Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM THYPOID
A. Konsep Dasar Medis
1.

Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhii dan

bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010).


Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella
typhii (Elsevier, 2013.) Jadi, demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri gram negatif yang menurunkan sistem pertahanan tubuh dan dapat menular pada
orang lain melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi .

2.

Etiologi

Etiologi dari penyakit ini antara lain:


1. Salmonella typhii
2. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
3. S typhii atau paratyphii hanya ditemukan pada manusia
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang terkontaminasi
5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan
mancanegara atau makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.
Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B, Salmonella
Paratyphii C merupakan bakteri penyebab demam tifoid yang mampu menembus
dinding usus dan selanjutnya masuk ke dalam saluran peredaran darah dan
menyusup ke dalam sel makrofag manusia. Bakteri ini masuk melalui air dan
makanan yang terkontaminasi dari urin dan feses yang terinfeksi dengan masa
inkubasi 3-25 hari. Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-4 dalam perjalanan
penyakit. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan memperoleh
kekebalan darinya, sekaligus sebagai karier bakteri. Jadi, orang yang pernah

menderita demam tifoid atau tifus akan menjadi orang yang menularkan tifus pada
yang belum pernah menderita tifus.
3.

Patofisiologi

4.

Gejala Klinis

Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari
tergantung pada besar inokulum yang tertelan. Tanda dan gejala yang dapat
muncul pada demam tifoid antara lain:
1. Anak Usia Sekolah dan Remaja
Gejala awal demam, malaise, anokreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri perut
berkembang selama 2-3 hari. Mual dan muntah dapat menjadi tanda komplikasi,
terutama jika terjadi pada minggu kedua atau ketiga. Pada beberapa anak terjadi
kelesuan berat, batuk, dan epistaksis. Demam yang terjadi bisa mencapai 40
derajat celsius dalam satu minggu. Pada minggu kedua, demam masih tinggi, anak
merasa kelelahan, anoreksia, batuk, dan gejala perut bertambah parah. Anak
tampak sangat sakit, bingung, dan lesu disertai mengigau dan pingsan (stupor).
Tanda-tanda fisik berupa bradikardia relatif yang tidak seimbang dengan tingginya
demam. Anak mengalami hepatomegali, splenomegali dan perut kembung dengan
nyeri difus. Pada sekitar 50% penderita demam tifoid dengan demam enterik,
terjadi ruam makulaatau makulo popular (bintik merah) yang tampak pada hari ke
tujuh sampai ke sepuluh. Biasanya lesi mempunyai ciri tersendiri, eritmatosa
dengan diameter 1-5 mm. Lesi biasanya berkhir dalam waktu 2 atau 3 hari.
Biakan lesi 60% menghasilkan organisme Salmonella.
2. Bayi dan balita
Pada balita dengan demam tifoid sering dijumpai diare, yang dapat menimbulkan
diagnosis gastroenteritis akut.
3. Neonatus
Demam tifoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari persalinan.
Gejalanya berupa muntah, diare, dan kembung. Suhu tubuh bervariasi dapat
mencapai 40,5 derajat celsius. Dapat terjadi kejang, hepatomegali, ikterus,
anoreksia, dan kehilangan berat badan.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita demam tipoid dilakukan secara berulang dan
regular. Semua tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan. Perhatian
khusus harus diberikan pada pemeriksaan jasmani harian yang kadang-kadang
harus dilakukan lebih sering sampai kepastian diagnosis didapat dan respon yang
diperkirakan terhadap pengobatan penyakitnya sudah tercapai. Begitu juga
dilakukan pemeriksaan secara teliti pada kulit, kelenjar limfe, mata, dasar kuku,
sistem kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem musculoskeletal dan sistem saraf.

2. Pemeriksaan Laboratorium

a.Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan
usus.
b.Kimia darah
Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin harus
dilakukan.
c.Imunorologi
Uji widal adalah pemeriksaan serologi yang ditujukan untuk mendeteksi adanya
antibody di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi. Hasil positif
dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh
karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu
pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien buruk, dan
adanya penyakit imunologik lain.
d.Urinalis
Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam). Leukosit dan
eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
e.Mikrobiologi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina harus
dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan untuk pasien
yang demam disertai batuk-batuk. Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan
abnormal serta urin diperlukan untuk mengetahui komplikasi yang muncul.
f.Radiologi
Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap
penyakit demam yang signifikan.
g.Biologi molekuler
Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan perbanyakan DNA
kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan
uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas
tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan
dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

6.

