Anda di halaman 1dari 36

KONSEP DASAR MEDIS

A. Defenisi
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah

pembesaran jinak

kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua


komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang
menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius.
B. Anatomi dan Fisiologi Urogenital

Gambar 1. Prostat normal dan hiperplasia prostat

1.

Uretra
Merupakan tabung yg menyalurkan urine keluar dari buli-buli
melalui proses miksi. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam
menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra

interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter
uretra skterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior.
Pada saat buli-buli penuh sfingter uretra interna akan terbuka dengan
sendirinya karena dindingnya terdiri atas otot polos yang disarafi oleh
sistem otonomik. Sfingter uretra ekterna terdiri atas otot bergaris yang
dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing
sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.
Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra
posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter
uretra eksterna. Panjang uretra wanita 3-5 cm, sedangkan uretra pria
dewasa 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan
hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior
pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang
dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.
Di bagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolan
verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari veromontanum ini
terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari pars deferens yaitu kedua duktus
ejakulatorius terdapat dipinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan
sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang
tersebar di uretra prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus
spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars
pendularis, fossa navikulare dan meatus uretra eksterna.
Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar
yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di
dalam diafragma urogenitalis bermuara di uretra pars bulbosa, serta

kelenjar littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars


pendularis.
2.

Kelenjar Postat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah
leher kandung kemih, di belakang simfisis pubis dan di depan rektum.
Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya
+ 20 gr, kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh
duktus ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen.
Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi
dalam beberapa daerah arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional,
preprostatik sfingter dan anterior.
Asinus setiap kelenjar mempunyai struktur yang rumit, epitel
berbentuk kuboid sampai sel kolumner semu berlapis tergantung pad
atingkat aktivitas prostat dan rangsangan androgenik. Sel epitel
memproduksi asam fostat dan sekresi prostat yang membentuk bagian
besar dari cairan semen untuk tranpor spermatozoa. Asinus kelenjar
normal sering mengandung hasil sekresi yang terkumpul berbentuk bulat
yang disebut korpora amilasea. Asinus dikelilingi oleh stroma jaringan
fibrosa dan otot polos. Pasokan darah ke kelenjar prostat berasal dari arteri
iliaka interna cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena prostat
mengalirkan ke pleksus prostatika sekeliling kelenjar dan kemudian ke
vena iliaka interna.
Prostat berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah
satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui
duktus sekretoriusmuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan

bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan
+ 25 % dari volume ejakulat.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi
kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan
terjadinya obstruksi saluran kemih. Kelenjar prostat dapat terasa sebagai
objek yang keras dan licin melalui pemeriksaan rektal. Kelenjar prostat
membesar saat remaja dan mencapai ukuran optimal pada laki-laki yang
berusia 20-an. Pada banyak laki-laki, ukurannya terus bertambah seiring
pertambahan usia. Saat berusia 70 tahun, dua pertiga dari semua laki-laki
mengalami pembesaran prostat yang dapat menyebabkan obstruksi pada
mikturisi dengan menjepit uretra sehingga mengganggu perkemihan.
C. Etilogi
Beberapa faktor yang memicu terjadinya Benigna Prostat Hiperplasia
(BPH) adalah sebagai berikut:
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen
dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth
dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan
hiperplasi stroma dan epitel.

factor

4. Berkurangnya sel yang mati


Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan

proliferasi sel transit .

D. Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan
bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu
terjadi reduksi testosteron menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang
kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini
dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya
sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer,
2000).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi
penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat
mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah
prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urine (Mansjoer, 2000).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian
buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara
ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau

terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan


mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal
ginjal (Poernomo, 2000).
Berikut ini adalah teori-teori tentang terjadinya Benigna Prostate
Hyperplasia (BPH):
1. Teori Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron
(DHT) dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke
dalam inti sel yang menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga
menyebabkan terjadinya sintesa protein.
2. Teori hormon
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami
hiperplasia yamg disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang,
estrogen bertambah relatif atau aabsolut. Estrogen berperan pada
kemunculan dan perkembangan hiperplasi prostat.
3. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast
growth factor (b-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan
dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran
prostat jinak. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase. bFGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan
infeksi.
4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan
mesenkim sinus urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan
prostat.

