Anda di halaman 1dari 5

Seskab Pramono Bicara soal Bantuan Parpol dan Korupsi

Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dalam wawancara khusus bersama Liputan6.com dan SCTV, di
kantornya, Jakarta, Kamis (9/6/2016). (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah sedang mengkaji besaran kenaikan bantuan untuk partai
politik (parpol). Pemerintah masih menghitung besaran ideal agar tidak membebani APBN.
Namun, tidak ada jaminan begitu biaya bantuan parpol meningkat, tidak ada korupsi yang dilakukan
anggota parpol. Selama ini, minimnya bantuan pemerintah menjadi kambing hitam bagi parpol untuk
melakukan korupsi.
"Ya memang tidak ada jaminan hal itu terjadi karena peristiwa korupsi ini yang seperti yang saya
sampaikan seperti narkoba, seperti candu," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana
Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/10/2016).
Ia menjelaskan, korupsi memang tidak mengenal status ekonomi. Sekalipun memiliki banyak uang,
tetap tidak menjamin seseorang tidak korupsi.
"Dengan demikian, ujian bagi parpol apakah dengan peningkatan bantuan pemerintah atau negara
kepada partai itu akan mengakibatkan menurunnya korupsi," imbuh Pramono.
Nyatanya, ia menambahkan, sampai saat ini korupsi masih terus terjadi. Dengan begitu,
kepercayaan publik terus menurun.
"Apa yang terjadi dengan indeks kepuasan publik yang ada ini mengalami penurunan karena
korupsinya masih ada," pungkas dia.

Hasto PDIP: Ada Penurunan Dukungan untuk Parpol


Pemenang Pemilu

Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto saat menghadiri fit and proper test untuk para balon Gubernur DKI
Jakarta di DPP PDIP, Jakarta, (11/5). Sebanyak 32 peserta calon Gubernur/Wagub DKI yang
mengikuti fit and proper test tersebut. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Liputan6.com, Jakarta - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai saat ini banyak kepentingan
kekuasaan yang mewarnai dinamika politik. Jika tidak diiringi dengan prinsip dan pemahaman
Pancasila dan UUD 1945, maka akan membuat banyak pihak bingung dan tak punya arah.Hal itu
dikemukakan Hasto saat memberikan kuliah umum dengan tema Dinamika Partai Politik di
Indonesia yang digelar di Kampus Universitas Airlangga, Surabaya, Senin (30/5/2016)."Atas dasar
hal tersebut, maka keseluruhan dinamika politik nasional harus dibawa pada pencapaian tujuan
berbangsa dan bernegara," ujar Hasto.Hasto menegaskan bahwa ideologi membuat politik tetap
berdiri di atas hakekat demokrasi sebenarnya. Agar kehidupan politik tak berjalan di atas
transaksional kekuasaan, ada 6 kriteria penting dalam menilai parpol.Kriteria itu mencakup
hubungan dengan konstituen, keuangan Partai, rekrutmen anggota dan pendidikan politik, resolusi
konflik, pengembangan internal partai, dan cara partai mengelola pemerintahan.Hasto menilai tren
kepercayaan publik terhadap partai pemenang pemilu sejak 1999 menurun. Kecenderungan ini
selayaknya menjadi pekerjaan rumah bagi partai politik yang harus segera diatasi."Bila diperhatikan,
sejak 1999, terjadi tren dukungan menurun terhadap parpol pemenang pemilu. Ini PR yang harus
diatasi," ujar Hasto.Belum lagi saat ini parpol menjadi partai elektoral, yang disiapkan hanya untuk
memenangkan pemilu saja. Fungsi partai yang berpihak pada wong cilik dinilai terabaikan."Ada
trend intervensi kapital yang kuat sehingga sumber kapital itu mendesakkan kepentingan agenda
politiknya," ucap Hasto.Parpol, kata dia, harus melihat perspektif pengembangan internalnya terkait
bagaimana partai menjalankan fungsi-fungsi organisasi.Terkait kehadirannya di kampus Unair,
Hasto mengatakan PDIP terbuka terhadap kritik. Masukan dan kritikan dari kampus akan diterima
dengan terbuka agar parpol melakukan pembenahan.
"PDIP terbuka terhadap kritik. Karena kampus merupakan bagian masa depan bangsa. Apapun
pilihan politik mereka," ucap Hasto.

JK: Parpol Jangan Hanya Mikir Menang


Pemilu, Tapi Ekonomi Rakyat

Wapres Jusuf Kalla. (Liputan6.com/Herman Zakharia)


Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK meminta partai politik lebih
mementingkan perbaikan ekonomi rakyat daripada memenangkan pesta demokrasi seperti pemilu
atau pilkada.
"Itu yang harus kita perjuangkan. Bukan bagaimana menang pemilu, bagaimana menang pilkada.
Buat apa kita semuanya menguasai politik tapi ekonomi rendah," kata JK di acara penutupan
Muktamar VIII Partai Persatuan Pembangunan (PPP), di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur,
Minggu (10/4/2016).
JK menyatakan, jika ekonomi rendah, maka keadilan menjadi rendah dan akan menimbulkan
distabilitas bangsa.
Ia menilai, isu kesejahteraan rakyat harusnya menjadi pedoman partai politik. Sehingga nantinya
partai politik bisa mengimplementasikan isu tersebut ketika berada duduk di pemerintahan nanti.
"Jadi, kita tidak hanya bicara tentang pilkada jika bicara tentang partai. Kita berbicara tentang umat
dan bangsa secara keseluruhan sekaligus bagaimana ke depan lebih jauh. Sehingga kita semua
dapat mengalami kebahagiaan dan kemakmuran bersama-sama," ujar JK.

Revisi UU Pemilu Terkesan Sengaja Jegal Parpol Pendatang Baru

Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Jakarta Emrus Sihombing.


(SINDOphoto/Isra Triansyah)
JAKARTA - Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Jakarta, Emrus Sihombing
menyatakan semua partai peserta pemilu secara otomatis mendapatkan kesempatan yang
sama untuk mengusung calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres).
Hal tersebut disampaikan Emrus menanggapi salah satu poin dalam draf revisi Undang-undang
Pemilu yang menyebutkan syarat pengajuan capres dan cawapres adalah perolehan kursi di
pemilu sebelumnya.Poin tersebut, dinilai Emrus mendiskriminasi partai politik (Parpol) baru
yang baru akan berpartisipasi di dalam Pemilu 2019 mendatang.
"Logikanya dimana, seharusnya kalau boleh ikut serta di pemilu legislatif, boleh pula di
eksekutif," ujar Emrus dalam Focus Group Discussion di Kantor DPP Partai Perindo, Menteng,
Jakarta Pusat, Senin (17/10/2016).Kata Emrus, semua parpol lahir dengan tujuan untuk
mendistribusikan kadernya kepada institusi atau lembaga negara, baik legislatif maupun
eksekutif. Karenanya, parpol tai berharap pula mengajukan capres dan cawapres dalam
pemilu.Emrus menambahkan, revisi UU Pemilu terkesan politis dan menjegal kesempatan
parpol baru karena muncul pada saat menjelang pelaksanaan pemilu.

"Kalau memang demi hukum, buatlah UU sesudah pemilu. Saat awal sidang DPR. Jangan
menjelang pemilu. Kalau ini kan terkesan menjegal partai pendatang baru," kata Emrus.

Anda mungkin juga menyukai