Anda di halaman 1dari 35

2.

Pengertian
Pengertian biaya tidak dapat dipisahkan dengan pengertian kos dan asset
dan juga rugi(loss). Pembahasan tersebut hanya menyebutkan bahwa bila kos
tidak memenuhi difinisi asset ( dapat ditangguhkan pembebanannya terhadap
pendapatan), kos tersebut dapat masuk sebagai biaya atau rugi. Dalam SFAC
No. 6, FASB mendefinisi biaya(expenses) dan rugi (losses)sebagai berikut:
Expenses are outflows or other using up of assets or incurrence of
liabilities (or combination of both) from delivering or producing goods,
rendering services, or carrying out other activities that constitute the
entitys ongoing major or central operations (prg.80);
Losses are decreases in equities (net assets) from peripheral or incidental
transactions of an entity and from all other transactions and other event
and circumstances affecting the entity except those that result from
expenses or distribution to owners (prg.83).
Kalau kewajiban merupakan bayangan cermin asset, definisi biaya oleh
FASB di atas merupakan lawan atau kebalikan dari definisi pendapatan.
Pendapatan arahnya masuk sedangakan biaya arahnya keluar kesatuan usaha.
APB juga mendefinisi biaya sebagai kebalikan pendapatan sebagai berikut
(APBN statement No. 4, prg. 134):
Expenses gross decreases in assets or gross increases in liabilities
recognized and measured in conformity with generally accepted
accounting principles that result from those types of profit-directed
activities of an enterprise that can change owners equity.
APB selanjutnya menjelaskan bahwa seperti pendapatan, biaya timbul
hanya dalam kaitannya dengan kegiatan penciptaan laba yang mengakibatkan
perubahan ekuitas. IAI (IASC) mendefinisi biaya dalam standar Akuntansi
Keuangan (2002)sebagai berikut:

Expenses are decreases in economic benefits during the accounting period


in the form of outflows or depletions of asets or incurrences of liabilities
that result in decrases in equity, other than those relating to equity
participants (hlm.17).
(Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu perioda akuntansi
dalam bentuk arus keluar atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan
penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam
modal.)
Beberapa sumber atau literature lain selalu mendefinisikan biaya dalam
kaitannya dengan definisi kos. Sprouse dan Moonits (1962) mendefinisi
pengertiancost dan expense sebagai berikut:
Cost is a foregoing, a sacrifice made to secure benefit, and is measured by
an exchange price. Expense is the decrease in net assets as aresukt of the
use of economic services in the creation of revenues or the imposition of
taxes by govern mental unit (hlm.8-9).
Grady (1965) mengemukakan definisi cost sebagai berikut:
Cost is the amount, measured in money, or cash expended or other
property transferred, capital stock issued, services performed, or a
liability incurred, in consideration of goods or services received or to be
received. Costs can be classi fied as unexpired and expired. Unexpired
cost (assets) are those which are applicable to the production of future
revenues,Expired costs are those which are not applicable to the
production of future revenues, and for that reason are treated as
deductions from current revenues or charged against retained earnings
Unexpired cost may be transferred from one classification to another
before becoming expired cost as above defined,..(hlm.228).

Hilton (2002) menjelaskan makna cost, expenses, dan cost of goods


sold dan perbedaan di antara konsep tersebut sebagai berikut:
cost is the sacrifice made, usually measured by the resources given up, to
achive a particular purpose. An expense is the consumtion of assets for
the purpose of generating revenue. Cost of goods sold is the expense
measured by the cost of the finished goods sold during a period of
time (hlm.36).
Dari berbagai sumber di atas dan sebagai lawan dari pendapatan, terdapat
dua karakteristik penting yang melekat pada makna biaya yaitu:
1) Aliran keluar atau penurunan asset (outflow of assets, gross decrases in
assets, decreases in economic benefitd, using up of assets, consumption of
assets, use of economic services, expired costs, applicable costs to current
period).
2) Akibat kegiatan yang membentuk operasi utama yang menerus (ongoing
major operations, profit-directed activities, for the purpose of generating
revenues, creation of revenues, earning activities).
Selain dua karakteristik utama di atas, terdapat karakteristik lain yang
bersifat sebagai konsekuensi, pendukung, atau penjelas. Karakteristik utama
dan pendukung dibahas berikut ini:
1. Penurunan Aset
Untuk dapat mengatakan bahwa biaya timbul, harus terjadi transaksi
atau kejadian yang menurun asset atau menimbulkan aliran keluar
asset atau sumber ekonomik. Asset dalam hal ini harus diartikan
sebagai semua asset perusahaan sebagai satu kesatuan (bukan hanya
asset tertentu misalnya sediaan bahan baku). Pemakaian bahan baku
untuk pembuatan produk tidak dapat disebut sebagai biaya kalau
produk tersebut belum terjual (keluar dari kesatuan usaha) karena
kalau produk belum terjual belum terjadi penurunan asset. Yang terjadi
hanyalah perubahan bentuk asset sebagai potensi jasa.
2. Operasi Utama yang Menerus

Sebagaimana berlaku untuk pendapatan, pengertian operasi menunjukan


kegiatan operasi yang merupakan elemen statemen aliran kas yaitu,
operasi, investasi dan pendanaan. Biaya adalah penurunan asset yang
berkaitan dengan operasi dan bukan dengan investasi dan pendanaan.
3. Kenaikan Kewajiban
Bila barang dan jasa telah dimanfaatkan oleh perusahaan tetapi perusahaan
tidak mengakuinya sebagai asset sebelumnya atau perusahaan belum
mengakui kewajiban atas penurunan barang dan jasa yang dikuasai pihak
lain, peruasahaan mempuanyai keharusan untuk membaya atau melakukan
pengorbanan sumber ekonomik dimasa datangsehingga kewajiban timbul.
4. Penurunan Ekuitas
Definisi APB dan IAI secara eksplisit menyebutkan bahwa penurunan aset
akhirnya akan mengubah ekuitas dan menurunkan ekuitas. Pendefinisian
ini sebenarnya menegaskan bahwa akuntansi menganut konsep kesatuan
usaha sehingga ekuitas secara konseptual adalah utang perusahaan kepada
pemilik.
5. Aliran Fisis atau Moneter
Biaya timbul dari penyerahan/produksi barang atau dari pelaksanaan jasa
memberi isyarat bahwa FASB memaknai biaya sebagai kejadian fisis. Bila
asset diganti dengan barang dan jasa (seperti yang disarankan Kam), aliran
tersebut jelas menunjukkan aliran fisis. Secara semantic, biaya seharusnya
didefinisi sebagai perubahan atau penurunan nilai sehingga timbulnya
biaya harus merupakan kejadian moneter.
6. Rugi
Karakteristik yang melekat pada makna dari pengertian rugi:
1. Penurunan ekuitas (aset bersih)
2. Transaksi periferal atau insidental.
3. Selain apa yang didefinisi sebagai biaya atau selain distribusi ke
pemilik.
Empat sumber rugi yang diidentifikasi FASB adalah (SFAC No. 6,
prg.85):
a. Periferal dan Insidental: misalnya penjualan investasi dalam
surat berharga, penjualan aset tetap, pelunasan utang obligasi
sebelum jatuh tempo.
b. Transfer nontimbal-balik. Dengan pihak lain: misalnya pencurian
dan pembayaran dari kekalahan dalam tuntutan perkara hukum.

c. Penahanan aset. Misalnya penurunan harga sekuritas investasi,


oenurunan nilai-tukar valuta asing, penuruanan harga karena
penahanan sediaan.
d. Faktor Lingkungan. Misalnya ganti rugi asuransi musibah alam
yang lebih rendah dari kos aset yang rusak.
2.2

Pengakuan Biaya
Pengakuan menyangkut masalah criteria pengakuan yaitu apa yang harus
dipenuhi agar penurunan nilai asset yang memenuhi definisi biaya atau rugi
dapat diakui dan masalah saat pengakuan yaitu peristiwa atau kejadian apa
yang menandai bahwa criteria pengakuan telah dipenuhi. Biaya dan rugi
tidak mengalami masalah pembentukan dan realisasi. Oleh karena itu,
criteria pengakuan tidak dibedakan dengan kaidah pengakuan sehingga
masalah pengakuan biaya (rugi) adalah kapan penurunan nilai asset dapat
dikatakan telah terjadi atau kapan biaya (rugi) tealh timbul sehingga jumlah
rupiah biaya (rugi) dapat diakui.
2.2.1 Kriteria Pengakuan
Biaya atau rugi pada umumnya diakui bilamana salah satu dari dua
kriteria berikut dipenuhi (SFAC No. 5, prg. 85):
a. Konsumsi manfaat (consumption of benefits).
Biaya atau rugi diakui bilamana manfaat ekonomik yang dikuasai
suatu entitas telah dimanfaatkan atau dikonsumsi dalam pengiriman
atau pembuatan barang, penyerahan atau pelaksanaan jasa, atau
kegiatan lain yang merepresentasi operasi utama atau sentral entitas
b.

tersebut.
Lenyapnya atau berkurangnya manfaat masa datang (loss or
lack of future benefits).
Biaya atau rugi diakui bilamana asset yang telah diakui sebelumnya
diperkirakan telah berkurang manfaat ekonomiknyan atau tidak lagi
mempunyai manfaat ekonomik.