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga


perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada
tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi urin pada leher
buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel.
Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan
disfungsi saluran kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing
gejala yaitu :
a.Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah
gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh
edema yang terjadi pada prostat yang membesar.
b.

Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena


detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan
resistensi uretra.

c.Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak


dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal
dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah
residu urin yang banyak dalam buli-buli.
d.

Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena


pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar
miksi lebih pendek.

e.Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan


normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang
selama tidur.
f. Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada
saat miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan
detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter,
g.

Inkontinensia bukan

gejala yang khas, walaupun

dengan

berkembangnya penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala


karena setelah buli-buli mencapai complience maksimum, tekanan
dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter.
h.

Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah


submukosa pada prostat yang membesar.

i. Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau


uretra prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit
atau retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan
ginjal (hidronefrosis) secara bertahap, serta gagal ginjal.
j. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian
urin tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media
untuk organisme infektif.
k.

Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan


dalam buli-buli, Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
menimbulkan hematuri. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis
dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.

l. Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan


dapat menyebabkan hernia dan hemoroid.

E. Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract
Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
a. Gejala iritatif meliputi:
1)

Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya

dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
2)

Nokturia, yaitu terbangun untuk miksi pada malam hari

3)

Urgensi, yaitu perasaan ingin miksi yang sangat mendesak

dan sulit di tahan


4)

Disuria, yaitu nyeri pada saat miksi.

b. Gejala obstruktif meliputi:


1)

Rasa tidak lampias sehabis miksi

2)

Hesitancy, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali

disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot


destrussor

buli-buli

memerlukan

waktu

beberapa

lama

meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan


dalam uretra prostatika.
3)

Straining, yaitu harus mengejan ketika ingin miksi

4)

Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang

disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam


pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi
dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi
urine dan inkontinensia karena overflow. Untuk menilai tingkat

keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa


ahli urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat
diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih
bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan
di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya
dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan
darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.
3. Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia
inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan
intra abdominal.
4. Warna urine merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi
lebih tua.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah, beberapa ahli/orgnisasi urologi membuat sistem skoring
yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh klien. Sistem
skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah skor Internasional gejala
prostat atau Internaional Prostatic Symptom Score ( I-PSS ).
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3
derajat, yaitu:
Ringan

: Skor 0-7

Sedang

: Skor 8-19

Berat

: Skor 20-35

Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi 4 gradasi berdasarkan


penemuan pada colok dubur dan sisa volume urine, seperti tabel di bawah ini :
Tabel 1. Derajat Benigna Prostate Hyperplasia (BPH)
Derajat

Colok Dubur

Sisa Volume
Urine

Penonjolan prostat, batas atas mudah

< 50 ml

diraba.
II

Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat

50 100 ml

mudah dicapai.
III

Batas atas prostat tidak dapat diraba

IV

100 ml
Retensi urine
total

Menurut Long (1996), tanda dan gejala pada pasien post operasi pada
pasien post operasi Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah sebagai
berikut:
1. Hemorogi
a. Hematuri
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. bingung
b. agitasi

c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
2. Radiologis
Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, CT Scan, cystoscopy,
foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi
ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau
trans rectal (TRUS: Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui
pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume bulibuli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor
dan batu.
3. Prostatektomi retropubis
Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka,
hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada
anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi parineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum
5. Prostatektomy
Merupakan tindakan pembedahan bagian prostate (sebagian/seluruh) yang
memotong

uretra,

bertujuan

untuk

menghilangkan retensi urinaria akut.

memeperbaikialiran

urin

dan

G. Penatalaksanaan
1.

Penatalaksanaan Non Operatif


a. Pembesaran hormon estrogen & progesteron
b. Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
c. Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
d. Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
e. Pemasangan kateter.

2.

