( GE )
A.
Pengertian
Penyebab
1.
Faktor infeksi
a.
Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
gastroenteritis, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll),
infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans)
b.
Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan gastroenteritis seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia,
ensefalitis dan sebagainya.
2.
Faktor Malabsorbsi
Faktor Makanan:
Gastroenteritis dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap
jenis makanan tertentu.
4.
Faktor Psikologis
Gastroenteritis dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).
C.
Patofisiologi
Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen
usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul gastroenteritis.
2.
Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul gastroenteritis kerena
peningkatan isi lumen usus.
3.
a.
Diare.
b.
Muntah.
c.
Demam.
d.
Nyeri abdomen
e.
f.
Fontanel cekung
g.
h.
i.
E.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan labolatorium
a.
Pemeriksaan tinja
b.
Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam dasar astrup bila menentukan
PH, keseimbangan, analisa gas darah /astrup, bila memungkinkan
c.
2.
Pemeriksaan elektrolit
Untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada pasien
gastroenteritis kronik
F.
Penatalaksanaan
Prinsip Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gastroenteritis akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
1.
2.
3.
4.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di
pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja.
Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan
dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan
gastroenteritis akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi
dengan segala akibatnya.
b.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan jumlah
cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan
cara/rumus:
Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma 1,025
- x BB x 4 ml
0,001
Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
* gastroenteritis ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
* gastroenteritis sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
* gastroenteritis ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB
Metode Daldiyono
Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut:
* Rasa haus/muntah = 1
* BP sistolik 60-90 mmHg = 1
* BP sistolik <60 mmHg = 2
* Frekuensi nadi >120 x/mnt = 1
* Kesadaran apatis = 1
* Kesadaran somnolen, sopor atau koma = 2
* Frekuensi napas >30 x/mnt = 1
* Facies cholerica = 2
* Vox cholerica = 2
* Turgor kulit menurun = 1
* Washer womens hand = 1
* Ekstremitas dingin = 1
* Sianosis = 2
* Usia 50-60 tahun = 1
* Usia >60 tahun = 2
Kebutuhan cairan =
Skor
x 10% x kgBB x 1 ltr
15
c.
Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan orali dengan
komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl stiap liternya
diberikan per oral pada gastroenteritis ringan sebagai upaya pertama dan juga setelah
rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.
d.
Jadual rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor diberikan
dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadual
pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada kehilangan cairan
selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan demikian, rehidrasi diharapkan lengkap pada
akhir jam ke-3.
laporan pendahuluan gastroenteritis
1. Pengertian
Gastroentritis adalah suatu keadaan dimana tinja menjadi lunak hingga cair dan
terjadi
berulang-ulang (lebih dari 3x dalam sehari). (Nagiga dan Dr. Ni Wayan Arty, 2009)
Gastroenteritis adalah kaadan ketika seorang individu mengalami atau beresiko
mengalami defekasi sering dengan feses cair atau feses tidak berbentuk,
(Carpenito, 2007).
Diare yaitu defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/ tanpa darah dan/ atau lendir
dalam tinja. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang
dari tujuh hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. (Mansjoer, 2000).
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti
biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume, keenceran, dan
frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/ hari dan pda neonatus
lebih dari 4 kali/ hari. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008).
Dari beberapa pengertian di atas dapat sisimpulkan bahwa diare adalah suatu kondisi
buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang
encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya
proses inflamasi pada lambung atau usus.
2.
Etiologi
a. Faktor infeksi
1) Infeksi interal
Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.
Meliputi infeksi enteral sebagai berikut:
1.
Infeksi bakteri: vibrio, E.coli, salmonella, shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan
sebagainya.
2.
3.
2) Infeksi parenteral
Infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitis media akut (OMA), tonsilitis/
tonsilofaringitis, bronchopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan terutama terdapat
pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat
Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa dan galaktosa).Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi
laktosa.
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).
3.
Manifestasi klinis
Gejala awal anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare tinja makin cair, mungkin
mengandung darah atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena
tercampur empedu, anus dan sekitarnya menjadi lecet karena tinja menjadi asam akibatnya,
banyaknya asam laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorbsi
oleh usus. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah dehidrasi diare. Bila penderita
telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi, berat badan menurun
pada bayi, ubun-ubun besar dan cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir
mulut dan bibir menjadi kering.
Gejala klinis sesuai tingkat dehidrasi adalah sebagai berikut :
a. Ringan (kehilangan 2,5% BB)
Dehidrasi Kesadaran Komposmetis, nadi kurang dari 120 kali per menit, pernafasan biasa,
ubun-ubun besar agak cekung, mata agak cekung, turgor dan tonus biasa, mulut kering.
b. Dehidrasi sedang (kehilangan 6,9% BB)
Kesadaran gelisah, nadi 120-140 kali per menit, pernafasan agak cepat, ubun-ubun besar
cekung, mata tampak cekung, turgor dan tonus agak berkurang, mulut kering.
c. Dehidrasi berat (kehilangan > 10% BB)
Kesadaran apatis sampai koma, nadi lebih dari 140 kali per menit, pernafasan kusmaul,
ubun-ubun besar cekung sekali, turgor dan tonus kurang sekali, mulut ering dan sianosis.
Mansjoer (2000)
3)
Patofisiologi
Mekasnisme dasar yang menyebabkan diare adalah adanya gangguan osmotik yaitu
akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga teradi pergeseran air dan elek trolit ke
dalam rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga akan timbul diare.
Penyebab yang kedua adanya gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu (misal
toksik) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga
usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus selanjutnya
timbul diare. Penyebab ketiga adalah adanya gangguan motilitas usus yaitu hiperperistaltik
akan menyebabkan berkurangnya usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare.