2.2.2 Kaidah atau Saat Pengakuan


FASB memberikan pedoman umum saat pengakuan ditingkat rerangka
konseptual, dibawah ini:
a. Konsumsi manfaat

Konsumsi manfaat ekonomik selama suatu perioda dapat diakui


langsung pada saat terjadinya atau diakui persamaan dengan pengakuan
pendapatan yang telah berkaitan. Berbagai jenis atau pos biaya yang
menghendaki cara pengakuan yang berbeda yaitu (SFAC no. 5, prg.86):
a. Beberapa pos biaya, seperti kos barang terjual, ditandingkan dengan
pendapatan yang terkait.
b. Banyak pos biaya, seperti gaji penjualan dan administrative, diakui
selama peiroda pada saat kas dibayarkan atau kewajiban terjadi
untuk barang dan jasa yang dimanfaatkan/dikonsumsi bersamaan
dengan pemerolehan atau segera setelah itu.
c. Beberapa pos biaya, seperti depresiasi dan asuransi, disalokasi
(diakui) dengan sistematik dan rasional untuk perioda-perioda yang
menikmati asset yang bersangkutan.
b. Lengkapnya atau berkurangnya manfaat masa dating
Biaya atau rugi diakui bila telah menjadi nyata atau jelas bahwa
manfaat ekonomik masa dating suatu asset yang diakui sebelumnya
telah berkurang atau lenyap atau bahwa kewajiban timbul atau
bertambah tanpa adanya manfaat.
2.2.3 Kaidah Pengakuan APB
Kaidah pengakuan di atas sebenarnya dilandasi oleh basis asosiasi yang
oleh APB disebut sebagai prinsip pengakuan biaya pervasive atau
luas (pervasive expense recognition principles). Hal ini dinyatakan oleh
APB sebagai berikut (APB Statement No. 4, prg.157-160):
a. Mengasosiasi sebab dan akibat (associating cause

and

effect). Beberapa kos diakui sebagai biaya atas dasar asosiasi


langsung dengan pendapatan tertentu.
b. Alokasi sistematik dan rasional (systematic

and

rational

allocation). Bila tidak ada cara langsung untuk mengasosiasi sebab


dan akibat, beberapa kos diasosiasi dengan periode sebagai biaya
atas dasar usaha (attempt) untuk mengalokasi kos secara systematic
dan rasional ke beberapa perioda yang diperkirakan menikmati
manfaat.
c. Pengakuan

segera (immediate

recognition). Beberapa

diasosiasi dengan perida berjalan sebagai biaya karena:

kos

(1) Kos yang terjadi dalam perioda berjalan tidak memberi manfaat
masa datang yang cukup nyata (discernible),
(2) Kos yang dicatat sebagai asset dalam perioda-perioda
sebelumnya tidak lagi mempunyai manfaat ekonomik yang
cukup nyata,
(3) Mengalokasi berbagai kos baik atas dasar asosiasi dengan
pendapatan atau atas dasar perioda akuntansi dipandang tidak
mempunyai manfaat yang berarti.
2.2.4 Hubungan Kos dan Biaya
Kos adalah pengukur biaya atau biaya direpresentasi dengan kos
sehingga secara teknis dan praktis biaya sering disebut dengan kos saja
(sebagaimana digunakan oleh APB di atas). Biaya selalu dapat disebut
kos karena kos melekat di dalamnya (konsep dasar kos melekat). Akan
tetapi, kos tidak selalu dapat disebut biaya karena kos dapat juga
merepresentasi asset.
Dengan kos sebagai pengukur, kriteria konsumsi manfaat dan
kelenyapan manfaat dapat dinyatakan dalam bentuk keterbatasan
kos (cost expiration). Kriteria konsumsi lebih berkaitan dengan
pengakuan biaya sehingga kriteria ini oleh paton dan Littlen (1970)
disebut kehabisan kos penciptaan pendapatan (revenue producing cost
expiration) sedangkan kriteria kelenyapan lebih berkaiatan dengan rugi
sehingga krtiteria ini dapat disebut keterhabisan kos non penciptaan
pendapatan (not revenue produsing cost expiration).
2.3

Proses dan Konsep Penandingan


Dua tahap kritis perlakuan kos adalah pengakuan (aliran masuk sebagai
asset) dan pembebanan (aliran keluar sebagai biaya). Proses penandingan
adalah proses penentuan laba dengan dengan cara mengukur atau menakar
dahulu pendapatan untuk suatu perioda dan barulah kemudian menentukan
biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut. Konsep atau prinsip
penandingan adalah dasar pemikiran untuk menghubungkan pendapatan dan
biaya sehingga laba yang dihasilkan bermakna. Prinsip penandingan
menjadi suatu kebutuhan dalam akuntansi karena alasan berikut:

1) Pengakuan pendapatan tidak langsung dikaitkan dengan pengakuan


biaya karena teknik pembukuan tidak memungkinkan hal tersebut.
2) Transaksi terjadinya pendapatan pada umumnya tidak berkaitan
langsung dengan transaksi terjadinya biaya.
Atas dasar konsep upaya dan capaian, konsep penandingan menyatakan
bahwa untuk mendapatkan laba periodic yang yang bermakna maka
pendapatan yang diakui untuk suatu perioda harus ditandingkan (diasosiasi)
dengan biaya yang dianggap telah menciptakan pendapatan tersebut.
Prinsip penandingan ini dikemukakan olehconcepts and standards Research
Study Committee, American accounting Associstionsebagai berikut:
costs (defined as product and service factors given up) should be
related to revenues realized within a specific period on the basis of some
discernible positif correlation of such costs with the recognized
revenues.
Karena pendapatan suatu perioda ditentukan lebih dahulu, prinsip
penandingan akhirnya juga menentukan saat pengakuan biaya. Bila
dianalisis, tiap ketentuan selalu didasarkan atas pertimbangan berikut:
1) Hubungan atau asosiasi dengan pendapatan.
2) Biaya diakui/ dilaporkan dalam perioda yang sama dengan perioda
diakui/ dilaporkannya dengan pendapatan.
2.3.1 Kelayakan Ekonomik
Penandingan yang tepat harus didasarkan pada kelayakan ekonomik dan
bukan fisis. Memang penandingan menuntut identifikasi konsumsi
manfaat asset atau jasa secara fisis tetapi nilai asset atau jasa yang
dikonsumsi juga harus ditentukan secara tepat dengan memperhatikan
kondisi yang melingkupinya. Oleh karena itu, dasar penandingan yang
paling utama adalah kelayakan ekonomik (economic reasonanbleness)
bukannya dasar aliran fisis semata-mata.
Dalam industry sepatu misalnya, nilai atau kos kulit yang
dibebankan ke produksi adalah semua kos lembar kulit yang masuk
proses walaupun secara fisis yang bagian dari kulit yang tidak menjadi
sepatu tetapi menjadi potongan-potongan sisa kulit sebagai bahan

buangan. Jadi, kos suatu factor jasa yang digunakan dalam operasi
hanya akan dibebankan ke pendapatan sebanding dengan produk yang
dianggap telah menghasilkan pendapatan.
2.3.2 Menandingkan Bukan Mengkompensasi
Ada kalanya biaya komisi penjualan, biaya angkut pengiriman barang
(ekspedisi), dan biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan transaksi
penjualan dikurangkan langsung terhadap hasil penjualan dan hanya
jumlah rupiah netonya dicatat dalam akun penjualan dan penjualan
dilaporkan sebesar jumlah netonya. Perlakuan semacam ini secara
teoritis tidak layak. Karena karakteristik yang berbeda, upaya harus
dipisahkan dengan hasil. Semua kos yang mempresentasi upaya harus
tetap dicatat sebagai kos (atau biaya kalau langsung dibebankan).
Sebaliknya, seluruh hasil penjualan produk harus dicatat seluruhnya
secara utuh sebagai pendapatan.
2.4

Basis Asosiasi
Dalam rangka menghubungkan biaya dan biaya, perlu dipertimbangkan
basis asosiasi yang menggambarkan penandingan yang secara ekonomik
layak. Berbagai basis asosiasi dibahas berikut ini.
1. Asosiasi Sebab dan Akibat
Konsep upaya dan capaian menyatakan bahwa biaya merupakan upaya
dalam rangka mendapatkan capaian berupa pendapatan. Ini berati ada
hubungan sebab-akibat antara biaya dan pendapatan. Oleh Karena itu,
basis penandinagn yang paling masuk akal adalah sebab-akibat
walaupun basis ini lebih merupakan asumsi daripada kenyataan karena
dalam banyak hal sulit untuk dibuktikan secara menyakinkan bahwa
biaya menyebabkan pendapatan
Paton dan Littleton (1970) menyatakan dasar ini adalah yang
paling ideal karena paling merepresentasi konsep upaya dan hasil.
Namun penandingan langsung menghadapi beberapa masalah teknis
diantaranya :
a. Identifikasi Kos Produk
Karena produk terjual merupakan takaran penandingan, Kos produk
akan dipecah menjadi dua komponen yaitu Kos produk yang telah

