KTRK Kongenital
KTRK Kongenital
PENDAHULUAN
berkembang.(2) Di
Singapura
insiden
katarak
kongenital
(16 kasus atau 3,4 %) dari 10 penyakit mata terbanyak pada anak-anak yang
berobat ke Poliklinik Mata RSUP Dr. M Djamil Padang pada tahun 1994. (3)
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, pasien datang berobat
biasanya sudah dalam keadaan terlambat, dengan berbagai komplikasi seperti
nistagmus, ambliopia dan strabismus. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor
ekonomi yang rendah, pendidikan orangtua yang rendah, perhatian orang tua
terhadap perkembangan anak dan terbatasnya pelayanan kesehatan spesialis mata
di daerah-daerah. Di samping itu belum dilaksanakan skrining terhadap semua
bayi baru lahir yang sangat membantu menegakkan diagnosis dini katarak
kongenital. ( 6)
Sampai saat ini manajemen katarak kongenital masih menemui banyak
kesulitan. Hal ini disebabkan karena manajemennya yang berbeda dengan katarak
pada orang dewasa. Kemudian juga melibatkan multidisiplin ilmu, komitmen
orangtua, dan waktu dilakukan operasi yang harus sesegera mungkin. Dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, ekstraksi lensa saat ini
tidak begitu menjadi masalah, tetapi rehabilitasi visus pasca operasi masih
mengalami kesulitan agar didapatkan ketajaman penglihatan yang maksimal
(1,6,7,8).
Oleh karena itu, kami tertarik untuk membahas mengenai diagnosis dan
penatalaksanaan katarak kongenital.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
SEJARAH
Pada zaman Yunani dan Romawi kuno telah dipercayai bahwa lensa adalah
bagian dari mata yang bertanggung jawab untuk proses penglihatan. Mereka berteori
bahwa nervus optikus sebagai penghantar sinyal visual ke otak bertemu dengan lensa
sebagai penangkap sinar visual dari dunia luar pada tengah-tengah lensa. Teori yang jauh
berbeda dengan anatomis sebenarnya terus berlanjut sampai zaman Renaissance sampai
Fabricius ab Aquapendente (anatomis Italia) menggambarkan posisi yang sebenarnya dari
lensa. Postulat felix Plater (1536-1614) pertama kali menyatakan retina, bukan lensa,
adalah bagian yang bertanggung jawab terhadap penglihatan. (21)
2.2
DEFINISI
2.3
EPIDEMIOLOGI
histopatologi
terlihat
nukleus serat
2.5
ETIOLOGI
Katarak congenital dapat terjadi secara bilateral dan unilateral. Berikut ini
KATARAK BILATERAL
Idiopatik
Katarak Herediter (tanpa penyakit
sistemik)
Autosom dominan >>
Autosom resesif
X-linked
Penyakit genetik dan metabolik(5-10%)
Sindrom Down
Sindrom Hallerman Streiff
Sindrom Lowe
Galaktosemia
Sindrom Marfen
Trisomi 13-15
Hipoglisemia
Sindrom Alport
Distrofi miotonik
Penyakit Fabry
Hipoparatiroid
Sindrom Conradi
Infeksi Maternal (intrauterine)
Rubella
Cytomegalovirus
Varicella
Sifilis
Toxoplasmosis
Anomali Ocular
Aniridia
Sindrom Disgenesis Segmen Antor
2.5.1
KATARAK UNILATERAL
Idiopatik
Lentikonus Posterior
Persisten Hiperplastik Vitreus Primer
Infeksi intra uterin
Rubella (20-30%)
Cytomegalovirus
Varicella
Sifilis
Toxoplasmosis
Disgenesis Segmen Anterior
Tumor Posterior Pole
2.5.2
PATOFISIOLOGI
Lensa terbentuk selama invaginasi permukaan ektoderm ke dalam kantung
mata. Nukleus embrionik terbentuk pada minggu ke enam dari pembuahan. Fetal
nukleus mengelilingi nukleus embrionik. Saat lahir embrionik dan fetal nukleus
membentuk lensa. Setelah lahir epitel anterior lensa berubah menjadi serat
kortikal lensa. Sutura Y merupakan pertanda penting karena berasal dari nukleus
fetal. Bagian lensa perifer dari sutura Y adalah kortek dan bagian lensa dimana
sutura Y berada adalah nukleus. (2)
Cedera pada nukleus dan serat lentikuler dapat menyebabkan kekeruhan
terhadap kejernihan media lentikular. Lokasi dan pola terbentuknya kekeruhan
sesuai dengan etiologinya baik idiopatik, infeksi dan metabolik.(2)
2.7
MANIFESTASI KLINIS
Keluhan utama biasanya orangtua pasien melihat adanya leukocoria pada
mata anaknya. Leukocoria ini ukurannya bisa kecil bisa juga total. Bila ukurannya
masih kecil, orang tua belum memeriksakan anaknya ke dokter. Leukocoria yang
