Anda di halaman 1dari 14

CLINICAL SCIENCE SESSION

INFANTICIDE DAN ABORSI


Mohammad Hekmatyar 130110120026

Preseptor: dr. Sani Tanzillah, Sp.F.

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RSUP DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2016

INFANTICIDE
A. Definisi
Pengguguran anak sendiri (infanticide) adalah pembunuhan yang dilakukan seorang
ibu dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap bayinya pada saat dilahirkan atau
beberapa saat sesudah dilahirkan, oleh karena takut diketahui orang lain bahwa ia telah
melahirkan anak. (Amir, 1995)
Menurut Infanticide Act 1938, Section 1, infanticide didefinisikan sebagai berikut:
Where a woman by any wilful act or omission causes the death of her child under
the age of twelve months, but at the time the balance of her mind was disturbed by
reason of her not having fully recovered from the effect of giving birth to the child
or by reason of the effect of lactation consequent upon the birth of the child, then
she shall be guilty of infanticide, and may be dealt with and punished as if she had
been guilty of the offence of manslaughter of the child. (Payne, 2011)
B. Dasar Hukum di Indonesia
1. KUHP Pasal 181: barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau
menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya,
diancam dengan pidana penjara selama 9 bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
2. KUHP Pasal 305: barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh tahun
untuk ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri
daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.
3. KUHP Pasal 306: Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305
mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling
lama 7 tahun 6 bulan; Jika mengakibatkan kematian, pidana penjara paling lama 9
tahun.
4. KUHP Pasal 308: jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang
kelahiran anaknya, tidak lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya untuk
ditemukan atau meninggalkannya dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya,
maka maksimum pidana tersebut dalam pasal 305 dan 306 dikurangi separuh.
5. KUHP Pasal 341: seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada
saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama
7 tahun.
6. KUHP Pasal 342: seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena
takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau
tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan

pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama 9
tahun.
7. KUHP Pasal 343: kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang
bagi orang lain yang turut serta melakukan sebagai pembunuhan atau pembunuhan
dengan rencana.
C. Tiga Unsur Penting
Pelaku:
Hanya ibu kandung korban yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan

anak sendiri.
Motif:
Ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan diketahui
orang telah melahirkan anak itu, biasanya anak yang dibunuh tersebut didapat dari

hubungan yang tidak sah.


Waktu:
Dalam undang-undang, tidak disebutkan batasan waktu yang tepat, tetapi hanya
dikatakan pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian. Sehingga boleh
dianggap pada saat belum timbul rasa kasih sayang ibu terhadap anaknya.

D. Pemeriksaan Jenazah Bayi


1. Bayi lahir hidup atau mati

PEMERIKSAAN

LAHIR MATI

LAHIR HIDUP

1. Udara dalam
paru-paru

2. Udara dalam
lambung dan
usus

3. Udara dalam
liang telinga
bagian tengah

Dada tidak mengembang


iga datar & diafragma setinggi
iga 3-4
Makroskopik paru:
1) Tersembunyi di belakang
kandung jantung atau
mengisi rongga dada
2) Warna kelabu ungu merata
spt hati
3) Konsistensi padat
4) Tidak teraba derik udara
5) Pleura longgar (slack
pleura)
6) Berat 1/70 BB
Uji apung negatif
Mikroskopik paru:
1) Khas tonjolan yg
berbentuk seperti bantal
yang meninggi dengan
dasar menipis
2) Serabut elastin di dalam
alveoli belum terwarnai
jelas
3) Inhalasi cairan amnion
4) Mekonium dalam bronkioli
dan alveoli
Tidak ada udara
Telah mengalami pembusukan
Diberi nafas buatan

Tidak ada

Dada mengembang
diafragma turun ke sela iga 45
Makroskopik paru:
1) Mengisi rongga dadan &
menutupi sebagian
kandung jantung
2) Warna merah muda tidak
merata
3) Konsistensi spt pons
4) Teraba derik udara
5) Pleura tegang (taut pleura)
6) Berat 1/35 BB
7) Gambaran mozaik krn
alveoli terisi udara
Uji apung positif
Mikroskopik paru:
1) Alveoli mengembang
2) Tidak ada tonjolan

