Dacryostenosis CSS
Dacryostenosis CSS
PENDAHULUAN
I. 1
Pendahuluan
Sistem lakrimal terdiri dari glandula lakrimal dan saluran lakrimal. 1 Glandula
lakrimal yang berada di atas bola mata ini menghasilkan air mata yang berfungsi
untuk membasahi dan mengkilapkan permukaan kornea, menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, dan memberikan nutrisi pada kornea.2
Air mata ini akan mengalir melewati mata dan kemudian ke duktus lakrimal.
Lubang kecil dari tiap ujung palpebra medial merupakan pintu gerbang untuk
masuknya air mata ke saluran lakrimal, yang kemudian ke sakus lakrimal yang ada
pada sisi hidung dan diteruskan ke duktus lakrimal dan kemudian ke dalam hidung.3
Ketika saluran lakrimal ini tersumbat atau (dakriostenosis), air mata akan
menggenang di dalam mata dan jatuh ke pipi. Air mata yang tersumbat pada sistem
lakrimal juga akan menyebabkan infeksi dan mencetuskan serangan ulang mata
merah. Keadaan ini juga akan menyebabkan perubahan kulit dari pelpebra inferior
karena terus berkontak dengan air mata.3
Untuk mencegah terjadinya efek yang lebih buruk dari tersumbatnya saluran
lakrimal ini, maka pengobatan harus segera dilakukan. Pada anak anak yang saluran
lakrimalnya tidak berkembang dengan baik dapat dilakukan pemijatan beberapa kali
sampai saluran terbuka.Jika tidak berhasil, dapat dilakukan probing yang memerlukan
anastesi. Pada orang dewasa, penyebab dari penyumbatan harus diketahui dan
ditatalaksana sesuai kasusnya. Operasi biasanya diperlukan agar saluran lakrimal
kembali normal.4
I. 2.
Batasan Masalah
Dalam refrat Clinical Scientific Session (CSS) ini akan dibahas tentang
Tujuan Penulisan
Penulisan referat Clinical Scientific Session (CSS)
ini bertujuan
untuk
Metode Penulisan
Penulisan referat Clinical Scientific Session (CSS) ini disusun berdasarkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1
Definisi
Dakriostenosis
adalah
duktus
lakrimalis 5.
Etiologi7
1. Kongenital:
a. Agenesis punctum dan kanalikuli
b. Obstruksi duktus nasolakrimal
2. Didapat :
a. Abnormalitas Punctum
b. Sumbatan Kanalikuli
1. Plak Lakrimal
2. Obat obatan
3. Infeksi
4. Penyakit inflamasi
5. Trauma
6. Neoplasma
c. Sumbatan duktus nasolakrimal
1. Stenosis involusi
2. Dakriolith
3. Penyakit sinus
4. Trauma
5. Penyakit Inflamasi
6. Plak lakrimasi
7. Neoplasma
II. 3. Epidemiologi
Obstruksi Duktus Lakrimal Kongenital terdapat pada 50 % neonatus, namun
pada banyak kasus akan membuka spontan setelah 4 6 minggu kelahiran. Pada 26% bayi umur 3 4 minggu akan menetap dan bermanisfestasi, 1/3 nya bersifat
bilateral. Sembilan puluh persen kasus akan hilang sendiri pada satu tahun pertama
kehidupan.7
Obstruksi duktus lakrimal murni atau dakriostenosis lebih sering terjadi pada
orang tua, 3% dari pasien yang ke klinik dipikirkan berhubungan dengan masalah ini.
Dakriostenosis yang didapat merupakan masalah pada orang tua dimana wanita 4x
lebih sering terjadi dibandingkan laki laki.8
Setiap
berkedip,
palpebra
menutup
mirip
dengan
risleting,
menyebabkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke dalam
sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Dalam keadaan normal, air mata
dihasilkan dengan kecepatan sesuai dengan jumlah yang diuapkan, dan itulah
sebabnya hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus
konjungtiva, air mata akan memasuki punctum sebagian karena sedotan kapiler.
