Anda di halaman 1dari 13

KHAWARIJ DAN MURJIAH

Oleh: Harkaman & Afendi Cahya


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Seringkali ditemukan orang berbicara tentang suatu golongan, sedang dia tidak mengetahuinya
dengan pasti apa yang dibicarkannya itu. Kebanyakan berbicara sangat subjektif, akibatnya
menimbulkan pemahaman yang berbeda di tengah-tengah umat. Oleh karena itu, kita
mengklarifikasi aliran-aliran kalam dalam Islam.
Dalam hal ini ada satu aliaran kalam yang pertama kali muncul di zaman sahabat Nabi
Muhammad SAW, yaitu ketika Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah. Dan literature Islam yang
mebahas asal kelompok itu adalah pecahan dari Ali bin Thalib. Kelompok ini sangat keras,
mereka menanamkan konsep dosa besar dan setiap pelaku dosa besar halal darahnya.
Di sisi lain ada kelompok yang mencul setelahnya, yaitu Murjiah, kelompok ini justru
berlawanan konsep dengan yang ditawarkan khwarij. Mereka mengatakan pelaku dosa besar itu
tetap dihukumi sebagai muslim dan darahnya tidak halal. Urusan surge dan neraka adalah urusan
Tuhan.
Tentunya terpecahnya umat atas beberapa aliran kalam, menimbulkan banyak pertanyaan dan
persoalan. Semua ini harus dijawab dengan rasional, dengan tidak adanya keterpihakan kepada
satu aliran, harus diselesaikan dengan sesubjektif mungkin. Jika sifat fanatik yang digunakan
maka tidak akan bisa menyelesaikan masalah.
Semoga dengan adanya orang-orang yang masih peduli dengan umat, membuat cahaya ilahi
tetap terpancar kepermukaan bumi ini dan semua umat manusia dapat merasakan hal demikian.
Dengan pemikiran yang sama yaitu Islam. Mereka senang tiasa mengatakan Im Muslim (saya
Islam) tidak memperkenalkan cirikhas kemazhaban, tapi keislamanlah yang ditampakkan secara
kaffah.
1.2.Rumusan Masalah
Dari penjelasan tersebut di atas, kami akan mencoba merumuskan sebuah titik permasalahan
yang akan menjadi kajian utama, yaitu sebagai berikut.
1.2.1.

Bagiamana sejarah kemunculan Khwarij dan Murjiah? Jelaskan!

1.2.2.

Sebutkan tokoh-tokoh dan pokok ajaran Khwarij dan Murjiah!

1.3.Hipotesis
Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka akan kami berusaha
memberikan sebuah kesimpulan, yang tentunya sifatnya masih sementara saja.
Khawarij merupakan aliran politik yang pertama kali muncul, kemudian menjadi sebuah aliran
teologi ketika membahas persoalan kafir yang ditimbulkan oleh dosa besar. Kelompok Khawrij
memebentuk barisan sendiri dengan cara memisahkan diri dari barisan Sayyidina Ali Ibn Abi
Thalib. Karena tidak menyepakati tahkim.
Kini konsep dosa besar muncul dari Khawarij, Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib dan Muawiyah
ibn Abi Sofyan dianggapnya sebagai pelaku dosa besar dan darahnya halal. Setelah Khawarij ini
kemudian merejalelah di tengah-tengah umat, sebuah kersahan pun muncul, karena hal itu belum
bisa menyelesaikan persoalan.
Tindakan pengkafiran terhadap Ali bi Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sofyan, Amr bin Ash, Abu
Musa al-Asyari yang dilakukan oleh kalangan Khawarij, mengundang sikap kekhawatiran di
tengah umat Islam. Khususnya para ulama. Munculnya Murjiah itu sangat erat kaitannya dengan
Khawarij, di mana golongan yang dipimpin oleh Ghilan al-Dimasyai berusaha bersikap netral.
Golongan tidak sepaham dengan khwarij yang mengkafirkan para sahabat tersebut.
Murjiah sendiri mempunyai konsep yang sesuai dengan arti dari kelompoknya, yaitu
menangguhkan. Jadi persoalan Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib dan Muawiyah ibn Abi Sofyan
harus ditangguhkan hingga kahirat kelak, kita tidak menghukumi mereka. Kita tidak boleh
menghukumi dengan hukuman dunia, sehingga masuk surga atau neraka tidak bisa ditentukan,
karena diakhiratlah nanti yang menjadi sah.
1.4.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan ditulisnya makalah ini adalah utuk memberikan sebuah bacaan yang simpel
kepada umat Islam, bagaimana agar dapat memahami aliran-aliran dalam Islam khsususnya
Khawarij dan Murjiah. Bagiamana agar mampu mengklarifikasi dan memberikan penilaian
kepada kelompok tersebut.
Di sisi lain kami mengingkan sebuah sikap keterbukaan dan menanggalkan sikap fanatik, karena
telah memahami aliran-aliran yang ada di dalam Islam. Setidaknya melalui tulisan ini dapat
memberikan kontribusi penting untuk umat Islam.
1.5.Manfaat Penulisan
Orang yang mengerti tentang sekte-sekte dengan baik yang ada di dalam Isalm, tentunya sangat
memberikan pengaruh positif. Kerena tidak mudah menyalahkan orang lain dan tidak fanatik,
yang menganggap bahwa kelompoknyalah yang paling benar di antara kelompok yang lain.

