatan dan akan tersaring oleh
serat-serat filter cake sehingga filtrat yang dihasilkan hanya berupa minyak
saja. Jenis-jenisfiltrate loss reducer,
antara lain :
1. Koloid(bentonite).
2. Starch, CMC Driscose.
3. Minyak (berdampak buruk terhadap dynamic loss).
4. Q Broxin (berdampak baik terhadapdynamic loss maupun
static loss).
Terjadinya filter cake pada dinding lubang bor analog dengan
peristiwa osmose dan secara matematis dapat dinyatakan dengan :

Tekanan Osmose =

RxT
V

Keterangan :

4.3.

= Konstanta gas ideal.

= Temperatur.

= Volume filtrat lumpur yang masuk.

Peralatan dan Bahan

4.3.1. Peralatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Filter Press
Mud Mixer
Stop Watch
Gelas Ukur 500 cc
Jangka Sorong
Filter Paper

57

Gambar 4.2. Filter Press

Gambar 4.3. Mud Mixer

58

Gambar 4.4. Stop Watch

Gambar 4.5. Gelas Ukur 500 cc

59

Gambar 4.6. Jangka Sorong

Gambar 4.7. Filter Paper

4.3.2. Bahan
1.
2.

Bentonite
Aquades

Gambar 4.8. Bentonite

60

Gambar 4.9.Aquades

4.4.

Prosedur Percobaan
1.

Membuat lumpur : Membuat lumpur standar : 22.5 gr bentonite + 350


cc aquades. Tambahkan additive sesuai dengan petunjuk asisten. Aduk
selama 20 menit.

2.

Mempersiapkan alatfilter press dan segera pasang filter paper serapat


mungkin dan letakkan gelas ukur dibawah silinder untuk menampung
fluid filtrate.Menuangkan campuran lumpur kedalam silinder dan
segera tutup rapat, kemudian alirkan udara dengan tekanan 100 psi.

3.

Mencatat volume filtrat sebagai fungsi dari waktu dengan stop watch.
Interval pengamatan setiap 2 menit pada 20 menit pertama, kemudian
setiap 5 menit untuk 20 menit selanjutnya. Catat volumefiltrat pada
menit ke 7.

4.

Menghentikan penekanan udara, membuang tekanan udara dalam


silinder (bleed off) dan sisa lumpur dalam silinder dituangkan kembali
ke dalam breaker.

5.
4.5.

Tentukan tebal mud cake yang terjadi dan ukur pH-nya.

Datadan HasilPercobaan
Dari percobaan diperoleh hasil sebagai berkut:

61

Tabel 4.1. Hasil Percobaan Filtrasi dan Mud Cake

No
.
1

Komposisi Lumpur
Lumpur Dasar (LD)

V2
(ml)
3.25

V7.5
(ml)
6.5

V30
(ml)
12.8

pH
9.83

Mud Cake
(1/32)
1.93

LD + 2 gr dextrid

2.3

4.25

9.84

1.47

LD + 2.6 gr dexrtid

1.8

3.8

8.2

10.2

2.98

LD + 9 gr bentonite

7.5

11.5

9.81

2.4

LD + 1.5 gr
Quebracho

3.5

12.5

8.26

2.1

4.6. Pembahasan
4.6.1. Pembahasan Praktikum
Pada praktikum ini adalah untuk menentukan filtrasi dan mud cake.
Awal dari proses filtrasi ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran
dengan batuan poros, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang
memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang
hilang kedalam batuan disebut filtrat. Karena terjadi proses filtrasi maka
dapat terbentuk mud cake. Mud cake adalah padatan lumpur yang
menempel pada dinding lubang bor. Mud cake yang tipis akan merupakan
bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud
cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit diputar dan
diangkat.
Pada proses awal praktikum, lumpur terlebih dahulu dibuat
kemudian diperoleh lumpur dasar denganV 2 (ml)3.25, V 7.5 (ml) 6.5, V
30 (ml) 12.8,pH 9.83 dan mud cake1.93. Additive yang digunakan dalam
percobaan adalah dextrid, bentonite, dan quebracho. Pada saat lumpur
dasar ditambahkan 2 gram dextrid didapat data V 2 (ml)2.3, V 7.5 (ml)
4.25, V 30 (ml) 8, pH lumpur mengalami peningkatan nilai menjadi 9.84.
Akan tetapi, pada ketebalan mudcake terjadi penurunan menjadi 1.47.
Selanjutnya lumpur dasar diberi 2.6 gram dextrid didapat data V 2 (ml)1.8,

62

V 7.5 (ml) 3.8, V 30 (ml) 8.2, pH lumpur mengalami peningkatan nilai


menjadi 10.2. Ketebalan mud cake terjadi kenaikan menjadi 2.98.
Setelah itu lumpur dasar diberi9 gr bentonite, didapat hasil V 2
(ml)4, V 7.5 (ml) 7.5, V 30 (ml) 11.5. Kemudian terjadi penurunan pH
menjadi 9.81 lalu diiringi dengan kenaikan tebal mudcake menjadi 2.4.
Pada penambahan zatadditive terakhir yaitu quebracho 1.5 grke lumpur
dasar, didapat hasil V 2 (ml)3.5, V 7.5 (ml) 7, V 30 (ml)
12.5.Penambahanzatadditivequebrachomenyebabkan penurunan pH yang
semakin kecil menjadi 8.26, namum ketebalan mud cake berkurang
menjadi 2.1.
Dari hasil data didapat harga terbesar untukV 2 (ml)3.5 padaLD +
1.5 gr quebracho, V 7.5 (ml) 7.5pada LD + 9 grbentonite, V 30 (ml)
12.8padaLD itu sendiri, pH 9.84pada LD + 2 gr dextrid, mud cake2.98
pada LD + 2.6 gr dextrid. Dari hasil data diatas didapat pula harga terkecil
untukV 2 (ml)1.8danV 7.5 (ml) 3.8 pada LD + 2.6 grdextrid, V 30 (ml)
8padaLD + 2 gr dextrid, pH 8.26dan mud cake2.1pada LD + 1.5 gr
quebracho.

4.6.2. Pembahasan Soal


1. Berdasarkan data, jelaskan fungsi dextrid, bentonite, dan quebracho!
Jawab : a. Dextrid

= Mengurangi filtration loss dan menaikkan


pH lumpur pemboran.
b. Bentonite = Mengurangi filtration loss dan menaikkan
pH lumpur pemboran.
c. Quebracho = Mengurangi filtration loss dan menaikkan
pH lumpur pemboran.

2. Dalam percobaan ini, selain mengukur volumefiltrat juga dilakukan


pengukuran pH. Apakah pengaruh pH terhadap kondisi lumpur
pemboran?

63

Jawab : - pH terlalu rendah bersifat asam akan menyebabkan korosi


terhadap alat pemboran dan menyebabkan cutting hancur
sehingga sulit diinterprestasikan.
-pH terlalu tinggi bersifat basa akan menyebabkan naiknyagel
strength dan viskositas sehingga membuat kerja mud pump
menjadi berat.
3. Apakah mud cake diharapkan pada operasi pemboran?
Jawab : Diharapkan atau tidaknya mud cake pada operasi pemboran
tergantung dari ketebalannya. Karena mud cake yangtipis
diperlukan sebagai bantalanyang baik antara pipa pemboran
dan permukaan lubang bor. Tetapi mud cake jangan terlalu
tebal, karena dapat menjepit pipa serta masalah pemboran
lainnya.

4. Bagaimana cara mencegah filtration loss yang terlalu besar?


Jawab : Melakukan pengontrolan tekanan sirkulasi lumpur dan untuk
mencegahnya bisa ditambahkan zat additive yang dapat
mencegah terjadinya filtration loss.
5. Apa yang anda ketahui tentang sodium carboxymethyl cellulose
(CMC) ? ( Jelaskan secara singkat)
Jawab: CMC dalam industri pengeboran minyak digunakan sebagai
bahan lumpur pemboran, dimana ia bertindak sebagai agen
pengubah viskositas dan retensi air atau salah satu zat
additive sebagai filtration loss reducer.
4.7. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan dan pembahasan soal yang diperoleh, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa :

64

1. Filtrasi pass merupakan alat yang digunakan dalam mencatat volume


filtrate lumpur dengan mengalirkan udara bertekanan 100 psi
2. Volume filtrate lumpur merupakan volume yang tertampung pada gelas
ukur dengan cubic centrimeter pada pengamatan selama 30 menit
3. Filtrasi dan mud cake saling berkaitan filtration loss yang terlalu besar
berpengaruh terhadap pembentukan mudcake yang semakin tebal
4. Penambahan additive mempengaruhi ketebalan mud cake
5. Additive yang digunakan yaitu dextrid,bentonite dan quebracho yang
berperan dalam mengontrol fluid loss
BAB V

ANALISA KIMIA LUMPUR PEMBORAN


5.1.

Tujuan Percobaan
1. Memahami pentingnya menganalisa kimia lumpur pemboran
2. Menentukan PH, alkalinitas, kesadahan total, dan kandungan ion-ion
yang terdapat dalam lumpur.
3. Mengetahui metode titrasi sebagai metoide utama dalam analisa kimia
lumpur pemboran.
4. Mengetahui besarnya pemakaian H2SO4 dan EDTA untuk mentitrasi
sampel lumpur yang dianalisa kimia.

5.2.