Kemudian air mata akan masuk ke dalam sakus dan berjalan melalui duktus
nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan, ke dalam meatus
inferior hidung. Lipatan-lipatan mirip katup dari epitel pelapis sakus cenderung
menghambat aliran balik air mata dan udara. Yang paling berkembang diantara
lipatan ini adalah katup Hasner diujung distal duktus nasolakrimalis. Struktur ini
penting karena bila tidak berlubang pada bayi, menjadi penyebab obstruksi kongenital
dan dakriosistitis menahun.
II. 5. Patofisiologi 7
1. Kongenital:
a. Agenesis punctum dan kanalikuli
b. Terdapat membran yang memblok katup Hasner yang menutupi duktus
nasolakrimal pada hidung.
2. Didapat :
a. Abnormalitas Punctum
Abnormalitas punctum termasuk punctum yang terlalu kecil
(oklusi dan stenosis) atau terlalu besar (biasanya iatrogenic), dan
punctum yang mengalami malformasi atau tersumbat oleh bagian
lain disekitar punctum.
b. Sumbatan Kanalikuli
pada
kanalikuli
bisa
menyebabkan
kerusakan
6. Neoplasma
Apabila
neoplasma
berada
di
kantus
medial,
setelah
granuloma
termasuk
sarkoidosis,
Wegener
Mata yang basah memenuhi danau air mata dan ketika berlebihan
jatuh ke pipi.
Keadaan ini bisa hilang timbul atau menetap selama beberapa bulan
11
II. 7. Pemeriksaan 12
Pemeriksaan sistem lakrimal terdiri dari 3 bagian :
1. Pemeriksaan periorbital, palpebra dan sistem lakrimal
a. Perhatikan seluruh wajah, termasuk kening dan pipi, daerah kantus
medial dan palpebra. Lihat apakah ada periorbital asimetris, bengkak,
ptosis, dan palpebra malposisi. Pada daerah kantus medial lihat apakah
ada fistul, inflamasi dan discharge. Punctum seharusnya mengarah ke
danau lakrimal, pastikan keempat punctum ada dan terbuka. Lihat juga
apa ada karunkel.
b. Lakukan pemeriksan punctum dan eksternal mata dengan slitlamp.
Ukur ketinggian vertical meniscus air mata sebelum diberi tetes mata.
Ketika memeriksa meniscus air mata, singkirkan blepharitis, mata
kering dan penyakit eksternal lain, sebagai penyebab hipersekresi dan
peninggian meniscus air mata.
c. Lakukan Fluorescein Dye Retention Test (FDRT)
Fluorescein Dye Retention Test (FDRT) ini merupakan pemeriksaan
semi kuantitatif untuk aliran air mata yang lambat dan terobstruksi.
Juga dipanggil fluorescein dye disappearance test. Teteskan satu tetes
fluorescein 2% ke sakus konjungtiva tanpa anestesi sebelumnya. Catat
jumlah warna yang tertinggal setelah 3 dan 5 menit pada satu atau
kedua mata dan intensitas pewarnaan yang tertinggal (residual) dinilai.
Pemeriksaan bernilai positif jika ada fluorescein residual. Pewarna
(dye) biasanya keluar dari sistem pada waktu 3 5 menit. Jika ada
12
13
3. Radiologi
Pemeriksaan radiologi membantu mengkonfirmasi lokasi stenosis atau
obstruksi, perlambatan aliran air mata fungsional dan melihat patologi
paranasal.
difoto.
Menilai
anatomi
kanaliku,
sakus
dan duktus
konjungtiva,
dan
diambil
foto
dengan
kamera
gama.
14
15
tentang sensasi gatal atau berpasir (benda asing). Gejala umum lain adalah
gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi
terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra.