Dengan demikian dapat menciptakan pribadi yang benar-benar Islami, mempunyai jiwa jihad di
jalan Allah, dan selalu bersuha untuk memajukan Islam. Tidak pernah berhenti belajar, untuk
kepentingan bangsa, negara dan khususnya untuk kepentingan umat Islam.

BAB II
KHAWARIJ DAN MURJIAH
2.1. Sejarah Kemunculan Khawarij
Setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw, terjadi perpecahan di antara kaumnya-yang mengklaim
setiap golongan merekalah yang berhak menjadi pemimpin pengganti Nabi. Dan hal ini terjadi
hingga masa kekhalifahan Sayyidina Ali ibn Abi Thalib. Dimana saat itu terdapat gencatan dari
muawiyah-gubernur Damaskus dan keluarga dekat bagi Sayyidiina Utsman ibn Affan. Selain itu
juga, Thalhah dan Zubair yang ikut serta tidak mengakui kekhalifahan Sayyidana Ali.
Ketidak pengakuan mereka terhadap Ali inilah yang kemudian memunculkan pertempuran.
Pertempuran ini tepatnya di Shiffin hingga disebut sebagai perang Shiffin. Dalam pertempuran di
antara keduanya ini, tentara Ali ibn Abi Thalib dapat mendesak tentara Muawiyah, hingga bisa
dikatakan kemenangan bagi Ali ibn Abi Thalib berada selangkah didepan mata. Namun Amar
bin Ash-tangan kanan muawiyah yang terkenal licik ini, membuat tipu daya dengan mengangkat
al-Quran sebagai tanda damai. Sehingga pasukan Ali ibn Abi Thalib berhenti dan menaggalkan
senjata, sehingga barisan Ali menarik diri dari peperangan itu. Dan mereka merespons seruan
Amar ibn Ash.
Sayyidina Ali ibn Abi Thalib berkata: Kalian telah melakukan tindakan yang melemahkan
kekuatan Islam, mengurangi kekuatan Islam , serta mewariskan kelemahan dan kehinaan.
Ketika kalian berhasil dan musuh-musuh kalian khawatir terkalahkan karena perang itu telah
menghantam mereka dan mereka merasa sakit akibat luka-luka, maka mereka mengangkat alQuran, menyeru kalian untuk memperhatikan sesuatu yang dapat meredakan (serangan) kalian
atas mereka dan mengakhiri perang antara kalian dan mereka, serta menimbulkan rasa takut
mati. Itu hanya tipu daya dan trik. Apa yang kalian lakukan ? kalian menuruti keinginan
mereka, dan mengikuti tipu daya mereka. Demi allah, setelah kalian tak mengikuti pandaganku