Teori Dasar
Seperti yang diketahui lumpur bor sangat menentukan keberhasilan
suatu operasi pemboran. Oleh sebab itu, penanganan sifat-sifat fisik
maupun kimia lumpur bor harus dilakukan sebaik-baiknya, dengan cara
menganalisis perubahan pada sifat-sifatnya.
Dalam operasi pemboran, pengontrol kualitas lumpur pemboran
harus terus menerus dilakukan sehingga lumpur pemboran tetap berfungsi
dengan kondisi yang ada.
Perubahan kandungan ionion tertentu dalam lumpur pemboran
akan berpengaruh terhadap sifatsifat fisik lumpur pemboran, oleh karena

65

itu kita perlu melakukan analisa kimia untuk mengontrol kandunganion


ion tersebut untuk kemudian dilakukan tindakantindakan yang perlu
dalam penanggulangannya.
Dalam percobaan ini akan dilakukan analisa kimia pada lumpur
pemboran dan filtratnya, antara lain : analisis kimia alkalinitas,
analisiskesadahan total, analisis kandungan ion chlor, ion kalsium, ion besi
serta pH lumpur bor (dalam hal ini filtratnya).
Alkalinitas atau keasaman lumpur ditunjukan dengan harga pHnya,
tetapi karakteristik lumpur dapat berfluktuasi meskipun harga pHnya tetap
atau berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk bereaksi dengan
suatu asam. Hal ini berhubungan dengan bervariasinya jenis dan jumlah ionion yang terdapat didalam lumpur bor (filtrat lumpur), dalampercobaan ini
yang akan dianalisis adalah filtratnya.
Kesadahan total dari lumpur (filtrat lumpur) dengan menyelidiki
kandungan ion Mg+2 dan Ca+2 didalam lumpur bor (filtrat lumpur).
Dari analisa alkalinitas kita bisa mengetahui konsentrasi hidroksil,
bicarbonat dan carbonat. Pengetahuan tentang konsentrasi ionion
diperlukan misalnya untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk
ke sistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone.
Analisa kandungan ion chlor (Cl) diperlukan untuk mengetahui
kontaminasi garam yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran
menembus formasi garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari air
formasi.Air yang mengandung sejumlah besar ion Ca 2+ dan Mg2+ dikenal
sebagai hard water atau air sadah. Ionion ini bisa berasal darilumpur
pemboranselama waktu pemboran melewati formasi gypsum(CaSO42H2O).
Adanya ion calsium pada jumlah yang banyak dalam lumpur bor
juga perlu untuk dianalisis, hal ini berkaitan dengan kemungkinan
terjadinya kontaminasi lumpur oleh gypsum yang akan mengubah sifatsifat fisik lumpur, seperti water loss dan gel strengthnya. Analisa
kandungan ion besi diperlukan untuk pengontrolan terjadinya korosi pada
peralatan pemboran.

66

Metode utama yang digunakan dalam analisa kimia lumpur


pemboran adalah titrasi. Titrasi meliputi reaksi dari sampel yang diketahui
volume-nya dengan sejumlah volume suatu larutan standar yang diketahui
konsentrasinya. Konsentrasi dari ion yang kita analisa dapat ditentukan
dengan pengetahuan tentang reaksi yang terjadi pada waktu titrasi.

5.3. Peralatan dan Bahan


5.3.1. Peralatan
1.

Labu Titrasi Ukuran 250 dan 100 ml

2.

Buret Mikro

3.

Pengaduk

4.

Pipet dan pHPaper

Gambar 5.1. Labu Titrasi 250 ml dan 100 ml

67

Gambar 5.2. Buret Mikro

Gambar 5.3. Pengaduk

68

\ Gambar 5.4. Pipet

Gambar 5.5. pH Paper

5.3.2. Bahan
1.

NaHCO3, NaOH, CaCO3, Serbuk MgO, Kalium Khromat,


Bentonite, Gypsum, Aquades, Quebracho.

2.

Larutan H2SO4 0.02 N, Larutan EDTA 0.01 M, Larutan


AgNO3, Larutan KmnO40.1 N.

3.

Indikator EBT, Phenolpthalein, Methyl Jingga, Murexid, HCL


Konsentrat, Hidrogen Periode 3%, Larutan Indikator Besi, Larutan
Buffer Besi.

69

Gambar 5.6. Bentonite

Gambar 5.7. Aquades

70

Gambar 5.8. NaOH

Gambar 5.9. NaHCO3

71

Gambar 5.10. CaCO3

Gambar 5.11. Serbuk MgO

72

Gambar 5.12. Kalium Karbonat

Gambar 5.13. Gypsum

73

Gambar 5.14. Quobracho

Gambar 5.15. Larutan H2SO4

74

Gambar 5.16. Larutan EDTA

5.4. Prosedur Percobaan


5.4.1. Analisa Kimia Alkalinitas
Buatlah lumpur dengan komposisi sebagai berikut :
350 ml aquades + 22.5 gram bentonite + 0.4 gram NaHCO3 + 0.4 gram
aquadesNaOH + 0.2 CaCO3.
1. Ambil 3 ml filtrat tesebut, masukkan kedalam labu titrasi 250 ml,
kemudian tambahkan 20 ml aquades.
2. Tambahkan 2 tetes indikator phenolphalein dan titrasi dengan H2SO4
standar sampai warna merah tetap merah. Reaksi yang terjadi :
OH- + H+
3. Catat volume pemakaian H2SO4 (P ml).

H2O

75

4. Kemudian pada larutan hasil titrasi, tambahkan 2 tetes indikator methyl


jingga, lanjutkan reaksi dengan H2SO4 standar sampai terbentuk warna
jingga tua, Reaksi yang terjadi :
HCO3 + H+

H2O + CO2

5. Catat volume pemakaian H2SO4 total ( M ml ).


Catatan :

CO3

2P >M menunjukkan adanya gugus ion OH

dan

2P = M menunjukkan adanya CO

CO3

saja

2P < M menunjukkan adanya

HCO3

dan

HCO3

P = 0 menunjukkan adanya

saja

P = M menunjukkan adanya OH

saja

Perhitungan :
1.

Total Alkalinity

MxNormalitasH 2 SO4 x1000


mlFiltrat

CO3
2.

= epm total alkalinity

Alkalinity

Jika ada OH

2
3

Ppm CO

( M P ) xNH 2 SO4 x1000


xBMCO3 2
mlFiltrat

76

Jika tidak ada OH

2
3

Ppm CO

( P) xNH 2 SO4 x1000


xBMCO3 2
mlFiltrat

3. OH

Alkalinity :

Ppm OH =

HCO3
4.

(2 P M ) xNH 2 SO4 x1000


xBMOH
mlFiltrat

Alkalinity :

HCO3

Ppm

( M 2 P ) xNH 2 SO4 x1000


xBMHCO33
mlFiltrat

5.4.2. Analisa Kesadahan Total


Buatlah lumpur dengan komposisi sebagai berikut :
350 ml aquades + 22.5 gram bentonite + 6 ml larutan

Ca 2

+ 6 ml larutan

Mg 2
1. Ambil 3 ml filtrat lumpur tersebut masukkan kedalam labu filtrasi 250
ml.
2. Tambahkan dengan 25 ml aquades, 5 ml larutan buffer pH 10.
3. Titrasi dengan EDTA standart sampai terjadi warna biru tua.
4. Catat volume pemakaian EDTA reaksi yang terjadi :

77

Ca 2 H 2Y 2 CaY 2 2 H
Mg 2 H 2Y 2 MgY 2 2 H
Perhitungan kesadahan total :
mlEDTAxMED TAx 1000
epm(Ca 2 Mg 2 )
mlFiltrat

5.4.3. Menentukan Kesadahan Ca2+ dan Mg2+


1.

Ambil 3 ml filtrat lumpur diatas, masukkan ke dalam labu titrasi


250 ml.

2.

Tambahkan 25 ml aquades, 1 ml NaOH 10 N dan 50 mg murexid


dalam NaCl.

3.

Titrasi dengan EDTA standart sampai terjadi warna biru.

4.

Catat volume pemakaian EDTA


Reaksi yang terjadi :

Ca 2 H 2Y 2 CaY 2 2 H

Kesadahan Ca

epm Ca

mlEDTAxMED TAx 1000


mlFiltrat

ppm Ca

= epm Ca

x BA Ca

Kesadahan Mg

Ca 2 Mg 2

ppm Mg

=( epm (

) epm

ca 2

)x BA Mg

78

5.4.4. Menentukan Kandungan Klorida


Buat lumpur dengan komposisi sebagai berikut :
350
1.

aquades + 22.5 gr bentonite + 0.4 ml NaCl


Ambil 2 ml filtrat lumpur tersebut, masukkan kedalam labu titrasi

250 ml.
2.

Tambahkan 25 ml aquades, sedikit serbuk MgO dan 3 tetes larutan


K 2 CrO4

AgNO3
3.

Titrasi dengan

standar sampai terbentuk warna endapan

jingga.

AgNO3
4.

Catat volume pemakaian

Reaksi yang terjadi :

Cl Ag AgCl
(putih)

(s)

CrO4 Ag Ag 2 CrO4
(s)

(merah)

Perhitungan ppm Cl- :

epm

Cl

mlAgNO3 xMAgNOx1000
xBACl 1
mlFiltrat

5.4.5. Menentukan Kandungan Ion Besi (Metode 1)


Buat filtrat lumpur bor dari campuran sebagai berikut :
350 ml aquades + 22.5 gram bentonite+ 0.1 gram quebracho

79

1. Tuang 5 ml filtrat lumpur ke dalam gelas kimia kemudian tambahkan 1


tetes sampai 2 tetes HCl konsentrat.
2. Tambahkan 0.5 ml larutan Hidrogen Peroxyde, sampai didapat warna
kuning muda (end point).
3. Tambahkan 1 ml larutan indikator besi. Timbulnya warna ungu
menunjukkan adanya ion besi dalam filtrat lumpur.
4. Tambahkan 0.5 ml larutan buffer besi. Ukur harga pHnya. Jika terlalu
banyak larutan buffer yang ditambahkan maka akan timbul endapan
bewarna kecoklatan. Tambahkan satu tetes atau lebih HCl konsentrat
sampai endapan hilang.
5. Titrasi dengan KmnO4 0.1 N seperti langkah 2 (kuning muda)

5.4.6. Penentuan Kandungan Besi (Metode 2)


Buat filtrat bor dari campuran sebagai berikut :
350 mlaquades + 22.5 ml bentonite + 0.1 gram quabracho
1.

Tuangkan 10 ml filtrat lumpur ke dalam gelas kimia dengan teliti


lalu asamkan dengan beberapa tetes HCl pekat.

2.

Tambahkan larutan

kuning dari ion

Fe 2

SnCl 2

setetes demi setetes sampai warna

. Tambahkan satu tetes SnCl

berlebih setelah

terjadi perubahan warna tadi.


3.

Tambahkan 20 ml larutan jenuh HgCl , semuanya sekaligus


(harus terbentuk endapan yang berwarna putih murni).

4.

Goyanggoyang sedikit supaya zatzatnya tercampur kemudian


diamkan selama 2 menit.

80

5.

Tambahkan 200 ml air, 6 tetes indikator diphenylamine, dan 5 ml

H 3 PO4

K 2 Cr2 O7
pekat. Lalu titrasikan dengan larutan

timbul pertama kali warna coklat atau ungu.