Penatalaksanaan Operatif
Indikasi dilakukannya tindakan operatif adalah jika terjadi pelebaran
kandung kemih dan urine sisa 750 ml.
a. TUR (Trans Uretral Resection)
b. STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
c. REP (Retropubic Extravesical Prostatectomy)
d. PP (Prostatectomy Perineal)

3.

Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin,
afluzosin
b. Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar)
c. Fitoterapi. Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain:
eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, sawpalmetto,
serenoa repelus.

4.

Terapi bedah
a. TURP
b. TUIP
c. Prostatektomi terbuka

5.

Terapi invasif minimal

a. TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy)


b. Dilatasi balon trans uretra (TUBD)
c. High Intensity Focus Ultrasound
d. Ablasi jarum trans uretra
e. Stent Prostat
H. Komplikasi
Adapun komplikasi yang bisa ditimbulkan oleh Benigna Hiperplasia
Prostat, yaitu sebagai berikut:
1. Retensi Urine
2. Perdarahan
3. Perubahan VU; trabekulasi, divertikulasi
4. Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
5. Hidroureter
6. Hidronefrosis
7. Cystisis, prostatitis, epididymitis, pyelonefritis.
8. Hipertensi, Uremia
9. Prolaps ani/rectum, hemorroid
10. Gagal ginjal.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian Pre Operasi:
Pengkajian ini dilakukan sejak klien ini masuk rumah sakit sampai saat
operasinya, yang meliputi :
1. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan
diagnosa medis.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia,
urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis
miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya
menjadi retensio urine.
3. Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan,
misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis
yang pernah di derita. Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang
pernah dialami adanya riwayat penyakit DM dan hipertensi
4. Riwayat penyakit keluarga .
Adanya riwayat keturunan

dari salah satu anggota keluarga yang

menderita penyakit BPH Anggota keluargayang menderita DM, asma, atau


hipertensi.

5. Riwayat psikososial
a. Intra personal
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul
kecemasan. Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan tentang
prosedur pembedahan. Tingkat kecemasan dapat dilihat dari perilaku
klien, tanggapan klien tentang sakitnya.
b. Inter personal
Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam masyarakat.
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Klien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau,
penggunaan obat-obatan, penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa
dilakukan dalam mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan
kesehatan berkala, gizi makanan yang adekuat )
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan,
jumlah minum tiap hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau
keadaan yang mengganggu nutrisi seperti nause, stomatitis, anoreksia
dan vomiting. Pada pola ini umumnya tidak mengalami gangguan atau
masalah.
7. Pola eliminasi
Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu,
menetes - netes, jumlah klien harus bangun pada malam hari untuk
berkemih, kekuatan system perkemihan. Klien juga ditanya apakah
mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. Klien ditanya

tentang defikasi, apakah ada kesulitan seperti konstipasi akibat dari


prostrusi prostat kedalam rectum.
8. Pola tidur dan istirahat
Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena
frekuensi miksi yang sering pada malam hari ( nokturia ). Kebiasaan tidur
memekai bantal atau situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan.
Upaya mengatasi kesulitan tidur.
9. Pola aktivitas
Klien ditanya aktifitasnya sehari hari, aktifitas penggunaan waktu
senggang, kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit
dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak
mengalami gangguan, dimana klien masih mampu memenuhi kebutuhan
sehari hari sendiri.
10. Pola hubungan dan peran
Klien ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien
lain, perawat atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah
klien dapat berperan sebagai mana seharusnya.
11. Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau
dirasakan klien sebelum pembedahan . Biasanya muncul kecemasan dalam
menunggu acara operasinya. Tanggapan klien tentang sakitnya dan
dampaknya pada dirinya. Koping klien dalam menghadapi sakitnya,
apakah ada perasaan malu dan merasa tidak berdaya.
12. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran
dari klien. Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi pikiran, daya

ingat dan waham. Pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau
masalah pada pola ini.
13. Pola reproduksi seksual
Klien

ditanya

jumlah

anak,

hubungannya

dengan

pasangannya,

pengetahuannya tantangsek sualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual


yang terjadi sekarang, masalah seksual yang dialami sekarang ( masalah
kepuasan, ejakulasi dan ereksi ) dan pola perilaku seksual.
14. Pola penanggulangan stress
Menanyakan apa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme
penanggulangan terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah
biasanya

dilakukan

klien

bersama

siapa.