dan tak memilki ketetapan hati ( setelah tak mengikuti) komitmenku, aku tak melihat kalian akan
memiliki petunjuk.[1]
Kemudian ajakan arbitrase itu dijawab oleh sebagian pasukannya yang mengusulkan Abu Musa
untuk tahkim. Dan dalam hal ini Sayyidina Ali setuju karena sebagian pasukannya berambisi
tetap setuju. Sayyidina Ali berkata Demi Allah aku tidak setuju melakukan ini dan aku tidak
mau kalian juga setuju. Namun demikian , kalian tetap saja setuju. Akupun terpaksa setuju.
Karena telah setuju , maka tidak pantas bagiku mencabut setelah setuju, dan tak layak berubah
setelah menerima. Berarti aku melawan Allah jika aku melanggar kesepakatan yang telah dibuat
ini, berarti jua aku melanggar kitab-Nya jika aku membatalkan secara sepihak. Karena itu,
perangilah siapa saja yang melanggar perintah Allah.[2]
Dalam arbitrase itu, terjadi kesepakatan antara dua utusan ini. Abu Musa dan Amr ibn Ash untuk
menurunkan keduanya dan menyerahkan kepada umat. Akan tetapi Amar ibn Ash
mengumumkan sebaliknya, bahwa ia dan Abu Musa sepakat untuk menjatuhkan kepemimpinan
atau kekhalifahan Sayyidina Ali dan mengangkat Muawiyah. Sayyidina Ali di saat itu berada
dalam kondisi sangat ditekan oleh banyak hal, pertama terdapat sebagian kelompok dari tentara
beliau yang merespon seruan tangan kana Muawiyah untuk memperhatikan al-Quran. Dan juga
ada kelompok yang pada pertamanya mereka jua yang mendorong untuk arbitrase yang
kemudian menolak itu, keluar dari barisan Sayyidina Ali sekitar 4000 tentara pendapat lain
1200 tentara. Dan juga dikatakan bahwa mereka yang keluar dari pasukan Sayyidina Ali ini
merasa tidak puas atas gencatan senjata yang disepakati Sayyidina Ali i dan Muawiyah [3]
Mereka bersemboyan bahwa tiada hukum kecuali dari Allah, sehingga arbitrase sebagai jalan
untuk menyelesaikan persengketaan tentang khilafah dengan Muawiyah ibn Abi Sofyan , dan
timbullah klaim mereka yang mengatakan Sayyidina Ali telah menyimpang dari agama,
menganggap Sayyidina Ali telah berdosa dan murtad, dan wajib untuk di bunuh. Dan kaum
khawarij ini memutuskan untuk membunuh, baik itu dari Sayyidina Ali ataupun dari Muawiyah.
Karena, mereka mempunyai selogan bahwa mansuia tidaklah berhak menghukumi sesutupun
kecuali Allah. Maka menurut mereka Sayyidina Ali ataupun Muawiyah sama saja.
Mereka dinamakan Khawarij karena keluar dari pasukan Ali ibn Abi Thalib. Dan selain itu,
mereka menamakan diri mereka sebagai orang yang keluar dari rumah lari kepada Allah dan
rasulnya- dalam surat an-Nisa ayat 100, dan mereka memandang surat ini sebagai landasan
bahwa merekalah yang mengabdikan diri mereka hanya untuk mengabdi pada Allah. Selanjutnya
mereka menyebut diri mereka Syurah, dari kata yasri sesuai dengan ayat 207 surat al-Baqarah.
Dengan pendapat mereka bahwa mereka menjual diri mereka demi keridhaan Allah. Ada juga
nama lain diberikan pada mereka yaitu haruriah, dari kata harura. Di tempat inilah mereka
sejumlah 12000 orang pendapat lain 4000 orang keluar dari barisan Sayyidina Ali, dan
mengangkat Abdullah bin Wahb al-Rasyidi sebagai imam mereka.

2.2. Pokok Ajaran Khawarij

Ada beberapa hal yang menjadi poin penting daripada golongan ini, khsusnya pada
persoalan imamah atau kepemimpinan. Oleh karena itu, kami akan menguraikan prinsip-prinsip
dasar Khawarij. Adapun prinsip-prinsip dasar tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama,pemilihan khalifah tidak berlaku kecuali dengan demokratis dan benar yang diikuti oleh
seluruh ummat islam, dan bukan hanya dipilih oleh satu golongan saja. Dan kepemimpinan itu
berlanjut selama ia masih hidup dan menegakkan keadilan, menjalankan syariat, menjauhi segala
yang dilarang oleh aturan Islam. Dan jika melanggar maka dia wajib di pecat atau dibunuh.
Kedua, dalam kekhalifahan bukan hanya pada mereka bangsa Arab saja (Quraiys), melainkan
Ajam (non-arab) juga punya hak dalam kepemimpinan. Bahkan mereka kaum Khawarij lebih
mengutamakan orang Ajam dalam hal ini, atas dasar mereka yang mengatakan , agar tiadanya
sebuah fanatisme dan pengkhususan. Sehinngga mereka mengangkat Abdullah ibn Abi Wahb alRasyidi sebagai imam walaupun bukan dari Quraiys.
Ketiga, sekte nadjat berkeyakinan bahwa eksistensi seorang imam itu yajuz (boleh) adanya,
bukan wajib syari. bagi mereka imam tidak diperlukan lagi jika masyarakat melakukan yang
baik dan menjauhi yang buruk. Dan keberadaan imam adakalanya dibutuhkan disaat
kesejahteraan mulai tidak terwujud lagi.
Keempat, mereka juga epakat tentang pelaku dosa, tidak ada beda antara dosa kecil atau besar,
dan juga kesalahan dalam pendapat itu merupakan dosa. Landasan itu karena hal-hal itu dapat
menimbulkan permasalahan dan perbedaan kebenaran daam pandangan. Dan ini adalah salah
satu prinsip mereka yang kemudian berani mengkafirkan Sayydina Ali, hingga keluar dari
barisannya.
Dan prinsip-prinsip dasar mereka itulah yang membuat mereka keluar dari jumhur muslimin.
Dan setiap orang yang tidak sepakat dengan prinsip ini dianngap musyrik. Dan atas hal ini
mereka mempunyai hujjah (alasan dan bukti kuat). Ibn Abi al-Hadid dalam bukunya Syarhu
Nahji al-Balaghah, yang mana dalil-dalil ini menunjukan pemikiran mereka, kaum khawarij
salah satunya adalah:
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari ( kewajiban haji ini), maka
sesungguhnya Allah maha kaya dari semesta alam. ( Q.s, Ali Imran: 97). Tafsir mereka:
meninggalkan haji adalah kafir, karena meninggalkan haji adalah dosa, dan setiap orang yang
dosa adalah kafir
.
2.3. Kelompok-kelompok, Ajaran Pokok dan Tokoh-tokohKhawarij
2.3.1. Al-Muhakkimah
Golongan Khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut Sayyidina Ali, dan kelompok inilah
disebut al- Khawarij al-Muhakkimah. Bagi mereka Sayyidina Ali, Muawiyah dan dua utusan di