5.5. Data dan Hasil Percobaan


Dari percobaan di peroleh hasil sebagi berikut :
Tabel 5.1. Hasil Percobaan Analisa Kimia Lumpur Pemboran

Percobaan
Alkalinitas

Kesadahan Total
Kesadahan Ca2+ dan Mg2+
Kandungan Klorida
Kandungan Ion Besi (I)

Hasil Percobaan
Vol.Filtrat
N H2SO4
Vol H2SO4 P
M
Vol. Filtrat
M EDTA
Vol EDTA
Vol. Filtrat
M EDTA
Vol EDTA
Vol.Filtrat
N AgNO3
Vol AgNO3
Vol. Filtrat
N KmnO4
Vol KmnO4

= 3 ml
= 0.02 N
= 0.05 ml
= 3.4 ml
= 3ml
= 0.02 M
= 0.05 ml
= 3 ml
= 0.01 M
= 8 ml
= 3 ml
= 0.02 N
= 1 ml
= 5 ml
= 0.01 N
= 7 ml

0.1 N sampai

81

Kandungan Ion Besi (II)

Vol.Filtrat
N K2Cr2O7
Vol K2Cr2O7

= 10ml
= 0.01 N
= 10 ml

Tabel 5.2. Hasil Perhitungan Analisa Kimia Lumpur Pemboran

Percobaan

Hasil Perhitungan

Alkalinitas

22.67 ppm

Kesadahan Total

0.33 ppm

Kesadahan Ca2+ dan


Mg2+
Kandungan Klorida

1066.68 ppm dan 640.08 ppm


236.67 ppm

Kandungan Ion Besi (I)

781.9 ppm

Kandungan Ion Besi (II)

558.5 ppm

5.6. Pembahasan
5.6.1. Pembahasan Praktikum
Pada praktikum ini dilakukannya analisa pada lumpur pemboran.
Karena dalam operasi pemboran, pengontrol kualitas lumpur pemboran
harus terus menerus dilakukan sehingga lumpur pemboran tetap berfungsi
dengan kondisi yang ada. Perubahan kandungan ionion tertentu dalam
lumpur pemboran akan berpengaruh terhadap sifatsifat fisik lumpur
pemboran, oleh karena itu kita perlu melakukan analisa kimia untuk
mengontrol kandungan ionion tersebut untuk kemudian dilakukan
tindakantindakan

yang

perlu

dalam

penanggulangannya.

Dalam

percobaan ini akan dilakukan analisa kimia pada lumpur pemboran dan
filtratnya, yaitu : analisis kimia alkalinitas, analisis kesadahan total,
analisis kandungan ion chlor, ion kalsium, ion besi serta pH lumpur bor
(dalam hal ini filtratnya).
Analisa kimia pada lumpur pemboran di lakukan untuk mengetahui
alkalinitas, kesadahan total, kandungan ion chlor, kandungan ion besi, dan
kandungan ion kalsium dan magnesium. Setelah dilakukan percobaan,
diperoleh data alkalinitas H2SO4 sebesar 22.67 epm, kesadahan total

82

sebesar 0.33 epm, lalu perhitungan kesadahan Ca2+ dan Mg2+ masing
masing sebesar 1066.8 ppm dan 640.08 ppm.
Setelah itu pada perhitungan kandungan ion klorida didapatkan
hasil 236.785 ppm, dan pada perhitungan kandungan ion besi dengan
metode I diperoleh hasil 784 ppm, sedangkan pada metode II diperoleh
hasil 560 ppm.
Datadata yang perlu diketahui meliputi tingkat alkalinitas,
kesadahan total, kandungan ion Cl, ion Ca, ion Fe, serta pH lumpur bor.
Dalam hal ini yang dianalisa hanyalah filtrat lumpurnya, dengan demikian
kita dapat menginterpretasikan kondisi reservoir yang sebenarnya dengan
konsentrasi zat additive tertentu.
Reaksi kimia dipengaruhi oleh lingkungannya, yang pada
prinsipnya

reaksi

kimia

ini

dipengaruhi

oleh

karakteristik

pH

lumpur.Dalam bidang perminyakan analisa kimia lumpur pemboran,


berguna untuk menentukan pH suatu lumpur pemboran, apabila lumpur
bersifat asam maka akan bersifat korosif pada alat pemboran.
5.6.2. PembahasanSoal
1. Dari data diatas, tentukan :
a. Total Alkalinitas.
b. Kesadahan Total.
c. Kesadahan Ca2+ dan Mg2+.
d. Kesadahan Klorida.
e. Konsentrasi Ion Besi (I).
f. Konsentrasi Ion Besi (II).
Jawab :
a. Total Alkalinitas
MN H2 SO 4 1000 3.4 ml0.02 N 1000
=
= 22.67 epm
ml Filtrat
3ml
b. Kesadahan Total
ml EDTA M EDTA 1000 0.05 ml0.02 M1000
=
=0 . 33 epm
ml Fitrat
3 ml
Kesadahan Ca2+ dan Mg2+.

83

ml EDTA M EDTA 1000 8 ml0.01 M1000


=
ml Fitrat
3 ml
= 26.67 epm

ppm Ca2+ = epm Ca2+ x BA Ca


= 26.67 ppm x 40
= 1066.68 ppm

Kesadahan Mg2+, ppm Mg2+


= (epm (Ca2++Mg2+) - epm Ca2+) x BA Mg2+
= 26.67 x 24
= 640.08 ppm
c. Konsentrasi Klorida.
ml Ag NO3 N Ag NO3 1000
=
( BA Cl - )
ml fitrat
=

10.021000
( 35.5 ) = 236.67 ppm
3 ml

d. Konsentrasi Ion Besi (I)


ml KMn O4 N KMn O4 1000
=
( BA Fe - )
ml fitrat
=

70.011000
( 56 ) = 781.9 ppm
5 ml

e. Konsentrasi Ion Besi (II)


ml K2 Cr 2 O7 N K2 Cr 2 O7 1000
=
( BA Fe - )
ml fitrat
=

100.011000
( 55.85 ) = 558.5 ppm
10 ml

2. Apa yang dimaksud dengan volume EDTA?

84

Jawab: EDTA (Ethylene Dynamic Tetra Acetic) adalah volume


standar yang diketahui dan digunakan sebagai pembanding
untuk titrasi.
3. Jelaskan masing-masing kegunaan alkalinitas, kesadahan, kandungan
ion klor, dan ion besi serta analisa kegunaan kimia lumpur pemboran
secara umum!
Jawab: a. Kegunaan alkalinitas :Mengetahui besar konsentrasi
hidroksil, bicarbonate, dan carbonate. Berguna untuk
mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk ke sistem
lumpur pada waktu pemboran menembus formasi
limestone.
b. Kegunaan kesadahan : Mengetahui kesadahan lumpur
pemboran pada saat menembus formasi gypsum.
c. Kegunaan kandungan ion klor : Mengetahui kontaminasi
garam pada waktu pemboran menembus formasi garam
atau berasal dari air formasi.
e. Kegunaan kandungan ion besi : Mengontrol terjadinya
korosi pada peralatan pemboran.
f. Kegunaan

kimia

lumpur

pemboran

Mengontrol

kandungan ion-ion di atas untuk kemudian dilakukan


tindakan-tindakan yang perlu dalam penanggulangannya.
Secara umum, kegunaan dari analisa kimia pada lumpur
pemboran adalah untuk mengetahui kandungan ion-ion pada
lumpur pemboran, karena perubahan kandungan ion-ion
tersebut dapat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik lumpur
sehingga bisa dikontrol dan kemudian melakukan tindakantindakan yang perlu dalam penanggulangannya. Dengan
demikian bisa di perhitungkan komposisi kimia tersebut agar
sesuai dengan formasi yang akan atau sedang dibor.

85

5.7. Kesimpulan
Dari hasil perhitungan dan pembahasan soal yang diperoleh, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Analisa sifat kimia lumpur pemboran dilakukan untuk menganalisa
dampak yang terjadi pada lumpur pemboran dilihat dari sisi kimiawi
dan relasinya
2. Dari data diatas dan stelah dilakukan perhitungan diperoleh alkanitas
sebesar 22,667 epm,kesadahan total 0,333 epm,konsentrasi ion cl
236,667 ppm
3. Metode titrasi yaitu dengan membandingkan larutan sampel dengan
larutan yang rendah
4. H2SO4 yang dipakai pada titrasi alkanitas sebanyak 3,4 ml sedangkan
larutan EDTA pada kesadahan total sebanyak 0,55 m

BAB VI

KONTAMINASI LUMPUR PEMBORAN


6.1.

Tujuan Percobaan

86

1. Mengetahui sifat fisik lumpur akibat kontaminasi garam, gypsum, dan


semen.
2. Mengetahui cara mengontrol sifat fisik lumpur yang berubah akibat kon
taminasi.
3. Mengetahui macam-macam zat kontaminan pada lumpur pemboran.
4. Memahami additive apa saja yang dapat digunakan untuk
menanggulangi kontaminasi lumpur pemboran.
6.2.

Teori Dasar
Sejak digunakannya teknik rotary drillingpada operasi pemboran
perminyakan, maka lumpur pemboran menjadi salah satu faktor penting
dalam operasi pemboran tersebut. Salah satu faktor pentingnya sebagai
pertimbangan dalam mengoptimasikan operasi pemboran. Oleh sebab itu
memelihara atau mengontrol sifat-sifat fisik lumpur pemboran mutlak
dilakukan agar sesuai dengan yang dibutuhkan.
Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur pemboran
adalah adanya material-material yang tidak diinginkan (kontaminan) yang
masuk kedalam lumpur pada saat operasi pemboran sedang berjalan.
Kontaminasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut :
1. Kontaminasi Sodium Chloride
Kontaminasi ini sering terjadi saat pemboran menembus kubah
garam (salt dome), lapisan garam, lapisan batuan yang
mengandung konsentrasi garam yang cukup tinggi atau akibat
air formasi yang berkadar garam tinggi dan masuk kedalam
sistem

lumpur.

Akibat

adanya

kontaminasi

ini,

akan

mengakibatkan berubahnya sifat lumpur seperti viskositas, yield


point, gel strength dan filtration loss. Kadang-kadang penurunan
pH dapat pula terjadi dengan garam pada sistem lumpur.
2. Kontaminasi Gypsum
Gypsum dapat masuk kedalam lumpur pemboran pada saat
operasi pemboran menembus formasi gypsum dan lapisan
gypsum yang terdapat pada formasi shale dan limestone. Akibat

87

adanya kandungangypsum dalam jumlah yang cukup banyak


dalam lumpur pemboran, maka akan merubah sifat-sifat fisik
lumpur tersebut sepertiplasticviscosity, yield point, gel strength
dan fluid loss.
3. Kontaminasi Semen
Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi penyemanan
yang kurang sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen
dalam casing, float collar, dan casing shoe. Kontaminasi semen
akan mengubahplastic viscosity, yield point, gel strength, fluid
loss dan pH lumpur pemboran.
Selain dari ketiga kontaminasi diatas, bentuk kontaminasi lain yang
dapat terjadi selama operasi pemboran adalah :
1. Kontaminasi Hard Water atau KontaminasiAir Sadah
Kontaminasi ini disebabkan oleh air yang mengandung sejumlah
besar ion Ca2+ dan Mg2+. Ionion ini bisa berasal dari lumpur
pemboran selama waktu pemboran melewati formasi gypsum
(CaSO42H2O).
2.

