hipoproliferatif normositik normokrom, apus darah tepi menunjukkan burr cell. Perubahan
morfologi sel darah merah menampilkan proses hemolitik primer , mikroangiopati atau
hemoglobinopati. Jumlah total retikulosit secara umum menurun.
Mean corpuscular volume meningkat pada defisiensi asam folat, defisiensi
B 12 dan pasien dengan kelebihan besi. Mean corpuscular volume menurun pada
pasien dengan thalasemia, defisiensi besi yang berat, dan intosikasi aluminium
yang berat. Pada era penggunaan rekombinant human eritropoetin
(rHuERITROPOETIN) , penilaian terhadap simpanan besi melalui perhitungan
feritin serum, transferin, dan besi sangat diperlukan. Pada keadaan dimana tidak
ada faktor yang memperberat seperti penyakit inflamasi, penyakit hati, atau
respons yang buruk dari rHuERITROPOETIN, feritin serum merupakan indikator
yang tepat dari simpanan besi tubuh.
Jika simpanan menurun , nilai feritin serum menurun sebelum saturasi
transferin. Walaupun penyakit kronik dapat menurunkan besi dan transferin,
pasien dengan saturasi transferin kurang dari 20% dan feritin kurang dari 50 ng/
mm dapat dianggap terjadi defisiensi besi. Di sisi lain pasien memiliki saturasi
lebih dari 20% yang gagal berespons terhadap replacement besi harus
diperkirakan mengalami intoksikasi aluminium atau hemoglobinopati. Walaupun
alat serologi dapat mengidentifikasi defisiensi besi dengan spesifisitas,
Memastikan dengan pasti penyebab membutuhkan berbagai jalur kehilangan
besi pada pasien tersebut termasuk saluran gastro intestinal (4-5 ml blood loss /
hari atau 5 ml kehilangan besi/ hari), prosedur dialisis (4-50 ml/ terapi dimana
mungkin disebabkan karena antikoagulan yang inadequat dan teknik
penggunaan kembali dialister yang buruk), flebotomi yang rutin untuk kimia
darah dan konsumsi besi pada terapi rHuERITROPOETIN.
2.3 Eritropoetin
2.3.1 Pengertian
Eritropoietin (bahasa Inggris: erythropoetin, erithropoyetin, hematopoietin,
hemopoietin, ERITROPOETIN) adalah hormon glikoprotein yang merupakan stimulan bagi
eritropoiesis, sebuah lintasan metabolisme yang menghasilkan eritrosit.
Sintesis dominan ERITROPOETIN terjadi pada sel di area interstitial peri-tubular di
dalam ginjal, selain hati dan otak. Sintesis ERITROPOETIN diregulasi oleh konsentrasi
oksigen di dalam darah, meskipun mekanisme yang mendalam masih belum dimengerti.
Eritropoietin, suatu glikoprotein dengan berat molekul 34-39 kDA yang dikode oleh gen pada
kromosom 7, merupakan factor pertumbuhan hematopoietic yang pertama kali diisolasi.
Eritropoeitin merupakan factor pertumbuhan sel darah merah yang diproduksi terutama oleh
sel interstitial peritubular ginjal, dan sebagian kecil juga diproduksi di hati. Untuk
kepentingan pengobatan, eritropoietin diproduksi sebagai rekombinan eritropoietin manusia
yang disebut eritropoetinetin alfa.
ERITROPOETIN hasil sekresi dan beredar dalam sirkulasi darah akan meregulasi
eritropoiesis pada sumsum tulang melalui pencerap Eritropoetin yang masih tergolong
sebagai pencerap sitokina, dan mekanisme transduksi sinyal selular melalui beberapa kinase
termasuk lintasan JAK/STAT dan Ras/MAP. Lintasan ini memelihara dan menstimulasi
mitosis dan kematangan sel, meningkatkan sintesis hemoglobin. Mutasi pada lintasan ini
akan mengakibatkan terminus karboksil eritrosit terpotong seperti pada simtoma eritrositosis.