Apakah

mekanisme

penanggulangan stressor positif atau negatif.


15. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien menganut agama apa, bagaimana dengan aktifitas keagamaannya.
Kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah.
Pemeriksaan fisik
1.

Status kesehatan umum


Keadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus, pernafasan,
tekanan darah, suhu tubuh, nadi.

2.

Kulit
Apakah tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah kelainan
pigmentasi, bagaimana keadaan rambut dan kuku klien ,

3.

Kepala
Bentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri kepala
atau trauma pada kepala

4.

Muka
Bentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana
keadaannya, begitu pula bagaimana otot mukanya.

5.

Mata
Bagainama keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak.

Pada

konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi dan perdarahan. Slera tampak


ikterus atau tidak.
6.

Telinga
Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing. Bagaimana
bentuknya, apa ada gangguan pendengaran.

7.

Hidung
Bentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada obstruksi atau
polip, apakah hidung berbau dan adakah pernafasan cuping hidung.

8.

Mulut dan faring


Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada perdarahan atau
ulkus. Lidah tremor ,parese atau tidak. Adakah pembesaran tonsil.

9.

Leher
Bentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk, pembesaran kelenjar limphe.

10. Thoraks
Betuknya bagaimana, adakah gynecomasti
11. Paru
Bentuk

bagaimana,

apakah

ada

pencembungan

atau

penarikan.

Pergerakan bagaimana, suara nafasnya. Apakah ada suara nafas tambahan


seperti ronchi , wheezing atau egofoni.

12.

Abdomen
Bagaimana bentuk

abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi

umumnya ada penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah ada
nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia
atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal teraba atau tidak. Peristaklit usus
menurun atau meningkat.
13. Genitalia dan anus
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba
pada saat rectal touch. Pada klien yang terjadi retensi urine, apakah
trpasang kateter, Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada anus
biasanya ada haemorhoid.
14. Ekstrimitas dan tulang belakang
Apakah ada pembengkakan pada sendi. Jari jari tremor apa tidak.
Apakah ada infus pada tangan. Pada sekitar pemasangan infus ada tanda
tanda infeksi seperti merah atau bengkak atau nyeri tekan. Bentuk tulang
belakang bagaimana.
Pengkajian Post Operasi
Pengkajian ini dilakukan setelah klien

menjalani operasi, yang

meliputi:
1. Keluhan utama
Keluhan pada klien berbeda beda antara klien yang satu dengan yang
lain. Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi TURP adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih
atau karena adanya bekas insisi pada waktu pembedahan. Hal ini
ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari klien sendiri.

2. Keadaan umum
Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.
3. Sistem respirasi
Bagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak.
Apakah perlu dipasang O2. Frekuensi nafas , irama nafas, suara nafas. Ada
wheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan otot Bantu nafas seperti gerakan
cuping hidung, gerakan dada dan perut. Tanda tanda cyanosis ada atau
tidak.
4. Sistem sirkulasi
Yang dikaji: nadi ( takikardi/bradikardi, irama ), tekanan darah, suhu
tubuh, monitor jantung ( EKG ).
5. Sistem gastrointestinal
Hal yang dikaji: Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi /
obstipasi, bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah
ada mual dan muntah.
6. Sistem neurology
Hal yang dikaji: keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala.
7. Sistem muskuloskleletal
Bagaimana aktifitas klien sehari hari setelah operasi. Bagaimana
memenuhi kebutuhannya. Apakah terpasang infus

dan dibagian mana

dipasang serta keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan


ekstrimitas.
8. Sistem eliminasi
Apa ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung kemih penuh .
Masih ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda tanda
perdarahan, infeksi. Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung kemih.

