Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Katarak kongenital adalah kekeruhan dari lensa yang ditemukan sejak
lahir. Kekeruhan pada lensa ini akan menggangu perkembangan fungsi
penglihatan normal bila tidak terdeteksi saat bayi lahir.(1,2,20)
Insiden katarak kongenital di Amerika Serikat 1.2 6.0 per 10.000 kasus,
WHO memperkirakan tingkat kejadian katarak kongenital lebih tinggi pada
negaranegara

berkembang.(2) Di

Singapura

insiden

katarak

kongenital

diperkirakan 1:5.000 sampai 1:10,000 lahir hidup, pada negara-negara


berkembang insiden sampai 1:1.000 lahir hidup, terjadinya peningkatan insiden
katarak kongenital disebabkan oleh infeksi intra uterin dan program imunisasi
yang jelek. (11)
Kemala S dan Hafid A dalam suatu penelitian di RSUP Dr. M Djamil
Padang dari tahun 1993-1999, terdapat 30 pasien katarak kongenital yang telah
dioperasi. Sebagian besar pasien-pasien katarak kongenital ini dioperasi pada usia
diatas 6 bulan ( 73 %). Katarak kongenital bilateral ditemukan lebih banyak dari
pada katarak kongenital unilateral dengan perbandingan 63 % : 37 % . (3)
Pada penelitian Khalilul

R, katarak kongenital merupakan urutan 8

(16 kasus atau 3,4 %) dari 10 penyakit mata terbanyak pada anak-anak yang
berobat ke Poliklinik Mata RSUP Dr. M Djamil Padang pada tahun 1994. (3)
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, pasien datang berobat
biasanya sudah dalam keadaan terlambat, dengan berbagai komplikasi seperti

nistagmus, ambliopia dan strabismus. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor
ekonomi yang rendah, pendidikan orangtua yang rendah, perhatian orang tua
terhadap perkembangan anak dan terbatasnya pelayanan kesehatan spesialis mata
di daerah-daerah. Di samping itu belum dilaksanakan skrining terhadap semua
bayi baru lahir yang sangat membantu menegakkan diagnosis dini katarak
kongenital. ( 6)
Sampai saat ini manajemen katarak kongenital masih menemui banyak
kesulitan. Hal ini disebabkan karena manajemennya yang berbeda dengan katarak
pada orang dewasa. Kemudian juga melibatkan multidisiplin ilmu, komitmen
orangtua, dan waktu dilakukan operasi yang harus sesegera mungkin. Dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, ekstraksi lensa saat ini
tidak begitu menjadi masalah, tetapi rehabilitasi visus pasca operasi masih
mengalami kesulitan agar didapatkan ketajaman penglihatan yang maksimal

(1,6,7,8).

Oleh karena itu, kami tertarik untuk membahas mengenai diagnosis dan
penatalaksanaan katarak kongenital.

1.2. Rumusan Masalah


Jurnal reading ini merumuskan diagnosis dan penatalaksanaan Katarak
Kongenital.

1.3. Tujuan Penulisan


Penulisan jurnal reading ini bertujuan untuk membahas mengenai katarak
kongenital agar dapat menambah pengetahuan dan lebih memahami katarak
kongenital dari segi diagnosis dan penatalaksanaannya.

1.4. Metode Penulisan


Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada
beberapa literatur berupa buku teks, jurnal dan makalah ilmiah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

SEJARAH
Pada zaman Yunani dan Romawi kuno telah dipercayai bahwa lensa adalah

bagian dari mata yang bertanggung jawab untuk proses penglihatan. Mereka berteori
bahwa nervus optikus sebagai penghantar sinyal visual ke otak bertemu dengan lensa
sebagai penangkap sinar visual dari dunia luar pada tengah-tengah lensa. Teori yang jauh
berbeda dengan anatomis sebenarnya terus berlanjut sampai zaman Renaissance sampai
Fabricius ab Aquapendente (anatomis Italia) menggambarkan posisi yang sebenarnya dari
lensa. Postulat felix Plater (1536-1614) pertama kali menyatakan retina, bukan lensa,
adalah bagian yang bertanggung jawab terhadap penglihatan. (21)
2.2
DEFINISI

Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang terlihat saat lahir.