Kontaminasi Carbon Dioxide


Kontaminasi ini disebabkan karena saat pemboran menembus
lapisan

yang

banyak

mengandung

carbon

dioxide.

Penanggulangannya dengan menggunakan carbon dioxide


breaker.

3.

Kontaminasi Hydrogen Sulfide


Kontaminasi

ini

pemboranmenembus

disebabkan
lapisan

karena
yang

pada

proses

mengandungbanyak

hydrogen sulfide. Penanggulangannya dengan menggunakan


hydrogen sulfide removal atau soda caustic.
4.

Kontaminasi Oxygen

88

Kontaminasi

ini

disebabkan

karena

saat

proses

pembuatanlumpur menggunakan air yang banyak mengandung


oxygen. Cara penanggulangannya menggunakan alat oxygen
breaker.
Dalam praktikum ini akan dipelajari perubahan sifat fisik lumpur
akibat kontaminasi yang sering terjadi sekaligus cara penanggulangannya.
Kontaminasi-kontaminasi ini sangat tidak diharapkan pada saat proses
pemboran karena dapat menimbulkan pengaruh merusak pada sifat sifat
kimiawi dan sifat-sifat fisika lumpur pemboran.
5.2.1. Sebab-Sebab Shale Problem
Masalahshale (shale problem) dapat terjadi saat proses pemboran
menembus formasi shale yang menyebabkan kontaminasi gypsum.
Penyebab shale problem dapat dikelompokkan berdasarkan tinjauan dari
segi lumpur maupun dari segi drilling praktis ataupun mekanis.
Dari segi lumpur telah dijelaskan bahwa hydratable, dispersible
dan brittle terjadi karena adanya sifat reaktif shale terhadap air.Instabilitas
tersebut dapat dicegah dengan menjaga agar air pada fluida pemboran
tersebut tidak bersentuhan dengan shale. Clay sewaktu bersentuhan
dengan air akan membentuk muatan negatif yang kuat pada permukaan
platenya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya swelling(proses
pengembangan clay) sehingga terjadi perubahan sifat-sifat lumpur secara
tiba-tiba yang dapat mengganggu jalannya operasi pemboran.Beberapa
penyebab secara mekanis, antara lain :
1. Erosi
Karena kecepatan lumpur annulus yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan gesekanterlalu kuat dengan dinding formasi
(sumur) sehingga dapat menyebabkan runtuhnya dinding lumpur
lubang pemboran.

89

2. Gesekan Pipa Pemboran Terhadap Dinding Lubang Pemboran


Hal ini juga dapat menyebabkan dinding lubang pemboran yang
getas dan rentan akan runtuh karena seringnya rangkaian pipa
bor menggesek lubang pemboran.
3. Adanya

Penekanan

(Pressure

Surge)

atau

Penyedotan

(Swabbing)
Peristiwa ini terjadi pada saat keluar masuknya rangkaian pipa
bor dapat menyebabkan terjadinya sloughing karena adanya
perbedaan tekanan secara tiba-tiba saat dilakukan penekanan
dan penarikan rangkaian pipa pemboran.
4. Tekanan Batuan Formasi
Hal ini berhubungan dengan tekanan abnormal dimana tekanan
hidrostatis lumpur pemboran lebih kecil dari tekanan formasi.
5. Air Filtrat atau Lumpur Memasuki Pori-Pori Formasi Batuan
Peristiwa tersebut menyebabkan batuan mengembang dan
terjadi swelling yang akan melemahkan ikatan antar batuan
dimana akhirnya dapat menyebabkan terjadinyasloughing.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pembesaran lubang pemboran


dan shale problem berkaitan erat dengan dua masalah pokok, yaitu adanya
tekanan formasi dan kepekaan terhadap lumpur atau air filtrat.Gejalagejala umum yang terlihat jika sedang terjadi shale problem antara lain :
1. Serbuk bor bertambah banyak.
2. Lumpur menjadi lebih kental.

90

3. Air filtrat bertambah besar.


4. Ada banyak endapan serbuk bor di dalam lubang pemboran.
5. Torsi bertambah besar.
6. Bit balling.
Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
shale problem antara lain :
1. Pemakaian lumpur secara tepat, yaitu densitas lumpur cukup
untuk menahan tekanan formasi. pH sesuai dengan jenis lumpur,
semisal untuk lumpur PHPA pH ideal sekitar 8,5 dan untuk CLS
pH antara10 11, filtrasi bernilai rendah.
2. Mengurangi kecepatan aliran lumpur pada annulus.
3. Diusahakan pipa bor benar-benar dalam keadaan tegang.
4. Mengurangi kemiringan lubang pemboran.
5. Menghindari swabbing maupun pressure surge pada saat keluar
masuknya pahat.

6.3.Peralatan dan Bahan


6.3.1. Peralatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Fann VG
Baroid Wall Building Tester
TesterNeraca
pH Indicator
Komprsesor
Gelas Ukur
Mud Mixer

91

8. Stop Watch
9. Titration Disk
10. Jangka Sorong
11. Filter Trap

a)
b)

Gambar 6.1. Fann VG


c)

d)

e)

Gambar 6.2.Baroid Wall


Building Tester
f)
g)
h)
i)
j)

92

k)
l)

Gambar 6.3. Tester Neraca


m)
n)

p)

Gambar 6.4. pH Indikator


q)
r)
s)
t)
u)

o)

93

v)
w)

Gambar 6.5. Kompresor

x)
y)

z)
aa)

Gambar 6.6.Gelas Ukur


ab)
ac)
ad)
ae)

94

af)
ag)

Gambar 6.7. Mud Mixer


ah)

ai)
aj)

Gambar 6.8. Stop Watch


ak)
al)
am)
an)
ao)

95

ap)
aq)

Gambar 6.9.Titration Disk


ar)
as)

at)
au)

Gambar 6.10. Jangka Sorong

av)
aw)
ax)

96

ay)
az)

Gambar 6.11. Filter Trap


ba)
bb)
bc)
bd)
be)
bf)
bg)
bh)
bi)
bj)

6.3.2. Bahan
1. Aquades
2. Bentonite
3. NaCl
4. Gypsum
5. Semen
6. Soda Ash
7. Monosodium Phosphate
8. Caustic Soda
9. EDTAStandart
10. Murexid
11. Asam Sulfat
12. Indikator Phenolphtalin
13. Indikator Methyl Jingga

97

a)
b)

Gambar 6.12. Aquades


c)
d)

e)
f)

Gambar 6.13. Bentonite


g)
h)
i)
j)

98

k)
l)

Gambar 6.14. Gypsum


m)

n)
o)
p)
q)
r)

Gambar 6.15.Soda Ash

99

s)
t)

Gambar 6.16. Monosodium Phospate

u)
v)
w)
x)
y)
z)
aa)
ab)
ac) 6.4.
ad)

Prosedur Percobaan

6.4.1. Kontaminasi NaCl


1.

Buat lumpur standar :


ae) 22.5 gr bentonite + 350 cc aquades, ukur pH, viskositas, gel
strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.

2.

Tambahkan NaCl sebanyak 1 gr kedalam lumpur standar. Ukur pH,


viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.

3.

Lakukan langkah b dengan penambahan NaCl masing-masing 3.5


gr, 7.5 gr dan 17.5 gr. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan
ketebalan mud cake.

100

4.

Buatlah lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 7.5 gr


NaCl + 0.5 gr NaOH. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan
ketebalan mud cake.

5.

Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gr NaOH. Ukur pH,


viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.
af)
ag)
ah) 6.4.2. KontaminasiGypsum

1.

Buat lumpur standar : Ukur pH, Viskositas, gel strength, fluid loss
dan ketebalan mud cake.

2.

Buatlah lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 0.225


gr Gypsum. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan
mud cake.

3.

Lakukan langkah b dengan penambahan gypsum masing-masing


0.5 gr, 1 gr dan 1.5 gr. Ukur pH, Viskositas, gel strength, fluid loss dan
ketebalan mud cake.

4.

Buatlah lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 1.5 gr


Gypsum + 0.2 gr Monosodium Phosphate. Ukur pH, viskositas,gel
strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.

5.

Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gr soda ash.


ai)
aj)
ak) 6.4.3. KontaminasiSemen

1.

Buat lumpur standar : Ukur pH, Viskositas, gel strength, fluid loss
dan ketebalan mud cake.

2.

Buatlah lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 0.225


gr semen. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan
mud cake.

3.

Lakukan langkah b dengan penambahan semen masing-masing 0.5


gr, 1 gr dan 1.5 gr. Ukur pH, Viskositas, gel strength, fluid loss dan
ketebalan mud cake.

101

4.

Buatlah lumpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 1.5 gr


semen + 0.2 gr Monosodium Phosphate. Ukur pH, viskositas,gel
strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.

5.

Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gr Monosodium


Phosphate
al) 6.5.

Data dan Hasil Percobaan


am)

Dari percobaan di peroleh hasil sebagai berikut :

an)
ao) Tabel 6.1 Hasil Percobaan Kontaminasi Lumpur Pemboran

ap) Komposisi
lumpur

bd)Lumpur
Dasar (LD)
bn)LD + 7.5 gr
NaCl
bx) LD + 17.5
gr NaCl
ch) LD + 7.5 gr
NaCl + 0.5
NaOH
cr) LD + 0.9 gr
Gypsum
db)LD + 1.5 gr
Gypsum
dl) LD + 15 gr
Gypsum +
soda ash
dv) LD + 1 gr
semen
ef) LD + 1.5 gr
semen
ep) LD + 1.5 gr
semen +
NH(H2PO4)

aq)
D

ar)
G
aw)

as) Filtration
Loss

au)

av)

ax)

az)

ba) bb) bc)

be)

bf)

bg)

bh)

bo)

bp)

bq)

br)

bt)

bu) bv) bw)

by)

bz)

ca)

cb) cc)

cd)

ce) cf)

ci)

cj)

ck)

cl)

cs)

ct)

cu)

cv)

dc)

dd)

de)

df)

dm)

dn)

do)

dp)

dw)
156
eg)

dx)

dy)

dz)

eh)

ei)

ej)

em) en) eo)

eq)

er)

es)

et)

ew) ex) ey)

bk)

cm) cn)

bm)

co) cp) cq)


cy) cz)

dg)

dh) di)

eb)

ez)
fa) Tabel 6.2. Hasil Percobaan Kontaminasi Lumpur Pemboran

cg)

da)

dj)

dk)

ds) dt)

du)

ec) ed) ee)