Komplikasi

Komplikasi dapat dibagi dalam (Patriani Sarasan, 2008) :


a.

b.

Komplikasi intestinal
1)

Perdarahan usus

2)

Perforasi usus

3)

Ileus paralitik

Komplikasi ekstra intestinal


1)

Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis)

miokarditis, trombosis, dan tromboflebitie.


2)

Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik

3)

Paru : pneumonia, empiema, pleuritis.

4)

Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis.

5)

Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.

6)

Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.

7)

Neuropsikiatrik

delirium, meningiemus, meningitie, polineuritie,

perifer, sindrom Guillan-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.


Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi.
Komplikasi sering terjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan umum,
terutama bila perawatan pasien kurang sempurna.
6.Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi
dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang
menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk
menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang
air kecil perlu di perhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air
kemih.

2. Diet
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat.
3. Obat
4. Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:

Kloramfenikol

Menurut Damin Sumardjo (2009), kloramfenikol atau kloramisetin adalah


antibiotik yang mempunyai spektrum luas, berasal dai jamur Streptomyces
venezuelae. Dapat digunakan untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh
beberapa bakteri gram posistif dan bakteri gram negatif. Kloramfenikol dapat
diberikan secara oral. Rektal atau dalam bentuk salep. Efek samping penggunaan
antibiotik kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis yang berlebihan
adalah anemia aplastik. Dosis pada anak : 25 50 mg/kg BB/hari per oral atau 75
mg/kg BB/hari secara intravena dalam empat dosis yang sama.

Thiamfenikol

Menurut Tan Hoan Tjay dan Kirana Raharja (2007, hal: 86), Thiamfenikol
(Urfamycin) adalah derivat p-metilsulfonil (SO 2CH3) dengan spektrum kerja dan
sifat yang mirip kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada
anak: 20-30 mg/kg BB/hari.

Ko-trimoksazol

Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50


mg SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya kerja antibakteriil yang
merupakan sulfonamida dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Efek
samping yang ditimbulkan adalah kerusakan parah pada sel sel darah antara lain
agranulositosis dan anemia hemolitis, terutama pada penderita defisiensi glukosa-

6-fosfodehidrogenase. efek samping lainnya adalah reaksi alergi antara lain


urticaria, fotosensitasi dan sindrom Stevens Johnson, sejenis eritema multiform
dengan risiko kematian tinggi terutama pada anak-anak. Kotrimoksazol tidak
boleh diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada anak yaitu
trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam, secara oral
dalam dua dosis). Pengobatan dengan dosis tepat harus dilanjutkan minimal 5-7
hari untuk menghindarkan gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi, (Tan
Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2007, hal:140).

Ampisilin dan Amoksilin

Ampisilin: Penbritin, Ultrapen, Binotal. Ampisilin efektif terhadap E.coli,


H.Inflienzae,

Salmonella,

dan

beberapa

suku

Proteus.

Efek

samping,

dibandingkan dengan perivat penisilin lain, ampisilin lebih sering menimbulkan


gangguan lambung usus yang mungkin ada kaitannya dengan penyerapannya
yang kurang baik. Begitu pula reaksi alergi kulit (rash,ruam) dapat terjadi. Dosis
ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena dalam empat sampai
enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100 mg/kg/24 jam, secara oral dalam
tiga dosis), (Behrman Klirgman Arvin, 2000, hal:942).
1. Obat obat simptomatik:

Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)

Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari)

Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga kesegaran


dan kekutan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah
kapiler.

Secara fisik penatalaksanaannya antara lain:


1. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap
4-6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau

mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik keatas,


atau apakah anak mengalami kejangDemam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi
perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya
sulai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak. Dalam kedaan demikian,
cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya intelektual tertentu.
1. Buka pakaian dan selimut yang berlebihan
2. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
3. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke
otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
4. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak- Minuman yang diberikan
dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air
teh. Tujuannya agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh
memperoleh gantinya.
5. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
6. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.

8.

Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan

setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan,
hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air
mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas (Abdi, 2008).

Anda mungkin juga menyukai