terjual dan Kos produk yang belum terjual dan masih menjadi aset
perusahaan. Kos yang melekat pada produk terjual akan langsung
dibebankan sebagai biaya. Kos sdiaan baru dibebankan sebagai
biaya kalau produk telah terjual. Masalah teknik yang timbul adalah
tidak semua Kos potensi jasa dapat dengan mudah dikaitkan dengan
unit produk. Demikian juga, tidak semua unsur Kos produksi dapat
secara langsung dikaitkan dengan unit fisis produk atau dengan suatu
angkatan produksi.
Dalam hal penjualan angsuran, yang mengakui pendapatan
dalam suatu periode hanya sebesar kas yang diterima, penandingan
langsung atas dasar sebab-akibat mengalami kesulitan teknis untuk
menentukan Kos yang dianggap telah menghasilkan penerimaan
tersebut. Dengan kata lain, tidak ada dasar yang cujkup teliti untuk
memecah Kos kedalam bagian yang telah menjadi sebab. Dalam hal
tertenti pemecah tersebut menjadi sangat arbitrer sehingga
penandingan langsung tidak mudah diterapkan untuk penjualan
angsuran.
b. Produk Usang atau Musiman
Masalah lain yang berkaitan dengan penandingan atas dasar sebabakibat adalah adanya produk musiman yang tidak laku dijual.
Persoalanya adalah apakah Kos produk musiman yan tidak terjual
merupakan sebab ( sebagai biaya ) atau bukan (sebagai rugi )
Dalam keadaan yang khusus sebagai Kos sediaan barang yang
tidak terjual dalam suatu periode secara logis dapat dijadikan
komponen Kos barang terjual. Sediaan akhir yang tidak terjual
sebenarnya

merupakan

upaya

(biaya)

atau

sebab

untuk

mendatangkan penjualan yang dicapai musim tertentu. Jadi tidak


selayaknyalah kos sediaan yang tidak terjual diperlakukan sebagai
rugi.
c. Barang Rusak
Kelayakan
ekonomik

menuntut

pertimbangan

dengan

memperhatikan kondisi yang melingkupi suatu masalah. Bila


kerusakan produk merupakan hal yang normal atau bahkan
merupakan prasyarat untuk menghasilkan barang dengan kualitas

baik, kos barang yang rusak dapat dianggap sebagai upaya


menghasilkan pendapatan. Sebaliknya, kalau kerusakan atau
cacatnya produk merupakan hal yang tidak biasa terjadi (karena
kelalaian atau musibah) maka jumlah rupiah tersebut dapat
diperlakukan sebagai rugi.
d. Identifikasi Kos Nonproduk
Kalau penandingan atas dasar sebab-akibat akan dipertahankan maka
secara logis tidak seluruh Kos nonproduksi akan dibebankan sebagai
biaya. Oleh karena itu, perlu diadakan alokasi agar dapat dicapai
penandingan yang tepat antara biaya dan pendapatan yang
dihasilkan.
Kos nonproduksi tidak menyebabkan pendapatan karena sulit
secara teknis untuk menelusuri hubungan sebab-akibat tersebut. Sulit
untuk mengatakan bahwa bagian dari Kos nonproduksi yang ditunda
pembebananya tersebut akan menghasilkan pendapatan dimasa
mendatang.
Dalam kaitanya

dengan penandingan sebab-akibat, Koa

nonproduksi tidak harus ditunda pembebananya untuk dikaitkan


dengan pendapatan masa datang yang dapat dikaitkan dengan Kos
nonproduksi tersebut.
e. Biaya Antisipasian
Biaya antisipasian (anticipated expenses) adalah biaya yang
dianggap menyebabkan timbulnya pendapatan tetapi baru terjadi
seteleh pendapatan diakui. Sebagai contoh adalah kos yang berkaitan
dengan kegiatan purna-jual seperti jaminan penjualan, jaminan
reparasi gratis, dan pengumpulan piutang. Bila penandingan sebabakibat dipertahankan , kos semacam itu harus diantisipasi dan diakui
pada periode terjadinya penjualan meskipun kos belum terjadi.
2. Alokasi Sistematik dan Rasional
Alokasi sistematik dan rasional merupakan proses penandingan dengan
perioda sebagai penakar pendapatan dan biaya. Proses ini sering disebut
penandingan perioda. Dalam pengakuan biaya, diasumsi bahwa yang
menerima manfaat dari potensi jasa adalah perioda bukan produk.
Keberatan terhadap penandingan ini adalah bahwa proses alokasi

menimbulkan banyak metoda alokasi. Sebenarnya , adanya berbagai


metoda alokasi menunjukkan bahwa akuntansi berusaha untuk
menyelaraskan pola penyerapan kos yang kira-kira mendekati pola
pemanfaatan potensi jasa sehingga konsep penandingan yang tepat dapat
dicapai. Depresiasi asset tetap merupakan contoh masalah ini. Alasan
lain yang mendukung dasar penandingan ini adalah:
1) Banyak jenis biaya perioda yang berkaitan secara tidak langsung
dengan pendapatan perioda berjalan sehingga tidaklah terlalu
menyimpang dari asosiasi sebab-akibat meskipun kos potensi jasa
diakui dan dilaporkan sebagai biaya pada saat potensi jasa tersebut
dikonsumsi.
2) Dalam banyak hal, memang sulit untuk mencari kaitan langsung
antara biaya-biaya tertentu dengan pendapatan. Meskipun demikian,
kalau biaya-biaya tersebut memang diperlukan untuk operasi
perusahaan secara keseluruhan maka meretia harus dibebankan pada
periode berjalan.
3) Bila biaya tidak dapat diasosiasi dengan cukup pasti dengan
pendapatan masa datang atau manfaat ekonomik tidak dapat
dikaitkan dengan perioda-perioda masa datang.
4) Kalau kegiatan atau kejadian sifatnya normal dan berulang serta
jumlahnya

relatif

konstan,

pembebanan

langsung

tidak

mempengaruhi laba secara material meskipun hal tersebut tidak


menggambarkan penandingan yang sempurna atau bahkan salah
tanding.
5) Suatu kondisi memang memaksa untuk alokasi (baik antarperioda
atau antar kegiatan) terutama untuk kos bergabung atau bersama
(joint atau common cost) meskipun basisnya agak arbitrer. Jadi,
alokasi sistemik dan rasional memmeng merupakan kebutuhan.
Proses alokasi menimbulkan banyak metode alokasi. Memenuhi definisi
aset. Paton dan Littleton mengemukakan bahwa aset pada dasarnya
merupakan beban tangguh (deferred charges). Dilain pihak, bila alokasi
bersifat arbitrer, hal tersebut lebih baik tidak dilakukan karena alokasi
akan

memberi

kesan

adanya

kenyataanya tidak demikian.

ketepatan

(preciseness)

padahal

a. Kriteria Penangguhan
Kriteria penangguhan. Kriteria penguji umum yang dapat dijadikan
dasar untuk menentukan apakah suatu jenis Kos jasa yang terjadi
pada suatu periode akandibebankan langsung atau akan ditunda.
Karena suatu Kos jasa yang terjadi memenuhi kriteria tambahan
ini, pada umumnya Kos tersebut dapat dibebenkan langsung pada
periode terjadinya kecuali untuk sediaan barang dan biaya
prabayaran (prepaid expenses). Dapat disimpulkan bahwa Kos
nonoperasi yang berulang terjadinya cukup beralasan untuk langsung
dibebankan dari pada ditunda atau disediakan untuk mencapai tepattanding.
b. Alokasi Kos Bergabung atau Bersama
Alokasi kos bergabung atau bersama bersifat internal dalam suatu
perioda sehingga hasilnya tidak mempengaruhi kos operasi total
untuk perioda tersebut meskipun dasar alokasi agak arbitrer. Alokasi
semacam ini hendaknya tidak diterapkan untuk alokasi kos faktor
jasa antarperioda. Hendriksen menyatakan bahwa alokasi secara
arbitrer antarperioda akan lebih menyesatkan hasilnya daripada tidak
dilakukan alokasi karena alokasi memberi kesan adanya ketepatan
yang dalam kondisi tertentu mungkin tidak dapat dipenuhi.
c. Alokasi Bukan Sarana Pemerataan Laba
Dalam akuntansi manajerial dikenal metoda yang disebut pengkosan
normal (normal costing). Dengan metoda ini, kos overhead
dibebankan ke produk atas dasar tarif taksiran untuk suatu perioda.
Tujuannya adalah agar kos produksi untuk perioda interim (bukanan)
menggambarkan kos yang tepat dibanding kos aktual perioda
tersebut. Hal ini dilakukan mengingat pos-pos overhead tidak terjadi
merata sepanjang tahun.
Fungsi akuntansi adalah

untuk

mengungkapkan

kondisi

perusahaan dengan jelas bukan malahan menutupinya dengan


pemerataan laba. Kemajuan dan reputasi suatu perusahaan harus
ditunjukkan dengan kinerja yang sebenarnya bukan semata-mata
dengan permainan angka.

Untuk mengatasi fluktuasi laba tahunan, cara terbaik adalah


menerbitkan serangkaian statemen laba-rugi tahunan seperti apa
adanya bukan serangkaian laba yang telah diratakan.
d. Pendekatan Nonalokasi
Pendapat yang cukup kontroversal dan ekstrem dikemukakan oleh
Thomas

(1987)

tentang

alokasi

dalam

akuntansi.

Thomas

menyatakan bahwa alokasi hanya dapat dipertahankan bila tiga


karakteristik berikut dipenuhi :
1. Ketertambahan (additivity). Keseluruhan harus sama dengan
hasil penggunggungan bagian-bagian. Jadi, jumlah jumlah
alokasian (allocated amount) kalau digunggung kembali harus
2.

menjadi total sebelum alokasi.


Ketakraguan (unambiguity). Metode alokasi harus unik dan
jelas untuk tiap tujuan. Artinya untuk tujuan yang sama tidak

3.

boleh terdapat beberapa pilihan metoda.