Kekeruhan lensa yang terjadi pada tahun pertama kehidupan disebut katarak
infantil. Katarak kongenital sering kali luput dari deteksi saat lahir sehingga baru
diketahui pada tahun pertama kelahiran sehingga para klinisi sulit membedakan
antara katarak kongenital dan katarak infantil. Tatalaksana yang diterapkan tidak
berbeda antara katarak kongenital dan infantil. Oleh sebab itu katarak kongenital
dan katarak infantil sering disamakan.(21,22)

2.3

EPIDEMIOLOGI

Katarak kongenital bilateral menyebabkan 15% kebutaan pada anak di dunia.


Saat ini di negara maju terdapat 3:10.000 kelahiran terdeteksi sebagai katarak kongenital
menjelang usia 1 tahun. Frekuensi kejadian katarak meningkat pada negara berkembang
dengan penyebab spesifik seperti rubella dan penyakit herediter resesif. (22)
2.4
KLASIFIKASI MORFOLOGI(2,7,13,20)

1. Anterior Kapsular Katarak: kekeruhan pada ruang anterior lensa yang


berhubungan dengan kekeruhan pada piramid polar anterior.
2. Sutural (Stellate) : Kekeruhan pada Y-Suture dari nukleus, biasanya tidak
menggangu penglihatan, bercabang-cabang, bilateral, simetrik. Merupakan
herediter dengan pola Autosomal dominan.
3. Kortikal: Kekeruhan pada korteks kecil-kecil dan berkelompok tersusun
sekitar ekuator lensa berbentuk seperti mahkota (Corona). Kekeruhan
tidak dapat dilihat tanpa dilatasi pupil. Tidak mempengaruhi penglihatan,
merupakan herediter dengan pola autosomal dominan.
4. Cerulean (Blue-dot Cataract) : kekeruhan kecil kebiru-biruan sekitar
korteks, non progresif, dan tidak mengganggu penglihatan.
5. Nuklear : Kekeruhan yang terjadi pada nukleus lensa embrional atau
nukleus fetal. Biasanya bilateral, dan jika luas gejalanya berat. Kekeruhan
dapat total mengenai nukleus
6. Kapsular : kekeruhan kecil pada epitel lensa dan kapsul anterior.
Merupakan diferensiasi dari katarak polaris anterior. Umumnya tidak
menggnaggu penglihatan.
7. Lamellar (Zonular) : Merupakan bentuk katarak kongenital terbanyak,
bilateral, dan simetrik. Efek terhadap penglihatan bervariasi tergantung
pada ukuran dan densitas kekeruhan lensa. Pada beberapa kasus, katarak

lamelar adalah transisi dari pengaruh toksik selama perkembangan lensa


fetus. Katarak lamellar juga diwariskan secara autosomal dominan.
Katarak lamellar adalah kekeruhan zone atau lapisan spesifik lensa. Secara
klinik katarak dapat dilihat sebagai lapisan keruh dengan sentral jernih.
Kekeruhan yang berbentuk tapal kuda disebut Riders.
8. Komplit atau total adalah katarak dengan morfologi semua serat lensa
keruh. Refleksi fundus tidak ada, dan retina tidak dapat dilihat dengan
oftalmoskopi direk maupun indirek. Beberapa katarak bisa sub total waktu
lahir dan berkembang sangat cepat menjadi katarak komplit. Katarak bisa
unilateral dan bilateral yang menimbulkan gangguan penglihatan berat.
9. Rubella : Katarak yang muncul akibat infeksi Rubella terutama trimester
pertama kehamilan. Kekeruhan pada bahagian nukleus, keputih-putihan
seperti mutiara. Pada gambaran
lensa

histopatologi

terlihat

nukleus serat

tertahan di dalam substansi lensa. Partikel virus terkurung dalam

lensa paling tidak 3 tahun setelah kelahiran. Manifestasi lain dari


Sindroma Rubella Kongenital ini adalah Retinopathy Pigmentasi,
Mikroptalmus, Glaukoma, kekeruhan kornea permanen atau transien.