dua belah pihak, dan semua yang setuju atas arbitrase itu kafir. Hingga berlanjut hukum kafir ini,
yang mereka luaskan maknanya sehingga termasuk kedalamnya tipe orang yang berbuat dosa
besar adalah kafir.
Orang khawarij dari kelompok ini bernama Zulkhuwairisah dan yang kedua adalah Zultsadiyah.
Mereka juga yang menciptakan dua bidah yaitu: Pertama, tentang imamah yang menurutnya
selain dari Qurayspun boleh menjadi pengganti setelah Nabi. Dan mereka yang diangkat adalah
orang-orang yang adil dan jikalau melanggar wajib di bunuh. Kedua, Sayyidina Ali menurut
mereka telah banyak melakukan kekeliruan.
2.3.2.

Al-Azariqah

Setelah golongan al-Muhakkimah hancur, muncullah golongan yang dapat menyusun barisan
baru dan kuat lagi besar. Mereka berkuasa di diperbatasan Iraq dan Iran. Nama ini diambil dari
Nafi ibn al-Azraq ( seorang pemberontak atas pemerintahan Sayyidina Ali) yang memilki
pengikut 20 ribu orang.
Ajaran yang di ajarkan al-khawarij yang dipelpori oleh Abu Rayid Nafi ibn al-Azraq ini adalah :
Pertama, mereka mengkafirkan Ali ibn Abi Thalib. Dalam hal ini juga mereka membenarkan
tindakan Abdul Rahman ibn Muljam yang telah membunuh Sayyidina Ali.
Kedua, berdasarkan prinsip ini Azariqah mengkafirkan Utsman, Thalhah, Zubair, Aisyah,
Abdullah ibn Abbas, dan kaum muslimin yang tidak sependapat dengan mereka, adalah kafir dan
pasti masuk neraka serta kekal didalamnya.
2.3.3. An-Najadaat al-Aziriah
Kelompok ini adalah kelompok yang mengikuti pemikiran seorang yang bernama Najdah ibn
Amir al-Hanafi yang dkenal sebagai Ashim yang menetap di Yaman. Najdah ibn amir al-Hanafi
inilah sebagai tokoh dari kaum khawarij ini, yang kemudian melahirkan sebuah ajaran, bahwa
ajaran agama itu ada dua yaitu:
Pertama, mengenal Allah Swt, para Rasul, haram membunuh sesama muslim, mengikuti secara
umum apa yang diturunkan Allah. Wajib setiap orang mengenalnya, dan kejahilan menurut
mereka bukan sebagai landasan untuk tidak mau mengenalnya.
Kedua, mereka juga mengatakan bahwa kemungkinan saja mujtahid itu tersalah alam
menetapkan hukum sebelum adanya bukti yang kuat.
2.3.4. Al-Baihasiah
Abu Baihas al-Haisyam ibn Jabir salah seorang dari suku Bani Saad Dhubaiah, merupakan
tokoh dalam kelompok ini sehingga dinamakan al-Baihasiah. Ia mengkafirkan Ibrahim dan
Mamun dikarenakan berbeda pendapat dengannya tentang perjualan budak wanita.

