Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1

Pendahuluan
Sistem lakrimal terdiri dari glandula lakrimal dan saluran lakrimal. 1 Glandula

lakrimal yang berada di atas bola mata ini menghasilkan air mata yang berfungsi
untuk membasahi dan mengkilapkan permukaan kornea, menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, dan memberikan nutrisi pada kornea.2
Air mata ini akan mengalir melewati mata dan kemudian ke duktus lakrimal.
Lubang kecil dari tiap ujung palpebra medial merupakan pintu gerbang untuk
masuknya air mata ke saluran lakrimal, yang kemudian ke sakus lakrimal yang ada
pada sisi hidung dan diteruskan ke duktus lakrimal dan kemudian ke dalam hidung.3
Ketika saluran lakrimal ini tersumbat atau (dakriostenosis), air mata akan
menggenang di dalam mata dan jatuh ke pipi. Air mata yang tersumbat pada sistem
lakrimal juga akan menyebabkan infeksi dan mencetuskan serangan ulang mata
merah. Keadaan ini juga akan menyebabkan perubahan kulit dari pelpebra inferior
karena terus berkontak dengan air mata.3
Untuk mencegah terjadinya efek yang lebih buruk dari tersumbatnya saluran
lakrimal ini, maka pengobatan harus segera dilakukan. Pada anak anak yang saluran
lakrimalnya tidak berkembang dengan baik dapat dilakukan pemijatan beberapa kali
sampai saluran terbuka.Jika tidak berhasil, dapat dilakukan probing yang memerlukan

anastesi. Pada orang dewasa, penyebab dari penyumbatan harus diketahui dan
ditatalaksana sesuai kasusnya. Operasi biasanya diperlukan agar saluran lakrimal
kembali normal.4
I. 2.

Batasan Masalah
Dalam refrat Clinical Scientific Session (CSS) ini akan dibahas tentang

definisi, etiologi dan fisiologi anatomi, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan


diagnosis, penatalaksanaan serta prognosis dakriostenosis.
I. 3.

Tujuan Penulisan
Penulisan referat Clinical Scientific Session (CSS)

ini bertujuan

untuk

menambah pengetahuan dan pemahaman tentang dakriostenosis.


I. 4.

Metode Penulisan
Penulisan referat Clinical Scientific Session (CSS) ini disusun berdasarkan

studi kepustakaan dengan merujuk kepada berbagai literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1

Definisi
Dakriostenosis

adalah

striktur atau penyempitan

duktus

lakrimalis 5.

Penyempitan abnormal dari duktus nasolakrimal, baik karena kelainan kongenital


atau karena infeksi atau trauma. Dakriosistorinostomi mungkin diperlukan untuk
mengkoreksi keadaan ini. 6
II. 2

Etiologi7
1. Kongenital:
a. Agenesis punctum dan kanalikuli
b. Obstruksi duktus nasolakrimal
2. Didapat :
a. Abnormalitas Punctum
b. Sumbatan Kanalikuli
1. Plak Lakrimal
2. Obat obatan
3. Infeksi
4. Penyakit inflamasi
5. Trauma
6. Neoplasma
c. Sumbatan duktus nasolakrimal
1. Stenosis involusi
2. Dakriolith
3. Penyakit sinus
4. Trauma
5. Penyakit Inflamasi
6. Plak lakrimasi
7. Neoplasma

II. 3. Epidemiologi
Obstruksi Duktus Lakrimal Kongenital terdapat pada 50 % neonatus, namun
pada banyak kasus akan membuka spontan setelah 4 6 minggu kelahiran. Pada 26% bayi umur 3 4 minggu akan menetap dan bermanisfestasi, 1/3 nya bersifat

bilateral. Sembilan puluh persen kasus akan hilang sendiri pada satu tahun pertama
kehidupan.7
Obstruksi duktus lakrimal murni atau dakriostenosis lebih sering terjadi pada
orang tua, 3% dari pasien yang ke klinik dipikirkan berhubungan dengan masalah ini.
Dakriostenosis yang didapat merupakan masalah pada orang tua dimana wanita 4x
lebih sering terjadi dibandingkan laki laki.8