2.5

ETIOLOGI
Katarak congenital dapat terjadi secara bilateral dan unilateral. Berikut ini

adalah penyebab tersering katarak kongenital.


Tabel 1. Etiologi Katarak Kongenital

KATARAK BILATERAL
Idiopatik
Katarak Herediter (tanpa penyakit
sistemik)
Autosom dominan >>
Autosom resesif
X-linked
Penyakit genetik dan metabolik(5-10%)
Sindrom Down
Sindrom Hallerman Streiff
Sindrom Lowe
Galaktosemia
Sindrom Marfen
Trisomi 13-15
Hipoglisemia
Sindrom Alport
Distrofi miotonik
Penyakit Fabry
Hipoparatiroid
Sindrom Conradi
Infeksi Maternal (intrauterine)
Rubella
Cytomegalovirus
Varicella
Sifilis
Toxoplasmosis
Anomali Ocular
Aniridia
Sindrom Disgenesis Segmen Antor
2.5.1

KATARAK UNILATERAL
Idiopatik
Lentikonus Posterior
Persisten Hiperplastik Vitreus Primer
Infeksi intra uterin
Rubella (20-30%)
Cytomegalovirus
Varicella
Sifilis
Toxoplasmosis
Disgenesis Segmen Anterior
Tumor Posterior Pole

Katarak Bilateral Herediter


Autosomal dominant inherediter adalah penyebab terbanyak katarak

kongenital bilateral. Kira kira 25% merupakan kasus mutasi autosomal


dominant baru. Autosomal recessive katarak tidak diketahui dan X lingked
katarak jarang.(7,14,15)

2.5.2

Infeksi Intra uterin

Infeksi intra uterin menyebabkan katarak kongenital bilateral. Infeksi


disebabkan oleh TORCHS ( toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, herpes
simplex, syphilis). Katarak yang terjadi pada infeksi intra uterin kekeruhan nya
sentral dan bisa bilateral atau unilateral.Meningkatnya titer IgM antibodi rubella
anak atau peninggian dari titer IgG diindikasikan bahwa anak sudah terdapat
infeksi intra uterin oleh rubella.(2,7,14,15)
Wolff pada penelitiannya menemukan 15% pasien dengan infeksi virus
rubella menyebabkan katarak kongenital dimana 20% menyebabkan katarak
kongenital bilateral,retinopathi 25%, kelainan strabismus 20%, micropthalmus
15%, atrophi nervus optic 10%, kekeruhan kornea 10%, glaukoma 10%, dan
phtisis bulbi 2%.(15)
2.5.3

Kelainan metabolik,genetik dan sistemik


Galactosemia jarang menyebabkan katarak kongenital bilateral, terjadi

pada masa infant disebabkan oleh defisiensi

enzim yaitu galaktokinase,

galaktosae 1-phosphate uridyl transferase dan uridine diphosphate galactose


epimerase. Kelainan ini inherediter sebagai autosomal recessive. Bentuk katarak
nya oil droplet dapat progresif , difus dan lamelar.
Hypoglycemia kasus nya jarang menyebabkan katarak kongenital bilateral
dan terlihat pada kasus kasus dengan komplikasi, sering pada anak laki- laki
dengan mental retardasi dan bentuk katarak nya lamelar.(7,20)
Diabetes mellitus jarang pada anak anak ,bentuk katarak sub kapsularis .
Fabry,s disease kelainan metabolik X- lingked recessive disebabkan defisiensi
enzim alpha galaktosidase. Gejala nyeri ektremitas, lesi pada genitalia, hipertensi,

aneurisma cerebral, cardiomyopathi, infark miokard, gagal ginjal, katarak( 50%)


kasus. (7,20)
2.6

PATOFISIOLOGI
Lensa terbentuk selama invaginasi permukaan ektoderm ke dalam kantung