102

fb)
Ko
mposisi
Lumpur

fc)Teb
al
mu
d
(m
m)

fd)
Vo
l
u
m
e
fe)
H2
S
O

fi)
fq)

fj)
fr)

fk)
fs)

fl)
ft)

ff) V
o
l
u
m
e
E
D
T
A
(
m
l)
fm)
fn)
fu)
fv)

fw) LD + 7.5 gr
NaCl

fy)

fz)

ga)

gb)

gc)

gd)

ge) LD + 17.5
gr NaCl

gg)

gh)

gi)

gj)

gk)

gl)

fo) Lumpur
Dasar (LD)

fp)

LD + 7.5 gr
NaCl + 0.5
NaOH
gu) LD + 0.9 gr
Gypsum

gn)

go)

gp)

gq)

gr)

gs)

gt)

gv)

gw)
1.5

gx)

gy)

gz)

ha)

hb)

hc) LD + 1.5 gr
Gypsum

hd)

he)

hf)

hg)

hh)

hi)

hj)

LD + 15 gr
Gypsum +
soda ash
hs) LD + 1 gr
semen

hl)

hm)
2.9

hn)

ho)

hp)

hq)

hr)

hu)

hv)

hw)

hx)

hy)

hz)

ia) LD + 1.5 gr
semen

ib)

ic)

id)

ie)

if)

ig)

ih)

ii) LD + 1.5 gr
semen +
NH(H2PO4)
iq)

ij)

ik)

il)

im)

in)

io)

ip)

gm)

hk)

103

ir)
6.6. Pembahasan
6.6.1.
PembahasanPraktikum
is)

Pada praktikum kontaminasi lumpur pemboran akan

dijelaskan bahwa kontaminasi adalah salah satu penyebab berubahnya sifat


fisik lumpur pemboran karena adanya material-material yang tidak
diinginkan (kontaminan) yang masuk kedalam lumpur pada saat operasi
pemboran sedang berjalan. Kontaminasi yang sering terjadi adalah sebagai
berikut :Kontaminasi sodium clorida, kontaminasi gypsum, kontaminasi
semen, kontaminasi hard water atau kontaminasiair sadah, kontaminasi
carbon dioxide, kontaminasi hydrogen sulfide, kontaminasi oxygen.
it)

Kemudian

dilanjutkan

dengan

melakukan

percobaan

kontaminasi lumpur pemboran menggunakan komposisi lumpur seperti


Lumpur Dasar; LD + 7.5 gr NaCl; LD + 17.5 gr NaCL; LD + 7.5 gr NaCl
+ 0.5 NaOH; LD + 0.9 gr gypsum; LD + 1.5 gr gypsum; LD + 15 gr
gypsum + soda ash; LD + 1 gr semen; LD + 1.5 gr semen; LD + 1.5 gr
semen + NH(H2PO4). Dari data tersebut kita dapat mengetahui nilai dari
dial reading 600 maupun 300, gel strength 10 dan 10, filtrationlossV0,
V7.5,V20, V25, V30, tabel mud cake (mm), volume H2SO4, dan volume
EDTA (ml). Pada setiap proses pemboran, hampir selalu terjadi
kontaminasi-kontaminasi

pada

lumpur

pemboran.

Hal

itu

dapat

mempengaruhi sifat fisik lumpur pemboran tersebut.Parameter-parameter


yang berubah antara lain viskositas, gel strength, pH, dan ketebalan mud
cake. Kontaminasi yang umumnya selalu terjadi adalah NaCl, gypsum, dan
semen. Hasil percobaan diperoleh setelah lumpur dasar diberi kontaminan.
Pada percobaan pertama ditambahkan NaCl, percobaan kedua diberikan
gypsum, dan percobaan terakhir diberikan semen. Untuk lebih mudah
menjelaskan hasil percobaan, maka dari data tabel diberi contoh grafik
hanya pada perubahan gel strength 10, filtration loss V30, dan mud cake
di percobaan ketiga setelah diberikan masing-masing kontaminan.
iu)

104

iv)

41

45
40
35

32

30

25
20

26

25

30
Gel strength 10''
13

Filtration loss V30

mud cake percobaan ke-3

15
10
5

1.7

4.6

4.2

0
Lumpur dasar

LD + 7,5 gr NaCl

LD + 7,5 gr NaCl + 0.5 NaOH

iw) Diagram 6.1. Kontaminasi NaCl

ix)
iy)

Dari grafik terlihat lumpur dasar dengan gel

strength 10 sebesar 32, filtration loss V30 sebesar 13, dan mud cake di
percobaan 3 sebesar 1.7.Setelah diberikan 7.5 gr NaCl sebagai
kontaminan, terjadi kontaminasi pada lumpur. Pada lumpur pemboran
terjadi penurunan gel strength dari 32 ke 25, akan tetapi terjadi
peningkatan filtration loss dari 13 menjadi 30 dan peningkatan tebal
mudcake dari 1.7 menjadi 4.2. Setelah itu, setelah ditambahkan 0.5 gr
NaOH, terjadi peningkatan gel strength menjadi26, filtration lossmenjadi
41, dan mud cakemenjadi 4.6. Hal ini mengindikasikan apabila terjadi
kontaminasi NaCl, maka mud cakeakan semakin tebal dan menjadi
masalah bagi pipa pemboran, karena semakin tebal mud cake maka pipa
pemboran akan terjepit dan sulit untuk berputar serta diangkat ke
permukaan. Kontaminasi NaCl juga mempengaruhi nilai gel strength,

105

apabila gel strength terlalu besar maka akan mempersulit sirkulasi lumpur
pemboran serta menambah beban mud pump.
iz)

Dalam

operasi

pemboran

kontaminasi

NaCl,

dapat

menyebabkan rheologi lumpur (plastic viscosity, gel strength, filtration


loss,pembentukan mud cake) berubah sehingga perlu ditambahkan zat
additive seperti NaOH untuk menanggulanginya.
ja)
jb)

120
120
100
80
60
40
20
0

92
32

13

1.7

18

32
1.5

2.5
Gel strength 10''
Filtration loss V30
mud cake percobaan ke-3

jc) Diagram 6.2. Kontaminasi Gypsum

jd)
je)

Pada kontaminasi gypsum, awal mulanya lumpur dasar

dengan gel strength 10 sebesar32, filtration loss V30 sebesar 13, dan mud
cake percobaan ke 3 sebesar 1.7. Kemudian diberikan kontaminan gypsum
sebesar 0.9 gram, akibatnya terjadi peningkatan gel strength menjadi 120
dan filtration loss menjadi 18, sementara mud cake mengalami penurunan
menjadi 1.5. Kemudian saat ditambahkan soda ash, terjadi penurunan gel
strengthdari sebesar120menjadi 92, akan tetapi terjadi peningkatan

106

filtration loss dari sebesar 18 menjadi 32,dan mud cakemengalami


penebalan menjadi 2.5dari1.5.
jf)

Dalam operasi pemboran kontaminasi gypsum, dapat

menyebabkan rheologi lumpur (plastic viscosity, gel strength, filtration


loss,pembentukan mud cake) berubah sehingga perlu ditambahkan zat
additive seperti soda ash untuk menanggulanginya.
jg)
jh)

178
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0

32 13
1.7

Gel strength 10''

73
19 3.5

Filtration loss V30

18 3

mud cake percobaan ke-3

ji) Diagram 6.3. Kontaminasi Semen


jj)

jk)

Lumpur dasar dengan gel strength 10 sebesar 32, filtration

loss V30 sebesar 13, dan mud cake pada percobaan ketiga sebesar 1.7.
Kemudian diberikan kontaminan semen sebesar 1.5 gram, hasilnya terjadi
kontaminasi lumpur yang ditandai dengan peningkatan gel strength secara
signifikan menjadi178, filtration loss menjadi 19, dan mud cake menjadi
3.5. Pada saat ditambahkan monosodium phosphate sebagai additive,
terjadi penurunan gel strength dari 178menjadi 73, filtration lossV30 dari
19 menjadi18, dan tebal mud cakedari 3.5menjadi 3.

107

jl) Dalam operasi pemboran kontaminasi semen, dapat menyebabkan


rheologi

lumpur

(plastic

viscosity,

gel

strength,

filtration

loss,pembentukan mud cake) berubah sehingga perlu ditambahkan zat


additive seperti NH(H2PO4) untuk menanggulanginya.
jm)
jn)
6.6.2.

Pembahasan Soal
1. Apa yang saudara dapatkan simpulkan tentang perubahan sifat fisik
lumpur setelah terkontaminasi ?
jo)
Jawab : Yang saya dapat simpulkan tentang perubahan sifat
fisik lumpur setelah terkontaminasibahwa perubahan sifat
lumpur dipengaruhi adanya materialmaterial yang tidak
diinginkan masuk ke dalam lumpur pada saat operasi
pemboran sedang berjalan, biasanya terjadi pada saat
pemboran menembus lapisan gypsum dan juga karena operasi
penyemenan yang kurang sempurna.
jp)
2. Jika tidak ditanggulangin apa yang akan terjadi dengan pemboran
sumur X selanjutnya ?
jq)
Jawab : Jika tidak ditanggulangi, maka akan menimbulkan
berbagai masalah disumur X terdapatnyagypsum dalam
jumlah besar didalam lumpur pemboran. Maka akan merubah
sifatsifat fisik lumpur seperti plastic viscosity, yield point,
gel strength serta filtration lossdan keadaannya tidak cocok
dengan keadaan formasi sehingga menghambat proses
pemboran.
jr)
3. Jika ingin menangulangi setiap jenis kontaminan, langkah apa yang
saudara lakukan! (analisa untuk masing-masing kontaminan).
js)

Jawab :

Kontaminasi

NaCl

penanggulangannyadengan

menambahkan NaOh pada

lumpur pemboran.

108

jt) -

Kontaminasi gypsum penanggulangannya dilakukan

penambahan soda ash agar mud cake menjadi tipis dan


menjadi bantalan bagi pipa pemboran.
ju) -

Kontaminasi semen penanggulangannya dengan

menambahkan monosodium phosphate.


jv)
4. Jika perlu dapat ditambahkan bahan-bahan additive. Sebutkan dan
jelaskan macam bahan additive tersebut& berikan contohnya!
jw)
Jawab :
- Extender =
Menaikkan suspensesemen
dan

mengurangidensitas

lumpur

semen.

Contoh :bentonite dan sodium silikat.


jx)

- Rerasder

Memperpanjang

waktu pemompaan misalnya untuk zatzat


yang temperaturnya besar, karena temperatur
mempercepat reaksi kimia antar lumpur dan
air.
jy)

- Accelerator

pengerasan
Contoh

Mempercepat
suspense

:Calcium

chlorida

semen.
dan

sodium

chlorida.
jz)

- Low filtration additive


Mengontrol
padatan

bila

pengendapan
ada

perbedaan

tekanan yang besar antara lumpur


dengan zona yang mempunyai
permeabilitas.
ka)

- Lost circulation additive

Mengatasi masalah padalost


circulation. Contoh:Wood fiber.
kb)
5. Apakah tujuan ditambahkannya soda ash pada komposisi lumpur
dasar dan gypsum?