2.3.2 Farmakodinamik
melalui pembelahan sel dan ukurannya mengecil secara progresif seiring dengan penambahan
hemoglobin dalam sel tersebut.
5. Retikulosit : eritrosit imatur yang masih memiliki sedikit sisa nukleus dalam bentuk
poliribosom yang aktif mentranslasi mRNA, komponen membran sisa dari sel prekursornya,
dan hanya sebagian enzim, protein serta fosfolipid yang diperlukan sel selama masa
hidupnya. Selelah proses enukleasi, retikulosit akan memasuki sirkulasi dan menghabiskan
sebagian waktu dalam 24 jam pertamanya di limpa untuk mengalami proses maturasi dimana
terjadi remodeling membran, penghilangan sisa nukleus, dan penambahan serta pengurangan
protein, enzim, dan fosfolipid. Setelah proses ini barulah eritrosit mencapai ukuran dan
fungsi optimalnya dan menjadi matur (Munker, 2006). Peran eritropoetin sangat perpengaruh
dalam pembentukan eritrosit, seperti yang terdapat pada gambar 2.1 dibawah ini.
Pada kebanyakan pasien kadar hematokrit sekitar 35% dapat dipertahankan dengan
pemberian eritropoietin 50-150 IU/kg IV atau SC tiga kali seminggu. Pemberian subkutan
umumnya lebih disenangi karena absorbsinya lebih lambat dan jumlah yang dibutuhkan
berkurang 20-40%. Respon pasien dialysis terhadap pemberian eritropoietin tergantung pada
beratnya kegagalan ginjal, dosis eritropoietin dan cara pemberian serta ketersediaan zat besi.
Kegagalan respon paling sering disebabkan oleh adanya defisiensi zat besi yang dapat diatasi
dengan pemberian preparat besi per oral. Pasien yang mendapat eritropoietin harus dimonitor
ketat dan dosis perlu disesuaikan agar peningkatan hematokrit terjadi secara bertahap untuk
mencapai 33-36% dalam 2-4 bulan.
Kadar hematokrit yang dicapai dianjurkan tidak melebihi 36% untuk menghindari
infark miokard.
Anemia karena gangguan primer atau sekunder pada sumsum tulang umumnya
kurang memberikan respon terhadap pemberian eritropoietin. Respon paling baik bila kadar
eritropoetin kurang dari 100 IU/L. umumnya untuk pasien ini dibutuhkan dosis lebih tinggi,
sekitar 150-300 IU/L tiga kali seminggu, dan responnya biasa tidak terlalu baik.
Indikasi terapi eritropoetin dapat dilihat pada tabel 2.3 dibawah ini.
2.3.7 Kriteria
Pengobatan anemia dengan eritropoetin dapat diberikan pada penderita GGK yang
menjalani HD maupun CAPD. Pemberiannya dimulai setelah keadaan stabil serta telah
terkendalinya gejala uremia, kelebihan cairan dan hipertensi. Pada penderita yang belum
menjalani dialysis dapat pula diberikan dan dimulai jika hematokrit dibawah 30%.
Pengobatan dengan eritropoetin hanya boleh dimulai setelah semua penyebab anemia
kecuali defisiensi erotropoetin disingkarkan, terutama defidiensi Fe, asam folat, vitamin B12,
dan adanya perdarahan.
The Renal Association of Great Britain memakai kriteria sebagai berikut:
1.Hemoglobin dibawah 8 g/dl
HEMAPO (produksi Kalbe Farma) Rekombinan eritropoeitin alfa 3.000 UI; 10.000
UI/mL
RECORMON (produksi Roche Indonesia) Eritropoetinietin 2.000 UI; 5.000 UI/ 0,3
mL PFS (prefilled syringe); 10.000 IU/0,6mL PFS