kecil tadi makin lama makin besar sampai terlihat jelas oleh orangtua.(7,8,20)
Adanya riwayat keluarga perlu ditelusuri mengingat sepertiga katarak
kongenital bilateral merupakan herediter. Riwayat kelahiran yang berkaitan
dengan prematuritas, infeksi maternal dan pemakaian obat-obatan selama
kehamilan.(17,20)
Skrining pada bayi baru lahir sangat membantu penemuan dini katarak
kongenital bilateral. Skrining ini termasuk pemeriksaan refleksi fundus dan
oftalmoskopi. Refleksi fundus yang ireguler atau negative
merupakan suatu
indikasi adanya katarak kongenital. Kekeruhan lensa sentral atau kortikal > 3 mm
sudah dapat dideteksi dengan oftalmoskop direk.(2,7,20)
Nistagmus bisa ditemukan sebagai akibat deprivasi visual dini. Pada
beberapa kasus kelainan strabismus dapat ditemukan sebagai tanda adanya katarak
kongenital terutama unilateral. (7,8,9,20)
Nistagmus muncul pada 50% anak anak dengan katarak kongenital
bilateral , nistagmus ditemukan sebagai akibat deprivasi visual dini.(7,20)
2.8
2.8.1
DIAGNOSIS
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Diagnose katarak kongenital dapat di tegakkan dari anamnesa mengenai
keluhan utama, riwayat keluarga dan riwayat kelahiran yang berkaitan dengan
prematuritas, infeksi maternal dan pemakaian obat-obatan selama kehamilan.
10
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada katarak kongenital bilateral sangat
2.9
PENATALAKSANAAN
11
2.9.1
Konservatif
Pada katarak yang belum memerlukan tindakan operasi, pada tahap awal
dapat diberikan obat untuk dilatasi pupil seperti Atropin ED 1%, Midriasil ED
1%, dan Homatropin ED. Pemberian obat ini hanya bersifat sementara, karena
jika kekeruhan lensa sudah tebal sehingga fundus tidak dapat dilihat maka
dapat harus di operasi. Oleh karena itu katarak congenital dengan tingkat
kekruhan sedikit atau parsial perl dilakukan follw-up yang teratur dan
pemantauan yang cermat terhadap visusnya. (1,8,9)
2.9.2
Operatif
Pada beberapa kasus, katarak kongenital dapat ringan dan tidak
(5)
Ekstraksi Katarak
12
(2)
dapat terjadi antara lain adalah glaukoma, infeksi mata dan ablasio retina. (4)
Koreksi optis sangat penting bagi bayi dan anak. Koreksi tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan implantasi lensa buatan
(IOL) setelah dilakukan ekstraksi lensa, pemberian kacamata atau lensa
kontak. (2,24) Implantasi lensa buatan pada bayi masih menjadi kontroversial.
2.9.3
Konsultasi
Konsultasi dengan ahli mata diperlukan untuk mencegah hilangnya
13
Selain itu juga perlu dilakukan evaluasi genetik jika katarak bilateral dan atau
diseratai kelainan lainnya. (2)
2.9.4
Diet
Pengaturan dalam pemberian makanan diperlukan jika diketahui adanya
2.10
KOMPLIKASI (2)
1. Kehilangan penglihatan
2. Ambliopia
3. Glaucoma
4. Strabismus
5. Ablasio retina
2.11
PROGNOSIS
Katarak kongenital total atau unilateral mempunyai prognosis yang buruk
(5)
unilateral, 40% menghasilkan visus 20/60 atau lebih baik, sedangkan pasien
dengan katarak congenital bilateral, 70% menghasilkan visus 20/60 atau lebih
baik. Prognosis akan lebih buruk pada pasien dengan adanya kelainan mata lain
atau penyakit sistemik. (2)
2.12
PENCEGAHAN
Pencegahan katarak kongenital merupakan prioritas utama secara
14
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari jurnal reading ini adalah,
1. Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa mata yang terlihat dalam
tahun pertama setelah kelahiran.
2. Etiologi dari katarak kongenital adalah idiopatik, herediter, infeksi
intrauterin dan penyakit metabolik-sistemik.
3. Gejala klinis katarak kongenital adalah leukokoria dan nistagmus.
4. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
5. Terapi yang dilaksanakan terdiri dari konservatif, operatif, konsultasi, dan
diet.
15
16
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Opthalmology . Lens and Cataract. Basic and
Clinical Science Course, Section 11. The Foundation of AAO. San
Francisco. 2004. 30 31, 187 190
2. Bashour
M.
Cataract
Congenital.