Warna urine dan jumlah produksi urine tiap hari. Bagaimana keadaan
sekitar daerah pemasangan kateter.
9. Terapi yang diberikan setelah operasi
Infus yang terpasang, obat obatan seperti antibiotika, analgetika, cairan
irigasi kandung kemih.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Gangguan eliminasi urine
3. Insomnia
4. Ansietas

C. Penyimpangan KDM Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)


Faktor umur/usia lanjut
Perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen
Kadar testosteron serum menurun
Estrogen meningkat
Pertumbuhan stroma fibrosa & otot polos prostat
Pertumbuhan bagian periuretral prostat
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)
Prostat mengelilingi & menekan uretra
Obstruksi uretra pars prostatika
Distensi vesika urinaria

Perubahan status kesehatan

Hospitalisasi

Berkurangnya aliran urine (oliguria)


Stres psikologi

Peningkatan tek.vesika
urinaria
Penekanan serabut saraf
nyeri

Miksi sedikit-sedikit
Ansietas
Gangguan eliminasi urine

Impuls ditransmisikan ke
hipotalamus
Nyeri dipersepsikan
Aktivasi sistem RAS
Nyeri Akut
Sering terbangun
Sulit tidur
Insomnia

D. Intervensi Keperawatan
Menurut Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern dalam Buku Saku
Diagnosis Keperawatan NANDA NIC NOC (2011), berikut ini adalah
intervensi yang biasa muncul:
1. Nyeri akut
Batasan Karakteristik
Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
Objektif
a. Posisi untuk menghindari nyeri
b. Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas, tidak bertenaga
sampai kaku
c. Perubahan selera makan
d. Perilaku ekspresif (misalnya gelisah, merintih, menangis, peka
terhadap rangsang, dan menghela napas panjang)
e. Wajah topeng (nyeri)
f. Perilaku menjaga atau sikap melindungi
g. Bukti nyeri yang dapat diamati
h. Berfokus pada diri sendiri
i. Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur, atau tidak
menentu dan menyeringai)
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a. Memperlihatkan Pengendalian Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering atau selalu ):

1) Mengenali awitan nyeri


2) Menggunakan tindakan pencegahan
3) Melaporkan nyeri dapat dikendalikan
b. Melaporkan Tingkat Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut (sebutkan 1-5: sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada):
1) Ekspresi nyeri pada wajah
2) Gelisah atau ketegangan otot
3) Durasi episode nyeri
4) Merintih dan menangis
5) Gelisah
SKALA NYERI
Nilai

Skala Nyeri

Tidak nyeri

Seperti gatal, tersetrum / nyut-nyut

Seperti melilit atau terpukul

Seperti perih

Seperti keram

Seperti tertekan atau tergesek

Seperti terbakar atau ditusuk-tusuk

79

Sangat nyeri tetapi dapat dikontrol oleh klien


dengan aktivitas yang biasa dilakukan.

10
Keterangan :

Sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol oleh klien.


13

(Nyeri ringan)

46

(Nyeri sedang)

79

(Nyeri berat)

10

(Sangat nyeri)

Intervensi NIC
a. Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala 0-10
b. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap
nyeri dan respon pasien
c. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, imajinasi tebimbing, terapi musik,
terapi bermain, distraksi, kompres hangat atau dingin sebelum, setelah,
dan jika memungkinkan , selama aktivitas yang menimbulkan nyeri,
sebelum nyeri terjadi atau meningkat, dan bersama penggunaan tindakan
peredaan nyeri yang lain.
d. Lakukan perubahan posisi, massase punggung dan relaksasi
e. Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan yang menyangkut
aktivitas keperawatan
f. Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan
rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui TV, radion, dan
interaksi dengan pengunjung
g. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai program terapi
2. Gangguan eliminasi urine
Batasan Karakteristik
Subjektif
a. Disuria
b. Urgensi
Objektif
a. Sering berkemih
b. Mengalami kesulitan di awal berkemih
c. Inkontinensia
d. Nokturia