mata. Nukleus embrionik terbentuk pada minggu ke enam dari pembuahan. Fetal
nukleus mengelilingi nukleus embrionik. Saat lahir embrionik dan fetal nukleus
membentuk lensa. Setelah lahir epitel anterior lensa berubah menjadi serat
kortikal lensa. Sutura Y merupakan pertanda penting karena berasal dari nukleus
fetal. Bagian lensa perifer dari sutura Y adalah kortek dan bagian lensa dimana
sutura Y berada adalah nukleus. (2)
Cedera pada nukleus dan serat lentikuler dapat menyebabkan kekeruhan
terhadap kejernihan media lentikular. Lokasi dan pola terbentuknya kekeruhan
sesuai dengan etiologinya baik idiopatik, infeksi dan metabolik.(2)

2.7

MANIFESTASI KLINIS
Keluhan utama biasanya orangtua pasien melihat adanya leukocoria pada

mata anaknya. Leukocoria ini ukurannya bisa kecil bisa juga total. Bila ukurannya
masih kecil, orang tua belum memeriksakan anaknya ke dokter. Leukocoria yang
kecil tadi makin lama makin besar sampai terlihat jelas oleh orangtua.(7,8,20)
Adanya riwayat keluarga perlu ditelusuri mengingat sepertiga katarak
kongenital bilateral merupakan herediter. Riwayat kelahiran yang berkaitan
dengan prematuritas, infeksi maternal dan pemakaian obat-obatan selama
kehamilan.(17,20)

Katarak kongenital bilateral sering hadir bersamaan dengan anomali


okuler atau sistemik. Ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan
kromosom dan gangguan metabolik. Kelainan okuler yang dapat ditemukan antara
lain mikroptalmus, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi retina dan atrofi
retina. Sedangkan kelainan non okuler yang didapatkan antara lain : retardasi
mental, gagal ginjal, anomali gigi, penyakit jantung kongenital, facies mongoloid.
(7,8,17,20)

Skrining pada bayi baru lahir sangat membantu penemuan dini katarak
kongenital bilateral. Skrining ini termasuk pemeriksaan refleksi fundus dan
oftalmoskopi. Refleksi fundus yang ireguler atau negative

merupakan suatu

indikasi adanya katarak kongenital. Kekeruhan lensa sentral atau kortikal > 3 mm
sudah dapat dideteksi dengan oftalmoskop direk.(2,7,20)
Nistagmus bisa ditemukan sebagai akibat deprivasi visual dini. Pada
beberapa kasus kelainan strabismus dapat ditemukan sebagai tanda adanya katarak
kongenital terutama unilateral. (7,8,9,20)
Nistagmus muncul pada 50% anak anak dengan katarak kongenital
bilateral , nistagmus ditemukan sebagai akibat deprivasi visual dini.(7,20)

2.8

2.8.1

DIAGNOSIS
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Diagnose katarak kongenital dapat di tegakkan dari anamnesa mengenai

keluhan utama, riwayat keluarga dan riwayat kelahiran yang berkaitan dengan
prematuritas, infeksi maternal dan pemakaian obat-obatan selama kehamilan.

10

Prosedur untuk penilaian objektif katarak kongenital menurut Pediatric


Ophtalmoloy yaitu,
1. Evaluasi langsung kejernihan lensa dengan menggunakan oftalmoskop
dengan pengaturan kekuatan lensa plus tinggi. Material lensa biasanya
kelihatan putih atau terang, sehingga konfigurasi kataraknya dapat dilihat.
Penilaian ini hanya memberikan informasi tidak langsung mengenai
seberapa baik pasien dapat melihat.
2. Retinoskop dapat digunakan untuk retroiluminasi. Dengan cahaya
retinoskop difokuskan di retina, katarak akan kelihatan seperti bayangan
hitam yang dikelilingi reflex retina. Penilaian ini memberikan perkiraan
yang baik mengenai seberapa besar halangan yang dihasilkan oleh katarak.
3. Penilaian retina dengan oftalmoskop langsung dan tidak langsung juga
memberikan informasi tentang seberapa efektif cahaya dapat melalui
media sampai retina
4. Pasien sebaiknya diperiksa dengan slit lamp. Pada kasus dimana retina
tidak bisa dilihat, USG dengan scan A dan B atau keduanya seharusnya
bisa dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai integritas retina
dan ruang vitreus.
2.8.2