Udara duodenum telah


hidup 6-12 jam
Udara usus besar telah
hidup 12-24 jam

Ada

2. Umur bayi intra dan ekstra-uterin


Intrauterin
Perkiraan umur berdasarkan panjang kepala-tumit berdasarkan rumus De Haas:
Untuk 5 bulan pertama, panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat umur gestasi
(bulan), dan selanjutnya = umur dalam bulan dikalikan 5. (Budiyanto, et al.,
1997)

Perkiraan umur berdasarkan panjang kepala-bokong (Moore, 2013):

Perkiraan umur berdasarkan pusat penulangan (Budiyanto, et al., 1997):

Ekstrauterin
Udara dalam saluran cerna:
Lambung-duodenum: hidup sesaat;
Usus halus: 1-2 jam;
Usus besar: 5-6 jam;
Rektum: hidup > 12 jam.
Mekonium dalam kolon: 24 jam
Perubahan pada tali pusat
Masih basah = 2 hari setelah lahir
Agak kering = 3 hari setelah lahir
Puput/lepas = 1 minggu 10 hari
Sembuh = > 2 minggu
o Sediaan darah Eritrosit berinti ditemukan sampai 24 jam pertama.
o Deposit asam urat di ginjal hari 2-4.
o Perubahan sirkulasi darah obliterasi arteri vena umbilikus 3-4 hari,
o
o
o
o
o
o

duktus venosus 3-4 minggu, foramen ovale menutup 3-4 minggu.


3. Ada atau tidaknya tanda perawatan
Pada bayi yang telah dirawat ditemukan tanda-tanda:
a. Tali pusat : terikat dan diputuskan dengan gunting atau pisau lebih kurang 5
cm dari bayi dan diberi obat antiseptik

b. Verniks kaseosa : telah dibersihkan


c. Pakaian : bayi telah diberi pakaian atau penutup
E. Prosedur Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Luar
Umur bayi (cukup bulan, premature, nonviable)
Kulit : vernix caseosa, warna, keriput / tidak
Mulut : benda asing yang menyumbat
Tali pusat : terputus / masih melekat
Kepala : kaput suksedaneum, molase tulang-tulang tengkorak
Tanda kekerasan : pembekapan, memar, pencekikan
2. Pemeriksaan Dalam
Leher : tanda-tanda penekanan, resapan darah pada kulit sebelah dalam
Mulut : benda asing, palatum molle robek / tidak
Rongga dada/uji paru : pemeriksaan histopatologi dan uji apung
Uji apung paru :
Kedua paru dipisahkan dari trakea, tiap lobus paru, dan kemudian

dipotong kecil - tipis jaringan perifer paru


Bila potongan kecil tipis mengapung diletakan dalam karton lalu
diinjak tanpa diputar dan dimasukan kedalam air lagi (tujuan diinjak

untuk mengeluarkan udara/gas selain residu udara).


Volume residu hanya keluar bila alveoli rusak.
Jika tetap terapung, berarti terdapat udara volume residu atau dikatakan

sebagai uji apung paru positif


o Positip berarti : pernah bernafas (lahir hidup)
o Negatip berarti : mungkin belum pernah bernafas (lahir mati)
Tanda asfiksia : Tardieus spots pada permukaan paru,, jantung, timus,
epiglottis
Tulang belakang : kelainan kongenital dan tanda kekerasan
Pusat penulangan pada femur, tibia, kalkaneus, talus, kuboid
Kepala
F. Pemeriksaan Tersangka
Upaya pembuktian seorang tersangka ibu sebagai ibu dari anak yang kita periksa
adalah suatu hal yang paling sukar. Beberapa cara yang dapat dilakukan :

Mencocokan waktu partus ibu dan waktu lahir anak, serta tanda-tanda ibu baru
melahirkan (keadaan buah dada, rahim yang masih membesar, keluarnya cairan
kemerahan dari vagina (lochia), serta tanda-tanda yang menunjukkan bahwa si ibu

masih dalam masa nifas).