Ia memaparkan sebuah ajaran bahwa seseorang belum dikatakan muslim kecuali ia telah
mengenal Allah dengan yakin, mengenal Rasul, dan mengetahui apa yang dibawa para Rasul,
kepemimpinan hanya ditangan Allah bukan ditangan orang yang menjadi musuh-musuh Allah.
Dan sebagian besar dari kelompok ini mengatakan bahwa: ilmu pengetahuan dan perbuatan
adalah iman. Dan adapun al-Baihas sendiri berkata bahwa: Iman menurutnya adalah
pengetahuan terhadap yang benar dan bathil, sedangkan pengetahuan bukan termasuk ucapan
dan perbuatan, karena itu katanya iman adalah pengakuan hati dan pengetahuan bukan hanya
salah satu dari keduanya.
2.3.5. Al-Ajaridah
Kelompok ini dipimpin oleh Abd al-Karim Araj yang isi ajarannya sama mirip dengan ajara anNajdiah. Ada yang mengatakan bahwa ia termasuk sahabat dekat Baihas. Menurut kelompok ini
bahwa tidak boleh mengatakan kafir atau muslim kepada seorang anak muslim sampai usianya
baligh. Sedangkan anak orang kafir bersama orang tuanya masuk kedalam neraka.
Kelompok ini terbagi menjadi tiga kelompok yaitu:
Pertama, ash-Shalthiah yang mengikuti ajaran-ajaran yang diajarkan Utsman ibn Abi Shalt, yang
sependapat dengan apa yang dikatakan kelompok al-Jaridah tadi.
Kedua, al-Maimuniyyah yang mengikuti ajaran Maimun ibn Khalid. Yang mempunyai
pandangan ajaran bahwa baik dan buruk itu berasal dari manusia
Ketiga, kelompok al-Hamziyyah yang berdasarkan ajaran hamzah ibn Adrak. Kelompok ini
sependapat dengan al-Maimunah tentang qodar, namun berbeda pendapat dengan muslim atau
kafir yang ditentukan pada seorang anak yang baru lahir.
2.3.6. At-Tsaalibah
Pendiri kelompok ini adalah Tsaalibah ibn Amir, menurutnya tidak ada yang mengikat antara
orang tua dengan anaknya, baik anak itu menjadi patuh terhadap agama atau tidak, sampai anak
itu mencapai dewasa telah sampai dakwah agama padanya. Dan tentunya hal ini bertentangan
dengan al-Jaridah, dan Tsaalibah juga berkata bahwa jika seorang anak itu menerima ajaran
agama maka ia muslim, jika sebaliknya maka ia kafir.
2.3.7. Al-Ibadhiyah
Al-Ibadhiyah adalah kelompok yang dipimpin oleh orang yang bernama Abdullah ibn Ibadh
yang memberontak terhadap pemerintaha khalifah Marwan ibn Muhammad.
Menurut kelompok ini Negara yang dihuni ummat Islam yang tidak sependapat dengan mereka
masih dianggap negara berketuhanan, kecuali benteng kepala negara termasuk Daru al-Harbi.
Dan orang yang melakukan dosa masih dianggap ahlu tauhid tetapi bukan mukmin.

Mereka juga mengatakan bahwa semua hukum Allah itu berlaku umum, karena tidak diterangkan
secara khusus kepada kelompok mana. Dan juga bahwa mukjizat yang ada pada Rasul bukanlah
tanda kerasulan.
2.3.8. As-Shufriyyah az-Ziyadiyyah
Kelompok ini dipelopori oleh orang yang bernama Zayad ibn Ashfar, yang mana pemikirannya
berbeda dengan perkembangan pemkiran Khawarij yang lain.
Kelompok ini tidak mengkafirkan orang yang ikut perang selama masih seagama dan satu
akidah. Mereka mengakui adanya hukum rajam, dalam peperangan tidak boleh membunuh anak
orang musyrik dan tidak mengatakan anak orang musyrik kekal didalam neraka, menurut mereka
taqiyah tidak diperbolehkan dalam perkataan tapi boleh dalam perbuatan.
Tidak ada perbuatan yang dikategorikan dosa besar tanpa ada hukumannya seperti meninggalkan
perang , shalat, dan orang yang seperti itu dikatakan kafir karena perbuatannya.
2.4. Sejarah Kemunculan Murjiah
Tindakan pengkafiran terhadap Ali bi Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sofyan, Amr bin Ash, Abu
Musa al-Asyari yang dilakukan oleh kalangan Khawarij, mengundang sikap kekhawatiran di
tengah umat Islam. Khususnya para ulama.
Munculnya Murjiah sangat erat kaitannya dengan Khawarij, dimana golongan yang dipimpin
oleh Ghilan al-Dimasyai berusaha bersikap netral. Golongan tidak sepaham dengan Khwarij
yang mengkafirkan para sahabat tersebut.[4]
Khwarij yang menaruh rasa hormat kepada dua khalifah pertama, yaitu Abu Bakar as-Shiddiq
dan Umar bin Khattab, tatapi membenci Ali ibn Abi Thalib dan Utsman ibn Affan yang
sebenarnya bertentangan dengan pemahaman kaum muslimin pada umumnya. Sebagaimana
dijelaskan di atas Murjiah menentang apa yang dipahami oleh kelompok Khwarij dengan dalil
bahwa meraka tidak bisa menyelesaiklan kemusykilan tersebut.
Murjiah kemudian berusaha menyelesaikan dengan sebuahprinsip qawl al-Irja: Mendahulukan
perkara Abu Bakar dan Umar dan menangguhkan urusan selalainnya hingga hari kiamat kelak.
[5] Hal ini sesuai dengan makna dari kelompok Murjiah itu sendiri, dimana akar katanya yaitu
Irja yang berarti penangguhan.