Hasil Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada katarak kongenital bilateral sangat

diperlukan untuk menegakkan etiologinya. Pemerikasaan laboratorium yang


diperlukan :(2,14,15,20) Laboratorium rutin, TORCH titer, Urine Reduksi, Red cell
galactokinase.

2.9

PENATALAKSANAAN

11

2.9.1

Konservatif
Pada katarak yang belum memerlukan tindakan operasi, pada tahap awal

dapat diberikan obat untuk dilatasi pupil seperti Atropin ED 1%, Midriasil ED
1%, dan Homatropin ED. Pemberian obat ini hanya bersifat sementara, karena
jika kekeruhan lensa sudah tebal sehingga fundus tidak dapat dilihat maka
dapat harus di operasi. Oleh karena itu katarak congenital dengan tingkat
kekruhan sedikit atau parsial perl dilakukan follw-up yang teratur dan
pemantauan yang cermat terhadap visusnya. (1,8,9)
2.9.2

Operatif
Pada beberapa kasus, katarak kongenital dapat ringan dan tidak

menyebabkan gangguan penglihatan yang signifikan, dan pada kasus seperti


ini tidak memerlukan tindakan operatif. Pada kasus yang sedang hingga berat,
yang menyebabkan gangguan pada penglihatan, operasi katarak merupakan
terapi pilihan. (4)
Operasi katarak harus dilakukan sebelum pasien berumur 17 minggu guna
meminimalkan atau meniadakan deprivasi. Para ahli mata memilih untuk
melakukan operasi lebih awal, idealnya sebelum pasien berumur 2 bulan,
untuk mencegah terjadinya ambliopia yang reversible dan nistagmus sensoris.
(2)

Tindakan operasi pada katarak congenital yang umumnya dikenal adalah


disisio lensa, ekstraksi linier, ekstraksi dengan aspirasi.

(5)

Ekstraksi Katarak

Ekstra Kapsular (EKEK) merupakan terapi operasi pilihan. Berbeda dengan


ekstraksi lensa dewasa, sebagian besar ahli bedah mengangkat kapsul
posterior dan korpus vitreum anterior dengan menggunakan alat mekanis dan

12

pemotong korpus vitreum. Hal ini untuk mencegah pembentukan kekeruhan


kapsul sekunder, atau katarak ikutan, oleh karena pada mata yang muda
kekeruhan lensa terjadi sangat cepat. (2,6)
Fakoemulsifikasi jarang diperlukan, karena nukleus lensa pada mata bayi
dan anak lebih lunak. Ekstraksi Katarak Intra Kapsular di kontra indikasikan
pada katarak kongenital, karena menyebabkan traksi korpus vitreum dan
hilangnya ligamen Wieger kapsul hyaloid.

(2)

Komplikasi pasca operasi yang

dapat terjadi antara lain adalah glaukoma, infeksi mata dan ablasio retina. (4)
Koreksi optis sangat penting bagi bayi dan anak. Koreksi tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan implantasi lensa buatan
(IOL) setelah dilakukan ekstraksi lensa, pemberian kacamata atau lensa
kontak. (2,24) Implantasi lensa buatan pada bayi masih menjadi kontroversial.

Alasannya antara lain sebagai berikut:


1. Kesulitan dalam menetukan kekuatan lensa yang harus diberikan,
terutama pada mata yang masih dalam pertumbuhan.
2. IOL tidak dapat berakomodasi.
Oleh karena itu beberapa pakar lebih menganjurkan penggunaan lensa kontak
dan kacamata sebagai koreksi optis pada anak dan bayi setelah bedah katarak.
(4)

2.9.3

Konsultasi
Konsultasi dengan ahli mata diperlukan untuk mencegah hilangnya

penglihatan, sekurang-kurangnya untuk menetapkan tipe dari kataraknya.

13

Selain itu juga perlu dilakukan evaluasi genetik jika katarak bilateral dan atau
diseratai kelainan lainnya. (2)
2.9.4

Diet
Pengaturan dalam pemberian makanan diperlukan jika diketahui adanya

kelainan metabolik, misalnya diet rendah galaktosa pada pasien katarak


dengan galaktosemia. Hal ini dilakukan untuk mengurangi progesivitas
katarak. (2)

2.10

KOMPLIKASI (2)
1. Kehilangan penglihatan
2. Ambliopia
3. Glaucoma
4. Strabismus
5. Ablasio retina

2.11

PROGNOSIS
Katarak kongenital total atau unilateral mempunyai prognosis yang buruk

dibandingkan dengan katarak kongenital bilateral parsial, karena mudah sekali


terjadi ambliopia, oleh karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat
mungkin, dan dilakukan koreksi optik segera.

(5)

Pasien dengan katarak kongenital

unilateral, 40% menghasilkan visus 20/60 atau lebih baik, sedangkan pasien
dengan katarak congenital bilateral, 70% menghasilkan visus 20/60 atau lebih
baik. Prognosis akan lebih buruk pada pasien dengan adanya kelainan mata lain
atau penyakit sistemik. (2)
2.12

PENCEGAHAN
Pencegahan katarak kongenital merupakan prioritas utama secara

internasional untuk menghindari gangguan penglihatan yang diakibatkannya.

14

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan memodifikasi faktor risiko


lingkungan seperti teratogen terutama infeksi rubella dengan memberikan
imunisasi. Konseling genetik pra-nikah juga dianjurkan pada pasien yang
berisiko. Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan adalah memberikan terapi
sesegera mungkin untuk mencegah gangguan penglihatan yang diakibatkannya.(21)

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari jurnal reading ini adalah,
1. Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa mata yang terlihat dalam
tahun pertama setelah kelahiran.
2. Etiologi dari katarak kongenital adalah idiopatik, herediter, infeksi
intrauterin dan penyakit metabolik-sistemik.
3. Gejala klinis katarak kongenital adalah leukokoria dan nistagmus.
4. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
5. Terapi yang dilaksanakan terdiri dari konservatif, operatif, konsultasi, dan
diet.

15

6. Komplikasi yang dapat terjadi adalah kebutaan, ablasio retina, glaukoma,


ambliopia dan strabismus.
7. Prognosis penyakit ini baik pada katarak kongenital bilateral parsial
dibandingkan dengan katarak unilateral
8. Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah teratogen saat kehamilan
dan konsultasi genetik pranikah.
3.2 SARAN
Kejadian katarak kongenital dapat ditekan melalui skrining awal pada
neonatus dan pembedahan dilakukan segera bila terdeteksi sebagai katarak
congenital.