109

kc)

Jawab : Untuk menipiskan mud cake, menambahkan volume


H2SO4, meningkatkan volume EDTA, menaikan gel strength,

dan menurungkan filtration loss.


kd)
6. Apakah NH (H2PO4) itu? Jelaskan maksud dari penambahan
NH(H2PO4) tersebut pada komposisilumpur & semen!
ke)
Jawab : NH (H2PO4) atau monosodium phopate merupakan
additive yang ditambahkan pada lumpur sebagai cara
penanggulangan lumpuryang terkontaminasi semen.
kf)
7. Jelaskan terjadinya kontaminasi oksigen dan CO2!
kg)
Jawab : - Kontaminasi oksigen (O2) pada lumpur pemboran
terjadi pada saat air yang digunakan sebagai bahan
pembuatan lumpur pemboran yang terkandung O2sehingga
kh)

O2 tersebut masuk dalam sistem lumpur pemboran.


Kontaminasi karbon dioksida (CO2) disebabkan
pemboran menembus lapisan yang mengandung CO 2
sehingga CO2 tersebut masuk dalam sistem lumpur

pemboran.
ki)
8. Jelaskan pengaruh fisik lumpur terhadap perubahan :
a. pH.
b. Kesadahan.
c. Alkalinitas.
kj)

Jawab : a.

pH.

kk) pHcenderung bersifat asam, maka lumpur bersifat


korosif. pH tinngi cenderung basa maka menaikkan gel
strength dan viskositas.
kl) b.
Kesadahan.
km) Jika pemboran menembus formasi yang banyak
mengandung Ca2+ dan Mg2+ sehingga dapat menyebabkan
berubahnya sifat-sifat fisik lumpur pemboran.
kn) c.
Alkalinitas.
- Jika lumpur sumbernya berasal hanya dari OH-,
-

menunjukan lumpur stabil dan kondisinya baik.


Jika sumbernya berasal dari CO23-,maka lumpur
tersebut tidak stabil tapi masih bisa dikontrol.

110

ko)
kp)
kq)
kr)
ks)
6.7. Kesimpulan
kt)
Dari hasil perhitungan dan pembahasan soal yang
diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Kontaminasi lumpur seperti garam,gypsum,dan semen akan merubah
sifat-sifat fisik lumpur pemboran seperti gel
strength,densitas&viskositas meningkat
2. Untuk menanggulangi terjadinya kombinasi lumpur pemboran yaitu
dengan menambah zat additive ke dalam lumpur pemboran
3. Zat kontaminan adalah
NaCl,gypsum,semen,hardwater,karbondioksida,oksigen,dan
hydrogen,sulfida
4. Jika tidak ditangguangi maka akan menyebabkan terjadi peningkatan
gel strength, kenaikan terjadi mud cake dan filtration loss.
ku)BAB VII

kv)

PENGUKURAN MBT( METHYLENE BLUE


TEST )

kw)
6.1. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui hubungan swelling dan KTK.
2. Mengetahui cara untuk mengantisipasi jika terjadinya swelling.
3. Mengetahui pengaruh pengukuran MBT.
4. Membandingkan2 bentonite yang berbeda yaitu Indobent&boroid
kx)
ky)

7.2.......................................................................................................Teori
Dasar
kz)

Shale adalah batuan sedimen yang terbentuk dari endapan-

endapan lempung (clay).Lempung (clay) merupakan batuan sedimen


klastik yang berasal dari pelapukan batuan beku atau metamorf. Ukuran
clay menurut skala Wentworthadalah <1/256 mm. Mineral clay merupakan

111

campuran matrix dan semen, serta kadang-kadang mendominasi batuan


sebagai batu lempung (clay stone).
la)

Sifat kimia mineral clay yang paling penting adalah

kemampuan penyerapan anion dan kation tertentu yang kemudian


merubahnya ke anion dan kation yang lain dengan pereaksi suatu ion di
dalam air (Ionic Exchange Capacity). Reaksi pertukaran tejadi disekitar
sisi luar dari unit struktur silika alumina.Sebagai contoh, pada
pengembangan mineral clay sebagai akibat terjadinya invasi fasa cair dari
lumpur ke dalam formasi yang mengandung clay reaktif terhadap air.
lb)

Seperti kebanyakan metode pengukuran kation, tes dengan

menggunakan methylene blue digunakan untuk mengukur total kapasitas


pertukaran kation dalam suatu sistem clay, dimana pertukaran kation
tersebut tergantung dari jenis dan kristal salinitas mineral, pH larutan, jenis
kation yang diperlukan dan konsentrasi kandungan mineral yang terdapat
didalam clay.
lc)
ld)

Kemampuan pertukaran kation didasarkan atas urutan dari

kekuatan ikatan-ikatan ion-ion berikut ini :


le)
lf)

Li+<Na+<H+<K+<NH4+Mg2+<Ca2+<Al3+

lg)
lh)

Harga pertukaran kation yang paling besar dimiliki oleh

mineral allogenic (pecahan batuan induk). Sedangkan yang paling kecil


dimiliki oleh mineral authogenic (proses kimiawi). Kapasitas tukar kation
dari beberapa jenis mineral clay dapat dilihat pada tabel 7.1. (pada
halaman selanjutnya) kapasitas tukar kation dari beberapa jenis mineral
clay.
li)
lj)

Sedangkan laju reaksi pergantian kation tergantung pada

jenis kation yang dipertukarkan dan jenis serta kadar mineral clay

112

(konsentrasi ion).Adapun hal yang menyebabkan mineral clay memiliki


kapasitas tukar kation adalah :
lk)
1.

Adanya ikatan yang putus disekeliling sisi unit silika alumina, akan
menimbulkan muatan yang tidak seimbang sehingga agar seimbang
kembali (harus bervalensi rendah) diperlukan penyerapan kation.

2.

Adanya subtitusi alumina bervalensi tiga didalam kristal untuk


silika equivalen serta ion-ion bervalensi terutama magnesium didalam
struktur tetrahedral.

3.

Penggantian hydrogen yang muncul dari gugusan hidroksil yang


muncul oleh kation-kation yang dapat ditukar-tukarkan (exchangeable).
Untuk fakta ini masih disangsikan

kemungkinannya karena tidak

mungkin terjadi pertukaran hydrogen secara normal.


ll)
lm)
ln)
lo)
lp)
lq) Tabel 7.1. Kapasitas Tukar Kation dari Beberapa Jenis Mineral Clay

lr)

a) Jenis
Mineral
Clay
d) Kaolinite
f) Halloysit
e.2H2O
h) Halloysit
e.4H2O
j) Montmor
illonite
l) Lllite

b) Kapasitas
Tukar
Kation
c) Meq/100
gram
e) 3-15
g) 5-10
i) 10-40
k) 80-150
m) 10-40

n) Vermicul
ite
p) Chlorite

o) 100-150

r) SpioliteAttapulgi
te

s) 20-30

q) 10-40

113

ls)
lt)
lu)
lv)
lw)
lx)
ly)
lz)
ma)
mb)
mc)
md)
me)
mf)

Reaksi pertukaran kation kadang-kadang bersamaan dengan

terjadinya sweeling. Jika permukaan clay kontak dengan air dan


menganggap bahwa satu plate clay terpisah dari matriknya, maka ion-ion
yang bermuatan positif (kation) akan meninggalkan plate clay tersebut.
mg)

Karena molekul air adalah polar maka molekul air akan

ditarik balik oleh kation yang terlepas maupun plate clay dan molekul air
yang bermuatan positif akan ditarik oleh plateclay-nya sendiri, sehingga
seluruh clay akan mengembang.
mh)

Kemampuan terjadinya pertukaran mineral clay dapat

disebabkan oleh penarikan dan pertukaran kation. Permukaan koloid


mineral yang bermuatan negatif akan menarik kation-kation membentuk
lapisan atau medan yang disebut diffuse ion layers. Interaksi diffuse ion
layers pada partikel yang berdekatan memberikan petunjuk mengenai
sifat-sifat swelling clay, plasticity dan konsentrasi kandungan air dalam
clay.
mi)

Ketidakstabilan lubang bor pada formasi umumnya

disebabkan oleh dua hal yaitu imbibisi dengan konsekuensi swelling dan
penutupan lubang bor. Sedangkan penyebab kedua adalah faktor

114

mekanisme yang disebabkan oleh rotasi drill string dan aliran fluida
pemboran di annulus yang akan menggerus dinding lubang bor sehingga
akan mengganggu kestabilan lubang bor.
mj)

Imbibisi air suatu hal yang paling umum dan hal ini terjadi

karena dua hal yaitu : Crystalin hydrational force dan osmotic hydrational
force. Crystalin hydrational force adalah gaya-gaya yang berasal dari
substitusi elemen di lapisan tengah clay. Gaya ini sangat sulit diatasi,
karena air di ekstrasikan ke permukaanplate yang sama besarnya dengan
arah ke sisi plate. Osmotic hydrational force terjadi bila adanya perbedaan
konsentrasi ion antara formasi dengan fluida pemboran, dimana air akan
tertarik dari lumpur ke dalam formasi.
mk)

Operasi pemboran yang menembus lapisan shale akan

mempunyai permasalahan tersendiri. Permasalahan tersebut meliputi


penjagaan agar shale tetap stabil, tidak longsor atau runtuh. Beberapa
akibat yang dapat ditimbulkan dengan runtuhnya shale tersebut didalam
lubang bor diantaranya adalah :
1. Terjadinya pembesaran pada lubang bor.
2. Terjadinya permasalahan pada proses pembersihan lubang bor.
3. Rangkaian pipa bor akan terjepit.
4. Kebutuhan terhadap lumpur akan menjadi bertambah, sehingga
bernilai tidak ekonomis.
5. Kesulitan dalam pelaksanaan logging, bridges dan fill up.
ml)
mm)

Shaleumumnya terdiri dari lumpur, silt dan clay (lempung)

yang merupakan hasil endapan didalam marine basin. Shale dalam


bentuknya yang lunak atau bercampur dengan air disebut clay. Dan apabila
clay yang terbentuk terletak pada suatu kedalaman yang memiliki tekanan
dan temperatur yang tinggi, maka endapan clay tersebut akan mengalami
perubahan bentuk, peristiwa ini disebut shale. Perubahan bentuk yang lain,
misalnya karena metamorfosa yang disebut slate, phylite atau mika schist.
Berdasarkan kandungannya, apabila shale tersebut mengandung banyak