Ketepertahankanan (defensibibiy). Untuk metoda alokasi yang
dipilih,

penentu

kebijakan

harus dapat

mempertahankan

argumen yang meyakinkan bahwa pilihannya untuk dan lebih


baik dari alternative lain.
Alokasi merupakan usaha akuntansi untuk mengasosiasi biaya
dan pendapatan secara lebih layak bila tidak terdapat basis untuk
mengasosiasikan secara langsung atas dasar sebab-akibat. Bila
alokasi dianggap suatu teori, alokasi dapat dipertahankan secara
filosofis dengan semangat refutasi ilmiah dan prinsip ketersalahan.
3. Pembebanan Arbitrer
Suatu kos biasanya akan langsung dibebankan dalam perioda
terjadinya (immediate recognition). Ini berarti bahwa kos ditandingkan
dengan pendapatan secara arbitrer. Konsep yang melandasi pembebanan
semacam ini semata-mata adalah kepraktisan (expediency). Memang
pada umumnya pengakuan segera kos sebagai biaya atau rugi dilakukan
karena manfaat masa datang tidak terukur atau tidak cukup pasti. Contoh
yang paling jelas adalah pengakuan segera selisih kurs utang valuta
asing akibat kenaikan nilai tukar mata uang asing atau pengakuan segera
kos riset dan pengembangan. Walaupun demikian, kalau terdapat alasan

yang kuat atau karena kebijakan khusus akibat kejadian luar biasa, dapat
saja selisih kurs tersebut dikapitalisasi meskipun manfaat ekonomik
masa datang tidak ada lagi atau sulit dihubungkan dengan perioda masa
datang.
Penandingan arbitrer tidak selalu berkaitan dengan pengakuan rugi.
Kos suatu potensi jasa akan segera diakui sebagai biaya atau rugi kalau
terbukti

bahwa

manfaat

ekonomiknya

menjadi

lenyap

atau

berkurang (loss or lack of future benefits). Dalam hal biaya,


berkurangnya manfaat ekonomik disebabkan pada umumnya oleh
pemakaian atau pemanfaatan potensi jasa dalam rangka menghasilkan
pendapatan. Dalam hal rugi, berkurangnya manfaat disebabkan oleh hal
hal yang periferal dan insidental terhadap proses memperoleh
pendapatan.
2.5

Penandingan dan Pos Pos Biaya


Penakar yang ideal udalah unit produk karena pendapatan diciptakan dengan
menyerahkan produk (direpresentasi oleh kos produk). Oleh karena itu,
idealnya tiap unit menyerap semua jenis kos operasi (produksi, penjualan,
administrasi, dan pengumpulan piutang). Dengan perioda sebagai penakar,
kos objek atau kegiatan sebagai pengukur biaya yang dimasukkan ke dalam
penakar tidak harus jelas dan tegas berkaitan dengan pendapatan yang
masuk dalam penakar (perioda) tersebut. Di bawah ini meringkas konsep
penandingan dan implikasi terhadap klasifikasi biaya sebagai pengurang
pendapatan.
Masalah pembebanan kos dan basis asosiasi di atas berlaku untuk
semua jenis potensi jasa. Masalah khusus terjadi dalam hal sediaan dan aset
tetap, khususnya fasilitas fisis yaitu gedung/prabrik dan perlengkapan (plant
and equipments). Uraian berikut membahas masalah teoretis yang
menyangkut pos-pos tersebut.

2.6

Sediaan
Secara umum masalah teoretis sediaan berkaitan dengan pengukuran kos
barang terjual dalam rangka penandingan dengan pendapatan dan masalah

penilaian. Masalah pengukuran dan penilaian sediaan pada akhir perioda


dapat dinyatakan sebagai berikut :
1. Penentuan besarnya kos barang yang terjual untuk ditandingkan dengan
penjualan sehingga dapat ditentukan besarnya laba perusahaan.
2. Penentuan nilai sediaan sebagai unsure asset lancer perusahaan.
Penentuan nilai sediaan sangat penting untuk menilai likuiditas operasi
perusahaan.
Karena aliran kos tidak selalu mengikuti secara persis aliran fisis
barang, diperlukan metoda asosiasi yang paling menggambarkan kegiatan
operasi sesungguhnya sehingga penandingan yang tepat antara biaya (kos
barang terjual) dan pendapatan dapat dicapai.
2.6.1 Metode Asosiasi
Metoda asosiasi menjadi basis untuk menentukan unit fisik terjual dan
kos yang melekat dengan jumlah rupiah penjualan. Dengan demikian
metoda asosiasi dapat pula diartikan sebagai asumsi aliran kos dalam
mengikuti aliran fisis barang. Metoda asosiasi atau asumsi aliran kos
yang telah dikenal adalah :
1. Identifikasi Khusus
Metoda ini adalah yang paling ideal. Bila sistem akuntansi
memungkinkan, metoda ini sangat dianjurkan penerapannya. Untuk
jenis barang mahal dan perputarannya rendah, metoda ini sangat
cocok sekali untuk tujuan pengendalian di samping tujuan
penandingan yang tepat. Namun demikian, metoda ini mengandung
beberapa kelemahan antara lain:
a. Jarang sekali pendapatan khusus ditandingkan dengan kos
khusus karena pendapatan perusahaan merupakan hasil dari
seluruh upaya perusahaan sebagai kesatuan.
b. Untuk jenis barang yang homogen dan harganya relatif murah,
metoda ini menjadi terlalu mahal dan tidak sepadan dengan nilai
tambahan informasi yang diperoleh.
c. Kalau fluktuasi harga sangat mencolok, metoda ini dapat
digunakan

sebagai

alat

manipulasi

laba

atau earnings

management.
2. Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)
Metoda ini berasumsi bahwa faktor kos mengalir melalui
perusahaan secara berurutan seperti antrean; tidak ada saling

mendahului. Dalam banyak kasus, aliran fisis faktor jasa yang


sesungguhnya memang harus mengalir seperti ini terutama kalau
bahan, barang, atau produk harus segera digunakan karena meretia
merupakan jenis yang mudah rusak atau usang karena waktu.
Metoda ini sangat logis dalam merefleksi asosiasi sebab-akibat
karena sangat sederhana dan jelas untuk memecah kos ke dalam dua
komponen (sediaan dan barang terjual) atas dasar kos yang benarbenar melekat dalam kedua komponen tersebut.
Jadi, kalau penandingan secara tepat biaya dan pendapatan
menjadi tujuan, metoda ini paling didukung atas dasar argumen
berikut:
a. Metoda ini mendekati metoda identifikasi khusus yang menjadi
standar pemecahan kos. Metoda ini sistematik dan konsisten
dengan aliran fisis yang sesungguhnya sehingga penandingan
yang ideal dipenuhi.
b. Untung atau rugi karena fluktuasi harga dengan sendirinya
terrealisasi dan diakui bersamaan dengan terjualnya barang
walaupun tidak disajikan secara terpisah dan melekat dalam
angka laba.
c. Penyajian sediaan akhir dalam neraca akan menggambarkan kos
yang mendekati kos sekarang atau kos pengganti, Tentu saja hal
ini tergantung pada fluktuasi kos setelah pembelian atau
produksi terakhir. Bila fluktuasi harga yang sangat tajam,
metoda ini tidak dapat memisahkan untung atau rugi fluktuasi
harga sebagaimana disebut dalam butir b.
3. Rata Rata Berbobot
Metoda ini menganggap bahwa dalam proses produksi terjadi
peleburan faktor produksi yang sama selama satu perioda menjadi
satu massa yang homogenus. artinya, bahan baku tertentu yang
dibeli berkali-kali atau produk yang dihasilkan dari beberapa
angkatan produk dalam suatu perioda dianggap sebagai satu
kesatuan (massa). Barulah kemudian massa tersebut dipecah
menjadi dua bagian yaitu sediaan barang dan barang terjual. Sebagai
konsekuensi, tiap sediaan yang ada pada saat tertentu akan selalu

mengandung proporsi tertentu tiap pembelian yang pernah terjadi.


Dengan demikian, metoda rata-rata akan menjadi logis, obyektif,
atau valid. Walaupun demikian, metoda ini tidak sejalan dengan
aliran fisik yang sesungguhnya. Dalam kenyataannya, separti bahan
baku yang dikonsumsi pada saat tertentu jarang sekali terdiri atas
semua bahan baku yang diperoleh dari berbagai pembelian secara
proporsional. Jadi kalau pemakaian bahan baku untuk produksi
mengikuti pola ini maka akan terjadi bahwa separtai barang yang
berasal dari pembelian tertentu tidak akan pernah habis.
4. Sediaan normal/minimal
Metoda ini sering disebut dengan metoda sediaan permanen (ironstock method). Dengan metoda ini dianggap perusahaan melakukan
investasi permanen dalam sediaan. Tujuannya adalah penandingan
pendapatan sekarang dengan kos sekarang sekaligus meniadakan
kebutuhan pelaporan untung atau rugi menahan sediaan atau
fluktuasi harga. Metoda ini menyajikan sediaan di neraca dengan
harga satuan yang cukup pasti. Biasanya harga satuan yang
ditentukan untuk sediaan minimal cukup rendah. Karena pendapatan
sekarang ditandingkan dengan kos sekarang, laba yang diperoleh
tidak mengandung untung atau rugi akibat menahan sediaan.
5. Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP)
Metoda ini berasumsi bahwa sediaan merupakan aset tetap yang
tidak berkaitan dengan aliran kos. Dengan demikian, begitu
sejumlah sediaan tertentu telah tertimbun maka aliran faktor kos
berikutnya dianggap hanya melewati timbunan tersebut dan
langsung melekat pada penjualan (sebagai kos barang terjual).
Pendukung metoda ini mengajukan argumen sebagai berikut :
a. Memudahkan penandingan kos sekarang dengan pendapatan
sekarang
b. Kalau harga cenderung naik, sediaan barang akan tersaji dengan
jumlah rupiah yang cukup konservatif
c. Laba operasi tidak tercemar oleh untung rugi fluktuasi harga
atau penumpukan barang