16

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Opthalmology . Lens and Cataract. Basic and
Clinical Science Course, Section 11. The Foundation of AAO. San
Francisco. 2004. 30 31, 187 190
2. Bashour
M.
Cataract
Congenital.
Diakses
dari
www.emedicine.Com/oph/TopicCataractCongenital . 2006.
3. yanu
4. Royal National Institute of Blind People (RNIB). Cataract Congenital.
Diakses dari http : // www. eyehealth@rnib.org.uk. 2007.
5. Ilyas Sidarta. Penglihatan Perlahan Tanpa Mata Merah (dalam: Ilmu
Penyakit Mata). Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005: 200-210.
6. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Lensa (dalam: Oftalmologi
Umum, Suyono JK, ed). Ed 14. Jakarta: Widya Medika. 2000: 175-184.
7. Lee David A . Higginbotham Eve J . Clinical Guide to Comprehensive
Ophthalmology. Thieme. New York. 1999 : 303-331.
8. Wright KW et al . Pediatric Opthalmology and Strabismus. Mosby. St
Louis. : 367-384
9. American Academy of Opthalmology . Pediatric and Strabismus, Basic
and Clinical Science Course, Section 6. The Foundation of The AAO . San
Francisco. 2004 : 21-32, 96-37, 153-154 , 282
10. Wong TY . The Ophthalmology Examination Review. World Scientific.
Singapore. 2001 : 9-12
11. Kanski J.J Congenital Cataract chapter 8.Clinical Ophthalmology Fifth
edition. Butterworth Heinemann. Edinburgh, London,New Yurk, Oxford,
Philadelpia, Sydney, Toronto. 2003. 183 189
12. Chia A, Balakhrisnan V.Congenital Cataract Chapter 9.7 .Clinical
Ophthalmology An Asia Perspective.Ed Ang CL, Chee SP, Jap AH, Tan D,
Wong TY.Sauders.Singapore, Edinburgh,London,New Delhi,New York,
Oxford, Philadelphia,Sydney,Tokyo,Toronto.2005. 699 70
13. Kunimoto D Y, Kanitkar K D, Makar M S.Pediatrics chapter 8. The Wills
Eye Manual. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelpia, Baltimore,New
York, London, Buenos Aires, Hongkong,Sydney, Tokyo 2004.150 152
14. Lambert S R. Cataract and Persistent Hyperplastic Primery Vitreus
(PHPV).Pediatric Ophthalmology and Strabismus .Third edition. Ed
Taylor D, Hoyt C S.Saunders. Edinburgh, London, New York, Oxford,
philadelpia,Toronto. 2005. 441- 456
15. Schaffer D B. TORCH Syndromes.Chapter 2.Pediatric Eye disease Color
Atlas and Synopsis.Ed Hertle R W,Foster J A. McGraw Hill .New
York,Chichago, San Fransisco, London, Sydney. 2002. 9 21

17

16. Pavan D, Langston. Viral Disease of The Ocular Anterior Segment : Basic
Science and Clinical Disease.Chapter 14.The Cornea Scientific
Foundation and clinical Practice. Ed Foster C S, Azar D T, Dohlman C H.
Lippincott William and Wilkins. Philadelpia, Baltimore, New York,
London, Hongkong.2004. 298 377
17. Morris D A. Catarac and Systemic Disease. Chapter 41. Duane,s Clinical
Ophthalmology Vol 5. Ed Tasman W, Jaeger E.Lippincott Raven.
Philadelphia, New York.1997.1 15
18. Douros S, Jain S D, Gorman B D,Cotliar A M. Leukocoria .Chapter
19.Pediatric Ophthalmology A Clinical Guide.Ed Gallin P F. Thime.New
York, Stuttgart. 2002. 241 244
19. Robb R M. Congenital and Childhood Cataracts. Chapter 219. Albert DM,
Jacobiec FA. Principles and Practice of Opthalmology Vol 4. WB
Saunders Company. Philadelphia. 1994:2761 2766
20. Walton DS. Surgical Management Of Pediatric Cataracts. Chapter 220.
Albert DM, Jacobiec FA. Principles and Practice of Opthalmology Vol 4.
WB Saunders Company. Philadelphia. 1994:2767 2769
21. American Academy of Opthalmology. Pediatric Ophthalmology and
Strabismus. Basic and Clinical Science Course, Section 6. The Foundation
of AAO. San Francisco. 2004. 242 250.
22. American Academy of Opthalmology. Lens and Cataract. Basic and
Clinical Science Course, Section 11. The Foundation of AAO. San
Francisco. USA: LEO framework. 2001-2002. 6-8, 36-48.
23. Rahl JS. Congenital and Infantile Cataract. Evidence Based Ophtalmology.
Chapter 8. Wormald. Diakses dari www.wormaldChapter8/htm pada
tanggal 31 Mei 2008. 47-51.
24. Subramanian Manju. Cataract Congenital. Diakses dari http://
www.MedlinePlus MedicalEncyclopedia.htm, 2006.

18

Anda mungkin juga menyukai