Mata terlihat normal pada pemeriksaan pada kebanyakan pasien. Ciri paling
khas pada pemeriksaan slitlamp adalah tidak adanya meniscus air mata di tepi
palpebra inferior. 9
4. Benda asing kornea (kornea foreign body)
Benda asing di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan
sewaktu mata dan kelopak digerakkan. 15
5. Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata. Gejala penting konjungtivitis
adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau panas, gatal, dan
fotofobia. Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa
hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan
sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak
membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membrane, pseudomembran,
granulasi, flikten, dan mata merasa seperti adanya benda asing. 14
II. 9. Komplikasi
Kompikasi yang sering terjadi akibat dakriostenosis antara lain 11 :
1. Dakriosistitis
16
Inflamasi pada sakus lakrimalis dengan edema, eritem, dan nyeri tekan
di daerah sekitar duktus mengalami penyumbatan.
2. Perisistitis
Peradangan pada jaringan sekitar duktus yang tersumbat.
3. Mukocele
Masa subkutan berwarna kebiruan dibawah tendon kantus media.
4. Selulitis periorbita
Peradangan didaerah ipsilateral mata
17
2.
3.
18
1.
2.
Operasi yang lama, bisa sampai 60 menit, tergantung kepada pengalaman ahli
bedahnya.
3.
Ada resiko untuk terjadi sindrom sump apabila rhinostomi terletak terlalu
tinggi dibandingkan sakus lakrimal. Pada sindrom sump, sistem lakrimal
terbuka sewaktu dilakukan irigasi tetapi gejala epiphora akan menetap karena
sakus lakrimal tidak bisa keluar sepenuhnya.
4.
Karena anestesi lokal yang dipakai, rehabilitasi post operasinya cepat. Sangat
sesuai untuk orang tua yang beresiko secara medis jika diberikan anestesi
umum dan operasi berlangsung lama.
2.
3.
4.
Tidak ada resiko untuk terjadi sindrom sump, kerana rhinostomi dilakukan di
sebelah sakus lakrimal bagian bawah.
5.
19
6.
Tidak dilakukan insisi kulit, jadi tidak adanya jaringan parut yang kelihatan.
7.
Pasien lebih memilih tindakan ini karena pasien tidak mau ada jaringan parut
di wajahnya dan menginginkan operasi yang cepat walaupun sudah diberitahu
yang angka keberhasilan endonasal DCR adalah lebih rendah dari external
DCR.
Bagi oftalmologist, adanya kurva belajar, dengan anatomi san instrumen yang
baru. Tindakan lebih baik dilakukan dengan pakar THT yang sudah
mempunyai keahlian dan instrumen yang mencukupi.
2.
3.
4.
5.
6.
Angka keberhasilan operasi yang rendah, oleh sebab granuloma dan fibrosis
submukosal kadang-kadang menyebabkan penutupan rhinostomi.
20
2.
3.
4.
Antibiotik spektrum luas diberi untuk satu minggu, atau berikan antibiotik
bolus sewaktu operasi jika terdapat mucocoele atau sinusitis.
5.
Berikan steroid topikal dan obat antibiotik tetes mata selama 3 minggu.
Endonasal DCR :
1.
2.
3.
4.
Berikan steroid topikal dan obat antibiotik tetes mata selama 4 minggu
5.
21
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Dakriostenosis adalah striktur atau penyempitan duktus lakrimalis yang dapat
terjadi baik karena kelainan kongenital atau karena infeksi atau trauma. Manifestasi
yang lazim terjadi yaitu berair mata (tearing), yang berkisar dari sekedar mata basah
(peningkatan di cekungan air mata) sampai banjir air mata yang jelas (epiphora), Juga
terdapat penimbunan cairan mukoid atau mukopurulen dan kerak.
Dakriostenosis dapat diketahui dengan melakukan berbagai pemeriksaan,
dimulai dari inspeksi sampai melakukan irigasi dan eksplorasi. Efek yang dapat
ditimbulkan dari dakriostenosis ini antara lain dakriosistitis, perisistitis, mukocel dan
22
3.2.
Saran
Perlunya penelitian dan pemahaman lebih lanjut mengenai dakriostenosis .
mengingat komplikasi yang dapat ditimbulkan jika tidak diberikan terapi dengan baik
dan benar.
23