Diakses
dari
www.emedicine.Com/oph/TopicCataractCongenital . 2006.
3. yanu
4. Royal National Institute of Blind People (RNIB). Cataract Congenital.
Diakses dari http : // www. eyehealth@rnib.org.uk. 2007.
5. Ilyas Sidarta. Penglihatan Perlahan Tanpa Mata Merah (dalam: Ilmu
Penyakit Mata). Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005: 200-210.
6. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Lensa (dalam: Oftalmologi
Umum, Suyono JK, ed). Ed 14. Jakarta: Widya Medika. 2000: 175-184.
7. Lee David A . Higginbotham Eve J . Clinical Guide to Comprehensive
Ophthalmology. Thieme. New York. 1999 : 303-331.
8. Wright KW et al . Pediatric Opthalmology and Strabismus. Mosby. St
Louis. : 367-384
9. American Academy of Opthalmology . Pediatric and Strabismus, Basic
and Clinical Science Course, Section 6. The Foundation of The AAO . San
Francisco. 2004 : 21-32, 96-37, 153-154 , 282
10. Wong TY . The Ophthalmology Examination Review. World Scientific.
Singapore. 2001 : 9-12
11. Kanski J.J Congenital Cataract chapter 8.Clinical Ophthalmology Fifth
edition. Butterworth Heinemann. Edinburgh, London,New Yurk, Oxford,
Philadelpia, Sydney, Toronto. 2003. 183 189
12. Chia A, Balakhrisnan V.Congenital Cataract Chapter 9.7 .Clinical
Ophthalmology An Asia Perspective.Ed Ang CL, Chee SP, Jap AH, Tan D,
Wong TY.Sauders.Singapore, Edinburgh,London,New Delhi,New York,
Oxford, Philadelphia,Sydney,Tokyo,Toronto.2005. 699 70
13. Kunimoto D Y, Kanitkar K D, Makar M S.Pediatrics chapter 8. The Wills
Eye Manual. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelpia, Baltimore,New
York, London, Buenos Aires, Hongkong,Sydney, Tokyo 2004.150 152
14. Lambert S R. Cataract and Persistent Hyperplastic Primery Vitreus
(PHPV).Pediatric Ophthalmology and Strabismus .Third edition. Ed
Taylor D, Hoyt C S.Saunders. Edinburgh, London, New York, Oxford,
philadelpia,Toronto. 2005. 441- 456
15. Schaffer D B. TORCH Syndromes.Chapter 2.Pediatric Eye disease Color
Atlas and Synopsis.Ed Hertle R W,Foster J A. McGraw Hill .New
York,Chichago, San Fransisco, London, Sydney. 2002. 9 21
17
16. Pavan D, Langston. Viral Disease of The Ocular Anterior Segment : Basic
Science and Clinical Disease.Chapter 14.The Cornea Scientific
Foundation and clinical Practice. Ed Foster C S, Azar D T, Dohlman C H.
Lippincott William and Wilkins. Philadelpia, Baltimore, New York,
London, Hongkong.2004. 298 377
17. Morris D A. Catarac and Systemic Disease. Chapter 41. Duane,s Clinical
Ophthalmology Vol 5. Ed Tasman W, Jaeger E.Lippincott Raven.
Philadelphia, New York.1997.1 15
18. Douros S, Jain S D, Gorman B D,Cotliar A M. Leukocoria .Chapter
19.Pediatric Ophthalmology A Clinical Guide.Ed Gallin P F. Thime.New
York, Stuttgart. 2002. 241 244
19. Robb R M. Congenital and Childhood Cataracts. Chapter 219. Albert DM,
Jacobiec FA. Principles and Practice of Opthalmology Vol 4. WB
Saunders Company. Philadelphia. 1994:2761 2766
20. Walton DS. Surgical Management Of Pediatric Cataracts. Chapter 220.
Albert DM, Jacobiec FA. Principles and Practice of Opthalmology Vol 4.
WB Saunders Company. Philadelphia. 1994:2767 2769
21. American Academy of Opthalmology. Pediatric Ophthalmology and
Strabismus. Basic and Clinical Science Course, Section 6. The Foundation
of AAO. San Francisco. 2004. 242 250.
22. American Academy of Opthalmology. Lens and Cataract. Basic and
Clinical Science Course, Section 11. The Foundation of AAO. San
Francisco. USA: LEO framework. 2001-2002. 6-8, 36-48.
23. Rahl JS. Congenital and Infantile Cataract. Evidence Based Ophtalmology.
Chapter 8. Wormald. Diakses dari www.wormaldChapter8/htm pada
tanggal 31 Mei 2008. 47-51.
24. Subramanian Manju. Cataract Congenital. Diakses dari http://
www.MedlinePlus MedicalEncyclopedia.htm, 2006.
18