Mencari data antrophologi yang khas pada ibu dan anak.
Memeriksa golongan darah ibu, ayah, dan anak.
Sidik jari DNA.6

ABORTUS
1.

Definisi
Abortus menurut pengertian secara medis adalah gugur kandungan atau keguguran

dan keguguran itu sendiri berarti berakhirnya kehamilan, sebelum fetus dapat hidup
sendiri di luar kandungan. Batasan umur kandungan 28 minggu dan berat badan fetus
yang keluar kurang dari 1000 gram.
Pengertian pengguguran kandungan menurut hukum ialah tindakan menghentikan
kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran tanpa melihat usia
kandungannya. Juga tidak dipersoalkan, apakah dengan pengguguran kehamilan tersebut
lahir bayi hidup atau mati. Yang dianggap penting adalah bahwa sewaktu pengguguran
kehamilan dilakukan, kandungan tersebut masih hidup.
Abortus menurut pengertian kedokteran dibagi menjadi:
1. Abortus spontan
2. Abortus provokatus , terbagi lagi menjadi :
Abortus provokatus terapeutikus
Abortus provokatus kriminalis
Dalam Hipocratic oath dokter dilarang melakukan aborsi, pendapat ini di setujui
dalam World Medical Declaration of Geneva 1948. Namun pada tahun 1970 pendapat
tersebut di ganti oleh asosiasi yang sama bahwa dokter dapat berpartisipasi dalam proses
aborsi namun harus sesuai dengan hukum yang berlaku di negaranya.5
2.

Dasar Hukum
Pasal KUHP terkait pengguguran kandungan mengancam pelaku:

KUHP pasal 346: Wanita yang sengaja menggugurkan kandungannya atau menyuruh

orang lain melakukannya (hukuman maks. 4 tahun)


KUHP pasal 347: Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seizinnya

(hukuman maks. 12 tahun dan bila wanita tersebut meninggal huk. Maks 15 tahun)
KUHP pasal 348: Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seizin
wanita tersebut (hukuman maks. 5 tahun 6 bulan dan bila wanita tersebut meninggal,

hukuman maks. 7 tahun)


KUHP pasal 349: Dokter, bidan atau juru obat yang melakukan kejahatan di atas
(hukuman ditambah dengan sepertiganya dan pencabutan hak pekerjaannya)

KUHP pasal 283: Barangsiapa mempertunjukkan alat/cara menggugurkan kandungan

kepada anak di bawah usia 17 tahun/di bawah umur (hukuman maks. 9 bulan)
KUHP pasal 299: Barangsiapa menganjurkan/merawat/memberi obat kepada seorang

wanita dengan memberi harapan agar gugur kandungannya (hukuman maks. 4 tahun)
KUHP pasal 535: Barangsiapa mempertunjukkan secara terbuka alat/cara
menggugurkan kandungan (hukuman maks. 3 bulan)
Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009
Pasal 75
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi
korban perkosaan.
3.

Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah
melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang.

4.

Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 194

Setiap orang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat(2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2014 Tentang
Kesehatan Reproduksi 2
Pasal 31
(1) Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis; atau
b. kehamilan akibat perkosaan
(2) Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh)
hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir
Pasal 32
(1) Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf
a meliputi:
a. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau
b. kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita
penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
(2) Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan standar.
Pasal 33
(1) Penentuan adanya indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 dilakukan oleh tim kelayakan aborsi.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang
tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan
kewenangan.
(3) Dalam menentukan indikasi kedaruratan medis, tim sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar.
(4) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat surat keterangan kelayakan aborsi.
Pasal 34
(1) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf

b merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari


pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan
dengan:
a. usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat
keterangan dokter; dan
b. keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan
perkosaan.
Pasal 35
(1) Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan
harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab.
(2) Praktik aborsi yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar;
b. dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Menteri;
c. atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;
e. tidak diskriminatif; dan
f. tidak mengutamakan imbalan materi.
Pasal 37
(1) Tindakan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat
perkosaan hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling
Pasal 39
(1) Setiap pelaksanaan aborsi wajib dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota dengan tembusan kepala dinas kesehatan provinsi.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan.
3.

Metode yang Dipergunakan Dalam Abortus Ilegal 5


1. Usia kehamilan <4 minggu kerja fisik berlebihan, kekerasan daerah perut,
minum obat pencahar, obat-obatan/bahan kimia, renjatan listrik, penyemprotan
cairan ke liang vagina
2. Usia kehamilan 4-8 minggu obat-obatan/hormonal, penyuntikan NaCl jenuh
ke dalam rahim, menyisipkan benda asing ke mulut rahim

3. Usia kehamilan 12-16 minggu menusuk kandungan, melepaskan fetus


dengan kuretase, memasukkan pasta atau cairan sabun, penggunaan instrumen
seperti kuret
4. Usia kehamilan 16-20 minggu dilatasi dan evakuasi janin dengan gunting dan
tang ovum
5. Usia kehamilan >20 minggu memasukkan obat prostaglandin ke dalam
forniks superior, induksi dengan oksitosin
4.

Komplikasi 5
1. Perdarahan
Akibat luka pada jalan lahir dapat disebabkan oleh intevensi alat-alat yang
2.
3.
4.
5.
6.

ceroboh.
Infeksi dan sepsis
Akibat penggunaan alat yang tidak steril dan kurangnya antibiotik profilaksis
Syok
Akibat perdarahan (perforasi uterus, vagina)
Emboli udara
Terjadi saat dilakukan metode penyemprotan cairan ke uterusSteril
Steril
Komplikasi sistemik
Trombosis pada vena pelvis dan vena di kaki

Pemeriksaan Korban Abortus


Yang perlu diperiksa pada korban hidup antara lain :
Tanda kehamilan : perubahan payudara, pigmentasi, hormon, mikroskopik
misalnya pemeriksaan sel trofoblas
Usaha penghentian kehamilan : kekerasan pada genitalia interna dan eksterna, serta
perut bagian bawah
Toksikologik : untuk mengetahui obat/zat yang menyebabkan abortus
Pemeriksaan intra uterine fetal death : pemeriksaan mikroskopik sisa jaringan
Kaitan genetik janin dengan tersangka ibu
Pemeriksaan pada jenazah (kecurigaan akan abortus kriminalis sebagai penyebab
kematian korban), sebagai berikut :
Pemeriksaan luar seperti biasa
Autopsi. Dianjurkan pembukaan abdomen sebagai langkah pertama. Periksalah
pembesaran uterus, krepitasi, luka atau perforasi. Lakukan juga tes emboli udara
pada vena kava inferior dan jantung. kemudian periksa genitalia interna (ada
tidaknya pucat, kongesti, dan memar), pengambilan darah dari jantung dan urin
untuk uji toksikologik, urin untuk pemeriksaan kehamilan

Mikroskopik, untuk menemukan sel polimorfonuklear sebagai tanda intravitalitas,


sel trofoblas yang merupakan tanda kehamilan, kerusakan jaringan yang
merupakan tanda usaha penghentian kehamilan.
Umur janin atau usia kehamilan
Kaitan genetik janin/ jaringan aborsi dengan ibu.

Daftar Pustaka
Amir, A. (1995). Bunga Rampai Hukum Kesehatan. Jakarta: Widya Medika.
Budiyanto, A., Widiatmika, W., Sudiono, S., Mun'im, W. A., Sidhi, Hertian, S., et al.
(1997). Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta.
Moore, K. (2013). The Developing Human: Clinically Oriented Embryology (9th
ed.). Philadelphia: Elsevier.
Payne, J. J., Jones, R., Karch, S. B., & Manlove, J. (2011). Simpson's Forensic
Medicine, 13th Edition. UK: CRC Press.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014
TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI . (n.d.).
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG
KESEHATAN . (n.d.).

Anda mungkin juga menyukai