e. Retensi
Faktor yang Berhubungan
Penyebab yang multipel, meliputi obstruksi anatomis, gangguan sensori,
atau mototrik, dan infeksi saluran kemih
Tujuan dan Kriteria Evaluasi NOC:
a.Menunjukkan kontinensia urine yang dibuktikan oleh indikator
(Sebutkan 1-5: selalu, sering, kadang-kadang, jarang, atau tidak pernah
ditujukkan):
Infeksi saluran kremih (leukosit <100.000)
Kebocoran urine di antara berkemih
b. Menunjukkan kontinennsia urine yang dibuktikan oleh indikator (sebutkan
1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu ditunjukkan):
Eliminasi secara mandiri
Menunjukkan pola berkemih yang diduga
Intervensi NIC:
a. Pantau eliminasi urine, meliputi frekuensi, konsistensi, bau volume,
dan warna
b. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala ISK
b. Ajarkan pasien untuk minum 200 ml cairan pada saat makan, di antara
waktu makan dan di awal petang
3. Insomnia
Batasan Karakteristik
a. Afek tampak berubah
b. Tampak kurang energi
c. Pasien melaporkan staus kesehatan
d. Pasien melaporkan penururna kualitas tidur

e. Pasien melaporkan kesulitasn berkonsentrasi


f. Pasien melaporkan kesulitan untuk tidur
g. Pasien melaporkan kesulitan untuk tetap tidur
h. Pasien melaporkan ketidakpuasan dengan tidurnya (saat ini)
i. Pasien melaporkan kekurangan energi
j. Pasien melaporkan tidur yang tidak mengembalikan kesegaran tubuh
k. Pasien melaporkan gangguan tidur yang memberi dampak pada hari
berikutnya.
l. Pasien melaporkan terbangun terlalu dini
Faktor yang Berhubungan
a. Pola aktivitas
b. Ansietas
c. Depresi
d. Faktor lingkungan
e. Ketakutan
f. Berduka
g. Gangguan pola tidur normal
h. Medikasi
i. Ketidaknyamanan fisik (mis, nyeri, suhu tubuh, batu, dsb)
j. Stres
Tujuan dan Kriteria Evaluasi NOC
a. Pasien memperlihatkan tidur yang dibuktikan oleh indikator ( sebutkan
1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada
gangguan):
Jumlah jam tidur (sedikitnya 5 jam per 24 jam untuk orang
dewasa)

Pola, kualitas, dan rutinitas tidur


Intervensi NIC
a. Pantau pola tidur pasien
b. Ajarkan pasien utnuk enghindari makanan atau minuman yang saat
akan tidur yang dapat mengganggu tidur
c. Hindari suara keras dan penggunaan lampu saat tidur malam, ciptakan
lingkungan yang tenang, damai dan meminimalkan gangguan
d. Bantu

pasien

mnegidentifikasi

faktor-faktor

yang

mungkin

menyebabkan kurang tidur


e. Anjurkan pasien untuk mandi dengan air hangat di sore hari
f. Berikan atau lakukan tindakan kenyamanan seperti massase,
pengaturan posisi, dan sentuhan afektif
g. Fasilitasi

untuk

empertahankan

rutinitas

waktu

tidur

pasien,

persiapan/ritual sebelum tidur.


h. Kolaborasi pemberian pil tidur
4. Ansietas
Batasana Karakteristik
Perilaku
a. Penurunan produktivitas
b. Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa hidup
c. Gerakan yang tidak relevan (misalnya mengeret kaki, gerakan lengan)
d. Gelisah
e. Memandang sekilas
f. Insomnia
g. Kontak mata buruk
h. Resah

i. Menyelidik dan tidak waspada


Afektif
a. Gelisah
b. Kesedihan yang mendalam
c. Distres
d. Ketakutan
e. Perasaan tidak adekuat
f.