II. 4. Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimal


Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi
dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan
berbagai unsur pembentuk cairan air mata. Duktus nasolakrimal merupakan unsur
sekresi sistem ini, yang mencurahkan air mata ke dalam hidung. Cairan air mata
disebarkan diatas permukaan mata oleh kedipan mata.9
Sistem sekresi air mata :
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang terletak
di fosa lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk kenari ini
dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar
dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan sistem saluran
pembuangannya tersendiri ke dalam fornix temporal superior. Lobus palpebra
kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior. Sekresi dari
kelenjar lakrimal utama dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata
4

mengalir melimpah melewati tepian palpebra (epiphora). Persyarafan kelenjar utama


datang dari nucleus lakrimalis pons melalui nervus intermedius dan menempuh jalur
rumit dari cabang maxillaris nervus trigeminus.9
Sistem ekskresi air mata :
Sistem ekskresi terdiri atas punctum, kanalikuli, sakus lakrimal, dan duktus
nasolakrimal.

Setiap

berkedip,

palpebra

menutup

mirip

dengan

risleting,

menyebabkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke dalam
sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Dalam keadaan normal, air mata
dihasilkan dengan kecepatan sesuai dengan jumlah yang diuapkan, dan itulah
sebabnya hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus
konjungtiva, air mata akan memasuki punctum sebagian karena sedotan kapiler.
Kemudian air mata akan masuk ke dalam sakus dan berjalan melalui duktus
nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan, ke dalam meatus
inferior hidung. Lipatan-lipatan mirip katup dari epitel pelapis sakus cenderung
menghambat aliran balik air mata dan udara. Yang paling berkembang diantara
lipatan ini adalah katup Hasner diujung distal duktus nasolakrimalis. Struktur ini
penting karena bila tidak berlubang pada bayi, menjadi penyebab obstruksi kongenital
dan dakriosistitis menahun.

Gambar 1. Anatomi Sistem Lakrimalis

II. 5. Patofisiologi 7
1. Kongenital:
a. Agenesis punctum dan kanalikuli
b. Terdapat membran yang memblok katup Hasner yang menutupi duktus
nasolakrimal pada hidung.
2. Didapat :
a. Abnormalitas Punctum
Abnormalitas punctum termasuk punctum yang terlalu kecil
(oklusi dan stenosis) atau terlalu besar (biasanya iatrogenic), dan
punctum yang mengalami malformasi atau tersumbat oleh bagian
lain disekitar punctum.
b. Sumbatan Kanalikuli

Sumbatan bisa terjadi pada kanalikuli komunis, superior atau


inferior. Hal ini disebabkan karena :
1. Plak Lakrimal
Plak punctum dan kanalikuli bisa dalam berbagai ukuran dan
bentuk. Plak ini awalnya bertujuan untuk menyumbat aliran
lakrimal dalam pengobatan mata kering.
2. Obat obatan
Obat obatan yang biasanya menyebabkan obstruksi kanalikuli
adalah obat kemoterapi sistemik ( 5- Fluorouracil, Docetaxel,
Idoxuridine ). Obat obatan ini disekresi dalam air mata dan
ini akan mengakibatkan inflamasi dan jaringan parut pada
kanalikuli. Jika kondisi ini dapat dideteksi dini sebelum
obstruksi komplit stent bisa dipasang untuk meregangkan
kanalikuli yang menyempit dan juga untuk mencegah
penyempitan lebih lanjut selama pemakaian obat kemoterapi.
Obstruksi kanalikuli juga terjadi akibat penggunaan obat
topical (Phospholine iodine, serine), namun jarang terjadi.
3. Infeksi
Berbagai infeksi dapat menyebabkan obstruksi kanalikuli,
biasanya obstruksi terjadi pada infeksi konjungtiva difus (virus
vaccinia, virus herpes simpleks). Infeksi kanalikuli terisolasi
(kanalikulitis) bisa juga menyebabkan obstruksi.
4. Penyakit inflamasi