2.5. Pokok Ajaran Murjiah


Pokok ajaran dari golongan ini adalah orang Muslim yang melakukan dosa besar tidak boleh
dihukumi dengan hukuman dunia, sehingga masuk surga atau neraka tidak bisa ditentukan,
karena di akhiratlah nanti yang menjadi sah. Golongan ini memandang orang yang beriman tidak
merusak iman ketika berbuat maksiat. Sama halnya dengan ketaatan bagi orang yang kafir.

Iman diartikan sebagai pengetahuan tentang Allah secara mutlak dan kafir adalah ketidaktahuan
tentang Allah secara mutlak. Oleh karena orang Murjiah menganggap iman itu tidak bertambah
dan tidak berkurang.[6]
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa golongan ini mengganggap antara iman dan amal
tidak ada hubungannya. Atau lebih tepatnya amal tidak termasuk dalam keimanan, dengan
demikian orang yang beriman tidak melakukan dosa besar, sebagaimana imannya para Malaikat
dan para Nabi. Hal sesuai dengan semboyan mereka yang makruf: Mendahukukan iman dengan
menagguhkan amal.

2.6. Kelompok-kelompok, Ajaran Pokok dan Tokoh-tokoh Murjiah


Golongan Murjiah terbagi menjadi empat golongan besar , yaitu Murjiah al-Khawarij,
Murjiah al-Qadariyah, Murjiah Jabariyah dan Murjiah Murni. Namun pada kami hanya akan
membahas Murjiah Murni saja. Yaitu sebagai berikut:
2.6.1. Al-Yunusiyyah
Kelompok ini adalah kelompok yang mengikuti ajaran Yunus ibn Aun an-Numairi. Pemimpin
al-Yunusiyyah berpendapat bahwa iman adalah pengenalan kepada Allah dengan mentaatinya,
meninggalkan keinginan, menyerahkan diri kepada-Nya dengan menafikan rencana pribadi, dan
mencintai-Nya dengan sepenuh hati. Demikian inilah orang yang beriman apabilah berhasil
menghimpun hal-hal tersebut. Adapun perbuatan taat tidak disebutkan karena tidak merusak
keimnan walalaupun ditinggalkan. Tentunya tidak mendapatkan siksa selama iman mereka masih
kuat dan mantap.
Kelompok ini juga berpandangan bahwa Iblis itu adalah makhluk yang arif billahi, dihukumi
kafir hanya saja kerana ketakaburannya.
Ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (Qs. AlBaqarah: 34)
2.6.2. Al-Ubaidiyyah
Ubaid al-Muktaib adalah pendiri dari kelompok ini, karena para pengikutnya menisbatkan
padanya, dengan mengikuti ajaran-ajaran Ubaid. Beberapa pokok ajarannya adalah tentang
syirik, bahwa pelaku syirik akan diampuni dosanya oleh Allah. Selama ada katauhidan pada
seseorang lantas meninggal dunia, maka dia tidak binasa oleh kejahatan dan dosa besar.
Diriwayatkan oleh Al-Yaman dan disandarkan kepada Ubai dan para pengikutnya, bahwa Allah
tidak (dibatasi) kitab Allah dan tidak bersifat, maka dari itu agama diapahmi bukan dari Allah.
Selain itu Allah diapahami berwujud seperti bentuk manusia. Dengan dalil:

Sesungguhnya Allah telah menciptakan Adam dalam bentuk Yang Maha Pengasih
2.6.3. Al-Ghasaniyyah
Kelompok yang dipimpin oleh Ghassan al-Kafi, berpandangan bahwa iman adalah pengetahuan
kepada Allah dan Rasul, mengakui dengan lisan akan kebenaran yang diturunkan oleh Allah,
namun secara global tidak perlu secara rinci. Juga menganggapo bahwa iman itu bersifat statis,
artinya tidak bertambah dan tidak berkurang. Apabilah seseorang berkat Aku tahu bahwa Allah
mengharamkan babi, namun aku tidak tahu babi mana yang diharamkan atau seseorang yang
mengatakanAku tahu bahwa Allah memerintahkan kita untuk menunaikan ibadah haji di
Kabah, namun aku tidak tahu Kanah mana yang dimaksud oleh Allah. Orang tersebut masih
dikatakan beriman.
Ghassan pernah meriwayatkan dari Abu Hanifah termasuk adalah orang Murjiah, dengan alasan
bahwa Abu Hanifah pernah mengatakan bahwa iman adalah tashdiq dengan hati bahwa ia tidak
bertambah dan tidak berkurang. Ucapan tersebut diartikan bahwa Abu Hanifah telah
menangguhkan perbuatan dari iman, walau dietahui juga Abu Hanifah telah mengajak orangorang untuk bekerja dan berusaha. Demikian ini menjadi bantahan atas ketidak mungkinan hgal
tersebut. Mungkin saja hal ini juga kerena saat itu, Mutazilah menganggapkelompok selalin
dirinya adalah Murjiah.
2.6.4. Ats-Tsaubadiyyah
Ajaran ats-Tsaubadiyyah mengikuti Abu Tasaubah al-Murji yang berpendapat bahwa iman
adalah pengenalan dan pengakuan lidah kepada Allah, Rasul dan kepada semua perbuatan yang
menurut akal tidak boleh dikerjakan dan perbuatan yang menurut akal boleh dikerjakan termasuk
iman. Iman lebih dahulu dari amal. Beberapa penundaan amal dari iman relevan dengan apa
yang telah dipahami oleh kelompok Ynussiyyah dan Ubaidiyyah. Ia berpednapat bahwa orang
yang melakukan dosa besar tidak dikatakn kafir, karena ketaantan dan kemaskisatan bukan inti
iman sehingga hilang karenanya.
Adapun tokoh-tokoh yang mendukung tsauban ini adalah Marwan Ghailan Ibn Marwan alDamisqi, Abu Tsamar, Muwis ibn Umran, Al-Fadhal-Raqasyi, Muhammad ibn Syuaib,
al-Arabi, dan Shaleh Qubbah.
Tidak ada pelaku dosa besar yang kekal di dalam neraka, apabilah sudah mendapat siksaan maka
akan dikeluarkan dari neraka. Seperti itulah yang dinukil dari Bisyar ibn Gayath al-Muraisi.
Keyakinan lainnya yang diapahami oleh Ghailan yang beragapan bahwa sumber keburukan
adalah manusia. Dalam persoalan imamah boleh siapa saja, asalkan mengamalkan al-Quran dan
Sunnah dengan baik, tidak hanya dari kaum Quraisy saja, kesahihannya sendiri tergantung dari
kesepakat umat secara ijmak. Walau terdapat keganjalan, karena mereka beranggapan bahwa ada
kesepatan umat yang lebuh baik menjadi imam adalah dari suku Quraisy. Karena alsan inilah
kelompok Anshar mengatakan, bagi kami seorang pemimpin dan seorang pemimpin
bagimu.
Sebenarnya kelompok ini menghimpun tiga pokok ajaran, yaitu Qadariyah,
Mutazilah dan Khwarij.

Dan dikatakan penganut Murjiah yang pertama adalah al-Hasan ibn Muhammad ibn Ali ibn
Abi Tahlib. Ia menulis beberapa surat tentang penuduhan iman yang mana didalmnya seperti
dengan pemahaman Murjiah Yunusiyyah dan Ubaidiyyah. Ia berpendapat bahwa orang yang
melakukan dosa besar tidak dapat dikatakan kafir, karena ketaatan. Dan kemaksiatan bukan inti
iman sehingga dikatakn iman hilang karenanya.
2.6.5. Al-Tuminiyyah
Al-Tuminiyyah adalah kelompok yang berkiblat kepada Abu Muaz At-Tumini yang mentakan
iman adalah terpelihara dari kekufuran, iman adalah nama perbuatan yang apabilkah
ditinggalkan akan menjadi kafir, demikian juga kalau satu petbuatan saja ditinggalkan menjadi
kafir. Karena itu tidak boleh beriman kepada sebagian saja dan kafir pada sebagian.
Sama halnya dengan kelompok sebelumnya, yang beranggapan bahwa unsur iman adalah
makrifat tashdiq, mahabah, ikhlas dan mengakui melalui lisan terhadap apa yang disampaikan
Rasul. Katanya: Mereka yang meninggalakan shalat dan puasa dengan niat menqhada tidak
dikatakan kafir. Siapa yang membunuh Nabi atau memukulnya ia tidak termasuk kafir, kafir
bukan karena membunuh atau karena memukul tapi karena menghina, memusuhi mereka dan
membenci mereka.
Rawandi dan Bisyar ibn al-Muraisi cenderung kepada pendapat di atas, bahwa iman itu adalah
tashdiq dengan hati dan lisan, kekafiran itu sendiri dikarena oleh perbuatan keras kapala dan
ingkar. Adapun orang yang menyemabh matahari, bukan, dan sebagainya, tidak teransuk
perbuatan kafir tapi hanya merupakan tanda kekafirran.
2.6.6. As-Shalihiyyah
Kelompok ini adalah kelompok yang terakhir yang akan dibicarakan. As-Shalihiyyah merupakan
nama yang dinisbatkan kepada Shalih ibn Umar ash-Shalihi, karena para pengikutnya berkiblat
kepada dirinya. Ash-Shalihi, Muhammad Ibn Syuaib, Abu Syamar dan Ghailan, semuanya
adalah pengikut Qadariyah dan Murjiah. Kelompok ini sendiri digolongkan kedalam Murjiah
Murni, karena mereka mempunyai pendapat yang berbeda dengan kelompok Murjiah lain.
Mari lihat pendapat ash-Shalihi yang mengatakan bahwa iman adalah semata-mata pengenalan
kepada Allah dan mengakui Allah sebagai pencipta alam semesta. Ini mengindikasikan bahwa
kekafiran itu adalah ketidaktahuan (jahil) terhadap Allah. Orang yang mengatakan bahwa Tuhan
itu tiga, menurutnya, bukanlah kafir tetapi ucapan itu tidak akan keluar kecuali dari mulut orang
kafir. Makrifah sendiri diartikan sebagai kecintaan dan ketundukan kepada Allah. Iman tumbuh
dari pemberitaan Rasul dan menurut ukuran akal mungkin wajib beriman kepada Allah tapi tidak
kepada Rasul.
Menurutnya shalat bukanlah ibadah , kecuali dari orang-orang yang briman kepada Allah, karena
ia telah mengenal-Nya. Dan iman menurutnya hanya terdiri dari satu unsur yang tidak bertambah
dan tidak berkurang, demikian juga kafir tidak bertambah dan tidak berkurang.

Menurut Abu Syamar al-Murji al-Qadari iman adalah makrifat tentang Allah, cinta dan tunduk
kepadanya, ini dibuktikan dengan pengakuan lisan, dengan menyatakan bahwa Allah itu Maha
Esa, setelah adanya berita dari Nabi ikrar dengan lisan termasuk inti dari pada iman dan syarat di
dalam unsur iman ialah mengenal keadilan Allah, serta memberikan pengakuan bahwa baik dan
buruk bukan dari Allah.
Ghilan yang dikenal sebagai penganut Mutrjiah dan Qadariyah memberiakn makna yang sama
tentang, iman masih pada seputar, makrifat, cinta dan ketundukan kepada Allah. Adapun makrifat
yang pertama adalah bersumber dari naluri manusia yang merupakan sebuah fitrah, seperti
pengetahuan bahwa alam semesta ada penciptanya.Makrifat ini tidak termasuk kedalam iman,
karena tidak lahir dari kesadaran. Dan makrifat yang kedua, yaitu diperoleh dari dalil dan disebut
sebagai iman.[7]
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Khawarij yang keluar dari kelompok Ali ibn Abi Thalib membuat barisan sendiri. Mereka
mengkafirkna Sayyidina Ali dan Muawiyah dengan alasan bahwa mereka berdua tidak
berpegang kepada hukum Allah. Sehinnga mereka dinilai sebagai pelaku dosa besar dan pelaku
dosa besar tentunya darahnya halal. Dengan dasar inilah kemudian kelompok Khawarij berusaha
untuk membunuh kedua orang tesebut.
Tidak lama setelah Khawarij muncul lagi golongan yang bernama Murjiah, kelompok yang
bersuha bersifat netral. Dengan menawarkan sebuah konsep penangguhan. Mereka
menangguhkan amal dari iman. Jadi Sayyidina Ali dan Muawiyah tidak bisa diputusakn dengan
hukum dunia, namun nanti di akhirat kelak.
Perbedaan yang sangat mendasar di anatara Khawarij dan Murjiah adalah pada persoalan iman
dan amal. Khawarij beranggapan bahwa amal merupakan bagian dari iman. Sedangkan Murjiah
beranggapan bahwa amal bukan bagian daripada iman. Dan tidak merusak imanan hanya karena
amal seseorang.
3.2. Saran
Mengingat hal ini hanya sebatas pengantar tentang memahami aliran Khawarij dan
Murjiah, dan kami tidak bisa memberikan kebenaran 100% . Oleh karena teruslah mengkaji
kedua aliran tersebut. Kami hanya menuliskan garis-garis besarnya saja. Silahkan anda merujuk
kepada buku-buku yang membahas secara sepesifik dan bandingkan dengan apa yang telah kami
tulis.
Berharap agar para pembaca dapat memperoleh manfaat, semabari mencicipi cahaya ilahi yang
akan menuntun kita kepada-Nya. Tanpa mengurangi rasa hormat, mohon maaf atas segala
kekurangannya.

[1] Dalam kitab Tarikh Al-kamil. Jil. 3. Hal. 322; Bihar al-Anwar. Jil. 8. Hal. 592
[2] Tarikh Thabari. Jil. 5. Hal. 59 ; Tarikh al-Kamil. Jil. 3. Hal. 322; Bihar al-Anwar. Jil. 8. Hal.
593
[3] Asy-Syahrastani. Al-Milal wa al-Nihal. (Surabaya, PT Bina Ilmu). Hal. 101.
[4] Harkaman01.wordpress.com/ makalah/ metodologistudiislam/ aliranaliran pemikiraniislam.
[5]Jafar Subhani. Al-Milal wan-Nihal Studi Tematis Mazhab Kalam. (Pekalongan, Penerbi alHadi: 1997). Hal.47
[6] Harkaman01.wordpress.com. Op.Cit.
[7]Asy-Syahrastani. Op.Cit. Hal.174-180

Anda mungkin juga menyukai