d. Dalam kondisi harga yang berfluktuasi dari tahun ke tahun,


metode ini dapat menjadi alat peralatan laba tahunan secara
sistematis
2.6.2 Implikasi Metode Asosiasi Terhadap Laba
Dalam bidang-bidang usaha tertentu yang voluma penjualan dan harga
bahan bakunya berfluktuasi cukup besar antarperioda, metoda MTKP
mendapat dukungan yang kuat sebagai salah satu cara untuk
menstabilkan laba periodik sampai tingkat tertentu. Dalam suatu sistem
perpajakan yang sangat menekankan perhitungan labaperiodik, praktik
penstabilan laba tersebut menjadi konsekuensi logis yang akhirnya
banyak dianut. Namun demikian, laba yang distabilisasi hendak-tidak
dilaporkan sebagai laba sebenarnya untuk tahun tertentu. Sebagaimana
telah dibahas sebelumnya, pemecahan yang terbaik untuk mengatasi
fluktuasi harga adalah melengkapi (to supplement) statemen tahunan
dengan

beberapa

laporan

kumulatif

dan

rata-rata

bukan

mengembangkan metoda untuk menghilangkan fluktuasi tahunan yang


memang benar-benar atau nyata-nyata terjadi.
2.7

Fasilitas Fisis
Dalam hal fasilitas fisik, kos yang terjadi pada saat pemerolehan pada
umumnya diakui sebagai aset dan baru kemudian kos tersebut diakui
sebagai biaya sesuai dengan pola penyerapan manfaat yang direpresentasi
dengan kos.
Karakteristik dan Tujuan Pelaporan
Semua aset mempunyai karakteristik umum yaitu merupakan potensi jasa
yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dalam kegiatan operasinya,
Fasilitas fisis mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a) Berwujud fisis dan dikuasai oleh perusahaan untuk mengolah dan
memperlancar kegiatan operasi perusahaan. Oleh karena itu, yang
digolongkan dalam kelompok ini adalah aset yang berkaitan dengan
operasi
b) Pada umumnya berumur panjang walaupun terbatas sehingga perlu
penggantian.

c) Bernilai bagi perusahaan lantaran kekuasaan atau hak perusahaan untuk


menggunakannya bukan lantaran hak miliknya.
d) Pada umumnya merupakan aset nonmoneter dan manfaat yang dapat
diberikan berupa potensi jasa (service potentials) bukan daya beli atau
ketertukarannya(exchangeablility).
Tujuan pelaporan dan pengukuran fasilitas fisis ini adalah untuk
menentukan penggunaan jasa dalam suatu perioda yang diperkirakan telah
menghasilkan pendapatan. Tujuan yang lain adalah members informasi
kepada pemakai laporan tentang kuantitas fisis dan kapasitas atau daya
(potensi jasa) yang masih melekat pada aset fisis tersebut.
Atas dasar karakteristik dan tujuan pelaporan diatas, Paton dan Littleton
mengemukakan beberapa gagasan pokok mengenai akuntansi fasilitas fisik
yaitu :
a. Bahwa kos fasilitas sengaja diperoleh untuk memungkinkan
terjadinya produksi barang dan jasa sebagaimana faktor produksi
lainnya misalnya sediaan
b. Bahwa kos fasilitas fisis harus dibebankan ke operasi dengan cara
yang sistematis dengan memperhatikan segala faktor yang
berpengaruh.
c. Bahwa kos fasilitas fisis yang berkaitan dengan kegiatan operasi di
masa mendatang pada hakekatnya merupakan suatu bentuk beban
tangguhan dan harus dilaporkan di neraca dalam kelompok dan
dengan nama yang tepat.
Istilah
Istilah yang digunakan untuk menunjuk aset yang mempunyai karakteristik
di atas tentunya harus cukup deskriptif untuk memudahkan klasifikasi.
Banyak istilah yang digunakan untuk mendeskripsi aset tersebut yaitu : aset
tetap (fixed assets), aset tetap berwujud (fixed tangible assets), aset terwujud
(tangible assets), aset operasi (operating assets), aset jangka panjang (longlived/long-term

assets),

tanah,

pabrik/bangunan,

dan

perlengkapan

(property, plant and equipments), dan fasilitas fisis (plant assets).

Istilah aset tetap sebenarnya tidak cukup deskriptif karena tia


mempunyai makna sebagai pasangan aset lancar. Tia menjadi terlalu luas
karena tia mencakupi investasi jangka panjang, aset tak berwujud, sumber
alam, dan aset jangka panjang lainnya. Memang tidak semua perusahaan
mempunyai aset tetap lain kecuali fasilitas fisis sehingga fasilitas fisis
dengan sendirinya menjadi aset tetap.
Aset tetap berwujud memang lebih deskriptif walaupun belum
menggambarkan sifat sebagai aset yang digunakan dalam operasi. Aset
berwujud mempunyai arti yang terlalu luas dan kurang menggambarkan
sifat permanen yang melekat pada aset fisis. Dengan istilah ini, sediaan
barang dagangan akan dapat masuk dalam pengertian ini.
Aset jangka panjang jelas tidak deskriptif karena istilah ini akan
mencakupi pula aset tak berwujud seperti asuransi dibayar di muka dan
pembayaran di muka lainnya. Aset operasi jelas terlalu luas karena semua
aset baik berwujud atau tidak selama aset tersebut diperlukan dalam operasi
dapat disebut sebagai aset operasi.
Istilah yang paling deskriptif dan digunakan oleh banyak literatur
dewasa ini adalah tanah, pabrik/gedung, dan perlengkapan serta fasilitas
fisis. Dapat disebut deskriptif karena dapat merefleksikan karakteristikkarakteristik yang disebutkan di atas. Dalam hal perusahaan non
pemanufakturan istilah pabrik dan perlengkapan dapat digunakan. Istilah
fasilitas

fisis

sebenarnya

cukup

deskriptif

untuk

menggambarkan

karakteristik aset yang masuk dalam pengertian property, plant, and


equipment. Oleh karena itu, istilah ini dipakai dalam pembahasan di sini
walaupun istilah aset tetap atau yang lain kadang-kadang dipakai juga.
Basis Pembebanan
Fasilitas fisis memberi kontribusi jasa ke operasi berupa kapasitas atau daya
(misalnya dalam bentuk daya giling untuk mesin giling). Oleh karena itu,
kos daya atau kapasitas fasilitas fisis tersebut jelas harus diserap menjadi
bagian kos produksi dan akhirnya menjadi beban pendapatan.

Masalah unik yang berkaitan dengan penyerapan manfaat fasilitas fisis


adalah penentuan kapasitas taksiran dalam kondisi tertentu dan pola
penyerapan manfaat sampai dapat dikatakan bahwa manfaat tersebut habis.
Berbeda dengan sediaan, masalah timbul karena pada umumnya kapasitas
akan habis dalam jangka panjang dan penyerapan manfaat tidak dapat
diobservasi secara langsung atas dasar kelenyapan secara fisis. Di lain
pihak, sediaan dikonsumsi dalam bentuk unit fisis sehingga kos yang
terserap dapat dihubungkan secara objektif dengan konsumsi fisis tersebut.
Walaupun

konsumsi

manfaat

disertai

dengan

keausan

fisis

(deterioration), tidak ada proses konsumsi secara fisis terhadap fasilitas fisis
bersangkutan. Jadi, pembebanan kos fasilitas fisis untuk suatu perioda tidak
dapat ditentukan atas dasar pengukuran fisis yang objektif tetapi lebih
merupakan suatu hasil pertimbangan (judgment) atas dasar taksiran faktorfaktor penentu (yaitu umur ekonomik, kapasitas ekonomik, dan nilai
residual) yang sering tidak dapat diuji validitasnya secara objektif.
Makna Depresiasi
Kesulitan asosiasi seperti diuraikan di atas tidak menjadi alasan yang kuat
untuk membebankan seluruh kos ke operasi pada saat fasilitas fisis tersebut
diperoleh atau diberhentikan. Tujuan memperoleh fasilitas fisis adalah untuk
menghasilkan produk dan produk bersangkutan adalah seluruh unit produk
yang dihasilkan selama umur efektif fasilitas bersangkutan bukannya selama
tahun tertentu. Fasilitas fisis merupakan suatu sediaan jasa (servicecapacity) dan jasa tersebut akan tersedia sepanjang umur ekonomik aset
tersebut. Dengan demikian, pembebanan kos secara sistematik selama
taksiran umur pemakaian akan lebih sesuai dengan keadaan objektif dan
masuk akal daripada pembebanan langsung seluruh kos pada saat pembelian
atau pada saat pemberhentian. Bagian dari kos yang dibebankan untuk
perioda tertentu disebut depresiasi (amortisasi untuk aset tak berwujud dan
deplesi untuk sumber alam).
Dari segi akuntansi, depresiasi merupakan suatu proses alokasi kos
secara sistematika dan rasional dan jumlah rupiahnya diukur atas dasar