Keadaan inflamasi seperti pemfigoid, sindrom Steven Johnson,


dan juga penyakit Graft vs- Host sering menyebabkan bagian
punctum dan kanalikuli rusak. Namun, oleh karena adanya
penyakit mata kering yang terjadi pada saat yang sama,
penderita biasanya tidak mengalami epiphora.
5. Trauma
Trauma

pada

kanalikuli

bisa

menyebabkan

kerusakan

permanen kanalikuli jika tidak ditanggulangi secara cepat dan


tepat.

6. Neoplasma
Apabila

neoplasma

berada

di

kantus

medial,

setelah

pembedahan reseksi komplit, biasanya ikut mengangkat


punctum dan kanalikuli. Jaringan yang ikut dieksisi ketika
eksisi tumor komplit harus dipastikan dengan pemeriksaan
histopatologi sebelum penyambungan kembali antara sistem
drainase lakrimal dengan meatus media.
c. Sumbatan duktus nasolakrimal
1. Stenosis involusi
Penyebab terjadinya proses ini tidak diketahui namun ada
penelitian patologi klinik yang mengatakan kompresi lumen
duktus nasolakrimal terjadi akibat infiltrat inflamasi dan

edema. Ini mungkin terjadi akibat infeksi yang tidak diketahui


atau kemungkinan penyakit autoimun.
2. Dakriolith
Dakriolith ataupun pembentukan cast dalam sacus lakrimal
bisa menyebabkan obstruksi duktus nasolakrimal. Dakriolith
terdiri dari sel epithelial, lemak dan debris amorphous dengan
atau tanpa kalsium.
3. Penyakit sinus
Pada penderita sebaiknya ditanyakan riwayat operasi sinus
karena kerusakan pada duktus nasolakrimal kadang kadang
terjadi apabila ostium sinus maksilaris bagian anterior
dibesarkan.
4. Trauma
Fraktur nasoorbital bisa mengenai duktus nasolakrimal.
Trauma juga bisa terjadi saat rhinoplasty atau operasi sinus
endoskopi.
5. Penyakit Inflamasi
Penyakit

granuloma

termasuk

sarkoidosis,

Wegener

granulomatosis, dan Lethal midline granuloma bisa juga


menyebabkan obstruksi duktus nasolakrimal. Apabila diduga
adanya penyakit sistemik, biopsi sakus lakrimal atau duktus
nasolakrimal harus dilakukan sewaktu Dacryocystorhinostomy
6. Plak lakrimasi
9

Prosesnya menyerupai cara plak bermigrasi dari punctum ke


kanalikuli dan menyebabkan obstruksi kanalikuli. Plak pada
punctum dan kanalikuli yang terlepas bisa bermigrasi dan
menyumbat duktus lasolakrimal. Bagian bagian dari stent
silicone yang menetap karena tidak dibuang dengan benar juga
bisa menyebabkan obstruksi duktus nasolakrimal.
7. Neoplasma
Neoplasma harus dipikirkan kemungkinannya pada semua
penderita obstruksi duktus nasolakrimal. Pada pasien dengan
presentasi atypical termasuk usia muda dan jenis kelamin laki
laki, pemeriksaan lebih lanjut diperlukan. Bila ada discharge
pendarahan di punctum atau distensi sakus lakrimal di atas
tendon kantus medial sangat mengarah pada neoplasma.
Riwayat keganasan terutama yang berasal dari sinus atau
nasofaring, juga sangat perlu dilakukan pemeriksaan lanjut.

II. 6. Manifestasi Klinis


1.

Pada anak - anak


Tanda-tanda dapat timbul beberapa hari atau beberapa minggu setelah lahir
dan sering bertambah berat karena infeksi saluran pernafasan atas atau karena
pemajanan terhadap suhu dingin atau angin. Manifestasi obstruksi duktus
nasolakrimal yang lazim adalah berair mata (tearing), yang berkisar dari
sekedar mata basah (peningkatan di cekungan air mata) sampai banjir air mata
10

yang jelas (epiphora), penimbunan cairan mukoid atau mukopurulen (sering


digambarkan orang tua sebagai nanah), dan kerak. Mungkin ada eritema atau
maserasi kulit karena iritasi dan gesekan yang disebabkan oleh tetes-tetes air
mata dan cairan. Pada banyak kasus refluks cairan jernih atau mukopurulen
dapat dihilangkan dengan massase sakus nasolakrimal, yang membuktikan
adanya obstruksi terhadap aliran. Bayi dengan sumbatan duktus nasolakrimal
dapat mengalami infeksi akut dan radang sakus nasolakrimal (dakriosistitis),
radang jaringan sekitarnya (perisistitis), atau bahkan selulitis periorbita. Pada
dakriosistitis daerah sakus bengkak, merah dan nyeri, dan mungkin ada tanda
sistemik infeksi seperti demam dan iritabilitas.10
2.

Pada orang dewasa11

Mata yang basah memenuhi danau air mata dan ketika berlebihan
jatuh ke pipi.

Akumulasi discharge mucus atau mukopurulen biasanya menimbulkan


perlengketan pada waktu bangun tidur.

Eritema atau maserasi pada kulit palpebra inferior

Keluarnya mukus atau mukopurulen saat sakus nasolakrimal ditekan

Keadaan ini bisa hilang timbul atau menetap selama beberapa bulan

Infeksi saluran pernapasan atas dapat memperburuk keadaan

Biasanya unilateral, namun kadang bilateral

Eritema dan iritasi ringan pada konjungtiva

11

II. 7. Pemeriksaan 12
Pemeriksaan sistem lakrimal terdiri dari 3 bagian :
1. Pemeriksaan periorbital, palpebra dan sistem lakrimal
a. Perhatikan seluruh wajah, termasuk kening dan pipi, daerah kantus
medial dan palpebra. Lihat apakah ada periorbital asimetris, bengkak,
ptosis, dan palpebra malposisi. Pada daerah kantus medial lihat apakah
ada fistul, inflamasi dan discharge. Punctum seharusnya mengarah ke
danau lakrimal, pastikan keempat punctum ada dan terbuka. Lihat juga
apa ada karunkel.
b. Lakukan pemeriksan punctum dan eksternal mata dengan slitlamp.
Ukur ketinggian vertical meniscus air mata sebelum diberi tetes mata.
Ketika memeriksa meniscus air mata, singkirkan blepharitis, mata
kering dan penyakit eksternal lain, sebagai penyebab hipersekresi dan
peninggian meniscus air mata.
c. Lakukan Fluorescein Dye Retention Test (FDRT)
Fluorescein Dye Retention Test (FDRT) ini merupakan pemeriksaan
semi kuantitatif untuk aliran air mata yang lambat dan terobstruksi.
Juga dipanggil fluorescein dye disappearance test. Teteskan satu tetes
fluorescein 2% ke sakus konjungtiva tanpa anestesi sebelumnya. Catat
jumlah warna yang tertinggal setelah 3 dan 5 menit pada satu atau
kedua mata dan intensitas pewarnaan yang tertinggal (residual) dinilai.
Pemeriksaan bernilai positif jika ada fluorescein residual. Pewarna
(dye) biasanya keluar dari sistem pada waktu 3 5 menit. Jika ada

12

obstruksi, pemeriksaan FDRT positif. Negatif palsu bisa didapatkan


sekiranya sakus lakrimal yang besar atau mucocoele, atau sumbatan
distal duktus nasolakrimal di mana pewarna bisa terkumpul di sakus
atau duktus.
Hasil FDRT : gred menggunakan skala 0-4.
0 = tiada fluorescein
4 = ada semua fluorescein
d. Irigasi dan eksplorasi sistem lakrimal
Irigasi dan eksplorasi sistem drainase lakrimal bagian
proksimal dapat mendeteksi adanya obstruksi, mengetahui dimana
lokasi obstruksi dan juga jenis obstruksi parsial atau komplit. Jika
terjadi regurgitasi mukus saat pemeriksaan, ini menandakan adanya
mucocoele yang kecil. Jika ada mucocoele yang besar atau
dakriosistitis cukup lakukan eksplorasi kanalikuli dengan lembut, tidak
boleh diirigasi karena akan menyebabkan nyeri.
2. Pemeriksaan bagian nasal
Lakukan pemeriksaan endonasal dengan teleskop rigid untuk
menyingkirkan penyebab epiphora oleh nasal dan mengidentifikasi variasi
anatomik yang mempengaruhi hasil tindakan operasi, misalnya pada deviasi
septum.

13

3. Radiologi
Pemeriksaan radiologi membantu mengkonfirmasi lokasi stenosis atau
obstruksi, perlambatan aliran air mata fungsional dan melihat patologi
paranasal.

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan, antara lain :


1. Dakriosistografi (DCG)
Injeksi cairan radio-opak kedalam kanalikuli superior atau inferior,
kemudian

difoto.

Menilai

anatomi

kanaliku,

sakus

dan duktus

nasolakrimal. Baik untuk menentukan lokasi stenosis atau obstruksi dan


sangat berguna untuk membedakan stenosis presakus dan post sakus.
2. Nukleur Lakrimal Sintigrafi
Menggunakan technitium 99m pertechnetate yang diteteskan kedalam
sakus

konjungtiva,

dan

diambil

foto

dengan

kamera

gama.

Dakriosistografi dan Nukleur Lakrimal Sintigrafi harus dilakukan sebelum


dilakukan Dakriosistorinostomi.
3. Computer Tomografi (CT)

14

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang dilakukan

II. 8. Diagnosis Banding


Beberapa penyakit yang menunjukkan gejala klinis yang menyerupai
dakriostenosis antara lain13 :
1. Blefaritis
Merupakan radang yang sering terjadi pada kelopak dan tepi kelopak.
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis
atau menahun. Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah,
bengkak, sakit, eksudat lengket, dan epiphora. Blefaritis sering disertai dengan
konjungtivitis dan keratitis.14
2. Dakriosistitis
Merupakan peradangan sakus lakrimal. Biasanya peradangan ini dimulai oleh
terdapatnya obstruksi duktus nasolakrimal. Gejala utama dakriosistitis adalah
berair mata dan bertahi mata. Pada keadaan akut, didaerah sakus lakrimalis
terdapat gejala radang, sakit, bengkak, dan nyeri tekan. Materi purulen dapat
memancar dari sakus lakrimalis. Pada keadaan menahun, satu-satunya tanda
adalah berair mata, materi mukoid akan memancar bila sakus di tekan.9
3. Sindrom mata kering (dry eye syndrome atau keratokonjungtivitis sicca)
Mata kering dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dengan defisiensi
unsure film air mata (akuos, musin, atau lipid), kalainan permukaan palpebra,
atau kelainan epitel. Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh

15

tentang sensasi gatal atau berpasir (benda asing). Gejala umum lain adalah
gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi
terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra.
Mata terlihat normal pada pemeriksaan pada kebanyakan pasien. Ciri paling
khas pada pemeriksaan slitlamp adalah tidak adanya meniscus air mata di tepi
palpebra inferior. 9
4. Benda asing kornea (kornea foreign body)
Benda asing di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat dirasakan
sewaktu mata dan kelopak digerakkan. 15
5. Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata. Gejala penting konjungtivitis
adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau panas, gatal, dan
fotofobia. Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa
hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan
sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak
membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membrane, pseudomembran,
granulasi, flikten, dan mata merasa seperti adanya benda asing. 14
II. 9. Komplikasi
Kompikasi yang sering terjadi akibat dakriostenosis antara lain 11 :
1. Dakriosistitis

16

Inflamasi pada sakus lakrimalis dengan edema, eritem, dan nyeri tekan
di daerah sekitar duktus mengalami penyumbatan.
2. Perisistitis
Peradangan pada jaringan sekitar duktus yang tersumbat.
3. Mukocele
Masa subkutan berwarna kebiruan dibawah tendon kantus media.
4. Selulitis periorbita
Peradangan didaerah ipsilateral mata

II. 10. Penatalaksanaan


Dalam kebanyakan kasus, prosedur dakriosistorinostomi bypass akan
memulihkan keadaan pasien jika obstruksi terletak di bagian bawah sakus lakrimal
atau duktus. Apabila kanalikuli yang terobstruksi, rekonstruksi kanalikuli dilakukan.
Pada obstruksi duktus nasolakrimal kongenital pembukaan spontan
membran ini terjadi sebelum anak berusia 6 bulan. Jika menetap, eksplorasi duktus
nasolakrimal sebelum usia 12 bulan biasanya dapat menyembuhkan. Namun begitu,
untuk mencegah kegagalan dari penatalaksana yang tidak sesuai prosedur atau
inkomplet, probe yang dalam inferior nasal meatus harus diperhatikan.16

Tindakan Pembedahan : Dakriosistorinostomi (DCR) 12

17

Dakriosistorinostomi (DCR) yaitu operasi yang membuat lubang permanen


dari sakus lakrimal ke dalam rongga hidung yang akan dilewatioleh air mata, operasi
ini dilakuakan pada kasus epiphora dan discharge
Indikasi :
Pasien dengan epifora, mucocoele atau dakriosistitis kronis akibat dari stenosis
duktus nasolakrimal dengan kanalikuli normal atau hanya sumbatan pada distal
membran kanalikuli komunis

Kelebihan external DCR :


1.

Sakus lakrimal terlihat semuanya, patologi intra-sakus bisa diidentifikasi dan


katup Rosenmuller bisa dilihat dengan jelas.

2.

Membranektomi pembukaan kanalikuli komunis dapat dilakukan.

3.

Rhinostominya besar (sekurang-kurangnya 10mm), dimana semua tulang dan


sinus yang berada disekitar pembukaan juga diangkat. Jadi, rhinostomy yang
sudah sembuh tidak akan menutup kembali.

Kekurangan external DCR :

18

1.

Perdarahan sewaktu operasi menghalangi terlihatnya pembukaan komunis dan


ini sulit untuk menjahit flap posterior.

2.

Operasi yang lama, bisa sampai 60 menit, tergantung kepada pengalaman ahli
bedahnya.

3.

Ada resiko untuk terjadi sindrom sump apabila rhinostomi terletak terlalu
tinggi dibandingkan sakus lakrimal. Pada sindrom sump, sistem lakrimal
terbuka sewaktu dilakukan irigasi tetapi gejala epiphora akan menetap karena
sakus lakrimal tidak bisa keluar sepenuhnya.

4.

Jaringan parut/sikatrik kadang-kadang bisa kelihatan.

Kelebihan endonasal DCR :


1.

Karena anestesi lokal yang dipakai, rehabilitasi post operasinya cepat. Sangat
sesuai untuk orang tua yang beresiko secara medis jika diberikan anestesi
umum dan operasi berlangsung lama.

2.

Hemostasis yang baik.

3.

Tindakan berlangsung 10-35 menit.

4.

Tidak ada resiko untuk terjadi sindrom sump, kerana rhinostomi dilakukan di
sebelah sakus lakrimal bagian bawah.

5.

Operasi dilakukan secara lokal jadi kerusakan kolateral sangat sedikit.

19

6.

Tidak dilakukan insisi kulit, jadi tidak adanya jaringan parut yang kelihatan.

7.

Pasien lebih memilih tindakan ini karena pasien tidak mau ada jaringan parut
di wajahnya dan menginginkan operasi yang cepat walaupun sudah diberitahu
yang angka keberhasilan endonasal DCR adalah lebih rendah dari external
DCR.

Kekurangan endonasal DCR :


1.

Bagi oftalmologist, adanya kurva belajar, dengan anatomi san instrumen yang
baru. Tindakan lebih baik dilakukan dengan pakar THT yang sudah
mempunyai keahlian dan instrumen yang mencukupi.

2.

Biaya instrumen dan endoskop yang mahal.

3.

Intubasi silikon sementara biasanya diindikasi selama sekurang-kurangnya 5


minggu.

4.

Bagian dalam sakus lakrimal dan pembukaan komunis tidak selalunya


kelihatan.

5.

Mukosa lakrimal yang lembut mungkin rusak, dan mengakibatkan parut.

6.

Angka keberhasilan operasi yang rendah, oleh sebab granuloma dan fibrosis
submukosal kadang-kadang menyebabkan penutupan rhinostomi.

20

Managemen post operasi :


External DCR :
1.

Menutup mata/ luka, bisa dilakukan atau tidak

2.

Pasien didudukkan 45 secepatnya untuk mengurangkan perdarahan

3.

Jangan menghembus (nose-blowing) dalam 4-7 hari ini

4.

Antibiotik spektrum luas diberi untuk satu minggu, atau berikan antibiotik
bolus sewaktu operasi jika terdapat mucocoele atau sinusitis.

5.

Berikan steroid topikal dan obat antibiotik tetes mata selama 3 minggu.

Endonasal DCR :
1.

Biasanya tidak ada nasal pack

2.

Pasien didudukkan seperti pada external DCR

3.

Jangan menghembus (nose-blowing) dalam 4-7 hari

4.

Berikan steroid topikal dan obat antibiotik tetes mata selama 4 minggu

5.

Biasanya tidak diperlukan penggunaan obat semprot steroid nasal

II. 11. Prognosis

21

Walaupun penyumbatan pada kasus yang lebih ringan dapat dibersihkan


dengan irigasi, explorasi dan beberapa cara lain, penyumbatan dapat berulang dan
disertai infeksi berlanjut. Telah dilaporkan keberhasilan berbagai prosedur
pembedahan, dimana paling sedikit 60% kasus menunjukkan perbaikan. Tanpa
pengobatan, akan terbentuk bekas luka permanen pada duktus lakrimal.17

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
Dakriostenosis adalah striktur atau penyempitan duktus lakrimalis yang dapat

terjadi baik karena kelainan kongenital atau karena infeksi atau trauma. Manifestasi
yang lazim terjadi yaitu berair mata (tearing), yang berkisar dari sekedar mata basah
(peningkatan di cekungan air mata) sampai banjir air mata yang jelas (epiphora), Juga
terdapat penimbunan cairan mukoid atau mukopurulen dan kerak.
Dakriostenosis dapat diketahui dengan melakukan berbagai pemeriksaan,
dimulai dari inspeksi sampai melakukan irigasi dan eksplorasi. Efek yang dapat
ditimbulkan dari dakriostenosis ini antara lain dakriosistitis, perisistitis, mukocel dan

22

seluitis periorbital. Dakriosistorinostomi mungkin diperlukan untuk mengkoreksi


keadaan ini.

3.2.

Saran
Perlunya penelitian dan pemahaman lebih lanjut mengenai dakriostenosis .

mengingat komplikasi yang dapat ditimbulkan jika tidak diberikan terapi dengan baik
dan benar.

23

Anda mungkin juga menyukai