115

pasir disebut dengan carbonaceous shale. Shale juga mengandung


berbagai jenis mineralclay dimana sebagian diantaranya berdehidrasi
tinggi. Sedangkan pengaruh dehidrasi yang tinggi tersebut disebabkan
karena shale mengandung banyak mineral montmorillonite. Shale yang
berdehidrasi tinggi ini biasanya terdapat dalam formasi yang relatif
dangkal atau tidak dalam.Gejala-gejala problem shale dapat dilihat sebagai
berikut :
1. Di atas shale-skakus terdapat banyak runtuhan-runtuhan shale
yang berasal dari dinding lubang bor.
2. Kenaikan pada tekanan pompa karena di annulus diisi oleh
banyak runtuhan-runtuhan shale.
3. Kenaikan torsi (torque) dan drag, biasanya diikuti dengan tig
connection. Hal ini dapat menyebabkan terjepitnya pipa karena
saat pompa dihentikan reruntuhan shale akan jatuh ke bawah
dan terkumpul di sekitar drill collars.
mn)
mo)

Seperti yang diketahui bahwa formasi shale mengandung

mineral clay. Clay bersifat expanding dan non expanding bila bertemu air.
Untuk mengetahui tingkat reaktif clay dapat dilakukan pengujian dengan
methylene blue test (MBT),x-ray diffraction dan scanning electron
microscope.
mp)

Pada lumpur PHPA pengukuran methylene blue test(MBT)

harus dilakukan pada angka 15 25 lb/bbl (42,8 71,3 kg/m 3). Apabila
MBT lebih kecil daripada 20 lb/bbl maka disebut ideal. Namun jika lebih
tinggi dari 20 lb/bbl akan mengakibatkan angka-angka rheologi yang
tinggi dan akan memerlukan pengenceran atau deflokulasi yang tinggi.
mq)

Kontrol fluida pemboran dengan seksama diperlukan pada

beberapa pengukuran yang dilakukan untuk memberikan informasi tentang


sifat dan jenis clay yang terdapat dalam lumpur, dan diperlukan pula
informsi yang sama yaitu tentang lapisan clay dan shale yang sedang dibor

116

yang menjadi bagian pada sistem lumpur yang digunakan. MBT


merupakan pengukuran untuk kapasitas tukar kation (KTK) untuk clay.
mr)
ms)
mt)

7.3.
............................................................................................................
Peralatan dan Bahan

mu)

7.3.1.
............................................................................................................
Peralatan
1. Timbangan
2. Gelas Ukur 500 cc
3. Gelas Erlenmeyer 200 cc
4. MagnetBatang
5. Hot plate
6. Multi magnetizer
7. Pipet
8. Buret Titration
9. Kertas Saring
10. Stop Watch
mv)

mw)
mx) Gambar 7.1.Timbangan

117

my)
mz)

Gambar 7.2. Gelas Erlenmeyer 200 cc


na)
nb)

nc)
nd)

Gambar 7.3.Magnet Batang


ne)
nf)
ng)
nh)
ni)

118

nj)
nk)

\ Gambar 7.4. Pipet


nl)
nm)

nn)
no) Gambar 7.5.Kertas Saring
np)
nq)
nr)

119

ns)
nt)

Gambar 7.6. Stop Watch

nu)
nv)

7.3.2. Bahan
1.

Bentonite

2.

Aquades

3. H2SO4 5 N
4.

Methylene Blue
nw)

nx)
ny) Gambar 7.7. Bentonite

nz)

120

oa)
ob) Gambar 7.8. Aquades
oc)
od)

oe)
of)

Gambar 7.9. H2SO4 5 N

og)
oh)

121

oi)

oj)

Gambar 7.10. Methylene Blue

ok)
ol)

7.4.

Prosedur Percobaan

1.

Timbang 1 gr clay sudah siap untuk


dianalisis mesh 270 (baik setelah teraktivasi maupun sebelum
teraktivasi) kedalam erlenmeyer flask 250 cc.

2.

Kemudian tambahkan 50 cc aquades dan


diaduk dengan menggunakan magnetisie sambil ditetesi katalisator
asam sulfat 5N sebanyak 10 tetes.

3.

Kemudian didihkan diatas hotplate selama


10 menit sambil diaduk.

4.

Sampel tersebut kemudian titrasi dengan


penambahan larutan methylene blue setiap 5 cc dan diaduk selama 30
detik dan kemudian ambil sampel dengan pipet dan teteskan diatas
kertas saring sampai terdapat lingkaran dua warna biru yang berbeda
(biru tua dan biru muda).

5.

Setelah terjadi dua warna lingkaran biru tua


dan biru muda selanjutnya dikocok manual selama kurang lebih 2 menit
apakah warna tersebut berubah atau hilang. Jika tidak ada perubahan
berarti titrasi berakhir.

122

6.

Jika setelah dikocok 2 menit dua lingkaran


tersebut berubah, maka lakukan kembali langkah4 dan seterusnya.

7.

Kemudian catat pertukaran kation dari


larutan tersebut yang besarnya sama dengan jumlah cc dari larutan
titrasi methylene blue dalam satuan meq/100 gram.

om)

7.5.

Datadan Hasil Perhitungan


on)

Dari percobaan diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Harga kapasitas tukar kation bentonite indobent : 75 meq/100 gr


b. Harga kapasitas tukar kation bentonite baroid
: 48 meq/100 gr
oo)
op)
7.6.
Pembahasan
7.6.1.
PembahasanPraktikum
oq)

Pada praktikum pengukuran MBT(Methylene Blue Test)

membahas harga cation exchange capacity (CEC) atau kapasitas tukar


kation (KTK) adalah kemampuan yang dimiliki mineral clay. Pertukaran
kation tersebut tergantung dari jenis dan kristal salinitas mineral, pH
larutan, jenis kation yang diperlukan dan konsentrasi kandungan mineral
yang terdapat didalam clay.
or)

Berdasarkan data percobaan, ada dua jenis bentonite yang

digunakan yaitu bentonite indobent dan bentonite baroid.Nilai tukar kation


dari bentonite indobent adalah 75 meq/100 gr dan bentonite baroid adalah
48 meq/100 gr.
os)

Pengaruh baik serta buruknya dari kedua nilai kapasitas

tukar kation (KTK)bentonite di atas tergantung dari kepentingan. Apabila


dibutuhkan untuk menyerap air atau bereaksi dengan lingkungan ion
sekelilingya, makamenggunakan bentonite indobent. Tetapi normalnya
dalam

operasi

pemborandibutuhkan

makamenggunakanbentonite barid.
ot)
ou)
ov)

yang

tidak

terlalu

reaktif,

123

ow)
ox)
oy)
oz)
pa)
7.6.2.

Pembahasan Soal
1. Bandingkan dari 2 jenis bentonite tersebut mana yang lebih bagus ?
berikan alasan dan pembahasannya.
pb)
Jawab: Dari 2 (dua) jenis bentonie (indobent danbaroid),
maka diketahui bahwa yang paling baik adalah bentonite
baroid, dikarenakan memiliki harga kapasitas kation yang
rendah. Karena apabila suatu jenis bentonite memiliki
kapasitas tukar kation yang tinggi, maka saatpelepasan kation
kemudian terjadi pertukaran kation saatterkontak dengan air,
maka kation tersebut akan mengikat molekul-molekul air
sehingga akan terjadi swelling yang mengakibatkan rusaknya

formasi.
pc)
7.7. Kesimpulan
pd)
Dari hasil perhitungan dan pembahasan soal yang
diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Melalui MBT dapat ditentukan kapasitas tukar kation (KTK) yang
merupakan kemampuan clay dalam mengikat kation dari suatu larutan
2. KTK berbanding lurus dengan peristiwa clay swelling,jika nilai KTK
besar maka kemungkinan swelling makin besar juga
3. Pada hal percobaan,harga KTK bentonite indobent yaitu 75mg/100gr
sedangkan baroid 48 meq/100gr
4. Bentonite baroid yang diperlakukanuntuk mencegah terjadinya swelling
pada formasi karena nilai KTKnya lebih kecil dari bentonite indobent.
pe)
pf)

pg)
ph)
pi)

124

pj)
pk)
pl) BAB VII

pm)

PEMBAHASAN UMUM

pn)
po)

Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari tentang seluruh

gaya yang bekerja pada batuandalam proses pemboran. Ada beberapa macam
mekanika batuan, yaitu Compressive Strengthmerupakan kekuatan batuan untuk
menerima

beban

kompresif

sebelum

batuan

itu

pecah,

Rock

Drill

Abbilitymerupakan kemudahan batuan untuk di bor, Hardnestmerupakan


ketahanan batuan terhadap gaya gores yang diperhitungkan dengan skala Mohs,
Abrasiveness merupakan sifat mengikis dari batuan, Elasticity merupakan gaya
yang diberikan pada batuan dan tidak merubah bentuk bantuan tersebut dimana
diperhitungkan pada lapisan shale. Karena shale yang memiliki elasticity di
banding dengan lapisan lainnya. Semakin besar elasticity nya maka akan sulit
untuk melakukan fracturing pada lapisan tersebut, dan Bailing tendency
merupakan kecendrungan cutting untuk menempel pada bit di perhitungkan untuk
memilih jenis bit.
pp)

Lumpur pemboran adalahfluida yang digunakan untuk membantu

proses pemboran.Dalam komposisi pembuatannya lumpur terdapat 3 (tiga) fraksi,


antara lain fraksi cairan, fraksi padatan, dan fraksi additive. Adapun macammacam fungsi lumpur pemboran, antara lainmengangkat cutting ke permukaan,
mengontrol tekanan formasi, mendinginkan dan melumasi bit dan drillstring,
membersihkan dasar lubang bor, membantu stabilitas formasi, melindungi formasi
produktif, membantu dalam evaluasi formasi.
pq)

Lumpur memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan

keberhasilan suatu operasi pemboran sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat dari


lumpur tersebut seperti densitas, viskositas, gel strength ataupun filtration loss.
Densitas lumpur berhubungan langsung dengan fungsi lumpur bor sebagai
penahan tekanan formasi. Dengan densitas lumpur pemboran yang terlalu besar

125

akan menyebabkan lumpur hilang ke formasi (lost circulation), sedangkan apabila


densitas lumpur pemboran terlalu kecil akan menyebabkan kick (masuknya fluida
formasi ke dalam lubang sumur).
pr)

Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam

lumpur pemboran akan membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihanserpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat mempengaruhi
karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah beban
pada mud pump. Kandungan minyak adalah banyaknya minyak yang terkandung
dalam lumpur emulsi dimana air sebagai bahan dasarnya. Lumpur emulsi yang
baik adalah lumpur pemboran dengan kadar minyak maksimal sebesar 15 20
%. Kadar minyak dalam lumpur emulsi mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap laju pemboran karena minyak akan memberikan pelumasan sehingga
pahat lebih awet, mengurangi pembesaran lubang bor dan mengurangi
penggesekan pipa bor dengan formasi serta mengurangi kemungkinan terjadinya
jepitan terhadap pahat. Akan tetapi setelah melewati kandungan minyak optimum
tersebut, kenaikan kadar minyak akan menyebabkan penurunan laju pemboran,
hal ini tejadi pada permukaan bit yang lebih licin saat kontak dengan batuan
formasi karena adanya pelumasan yang berlebihan.
ps)
pt)
Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam sifat-sifat
rheologi fluida pemboran. Viskositas lumpuradalah kemampuan lumpur untuk
mengalir dalam suatu media.Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat round
trip sehingga dapat mencegah cutting mengendap didasar sumur yang dapat
menyebabkan masalah pemboran selanjutnya.. Gel strength merupakan salah satu
indikator baik atau tidaknya lumpur pemboran. Gel strength merupakan ukuran
gaya tarik menarik partikel lumpur yang statik.Viskositas dan gel strength
merupakan sebagian dari indikator baik tidaknya suatu lumpur.
pu)

126

pv)

Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan

poros, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan


fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang kedalam batuan
disebut filtrat. Karena terjadi proses filtrasi maka dapat terbentuk mud cake. Mud
cake adalah padatan lumpur yang menempel pada dinding lubang bor. Mud cake
yang tipis akan merupakan bantalan yang baik antara pipa pemboran dan
permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran
sehingga sulit diputar dan diangkat. Filtrat yang terlalu banyak menyusup ke poripori batuan dapat menimbulkan kerusakan pada formasi. Peralatan untuk
mendiagnosis filtration loss dan mud cake adalah HPHT (High Pressure High
Temperature)
pw)

px)

Dalam operasi pemboran, pengontrol kualitas lumpur pemboran

harus terus menerus dilakukan sehingga lumpur pemboran tetap berfungsi dengan
kondisi yang ada.Perubahan kandungan ionion tertentu dalam lumpur pemboran
akan berpengaruh terhadap sifatsifat fisik lumpur pemboran, oleh karena itu kita
perlu melakukan analisa kimia untuk mengontrol kandungan (analisis kimia
alkalinitas, analisis kesadahan total, analisis kandungan ion chlor, ion kalsium, ion
besi serta pH lumpur bor (dalam hal ini filtratnya).ionion tersebut untuk
kemudian dilakukan tindakantindakan yang perlu dalam penanggulangannya.
py)
pz)

Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur pemboran

adalah adanya material-material yang tidak diinginkan (kontaminan) yang masuk


kedalam lumpur pada saat operasi pemboran sedang berjalan. Kontaminasi yang
sering terjadi antara lain kontaminasi sodium chloride, kontaminasi gypsum,
kontaminasi semen, kontaminasi hard water,kontaminasi carbon dioxide,
kontaminasi hydrogen sulfide, kontaminasi oxygen. Setelah mengetahui jenis-jenis
kontaminasi pada lumpur pemboran, maka dapat ditentukan langkah-langkah
untuk mengatasinya sesuai kontaminasi yang terjadi
qa)

127

qb) Shale adalah batuan sedimen yang terbentuk dari endapan-endapan


lempung (clay).Lempung (clay) merupakan batuan sedimen klastik
yang berasal dari pelapukan batuan beku atau metamorf.Methylene
blue test (MBT) digunakan untuk mengukur harga kapasitas tukar
kation (KTK) dari suatu sistem clay.Reaksi pertukaran kation
kadang-kadang

bersamaan

dengan

terjadinya

sweeling,

dimanaswelling adalah peristiwa pengembangan volume clay


karena terjadi kontak terhadap air.
qc) Swelling itu mempunyai pengaruh terhadap pertukaran kation yaitu
apabila semakin cepat pertukaran kation maka semakin cepat
pulaswelling akan terjadi, begitu juga sebaliknya. Apabila semakin
lambat pertukaran kation maka semakin lambat pula swellingakan
terjadi.
qd)
qe)

Cation Exchange Capasity (CEC) merupakan kemampuan dari

suatu clay untuk melakukan pertukaran kation. Suatu sistem clay yang mengalami
kontak dengan water akan mengalami pengembangan atau bias disebut Swelling.
Proses swelling sendiri terjadi bersamaan dengan proses pertukaran kation pada
suatu sistem clay Jika diinginkan jenis clay yang reaktif,maka harga CEC tinggi
namun bila sebaliknya harga CEC rendah.
qf) BAB IX

qg)

KESIMPULAN UMUM
qh)

1. Mekanika batuan adalah seluruh gaya yang bekerja pada batuan dalam proses
pemboran.
2. Hubungan antara CS (Compressive Strength), ROP (Rate Of Penetration),
RPM (Rotation Per Minute), WOB (Weigth On Bit) pada formasi soft adalah
CS rendah, ROP tinggi, RPM tinggi, dan WOB rendah.
3. Formasi hard memiliki CS tinggi, ROP rendah, RPM rendah, WOB tinggi.
4. Kadar minyak ideal pada lumpur pemboran berkisar antara 15 20%.
5. Pada data praktikum, zat additive barite lebih efektif dan ekonomis dalam
meningkatkan densitas dibandingkan CaCO3.

128

6. Lost circulation disebabkan karena besarnya harga densitas, namun kick


disebabkan karena kecilnya harga densitas.
7. Pengertian material additive adalah material yang ditambahkan untuk
merawat sifat lumpur sesuai dengan yang dibutuhkan.
8. Apabila dua zat additive yang berbeda ditambahkan dengan jumlah yang
sama pada lumpur berbeda maka densitas lumpur lebih besar dinaikkan oleh
barite dibandingkan kalsium karbonat.
9. Rheologi lumpur pemboran yaitu yield point dan plasticviscocity.
10. Viskositas terlalu tinggi menyebabkan lumpur terlalu berat dan mengganggu
siklus pemboran, dan viskositas terlalu rendah maka serpihan bor (cuttings)
kembali mengendap di dasar sumur.
11. Sifat rheologi lumpur pemboran dapat berubah jika mengalami tekanan dan
temperatur yang tinggi.
12. Viskositas memiliki hubungan yang setara dengan gel strength, densitas dan
tekanan hidrostatis lumpur pemboran.
13. Dextrid dan bentonite ditambahkan pada percobaan tersebut untuk menaikkan
nilai viskositas dan gel strength pada lumpur pemboran.
14. Ukuran partikel, temperatur, tekanan dan kedalaman dapat mempengaruhi
lumpur pemboran terhadap filtration loss dan mud cake.
15. Penambahan zat additive pada lumpur pemboran dapat mempengaruhi
ketebalan mud cake dan nilai pH.
16. Ketebalanmud cake dijaga untuk tetap tipis yang diperlukan sebagai bantalan
antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Tetapi ketebalanmud cake
tidak boleh terlalu tebal, karena dapat menjepit pipa serta menimbulkan
masalah pemboran lainnya.
17. Lost circulation adalah masalah yang terjadi selama proses pemboran dimana
prosesnya fluida (lumpur pemboran) yang hilang ke dalam batuan berporos.
Sehingga dapat mengurangi volumelumpur pemboran saat sirkulasi dari dasar
pemboran ke permukaan.
18. Zat additive yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah filtration loss
adalah filration loss agents. Serta untuk mengatasi masalah ketebalan pada
mud cake dapat menggunakandextrid.
19. Kontaminasi garam yang terjadi pada lumpur pemboran dapat diketahui
dengan metode analisa kandungan ion chlor.

129

20. Semakin cepat proses terjadinya korosif pada drill string diakibatkan oleh
kandungan ion besi yang tinggi.
21. Metode utama yang dilakukan dalam analisa kimia lumpur pemboran adalah
titrasi, dimana larutan sampel dibandingkan dengan larutan yang telah
diketahui konsentrasinya.
22. Kesadahan total yang mengandung Ca2+ dan Mg2+ dapat menaikkan viskositas
dan gel strength yang mengakibatkan kerja mud pump menjadi lebih berat.
23. Menentukan kontaminan-kontaminan yang terjadi dengan mengetahui
formasi-formasi tertentu yang telah dilewati selama proses pemboran.
24. Kontaminan adalah material-material tidak diinginkan yang masuk dalam
lumpur pemboran saat pemboran berlangsung.
25. Jenis-jenis kontaminasi antara lain kontaminasi sodium chloride, gypsum,
semen, hardwater, CO2, O2, dan H2S.
26. Cara

untuk

penanggulangan

kontaminasi

lumpur

pemboran

yaitumenambahkan zat additive kedalam lumpur pemboran seperti soda ash,


NaOH, monosodium phosphate (NH(H2PO4)), dan lain lain.
27. Kontaminasi lumpur pemboran dapat merubah rheologi lumpur, pH, plastic
viscosity, gel strength, filtration loss, dan tebal mud cake.
28. Zat-zat kontaminan antara lain NaCl, gypsum, semen, Ca2+ dan Mg2+, carbon
dioxide , oxygen, dan hydrogen sulfide.
29. Methylene blue test(MBT)digunakanuntuk mencari nilai dari kapasitas tukar
kation (KTK).
30. Kapasitas tukar kation (KTK) pada clay adalah total kapasitas kation suatu
sistem clay.
31. Swelling adalah peristiwa pengembangan volume clay karena terjadi kontak
terhadap air.
32. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) berbanding lurus dengan peristiwa
swelling pada clay. Apabila nilai kapasitas tukar kation (KTK) besar maka
semakin besar kemungkinan tejadinya peristiwa swelling pada clay. Begitu
pula sebaliknya, Apabila nilai kapasitas tukar kation (KTK) rendah maka
semakin rendah kemungkinan tejadinya peristiwa swelling pada clay.

130

33. Methylene blue test(MBT) dipakai untuk mengukur total kapasitas pertukaran
kation dari suatu sistem clay dan dari nilai tukar kation tersebut dapat
diprediksikan terjadinya swelling.

qi) DAFTAR PUSTAKA


Fuad Ansori, Mohammad. 2011. Laporan Resmi Praktikum Analisa Lumpur
Pemboran. STT-MIGAS Balikpapan : Balikpapan.
http://icalestar.blogspot.com/2011/06/teknik-pemboran.html
http://migasnet04badruz777.blogspot.com/2011/06/sifat-fisik-lumpur.html
http://migasnet04-uum8035.blogspot.com/2010/01/lumpur-pemboran-fungsi-sifatsifat.html
Waruni K., S.T., M.T., Mayda, 2009. Buku Petunjuk Praktikum Analisa Lumpur
Pemboran. STT-MIGAS Balikpapan : Balikpapan.

Anda mungkin juga menyukai