bagian kos potensi jasa yang dianggap telah dimanfaatkan dalam


menciptakan pendapatan. Depresiasi sebagai biaya tidak berbeda dengan
jenis biaya operasi lainnya. Kos fasilitas fisis mempunyai kedudukan yang
sama seperti kos manfaat ekonomik lain yang diperoleh dan dimanfaatkan
sekaligus dalam perioda terjadinya. Depresiasi merupakan biaya yang
benar-benar terjadi dan dikeluarkan (out of pocket costs) seperti biaya
lainnya. Memang benar bahwa biaya depresiasi untuk perioda tertentu tidak
menunjukkan pengeluaran pada perioda tersebut. Akan tetapi, biaya
depresiasi tersebut mengukur bagian pengeluaran masa yang lalu yang
dipandang layak dibebankan terhadap kegiatan atau pendapatan perioda
berjalan. Jadi dapat dikatakan bahwa kos fasilitas fisis merupakan suatu
bentuk ekstrem biaya dibayar di muka; akuntansi depresiasi merupakan
sarana untuk membebankan biaya dibayar di muka tersebut ke produksi atau
perioda berjalan. Paton dan Littleton (1970) mengemukakan hal ini sebagai
berikut :
Plant renders an essential service to production, and its cost is a form
of deferred charge which should be gradually absorbed in the cost of
production(hlm. 65)
Ungkapan gradually absorbed memberi isyarat bahwa harus tersedia
metoda penyerapan atau depresiasi. Metoda depresiasi sendiri bukan
merupakan masalah penting sepanjang tidak bertentangan dengan konsepkonsep: jasa di balik kos, kos melekat, dan upaya dan hasil. Juga tidak
menjadi masalah yang prinsip bagi akuntansi bahwa metoda depresiasi yang
digunakan tidak sejalan dengan proses keausan fisis atau tidak menunjukkan
adanya fluktuasi nilai aset yang serupa. Dengan asas akrual, depresiasi
bukan merupakan proses penilaian dan juga bukan sarana untuk menutup
harga pengganti aset tetap dari konsumen melainkan suatu langkah
(prosedur) dalam proses penandingan yang tepat antara biaya dan
pendapatan. Alokasi sistematik merupakan konsekuensi logis dari
karakteristik fasilitas fisis sebagai potensi jasa. Alokasi lebih sesuai dengan
kondisi objektif dan empiris yang melingkupi operasi perusahaan daripada
nonalokasi.

Uraian di atas merupakan argument untuk menyanggah pendapat bahwa


depresiasi merupakan biaya hipotesis dan arbitrer sehingga dapat
dikeluarkan dari perhitungan laba. Uraian tersebut juga menyanggah
gagasan Thomas bahwa alokasi tidak dapat dipertahankan.
Walaupun demikian, untuk tujuan pengembangan pelaporan keuangan,
depresiasi secara teoritis dapat dimaknai selain sebagai prosedur atau
alokasi sistematik dalam rangka penandingan biaya dan pendapatan yang
tepat. Berikut dibahas beberapa pemaknaan atau interpretasi terhadap
depresiasi.
a. Depresiasi Sebagai Proses Akumulasi Dana
Pengertian ini didasari oleh gagasan
mempertahankan

kelangsungan

hidup,

bahwa

perusahaan

untuk

dapat

harus

dapat

mengganti fasilitas fisik yang habis umurnya. Akibatnya, perusahaan


harus menyisihkan dana dari pendapatan yang diperoleh. Dengan
mengurangi pendapatan, laba akan berkurang sebesar depresiasi yang
dibebankan. Ini berarti bahwa laba sejumlah depresiasi tidak dapat
dibagi kepada pemegang saham. Bagian inilah yang dianggap sebagai
dana untuk membeli kembali fasilitas fisis di kemudian hari. Dengan
demikian, depresiasi adalah sarana untuk menjaga keutuhan sumber
daya. Konsep pemertahanan sumber daya semacam ini disebut konsep
pemertahanan kapital (capital maintenance concept) yang akan
diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan laba di bab lain.
Acapkali depresiasi dianggap sebagai sumber dana oleh karena
kebiasaan untuk menghitung sumber dana atau aliran kas masuk
(proceeds) dengan cara menambahkan kembali depresiasi ke laba
akuntansi. Hal ini banyak dijumpai dalam literatur manajemen
keuangan yang membahas topik penganggaran kapital (capital
budgeting). Cara menghitung semacam itu sebenarnya hanyalah salah
satu teknik penghitungan sumber dana karena data yang tersedia adalah
statemen laba-rugi. Hal ini juga terjadi dalam menghitung aliran kas
dari kegiatan operasi untuk menyusun statemen aliran kas dengan
metoda tak langsung. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa

depresiasi merupakan suatu sumber dana atau penyisihan dana untuk


penggantian.
Pengakuan biaya depresiasi tidak mempunyai kaitan langsung
dengan masalah penggantian. Kalau laba periodik akan diukur dengan
tepat maka perlu untuk menandingkan pendapatan dengan semua biaya
yang layak termasuk depresiasi dan proses ini akan tetap dilakukan
walaupun tidak ada rencana untuk mengganti fasilitas fisis. Lagipula,
tidak ada dana yang timbul dengan proses pembebanan depresiasi. Kos
yang dibebankan diperoleh kembali melalui aliran pendapatan dari
penjualan produk. Aliran pendapatan ini tidak dipengaruhi oleh
besarnya depresiasi. Jadi aliran dana masuk (pendapatan) merupakan
aliran yang berbeda dengan aliran dana keluar (termasuk depresiasi).
Bila pendapatan cukup untuk menutup semua biaya yang bersangkutan
dengan pendapatan, aliran masuk dana yang tertanam dalam perusahaan
dalam berbagai bentuknya akan menjadi bertambah dan sebaliknya.
Memang yang diharapkan adalah bahwa pemertahanan kapital dapat
dijamin dengan akuntansi depresiasi yang tepat. Memang benar bahwa
kalau semua biaya dapat ditutup oleh pendapatan maka akan terdapat
dana yang cukup untuk mempertahankan seluruh elemen modal kerja
dan untuk menutup bagian kos fasilitas fisis yang telah dikonsumsi.
Akan tetapi, dengan pikiran ini tidak berarti bahwa akuntansi depresiasi
merupakan proses penghimpunan dana atau bahwa depresiasi
merupakan sumber dana.
b. Depresiasi Sebagai Pemulihan Investasi
Konsep pemulihan investasi (investment cost recovery) ini secara
konseptual sama dengan pandangan di atas tetapi dianggap bahwa
fasilitas fisis didanai dengan utang. Agar perusahaan mampu
membayar kembali investasinya maka harus dilakukan penyisihan
dana dengan cara mengurangi pendapatan perusahaan sebesar
depresiasi. Pandangan ini dapat disanggah dengan argument yang
sama dengan yang dijelaskan di atas.
c. Depresiasi Sebagai Proses Penilaian
Pendefinisian depresiasi sebagai bagian kos yang dibebankan secara
sistematik dan rasional merupakan pemaknaan depresiasi secara

sintaktik. Artinya, depresiasi didefinisi sebagai penerapan prosedur.


Kelemahan pendefinisian ini adalah bahwa alokasi sistematik dalam
banyak hal tidak merepresentasi fenomena atau kegiatan operasi
yang sesungguhnya. Dengan kata lain, alokasi kos hanya
merupakan

mekanisme

yang

tidak

merepresentasi

realitas

ekonomik. Misalnya, dengan metoda garis lurus, depresiasi tetap


diperhitungkan meskipun mungkin dalam suatu perioda kegiatan
produksi sedang rendah atau berhenti sehingga depresiasi tidak
merepresentasi realitas yang ada. Oleh karena itu, diperlukan
definisi yang bersifat semantik.
Salah satu pendefinisian secara semantik adalah depresiasi
dipandang sebagai penurunan potensi jasa (decline in service
potential) selama perioda operasi akibat keausan fisis, konsumsi
manfaat, atau keusangan teknologis. Dengan demikian, penurunan
potensi jasa selama perioda dapat dipandang sebagai selisih
penilaian antara potensi jasa awal dan potensi jasa akhir baik secara
fisis maupun moneter.
Bila potensi jasa dipandang sebagai jasa fisis (physical services),
depresiasi merupakan penurunan jasa fisis karena konsumsi manfaat
dalam

perioda-perioda

yang

diantisipasi.

Pada

umumnya,

perusahaan membeli fasilitas fisis dengan memperhitungkan jasa


fisis total atau kapasitas yang melekat pada aset tersebut. Kapasitas
fisis dapat dinyatakan dalam unit produk yang dapat dihasilkan, jam
pemakaian, kilometer terpakai (untuk kendaraan), atau unit lain
yang dapat menjadi pengukur konsumsi fisis. Metoda unit produksi
(units of production method) merupakan implementasi makna
depresiasi sebagai penurunan jasa fisis ini. Karena penekanan pada
pemakaian jasa fisis, kos historis menjadi basis pengukuran
depresiasi. Dengan kata lain, kos historis merupakan sarana untuk
mempresentasi dan merunut (to trace) aliran fisis potensi jasa.
Dengan demikian, fungsi neraca adalah menunjukkan sisa potensi
jasa sehingga dasar penilaiannya adalah kos yang masih melekat
pada sisa jasa fisis tersebut (sering disebut nilai buku). Jadi, sebagai