Fokus pada diri sendiri

g. Peningkatan kekhawatiran
h. Iritabilitas
i. Gugup
j. Gembira berlebihan
k. Nyeri dan peningkatan ketidakberdayaan yang persisten
l. Marah
m. Menyesal
n. Perasaan takut
o. Ketidakpastian
p. Khawatir
Fisiologis
a. Wajah tegang
b. Insomnia
c. Peningkatan keringat
d. Peningkatan ketegangan
e. Terguncang
f. Gemetar atau tremor di tangan
g. Suara bergetar

Parasimpatis
a. Nyeri abdomen
b. Penurunan tekanan darah
c. Penurunan nadi
d. Diare
e. Pingsan
f. Keletihan
g. Mual
h. Gangguan tidur
i. Kesemutan pada ekstremitas
j. Sering berkemih
k. Berkemih tidak lampias
l. Urgensi berkemih
Simpatis
a. Anoreksia
b. Eksitasi kardiovaskuler
c. Diare
d. Mulut kering
e. Wajah kemerahan
f. Jantung berdebar-debar
g. Peningkatan tekanan darah
h. Peningkatan nadi
i. Peningkatan refleks
j. Peningkatan pernapasan
k. Dilatasi pupil
l. Kesulitan bernapas

m.

Vasokontriksi superfisial

n. Kedutan otot
o. Kelemahan
Kognitif
a. Kesadaran terhadap gejala-gejala fisiologis
b. Blocking pikiran
c. Konfusi
d. Penurunan lapang pandang
e. Kesulitan untuk berkonsentrasi
f. Keterbatasan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
g. Keterbatasan kemampuan untuk belajar
h. Takut terhadap konsekuensi yang tidak spesifik
i. Fokus pada diri sendiri
j. Mudah lupa
k. Gangguan perhatian
l. Tenggelam dalam dunia sendiri
m. Melamun
n. Kecendruangan untuk menyalahkan orang lain
Faktor yang Berhubungan
a. Terpajan toksin
b. Hubungan keluarga/hereditas
c. Transmisi dan penularan interpersonal
d. Krisis situasi dan maturasi
e. Stres
f. Penyalahgunaan zat
g. Ancaman kematian

h. Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran, lingkungan,


status kesehatan, status ekonomi, atau pola interaksi
i. Ancaman terhadap konsep diri
j. Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang esensial
k. Kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a. Ansietas berkurang
b. Kemampuan untuk fokus pada stimulus tertentu
c. Memiliki TTV dalam batas normal
d. Meneruskan

aktivitas

yang

dibutuhkan

meskipun

mengalami

kecemasan
Intervensi NIC
a. Kaji tingkat ansietas pasien
Skala Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) dalam penilaian
kecemasan (ansetas) terdiri dari 14 item, meliputi:
1) Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung.
2) Merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
3) Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal
sendiri dan takut pada binatang besar.
4) Gangguan tidur sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari,
tidur tidak pulas dan mimpi buruk.
5) Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit
konsentrasi.
6) Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada
hoby, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

7) Gejala somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara
tidak stabil dan kedutan otot.
8) Gejala sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka
merah dan pucat serta merasa lemah.
9) Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi
mengeras dan detak jantung hilang sekejap.
10) Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering
menarik napas panjang dan merasa napas pendek.
11) Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan
menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah
makan, perasaan panas di perut.
12) Gejala urogenital : sering keneing, tidak dapat menahan keneing,
aminorea, ereksi lemah atau impotensi.
13) Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah,
bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.
14) Perilaku

sewaktu

wawancara

gelisah,

jari-jari

gemetar,

mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat


dan napas pendek dan cepat.
Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan
kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Ringan / Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang / separuh dari gejala yang ada
3 = berat / lebih dari gejala yang ada
4 = sangat berat / semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor


dan item 1-14 dengan hasil:
1) Skor < 14 = tidak ada kecemasan.
2) Skor 14 - 20 = kecemasan ringan.
3) Skor 21 27 = kecemasan sedang.
4) Skor 28 41 = kecemasan berat.
5) Skor 42 56 = panik.
b. Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil
menurunkan ansietas di masa lalu
c. Berikan informasi tentnag gejala ansietas
d. Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal
pikiran dan aperasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas
e. Yakinakan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap empatik secara
verbal dan nonverbal secara bergantian
f. Dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan iritasi serta
izinkan pasien untuk menangis
g. Bermain dengan anak atau bawa anak ke tempat bermain anak di rumah
sakit dan libatkan anak dalam permainan
h. Kolaborasi pemberian obat untuk menurunkan ansietas.

DAFTAR PUSTAKA
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.
Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.
Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil Noc.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai