Anda di halaman 1dari 24

KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

Sebelum kita membahas tentang konsep Ketuhanan dalam islam, perkenalkan sedikit
tentang filsafat ketuhanan dalam islam agar anda mudah memahami poin- poin dalam
tulisan ini:

1.Filsafat Ketuhanan Dalam islam


Siapakah Tuhan itu?
Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan.
Tuhan Menurut Agama-agama Wahyu.
Pembuktian Wujud Tuhan.

2. Keimanan dan Ketakwaan


Pengertian Iman
Wujud Iman
Proses Terbentuknya Iman
Tanda Orang Beriman
Korelasi Keimanan dan Ketakwaan
3. Implementasi Iman dan Takwa dalam Kehidupan Modern.
Problematika, Tantangan, dan Resiko dalam Kehidupan Modern.
Peran Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan Modern.
Istilah-istilah Penting:
Ibadah Mahdhah: ibadah yang sudah ditentukan macam, cara, waktu, dan bacaannya.
Spiritualistis Islam: Ciri/kerohanian Islam
Karakter Islam: Watak/sifat/tabiat Islam.
Pola pikir teologis: pola pikir berkenaan dengan ilmu ke-Tuhanan.
Bersifat azali: wujud yang terbentuk secara abadi tanpa adanya permulaan.
Sasaran Pembelajaran:
Menjelaskan perbedaan pandangan Max Muller, Andrew Lang, dan Agama Wahyu
tentang monoteisme.
Berpikir dan bersikap

sesuai

dengan

aliran teologis

yang dapat menunjang

perkembangan IPTEK dan peningkatan etos kerja.


Membuktikan adanya Tuhan melalui kajian ilmiah, sehingga dapat memantapkan iman.
Bersikap dengan benar sesuai dengan prinsip dalam proses pembentukan iman
Bersifat dengan benar sesuai dengan prinsip dalam proses pembentukan iman.
Mengimplementasikan iman dengan ibadah dan amal saleh dalam kehidupan sehari-hari.
Menerangkan peranan iman dan takwa dalam menghadapi tantangan kehidupan modern,
sehingga meyakini benar perlunya beriman dan bertakwa.
A. Pendahuluan

Aspek keimanan yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah aspek kejiwaan dan nilai.
Aspek ini belum mendapat perhatian seperti perhatian terhadap aspek lainnya. Kecintaan
kepada Allah, ikhlas beramal hanya karena Allah, serta mengabdikan diri dan tawakal
sepenuhnya kepada-Nya, merupakan nilai keutamaan yang perlu diperhatikan dan
diutamakan dalam menyempurnakan cabang-cabang keimanan.
Sesungguhnya amalan lahiriah berupa ibadah mahdhah dan muamalah tidak akan
mencapai kesempurnaan, kecuali jika didasari dan diramu dengan nilai keutamaan
tersebut. Sebab nilai-nilai tersebut senantiasa mengalir dalam hati dan tertuang dalam
setiap gerak serta perilaku keseharian.
Pendidikan modern telah mempengaruhi peserta didik dari berbagai arah dan
pengaruhnya telah sedemikian rupa merasuki jiwa generasi penerus. Jika tidak pandai
membina jiwa generasi mendatang, dengan menanamkan nilai-nilai keimanan dalam
nalar, pikir dan akal budi mereka, maka mereka tidak akan selamat dari pengaruh
negatif pendidikan modern. Mungkin mereka merasa ada yang kurang dalam sisi
spiritualitasnya dan berusaha menyempurnakan dari sumber-sumber lain. Bila ini terjadi,
maka perlu segera diambil tindakan, agar pintu spiritualitas yang terbuka tidak diisi oleh
ajaran lain yang bukan berasal dari ajaran spiritualitas Islam.
Seorang muslim yang paripurna adalah yang nalar dan hatinya bersinar,
pandangan akal dan hatinya tajam, akal pikir dan nuraninya berpadu dalam
berinteraksi dengan Allah dan dengan sesama manusia, sehingga sulit diterka mana
yang lebih dahulu berperan kejujuran jiwanya atau kebenaran akalnya. Sifat
kesempurnaan ini merupakan karakter Islam, yaitu agama yang membangun
kemurnian akidah atas dasar kejernihan akal dan membentuk pola pikir teologis
yang menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta, karena dalam segi akidah, Islam
hanya menerima hal-hal yang menurut ukuran akal sehat dapat diterima sebagai
ajaran akidah yang benar dan lurus.

Pilar akal dan rasionalitas dalam akidah Islam tecermin dalam aturan muamalat dan
dalam memberikan solusi serta terapi bagi persoalan yang dihadapi. Selain itu Islam
adalah agama ibadah. Ajaran tentang ibadah didasarkan atas kesucian hati yang dipenuhi
dengan keikhlasan, cinta, serta dibersihkan dari dorongan hawa nafsu, egoisme, dan
sikap ingin menang sendiri. Agama seseorang tidak sempurna, jika kehangatan
spiritualitas yang dimiliki tidak disertai dengan pengalaman ilmiah dan ketajaman nalar.
Pentingnya akal bagi iman ibarat pentingnya mata bagi orang yang sedang berjalan.
B. Filsafat Ketuhanan dalam Islam
Siapakah Tuhan itu?
Perkataan ilah, yang diterjemahkan Tuhan, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan
berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (AlJatsiiyah): 23, yaitu:
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya.?
Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Firaun untuk dirinya sendiri:
Dan Firaun berkata: Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu
selain aku.
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung
arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata
(Firaun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga
dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak
(jama: aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti
dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang
dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau
kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau
kerugian.
Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:

Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya,
merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat
berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya
untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan
ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin,
1989:56)
Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia.
Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan
logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan
begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka
ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat la ilaaha illa Allah. Susunan kalimat
tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu tidak ada Tuhan, kemudian baru
diikuti dengan penegasan melainkan Allah. Hal itu berarti bahwa seorang
muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu,
sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.
Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang
didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik
yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah
agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari
kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori
tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB
Taylor, Robertson Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang
Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:
Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang
berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan

pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh
positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut
dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti
(India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan
pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun nama
tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.
Animisme
Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda
yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai
sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap
sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang apabila
kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek
negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian
yang sesuai dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena
terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain
kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan
bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yangmembidangi
masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.
Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh
karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin
mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat
menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut
dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. Kepercayaan
satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan Tingkat Nasional).
Monoteisme

Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam


monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional.
Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu:
deisme, panteisme, dan teisme.
Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max
Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan
adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang
yang berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka
mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap
Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur

golongan

evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa


Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami
sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara
evolusi, tetapi dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan
pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan
masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul
kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari
ajaran wahyu Tuhan (Zaglul Yusuf, 1993:26-27).
2. Pemikiran Umat Islam
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam, atau Ilmu
Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat
di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah karena adanya perbedaan
metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis dengan pendekatan kontekstual
sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional. Sedang sebagian umat Islam yang lain
memahami dengan pendekatan antara kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran

yang bersifat antara liberal dengan tradisional. Ketiga corak pemikiran ini telah
mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan dalam Islam. Aliran tersebut yaitu:
a. Mutazilah yang merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan
pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan dalam Islam.
Orang islam yang berbuat dosa besar, tidak kafir dan tidak mukmin. Ia berada di antara
posisi mukmin dan kafir (manzilah bainal manzilatain).
Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan ilmu logika Yunani, satu
sistem teologi untuk mempertahankan kedudukan keimanan. Hasil dari paham
Mutazilah yang bercorak rasional ialah muncul abad kemajuan ilmu pengetahuan dalam
Islam. Namun kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya menurun dengan kalahnya mereka
dalam perselisihan dengan kaum Islam ortodoks. Mutazilah lahir sebagai pecahan dari
kelompok Qadariah, sedang Qadariah adalah pecahan dari Khawarij.
b. Qodariah yang berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam
berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau
mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas
perbuatannya.
c. Jabariah yang merupakan pecahan dari Murjiah berteori bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia
ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.
d. Asyariyah dan Maturidiyah yang pendapatnya berada di antara Qadariah dan
Jabariah
Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran ketuhanan dalam kalangan umat islam
periode masa lalu. Pada prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak bertentangan
dengan ajaran dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran mana saja
diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak menyebabkan
ia keluar dari islam. Menghadapi situasi dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang
ini, umat Islam perlu mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah
Rasul, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu. Di antara aliran tersebut yang

nampaknya lebih dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan


etos kerja adalah aliran Mutazilah dan Qadariah.
Tuhan Menurut Agama-agama Wahyu
Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas pengamatan dan
pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar. Sebab Tuhan merupakan
sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan yang hanya berasal dari manusia
biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan maupun pemikiran rasional, tidak akan benar.
Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera dalam:
QS 21 (Al-Anbiya): 92, Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah adalah satu,
yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut satu agama,
tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada Allah dan Allah
akan menghakimi mereka.
Ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak ada
perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga sekarang.
Melalui Rasul-rasul-Nya, Allah memperkenalkan dirinya melalui ajaran-Nya, yang
dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama dan Muhammad sebagai terakhir.
Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara agama-agama
adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama dengan konsep ajaran aslinya,
merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang teramat besar.

Perintah Untuk Menyembah Tuhan : Tercantum dalam


surat Al- Baqarah (2) : 21 Wahai manusia ! Sembahlah
Tuhanmu yang telah menciptakan kamudan orang yang
sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.
Pernyataan tersebut dikuatkan pada ayat berikutnya (2)
: 22, 23, 24.
Ayat 22, yang artinya ( Dialah ) yang menjadikan bumi
sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap,dan
Dialah yang menurunkan air(hujan) dari langit, lalu Dia
hasilkan dengan air( hujan) itubuah- buahan sebagai
rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu
mengadakan tandingan- tandingan bagi Allah, padahal
kamu mengetahui.
Ayat; 23, yang artinya Dan jika kamu
meragukan( Al- Quran) yang kami turunkan kepada
hamba Kami ( Muhammad), maka buatlah satu
suratsemisal dengannya dan ajaklah penolongpenolongmu selain Allah, jika kamu oran- orang yang
benar.
Ayat 24, yang artinya Jika kamu tidak mampu
membuatnya, dan( pasti) tidak akan mampu, maka
takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya
manusia dan batu yang disediakan bagi orang- orang
kafir.
2. QS 5 (Al-Maidah):72, Al-Masih berkata: Hai Bani Israil sembahlah Allah Tuhaku
dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah,
maka pasti mengharamkan kepadanya syurga, dan tempat mereka adalah neraka.
3. QS 112 (Al-Ikhlas): 1-4, Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah
Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula
diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.

Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata Allah adalah
nama isim jumid atau personal name. Merupakan suatu pendapat yang keliru, jika nama
Allah diterjemahkan dengan kata Tuhan, karena dianggap sebagai isim musytaq.
Tuhan yang haq dalam konsep al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan antara lain
dalam surat Ali Imran ayat 62, surat Shad 35 dan 65, surat Muhammad ayat 19 .
Dalam al-quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang Tuhan yang diberikan kepada
Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga. Perhatikan antara lain surat Hud
ayat 84 dan surat al-Maidah ayat 72. Tuhan Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan
dalam surat al-Ankabut ayat 46, Thaha ayat 98, dan Shad ayat 4.
Dengan mengemukakan alasan-alasan tersebut di atas, maka menurut informasi alQuran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan
Allah, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui
wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak
datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut al-Quran adalah esa yang
sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagiandan tidak pula dapat
dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan dengan yang
lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La ilaaha illa Allah harus
menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.
Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber dari al-quran memberi petunjuk
bahwa manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah
dan hal itu akan kelihatan dalam sikap dan praktik menjalani kehidupan.
Pembuktian Wujud Tuhan
1. Metode Pembuktian Ilmiah
Tantangan zaman modern terhadap agama terletak dalam masalah metode pembuktian.
Metode ini mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan, sedang akidah agama
berhubungan dengan alam di luar indera, yang tidak mungkin dilakukan percobaan
(agama didasarkan pada analogi dan induksi). Hal inilah yang menyebabkan menurut
metode ini agama batal, sebab agama tidak mempunyai landasan ilmiah.

Sebenarnya sebagian ilmu modern juga batal, sebab juga tidak mempunyai landasan
ilmiah. Metode baru tidak mengingkari wujud sesuatu, walaupun belum diuji secara
empiris. Di samping itu metode ini juga tidak menolak analogi antara sesuatu yang tidak
terlihat dengan sesuatu yang telah diamati secara empiris. Hal ini disebut dengan
analogi ilmiah dan dianggap sama dengan percobaan empiris.
Suatu percobaan dipandang sebagai kenyataan ilmiah, tidak hanya karena percobaan itu
dapat diamati secara langsung. Demikian pula suatu analogi tidak dapat dianggap salah,
hanya karena dia analogi. Kemungkinan benar dan salah dari keduanya berada pada
tingkat yang sama.
Percobaan dan pengamatan bukanlah metode sains yang pasti, karena ilmu pengetahuan
tidak terbatas pada persoalan yang dapat diamati dengan hanya penelitian secara empiris
saja. Teori yang disimpulkan dari pengamatan merupakan hal-hal yang tidak punya jalan
untuk mengobservasi. Orang yang mempelajari ilmu pengetahuan modern berpendapat
bahwa kebanyakan pandangan pengetahuan modern, hanya merupakan interpretasi
terhadap pengamatan dan pandangan tersebut belum dicoba secara empiris. Oleh karena
itu banyak sarjana percaya padanya hakikat yang tidak dapat diindera secara langsung.
Sarjana mana pun tidak mampu melangkah lebih jauh tanpa berpegang pada kata-kata
seperti: Gaya (force), Energy, alam (nature), dan hukum alam. Padahal tidak ada
seorang sarjana pun yang mengenal apa itu: Gaya, energi, alam, dan hukum alam.
Sarjana tersebut tidak mampu memberikan penjelasan terhadap kata-kata tersebut secara
sempurna, sama seperti ahli teologi yang tidak mampu memberikan penjelasan tentang
sifat Tuhan. Keduanya percaya sesuai dengan bidangnya pada sebab-sebab yang tidak
diketahui.
Dengan demikian tidak berarti bahwa agama adalah iman kepada yang ghaib dan ilmu
pengetahuan adalah percaya kepada pengamatan ilmiah. Sebab, baik agama maupun
ilmu pengetahuan kedua-duanya berlandaskan pada keimanan pada yang ghaib. Hanya
saja ruang lingkup agama yang sebenarnya adalah ruang lingkup penentuan hakikat

terakhir dan asli, sedang ruang lingkup ilmu pengetahuan terbatas pada pembahasan ciriciri luar saja. Kalau ilmu pengtahuan memasuki bidang penentuan hakikat, yang
sebenarnya adalah bidang agama, berarti ilmu pengetahuan telah menempuh jalan iman
kepada yang ghaib. Oleh sebab itu harus ditempuh bidang lain.
Para sarjana masih menganggap bahwa hipotesis yang menafsirkan pengamatan tidak
kurang nilainya dari hakikat yang diamati. Mereka tidak dapat mengatakan: Kenyataan
yang diamati adalah satu-satunya ilmu dan semua hal yang berada di luar kenyataan
bukan ilmu, sebab tidak dapat diamati. Sebenarnya apa yang disebut dengan iman kepada
yang ghaib oleh orang mukmin, adalah iman kepada hakikat yang tidak dapat diamati.
Hal ini tidak berarti satu kepercayaan buta, tetapi justru merupakan interpretasi yang
terbaik terhadap kenyataan yang tidak dapat diamati oleh para sarjana.
2. Keberadaan Alam Membuktikan Adanya Tuhan
Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik, tidak
boleh tidak memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah
menciptakannya, suatu Akal yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal percaya
bahwa dirinya ada dan percaya pula bahwa alam ini ada. Dengan dasar itu dan
dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan kehidupan.
Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya tentang adanya
Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan: <<Percaya adanya makhluk, tetapi
menolak adanya Khaliq>> adalah suatu pernyataan yang tidak benar. Belum pernah
diketahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada tanpa diciptakan. Segala sesuatu
bagaimanapun ukurannya, pasti ada penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan
percaya bahwa alam semesta yang demikian luasnya, ada dengan sendirinya tanpa
pencipta?
3. Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika
Sampai abad ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam menciptakan dirinya sendiri
(alam bersifat azali) masih banyak pengikutnya. Tetapi setelah ditemukan hukum kedua

termodinamika (Second law of Thermodynamics), pernyataan ini telah kehilangan


landasan berpijak.
Hukum tersebut yang dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori pembatasan
perubahan energi panas membuktikan bahwa adanya alam tidak mungkin bersifat azali.
Hukum tersebut menerangkan bahwa energi panas selalu berpindah dari keadaan panas
beralih menjadi tidak panas. Sedang kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas
tidak mungkin berubah dari keadaan yang tidak panas menjadi panas. Perubahan energi
panas dikendalikan oleh keseimbangan antara energi yang ada dengan energi yang
tidak ada.
Bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika di alam terus
berlangsung, serta kehidupan tetap berjalan. Hal itu membuktikan secara pasti bahwa
alam bukan bersifat azali. Seandainya alam ini azali, maka sejak dulu alam sudah
kehilangan energinya, sesuai dengan hukum tersebut dan tidak akan ada lagi kehidupan
di alam ini. Oleh karena itu pasti ada yang menciptakan alam yaitu Tuhan.
4. Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Astronomi
Benda alam yang paling dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya dari bumi
sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi dan menyelesaikan setiap
edarannya selama dua puluh sembilan hari sekali. Demikian pula bumi yang terletak
93.000.000.000 mil dari matahari berputar pada porosnya dengan kecepatan seribu mil
per jam dan menempuh garis edarnya sepanjang 190.000.000 mil setiap setahun sekali.
Di samping bumi terdapat gugus sembilan planet tata surya, termasuk bumi, yang
mengelilingi matahari dengan kecepatan luar biasa.
Matahari tidak berhenti pada suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar bersama-sama
dengan planet-planet dan asteroid mengelilingi garis edarnya dengan kecepatan 600.000
mil per jam. Di samping itu masih ada ribuan sistem selain sistem tata surya kita dan
setiap sistem mempunyai kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut
juga beredar pada garis edarnya. Galaxy dimana terletak sistem matahari kita, beredar
pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali dalam 200.000.000 tahun cahaya.

Logika manusia dengan memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi yang teliti,
akan berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan sendirinya, bahkan
akan menyimpulkan bahwa di balik semuanya itu ada kekuatan maha besar yang
membuat dan mengendalikan sistem yang luar biasa tersebut, kekuatan maha besar
tersebut adalah Tuhan.
Metode pembuktian adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan keserasian alam
tersebut oleh Ibnu Rusyd diberi istilah dalil ikhtira. Di samping itu Ibnu Rusyd juga
menggunakan metode lain yaitu dalil inayah. Dalil inayah adalah metode pembuktian
adanya Tuhan melalui pemahaman dan penghayatan manfaat alam bagi kehidupan
manusia (Zakiah Daradjat, 1996:78-80).
Pengertian Iman
Kebanyakan orang menyatakan bahwa kata iman berasal dari kata kerja amina-yumanuamanan yang berarti percaya. Oleh karena itu, iman yang berarti percaya menunjuk sikap
batin yang terletak dalam hati. Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan
selainnya seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam sikap kesehariannya tidak
mencerminkan ketaatan dan kepatuhan (taqwa) kepada yang telah dipercayainya, masih
disebut orang yang beriman. Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa
yang tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan membaca dua kalimah
syahadat telah menjadi Islam.
Dalam surah al-Baqarah ayat 165 dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang
yang amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh karena itu beriman
kepada Allah berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah, yaitu Al-Quran menurut
Sunnah Rasul. Hal itu karena apa yang dikehendaki Allah, menjadi kehendak orang yang
beriman, sehingga dapat menimbulkan tekad untuk mengorbankan segalanya dan kalau
perlu mempertaruhkan nyawa.
Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan
dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (AlImmaanu aqdun bil qalbi waigraarun billisaani waamalun bil arkaan). Dengan

demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku
perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya
hidup.
Istilah iman dalam al-Quran selalu dirangkaikan dengan kata lain yang memberikan
corak dan warna tentang sesuatu yang diimani, seperti dalam surat an-Nisa:51 yang
dikaitkan

dengan

jibti

(kebatinan/idealisme)

dan

thaghut

(realita/naturalisme).

Sedangkan dalam surat al-Ankabut: 52 dikaitkan dengan kata bathil, yaitu walladziina
aamanuu bil baathili. Bhatil berarti tidak benar menurut Allah. Dalam surat lain iman
dirangkaikan dengan kata kaafir atau dengan kata Allah. Sementara dalam al-Baqarah: 4,
iman dirangkaikan dengan kata ajaran yang diturunkan Allah (yuminuuna bimaa unzila
ilaika wamaa unzila min qablika).
Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Quran, mengandung arti
positif. Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau dengan
ajarannya, dikatakan sebagai iman haq. Sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya,
disebut iman bathil.
Wujud Iman
Akidah Islam dalam al-Quran disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya,
melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu
lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang
muslim yang disebut amal saleh.
Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan
kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai
dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan, melainkan
menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia merupakan
keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang
dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia
berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah

seorang muslim atau amal saleh. Apabila tidak beraqidah, maka segala amalnya tidak
memiliki arti apa-apa, kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran
manusia.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala
aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti
meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam. Seluruh
hidupnya didasarkan pada ajaran Islam.
Proses Terbentuknya Iman
Spermatozoa dan ovum yang diproduksi dan dipertemukan atas dasar ketentuan yang
digariskan ajaran Allah, merupakan benih yang baik. Allah menginginkan agar makanan
yang dimakan berasal dari rezeki yang halalanthayyiban. Pandangan dan sikap hidup
seorang ibu yang sedang hamil mempengaruhi psikis yang dikandungnya. Ibu yang
mengandung tidak lepas dari pengaruh suami, maka secara tidak langsung pandangan
dan sikap hidup suami juga berpengaruh secara psikologis terhadap bayi yang sedang
dikandung. Oleh karena jika seseorang menginginkan anaknya kelak menjadi mukmin
yang muttaqin, maka isteri hendaknya berpandangan dan bersikap sesuai dengan yang
dikehendaki Allah.
Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang
berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif,
besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai
pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik yang
datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk
benda-benda mati seperti cuaca, tanah, air, dan lingkungan flora serta fauna.
Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik yang
disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang. Tingkah
laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan bagi anakanak. Tingkah laku yang baik maupun yang buruk akan ditiru anak-anaknya. Jangan
diharapkan anak berperilaku baik, apabila orang tuanya selalu melakukan perbuatan yang

tercela. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, Setiap anak, lahir membawa fitrah. Orang
tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses
perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah
adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal
ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.
Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka ajaran Allah
harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari tingkat
verbal sampai tingkat pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, jika
kepada mereka tidak diperkenalkan al-Quran.
Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa
pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang. Seorang anak
harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal
yang dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang dan terampil dalam
melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah dilihat dan
diukur. Tetapi tingkah laku tidak terdiri atas perbuatan yang tampak saja. Di dalamnya
tercakup juga sikap-sikap mental yang tidak selalu mudah ditanggapi kecuali secara fisik
langsung (misalnya, melalui ucapan atau perbuatan yang diduga dapat menggambarkan
sikap mental tersebut), bahkan secara tidak langsung itu adakalanya cukup sulit menarik
kesimpulan yang teliti. Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah tingkah laku dalam arti
luas dan dikaitkan dengan nilai-nilai hidup, yakni seperangkat nilai yang diterima oleh
manusia sebagai nilai yang penting dalam kehidupan, yaitu iman. Yang dituju adalah
tingkah laku yang merupakan perwujudan nilai-nilai hidup tertentu, yang disebut tingkah
laku terpola.
Dalam keadaan tertentu, sifat, arah, dan intensitas tingkah laku dapat dipengaruhi
melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk intervensi terhadap interaksi

yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberap prinsip dengan mengemukakan implikasi
metodologinya, yaitu:
1. Prinsip pembinaan berkesinambungan
Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus menerus, dan tidak
berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang semakin lama
semakin mampu bersikap selektif. Implikasinya ialah diperlukan motivasi sejak kecil dan
berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu penting mengarahkan proses motivasi agar
membuat tingkah laku lebih terarah dan selektif menghadapi nilai-nilai hidup yang patut
diterima atau yang seharusnya ditolak.
2. Prinsip internalisasi dan individuasi
Suatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk tingkah laku
tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk menghayatinya melalui suatu
peristiwa internalisasi (yakni usaha menerima nilai sebagai bagian dari sikap mentalnya)
dan individuasi (yakni menempatkan nilai serasi dengan sifat kepribadiannya). Melalui
pengalaman penghayatan pribadi, ia bergerak menuju satu penjelmaan dan perwujudan
nilai dalam diri manusia secara lebih wajar dan amaliah, dibandingkan bilamana nilai
itu langsung diperkenalkan dalam bentuk utuh, yakni bilamana nilai tersebut langsung
ditanamkan kepada anak didik sebagai suatu produk akhir semata-mata. Prinsip ini
menekankan pentingnya mempelajari iman sebagai proses (internalisasi dan individuasi).
Implikasi metodologinya ialah bahwa pendekatan untuk membentuk tingkah laku yang
mewujudkan nilai-nilai iman tidak dapat hanya mengutamakan nilai-nilai itu dalam
bentuk jadi, tetapi juga harus mementingkan proses dan cara pengenalan nilai hidup
tersebut. Dari sudut anak didik, hal ini bahwa seyogianya anak didik mendapat
kesempatan sebaik-baiknya mengalami proses tersebut sebagai peristiwa pengalaman
pribadi, agar melalui pengalaman-pengalaman itu terjadi kristalisasi nilai iman.
3. Prinsip sosialisasi
Pada umumnya nilai-nilai hidup bru benar-benar mempunyai arti apabila telah
memperoleh dimensi sosial. Oleh karena itu suatu bentuk tingkah laku terpola baru teruji

secara tuntas bilamana sudah diterima secara sosial. Implikasi metodologinya ialah
bahwa usaha pembentukan tingkah laku mewujudkan nilai iman hendaknya tidak diukur
keberhasilannya terbatas pada tingkat individual (yaitu hanya dengan memperhatikan
kemampuan

seseorang

dalam

kedudukannya

sebagai

individu),

tetapi

perlu

mengutamakan penilaian dalam kaitan kehidupan interaksi sosial (proses sosialisasi)


orang tersebut. Pada tingkat akhir harus terjadi proses sosialisasi tingkah laku, sebagai
kelengkapan proses individuasi, karena nilai iman yang diwujudkan ke dalam tingkah
laku selalu mempunyai dimensi sosial.
4. Prinsip konsistensi dan koherensi
Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani secara
konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara koheren, yaitu tanpa
mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya. Implikasi
metodologinya adalah bahwa usaha yang dikembangkan untuk mempercepat tumbuhnya
tingkah laku yang mewujudkan nilai iman hendaknya selalu konsisten dan koheren.
Alasannya, caranya dan konsekuensinya dapat dihayati dalam sifat dan bentuk yang jelas
dan terpola serta tidak berubah-ubah tanpa arah. Pendekatan demikian berarti bahwa
setiap langkah yang terdahulu akan mendukung serta memperkuat langkah-langkah
berikutnya. Apabila pendekatan yang konsisten dan koheren sudah tampat, maka dapat
diharapkan bahwa proses pembentukan tingkah laku dapat berlangsung lebih lancar dan
lebih cepat, karena kerangka pola tingkah laku sudah tercipta.
5. Prinsip integrasi
Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap orang pada
problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh. Jarang
sekali fenomena kehidupan yang berdiri sendiri. Begitu pula dengan setiap bentuk nilai
hidup yang berdimensi sosial. Oleh karena itu tingkah laku yang dihubungkan dengan
nilai iman tidak dapat dibentuk terpisah-pisah. Makin integral pendekatan seseorang
terhadap kehidupan, makin fungsional pula hubungan setiap bentuk tingkah laku yang

berhubungan dengan nilai iman yang dipelajari. Implikasi metodologinya ialah agar nilai
iman hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu dan keterampilan tingkah
laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan yang integratif, dalam kaitan
problematik kehidupan yang nyata.
Tanda-tanda Orang Beriman
Al-Quran menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:
Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas
dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Quran, maka bergejolak hatinya
untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan memahami ayat yang tidak dia
pahami.
Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan
doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul ( Ali
Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah: 52, Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan
at-Taghabun:13).
Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya ( al-Anfal: 3 dan
al-Muminun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat, dia
segera shalat untuk membina kualitas imannya.
Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mukminun:4). Hal ini
dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah
merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang kaya
dengan yang miskin.
Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan ( al-Mukminun:
3,5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang berstandar ilmu Allah, yaitu
al-Quran menurut Sunnah Rasulullah.
Memelihara amanah dan menepati janji (al-Mukminun: 6). Seorang mumin tidak akan
berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.
Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal:74). Berjihad di jalan Allah adalah
bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta benda yang
dimiliki maupun dengan nyawa.

Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap seperti itu
merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan dengan
ajaran Allah menurut Sunnah Rasul.
Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi
kehidupan seorang muslim. Abu Ala Maududi menyebutkan tanda- tanda orang
beriman sebagai berikut:
1. Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.
2. Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri
3. Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat
4. Senantiasa jujur dan adil
5. Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan
situasi
6. Mempunyai pendirian teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme.
7. Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko,
bahkan tidak takut kepada maut.
8. Mempunyai sikap hidup damai dan ridha.
9. Patuh, taat, dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi.
Korelasi Keimanan dan Ketakwaan
Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua,
yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas
tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaaan Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan
Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi,
dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi logis tauhid teoritis adalah
pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud Mutlak, yang menjadi
sumber semua wujud.
Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal
ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat Laa
ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengertian tauhid praktis
(tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dengan kata lain,
tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah semata
dan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah.

Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengertian beriman kepada Allah,
Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan, tanpa
mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat
dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sempurna. Dalam pandangan Islam, yang
dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid yang tercermin dalam ibadah dan
dalam perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-hari. Dengan kata lain, harus ada
kesatuan dan keharmonisan tauhid teoritis dan tauhid praktis dalam diri dan dalam
kehidupan sehari-hari secara murni dan konsekuen.
Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep dan
pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian bertauhid
adalah mengesakan Tuhan dalam pengertian yakin dan percaya kepada Allah melalui
pikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan
perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila
sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan
semua perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Problematika, Tantangan, dan Resiko dalam Kehidupan Modern
Di antara problematika dalam kehidupan modern adalah masalah sosial-budaya yang
sudah established, sehingga sulit sekali memperbaikinya.
Berbicara tentang masalah sosial budaya berarti berbicara tentang masalah alam pikiran
dan realitas hidup masyarakat. Alam pikiran bangsa Indonesia adalah majemuk
(pluralistik), sehingga pergaulan hidupnya selalu dipenuhi oleh konflik baik sesama
orang Islam maupun orang Islam dengan non-Islam.
Pada millenium ketiga, bangsa Indonesia dideskripsikan sebagai masyarakat yang antara
satu dengan lainnya saling bermusuhan. Hal itu digambarkan oleh Ali Imran: 103,
sebagai kehidupan yang terlibat dalam wujud saling bermusuhan (idz kuntum adaaan),
yaitu suatu wujud kehidupan yang berada pada ancaman kehancuran.

Adopsi modernisme (werternisme), kendatipun tidak secara total, yang dilakukan bangsa
Indonesia selama ini, telah menempatkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang semi
naturalis. Di sisi lain, diadopsinya idealisme juga telah menjadikan bangsa Indonesia
menjadi pengkhayal. Adanya tarik menarik antara kekuatan idealisme dan naturalisme
menjadikan bangsa Indonesia bersikap tidak menentu. Oleh karena itu, kehidupannya
selalu terombang-ambing oleh isme-isme tersebut.
Secara ekonomi bangsa Indonesia semakin tambah terpuruk. Hal ini karena diadopsinya
sistem kapitalisme dan melahirkan korupsi besar-besaran. Sedangkan di bidang politik,
selalu muncul konflik di antara partai dan semakin jauhnya anggota parlemen dengan
nilai-nilai qurani, karena pragmatis dan oportunis.
Di bidang sosial banyak muncul masalah. Berbagai tindakan kriminal sering terjadi dan
pelanggaran terhadap norma-norma bisa dilakukan oleh anggota masyarakat. Lebih
memprihatinkan lagi adalah tindakan penyalahgunaan NARKOBA oleh anak-anak
sekolah, mahasiswa, serta masyarakat. Di samping itu masih terdapat bermacam-macam
masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dalam kehidupan modern.
Persoalan itu muncul, karena wawasan ilmunya salah, sedang ilmu merupakan roh yang
menggerakkan dan mewarnai budaya. Hal itu menjadi tantangan yang amat berat dan
dapat menimbulkan tekanan kejiwaan, karena kalau masuk dalam kehidupan seperti itu,
maka akan melahirkan risiko yang besar.
Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari berbagai persoalan di atas, perlu diadakan
revolusi pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan taqwa yang dapat berperan
menyelesaikan problema dan tantangan kehidupan modern tersebut.
Peran Iman dan Takwa dalam Menjawa Problema dan Tantangan Kehidupan
Modern
Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan
beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia.
1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah
hendak memberikan pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat

mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak ada satu
kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan
demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang
memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda kramat,
mengikis kepercayaan pada khurat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan
orang yang beriman adalah firman Allah surat al-Fatihah ayat 1-7 .
2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak di antara
manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karena takut menghadapi resiko.
Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah. Pegangan orang
beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah dalam QS 4 (al-Nisa):78:
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu kendatipun kamu di
dalam benteng yang tinggi lagi kokoh
3. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan .
Rezeki atau mata pencaharian memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.
Banyak orang yang melepaskan pendiriannya, karena kepentingan penghidupannya.
Kadang-kadang manusia tidak segan-segan melepaskan prinsip, menjual kehormatan,
bermuka dua, menjilat, dan memperbudak diri, karena kepentingan materi. Pegangan
orang beriman dalam hal ini ialah firman Allah dalam QS 11 (Hud):6:
Dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata. (lauh mahfud).
4. Iman memberikan katentraman jiwa

Anda mungkin juga menyukai