penurunan potensi jasa fisis, depresiasi untuk suatu perioda adalah


konsumsi jasa fisis yang diukur atas dasar kos historis (kos yang
melekat pada aset).
Bila fasilitas fisis dipandang sebagai suatu kapital (capital),
depresiasi merupakan penurunan nilai kapital bukan hanya karena
konsumsi melainkan juga karena keausan, keusangan, dan faktor
ekonomik lainnya. Depresiasi untuk suatu perioda merupakan
selisih penilaian ekonomik antara fasilitas fisis awal dan akhir
perioda. Dengan pendekatan ini, depresiasi bukan lagi merupakan
proses alokasi sehingga kos historis tidak harus menjadi basis
pengukuran. Yang menjadi masalah adalah bagaimana menilai
fasilitas fisis awal dan akhir. Berbagai atribut penilaian aset yang
telah dibahas di Bab 6 dapat dijadikan basis penilaian. Penilaian
dapat didasarkan atas nilai masukan dan keluaran. Penentuan
depresiasi dapat dilakukan tiap akhir perioda semata-mata atas dasar
penilaian aset pada saat itu tanpa memperhatikan taksiran-taksiran
yang pernah dilakukan sebelumnya. Dapat juga depresiasi
ditentukan pada saat aset diperoleh untuk perioda-perioda masa
datang yang memperoleh manfaat. Pada umumnya, pendekatan
terakhir ini yang digunakan karena keperluan untuk menyusun tabel
depresiasi. Tentu saja pendekatan ini memerlukan penaksiran
faktor-faktor penentu depresiasi. Berikut ini dibahas beberapa
pendekatan penilaian kapital awal dan akhir perioda untuk
menentukan depresiasi sebagai penurunan nilai.
Nilai Setara Tunai (current cash equivalents). Dengan basis ini,
penurunan nilai fasilitas fisis ditentukan dengan cara menghitung
selisih nilai setara tunai pada awal dan akhir perioda. Nilai ini
adalah harga pasar aset yang sama dalam kondisi yang sama sebagai
barang bekas. Di sini dianggap bahwa daya beli uang stabil. Kalau
tidak, dalam hal tertentu nilai pasar dapat naik sehingga nilai tidak
turun atau bahkan menjadi lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini
kadang-kadang nilai jual ini disesuaikan dengan indeks harga yang

berlaku untuk menghilangkan pengaruh kenaikan harga karena


perubahan daya beli uang.
Kontribusi Pendapatan

Neto

Diskunan

(discounted

netrevenue contributin). Dengan penilaian ini, depresiasi ditentukan


dengan cara menghitung selisih nilai diskunan aliran kontribusi
pendatan neto pada awal dan akhir perioda. Kontribusi pendapatan
neto adalah tambahan aliran kas masuk (pendapatan) karena adanya
investasi fasilitas fisis bersangkutan. Penilain ini mirip dengan
penerimaan kas masa datang diskunan (discounted future cash
receipst) untuk penilaian investasi jangka panjang misalnya
obligasi. Bedanya, aliran kas masuk investasi jangka panjang
berasal langsung dari investasi yang jumlah dan saatnya cukup pasti
sedangkan aliran kas masuk dari fasilitas fisis tidak langsung dan
harus ditaksir melalui pendapatan neto (laba tunai) yang
dikontribusi oleh penggunaan aset. Penilaian semacam ini
merupakan contoh imputasi pendapatan. Tambahan aliran masuk ini
juga dapat berupa penghematan kos (cost saving).
Penilaian ini memerlukan informasi tarif diskun yang biasanya
didasarkan atas tingkat kembalian (rate of return) investasi bebas
risiko atau tingkat bunga umum yang berlaku. Penilaian fasilitas
fisis pada tiap awal perioda tertentu dapat diformulasi sebagai
berikut (nilai diskunan akhir suatu perioda sama dengan nilai
diskunan awal perioda berikutnya).
d. Depresiasi Sebagai Sarana Penandingan Kos dengan Kontribusi
Pendapatan Neto
Pemaknaan depresiasi ini sebenarnya sama dengan pemaknaan
depresiasi secara konvensional yaitu alokasi kos atas dasar pola
penyerapan. Perbedaannya adalah pola penyerapan tidak langsung
didasarkan atas penyerapan jasa tetapi atas dasar pendapatan neto
yang dihasilkan oleh fasilitas fisik bersangkutan. Pendapatan neto di
sini adalah pendapatan yang dihasilkan oleh fasilitas fisik dikurangi
biaya pengoperasian fasilitas fisis. Hal ini didasarkan atas pemikiran
bahwa variasi pendapatan merefleksi variasi penyerapan jasa
fasilitas fisik. Dengan kata lain, pola penyerapan sejalan dengan

pola kontribusi pendapatan neto. Dengan pemaknaan ini, kos


disebar selama umur aset atas dasar proporsi atau rasio kos terhadap
kontribusi pendapatan neto total sebagai berikut :
Atas dasar rasio di atas, depresiasi untuk suatu perioda (Dp)
dapat ditentukan sebagai berikut :
Dp = R x Kp
Metoda Alokasi
Bila depresiasi dimaknai sebagai alokasi kos secara sistematik dan rasional
bukan sebagai proses penilaian, metoda manakah yang dapat disebut
sistematik dan rasional? Metoda yang paling rasional adalah metoda yang
mendasarkan diri pada aliran penyerapan kapasitas jasa tersebut. Dengan
kata

lain,

metoda

yang

paling

tepat

adalah

metoda

unit

produksi (production or output method). Kesulitan utama yang dihadapi


metoda ini adalah penentuan kapasitas total yang dapat dihasilkan selama
umur ekonomik aset bersangkutan. Di samping itu, keausan fisis tidak selalu
proporsional dengan intensitas penggunaan dan juga pengaruh faktor
keusangan (obselescence) sama sekali tidak ada hubungannya dengan
fluktuasi produk yang dihasilkan.
Untuk kebanyakan situasi metoda perhitungan depresiasi tahunan
secara garis lurus merupakan metoda alternatif yang paling banyak
digunakan karena kepraktisannya dan juga karena dalam banyak hal pola
penyerapan tiap perioda cukuk seragam. Hal yang perlu diperhatikan adalah
bahwa penggunaan metoda garis lurus tidak menghalangi pengalokasian
depresiasi tahunan ke dalam beberapa perioda interim atas dasar fluktuasi
musiman selama satu tahun tersebut. Keberatan terhadap metoda garis lurus
terletak pada sifatnya yang mengabaikan hubungan antara tingkat kembalian
investasi (rate of return) dan sisa nilai investasi seperti yang dicontohkan
sebelum ini.
Dapat juga depresiasi ditentukan dengan cara melakukan taksiran
(appraisal) pada tiap perioda atas dasar inspeksi fisis untuk mengukur
keausan. Metoda ini memberikan hasil yang sama sekali kurang
memuaskan. Biaya depresiasi bukan semata-mata didasarkan atas hasil
pengamatan fisis ada kemungkinan tidak konsisten dari perioda ke perioda.
Jadi yang paling diperlukan adalah suatu kebijakan depresiasi yang

sistematik dan logis didasarkan atas berbagai kemungkinan dan faktor yang
melingkupi fasilitas fisis bersangkutan.
Hubungan Depresiasi dan Laba
Telah dibahas sebelum ini bahwa mengaitkan depresiasi dengan kontribusi
pendapatan neto sama saja dengan melakukan imputasi pendapatan. Ini
berarti besarnya biaya depresiasi bergantung pada besarnya pendapatan
dalam perioda tertentu. Implikasinya adalah dalam hal pendapatan cukup
kecil, akan terjadi semacam penundaan biaya depresiasi atau tahun gemuk
menutup tahun kurus. Sekali depresiasi telah deprogram secara sistematik
dan rasional, depresiasi hendaknya tidak ditunda pembebanannya sematamata karena pendapatan tidak dapat menutup biaya. Alasannya adalah
bahwa proses keausan/kerusakan tidak akan berhenti karena aset fisis tidak
digunakan dan perkembangan teknologi juga tetap berjalan selama perioda
depresiasi.
Alasan lain adalah bahwa penentuan laba haruslah merupakan akibat
suatu upaya untuk mengungkapkan kenyataan objektif yang ada tanpa
memperhatikan berapa akhirnya laba yang terjadi. Lagi pula, walaupun
akuntansi menganut asas himpun (aktual), hal ini tidak mengisyaratkan
bahwa laba periodik harus sama tiap tahunnya. Jadi, meskipun tetap dituntut
untuk menaksir depresiasi tahunan secara saksama, rasional, dan objektif,
hendaknya tidak ada pikiran sama sekali untuk mempengaruhi besarnya
laba.
Koreksi Terhadap Kesalahan Taksiran
Mengingat kesulitan dalam meramalkan saat pemberhentian unit fasilitas
fisis, program depresiasi tidak memberikan hasil yang sama persis dengan
kenyataannya setelah berjalannya waktu. Misalnya, fasilitas fisis menjadi
usang lebih cepat dari yang diantisipasi sehingga tahun-tahun yang telah
berjalan dibebani terlalu sedikit dengan depresiasi. Sebaliknya, fasilitas fisik
yang seharusnya sudah dihentikan dari pemakaian (dan habis didepresiasi)

ternyata masih berfungsi dengan baik sehingga depresiasi telah dibebankan


terlalu tinggi.
Kalau program depresiasi yang dijalankan tersebut ditentukan secara
saksama dan objektif dengan mempertimbangkan semua faktor yang ada,
perbedaan antara taksiran dan kenyataan merupakan suatu hal yang tak
terhindarkan. Perbedaan dapat juga disebabkan oleh ketaksaksamaan atau
kekeliruan. Apapun sebabnya, perbedaan yang akhirnya muncul paling tidak
merupakan suatu indikasi bahwa kesalahan telah terjadi sehingga koreksi
taksiran harus dilakukan.
Program

depresiasi

harus

direvisi

bilamana

kenyataan

jelas

menunjukkan bahwa revisi tersebut diperlukan. Kalau misalnya ada bukti


yang makin kuat tentang kemungkinan pemberhentian lebih awal sebagai
akibat kemajuan teknologi atau faktor lainnya maka akselerasi depresiasi
harus segera dilakukan demikian pula sebaliknya. Yang penting adalah
semua penyesuaian yang berlaku surut harus dilaporkan melalui statemen
laba rugi.
Dalam kasus tertentu, penghapusan fasilitas fisis (write-down) yang
cukup besar dapat dibenarkan sebagai cara untuk menunjukkan adanya rugi
yang sebenarnya telah terhimpun beberapa perioda tetapi belum masuk
dalam biaya operasi tiap perioda tersebut karena rugi ini baru diketahui
kemudian. Kalau suatu fasilitas fisis tidak lagi digunakan dan kemungkinan
membangun atau memperbaiki kembali untuk diaktifkan adalah kecil,
penghapusan seluruh sisa nilai buku sekaligus dapat dibenarkan meskipun
fasilitas tersebut belum dibongkar. Penghapusan tersebut harus dilaporkan
sebagai rugi dalam statemen laba-rugi tahun berjalan bukan sebagai
penyesuai laba ditahan.
Bila penghapusan tersebut berkaitan dengan pembelian fasilitas fisis
baru, penghapusan tersebut sering diperlakukan sebagai kos fasilitas fisis
baru. Perlakuan ini tidak layak. Meskipun menaikkan harga barang atau jasa
di perioda berikutnya merupakan pemecahan masalah yang terbaik untuk
menutup rugi masa lampau, tidak berarti bahwa nilai buku fasilitas fisis

yang dihentikan dapat dibebankan ke perioda-perioda yang tidak menikmati


jasa fasilitas fisis tersebut.
Jadi, kalau pemberhentian dari penggunaan sudah pasti terjadi maka kos
yang melekat pada fasilitas tersebut juga harus dihentikan, artinya tidak
dapat lagi dibebankan ke produksi setelah pemberhentian. Mengkapitalisasi
rugi pemberhentian sama saja dengan menyangkal adanya rugi tersebut.
Sekali diputuskan untuk dihentikan kos yang belum dikonsumsi akan hilang
selamanya (menjadi rugi). Kos yang harus dibebankan ke operasi selama
umur fasilitas fisis yang baru adalah terbatas pada kos unit baru tersebut.
Sisa kapasitas fasilitas fisis lama tidak menambah daya atau kapasitas
fasilitas fisis baru.
2.8

Tanah
Apakah tanah perlu didepresiasi atau tidak bergantung pada karakteristik
atau fungsi tanah dalam operasi perusahaan. Sebagai tempat usaha, fungsi
untuk ditempati tidak akan pernah habis. Oleh karenanya, dapat dianggap
bahwa kos tanah tidak perlu didepresiasi atau diamortisasi menjadi biaya
operasi. Dengan kata lain, fungsi tanah untuk menyediakan jasa ditempati
tanpa batas waktu (selamanya) cukup menjadi alasan kebijakan untuk
memperlakukan kos tanah sebagai investasi permanen dalam fasilitas
produksi. Perlakuan semacam ini makin didukung untuk tanah hak milik
permanen. Karena karakteristik kos tanah sebagai investasi permanen, tanah
tersebut perlu dipisahkan dari fasilitas fisis lain yang dapat didepresiasi
dalam pelaporannya.
Tanah Bukan Hak Milik Permanen
Dalam keadaan seperti ini, akuntansi yang sehat menghendaki pemisahan
kos tanah menjadi bagian yang dimasukkan sebagai kos sisa tanah (kalau
ada) dan bagian yang menunjukkan kos elemen tanah yang dapat habis
jasanya (potensi jasa tanah untuk ditanami), kemudian ditentukan alokasi
kos semantic yang tepat untuk bagian kedua tersebut. Jadi, dengan akuntansi
seperti di atas, pengeluaran-pengeluaran untuk mengembalikan kesuburan
tanah akan menjadi bagian kos tanah yang pada akhirnya harus didepresiasi.

2.9

Sumber Alam

Sumber alam (natural resources) yang akan habis melalui proses


penambangan (extraction) dan tidak dapat diperbarui atau diganti
(renewable) sering disebut dengan aset habis pakai (wasting assets).
Tambang mineral (termasuk minyak mentah dan gas) adalah contoh utama
aset habis pakai. Hutan kayu yang biasanya tidak diremajakan lagi oleh
perusahaan pengekstraksi dapat dikategori sebagai aset habis pakai. Kos
sumber alam tersebut (tidak termasuk nilai sisa tanah) harus diserap secara
sistematik ke produksi atas dasar pengambilan atau konsumsi. Kos yang
diserap ini disebut deplesi. Seperti juga pada depresiasi, deplesi sebagai kos
atau upaya untuk menghasilkan pendapatan harus ditentukan secara objektif
dan rasional tanpa memperhatikan pengaruhnya terhadap laba bersih.
2.10 Aset Tak Berwujud
Yang digolongkan sebagai aset tak berwujud (intangibles) meliputi pos
seperti hak cipta, paten, merek dagang, goodwill, dan kos organisasi. Sama
seperti fasilitas fisis, kos aset tak berwujud harus secara sistematik
dibebankan ke operasi dan akhirnya terhadap pendapatan selama umur
yuridisnya. Dalam kasus tertentu dimungkinkan untuk menyerap kos
tersebut dalam waktu yang lebih pendek dari umur yuridisnya. Penghapusan
langsung seluruh kos sebagai rugi harus segera dilakukan kalau kondisi
menunjukkan bahwa aset tak berwujud tersebut tidak lagi mempunyai arti
ekonomik yang penting. Karena banyak masalah teoritis yang timbul, dua
jenis aset tak berwujud yaitu goodwill dan kos organisasi dibahas di bawah
ini.
Goodwill
Goodwill adalah selisih lebih jumlah rupiah tunai atau setaranya yang
dibayarkan oleh perusahaan pembeli di atas nilai pasar wajar atau nilai buku
kekayaan fisis perusahaan yang dibeli. Kos goodwill yang melekat pada
harga beli suatu perusahaan yang sudah beroperasi pada dasarnya
merupakan nilai sekarang atau nilai diskunan (present or discounted value)
kelebihan laba yang dihasilkan. Dengan demikian, sangat masuk akal kalau
kos yang diperhitungkan sebagai goodwill harus diserap dan dibebankan ke
pendapatan

selama

kurun

waktu

yang

dijadikan

dasar

dalam

mempertimbangkan kos pemerolehan perusahaan sehingga laba yang


tampak dalam statement laba rugi menunjukkan laba bersih normal.
Oleh karena itu, goodwill sebenarnya dapat diakui dalam satu akun
debit dan dimaknai sebagai akun penilaian induk (master valuation account)
terhadap semua asset sebagai satu kesatuan.
Kos Organisasi
Kos organisasi diperlakukan sebagai asset tak berwujud karena kos tersebut
tidak dapat dikaitkan dengan asset tetap berwujud yang ada dalam
perusahaan. Akan tetapi kos pendirian tersebut harus mulai diserap atau
dihapuskan bila terjadi penurunan laba dan pengerutan kekayaan yang terus
menerus akibat kegagalan usaha atau proses likuidasi.
Jadi kos organisasi tidak semestinya diamortisasi dalam hal perusahaan
barjalan terus dan berkembang tetapi tidak semestinya dipertahankan tetap
utuh dalam hal perusahaan mengalami kemunduran yang terus menerus.
Untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang usahaeksploitasi sumber
daya alam, penyerapan secara sistematik kos organisasi selama umur
fasilitas fisis (pabrik) adalah perlakuan yang paling layak. Dengan dasar
pikiran yang sama, jumlah rupiah komisi atau berbagai pengeluaran yang
lain yang berkaitan dengan penerbitan surat-surat berharga harus diserap
(dihapuskan) selama sisa umur surat berharga tersebut.
2.11 Penyajian Biaya
Penyajian biaya tidak dapat dilepaskan dari penyajian pendapatan dan
sarana untuk itu adalah statemen laba-rugi. Penyajian elemen pendapatan,
untung, biaya, dan rugi bergantung pada konsep tentang apa saja yang
membentuk laba.

KESIMPULAN

Biaya mempunyai dua karakteristik utama yaitu aliran atau penurunan aset
atau kenaikan kewajiban dan berkaitan dengan operasi utama yang menerus. Rugi
dibedakan dengan biaya karena timbul dari sumber yang secara tidak langsung
berkaitan dengan operasi utama perusahaan. Rugi berasal dari transaksi, kegiatan,
atau sumber berupa kegiatan periferal, transfer non timbal-balik, penahanan aset,
atau faktor lingkungan. Kriteria pengakuan biaya adalah pemanfaatan dan
kelenyapan. Biaya diakui bilamana manfaat ekonomik telah dikonsumsi dalam
rangka penyerahan barang atau jasa untuk mendatangkan pendapatan atau
bilamana manfaat ekonomik masa datang telah lenyap.
Biaya diukur dengan kos yang sebelumnya melekat pada aset. Biaya dapat
dipandang sebagai bagian kos yang telah terhabiskan dalam rangka menciptakan
pendapatan. Bagian kos yang terhabiskan dapat dihubungkan dengan pendapatan
atas dasar hubungan sebab-akibat, alokasi sistematik dan rasional, atau pengakuan
segera. Basis asosiasi atas dasar sebab-akibat atau penandingan langsung atas
dasar produk merupakan basis yang paling ideal. Akan tetapi, alasan kepraktisan
dan

ketaktersediaankanan

(univentoriability)

beberapa

faktor

kos

(administrative dan pemasaran) menjadikan akuntansi beralih ke penandingan tak


langsung atau penandingan perioda. Dengan kata lain, takaran penandingan bukan
lagi produk melainkan perioda.

Anda mungkin juga menyukai