Pemeriksaan penunjang
Adapuun pemeriksaan penunjang menurut Mansjoer (2000) adalah :
a. Pemeriksaan tinja
1) Makroskopis dan mikroskopis
2) ph dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance)
3) biakan kuman dan uji resistensi
b. Pemeriksaan darah
1) Darah perifer lengkap
2) Analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai
kejang)
3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal
4) Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kulitatif
terutama pada diare kronik.
5)
Komplikasi
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada diare menurut Ngastiyah (2005) yaitu:
a. Pemberian cairan pada diare dengan memperhatikan derajad dehidrasinya dan keadaan
umum:
1) Belum ada dehidrasi
a) Oral sebanyak anak mau minum atau 1 gelas setiap diare.
b) Pareteral dibagi rata dalam 24 jam.
2) Dehidrasi ringan
a) 1 jam pertama: 25-50 cc/kg BB/oral atau intragastrik.
b) Selanjutnya: 50-50 cc/kg BB/hari.
3) Dehidrasi sedang
a) 1 jam pertama 50-100 ml/kg BB/oral intragastrik
b) Selanjutnya 125 ml/kg BB/hari
4) Dehidrasi berat
a) Untuk anak 1 bulan sampai 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg.
b) 1 jam pertama: 40 ml/kg BB/jam atau 10 tetes/kg BB/menit (dengan infus 15 tetes) atau 13
tetes/kg.BB/menit (dengan infus 1ml = 20 tetes).
c) 7 jam kemudian: 12 ml/kg BB/ jam atau 3 tetes/kg BB/menit (dengan infus 1 ml = 15 tetes)
d) 16 jam berikut: 125 ml/kg BB oralit atau intragastrik, bila anak tidak mau minum, teruskan
intra vena 2 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/ kg BB/ menit (1ml = 20 tetes).
b. Pengobatan dietetik
1) Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas satu tahun dengan berat badan kurang dari 7
kg jenis makanan yang diberikan:
a) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak
jenuh, misalnya LLM, almiron, atau sejenis lainnya).
b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila tidak mau minum susu
karena di rumah tidak biasa.
c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya: susu yang
mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh.
2) Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg jenis makanannya: makanan
padat, cair atau susu sesuai dengan kebiasaan di rumah.
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja dengan atau
tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa karbohidrat lain
(gula, air tajin, tepung beras, dan sebagainya).
1) Obat anti sekresi
a) Asetosal: dosis 25 ml/ tahun (minimum 30 mg).
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia (respons terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan nyeri)
Kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K)
TD : hipotensi, termasuk postural
Kulit/ membran mukosa (turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah (dehidrasi/ malnutrisi)
c. Integritas Ego
Gejala :
d. Eliminasi
Gejala :
Tekstur feses bevariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair.
Episode diare berdarah tak dapat diperkirakan
Perdarahan per rektal.
Riwayat batu ginjal (dehidrasi).
Tanda : Menurunnya bising usus, tak ada peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat dilihat.
Oliguria
e. Makanan/ Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/ muntah.
Penurunan berat badan.
Tidak toleran terhadap diet/ sensitif (buah, sayur, susu, dll)
Tanda :
f. Higiene
Tanda :
Nyeri/ kenyamanan
Gejala :
Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah (mungkin hilang dengan defekasi).
Tanda :
eamanan
Tanda : Riwayat lupus eritematosus, anemia metabolik, vaskulitis
Peningkatan suhu 39,6-40
Alergi terhadap makanan/ produk susu(mengeluarkan histamin kedalam usus dan
mempunyai efek inflamasi).
Gejala : Lesi kulit (nyeri tekan, kemerahan, dan membengkak).
Seksualitas
Gejala : Frekuensi menurun/ menghindari aktivitas seksual.
nteraksi sosial
enyuluhan/ pembelajaran
Gejala : riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat : 7,1 hari
Rencana pemulangan : bantuan dengan program diet, obat dan dukungan psikologis.
8)
Diagnosis Keperawatan
Fokus intervensi
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder akibat diare.C
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan dapat terpenuhinya kebutuhan cairan
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
2. Turgor kulit baik
3. Membran mukosa lembab
4. Tidak ada rasa haus yang berlebihan
5. Tekanan darah, nadi, suhu dalam batas normal
Intervensi keperawatan :
1. Kaji vital sign
Rasional : untuk mengetahui respons terhadap efek kehilangan cairan
2. Monitor dan catat intake dan output.
Rasional : untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk dan keluar.
3. Observasi tanda-tanda dehidrasi
Rasional : untuk menentukan jumlah cairan yang masuk.
4. Pantau BB, Suhu tubuh, kelembaban pada rongga oral, volume, dan konsentrasi usus.
Perubahan nutrisi kurang kebutuhan tubuh berhubungan dengan mal absorbsi nutrien, mual
muntah dan diare.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
Intervensi keperawatan :
1. Kaji kebiasaan diit, masukan makanan saat ini, dan derajat kesulitan makan
Rasional : pada klien diare terjadi mual muntah untuk mengetahui kebutuhan nutrisi yang diperlukan.
2. Kaji tanda-tanda vital
Rasional : indikasi respon dan status nutrisi.
3. Timbang BB setiap hari
Rasional : untuk memantau kebutuhan nutrisi dan pengawasan kehilangan BB.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi kulit karena peningkatan BAB
Tujuan : kulit tidak lecet, dan kulit tidak kemerahan
Kriteria hasil :
BAB II
PEMBAHASAN
Asuhan Keperawatan ( Askep ) pada Klien
dengan Gastroenteritis ( GE )
Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari
biasanya (normal 100 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah
cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer, Arif.,
et all. 1999).
Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari ( WHO, 1980),
Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang
memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang
encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan
oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley &
Wongs,1995).
Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan
oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).
Jadi dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan
gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus
dan parasit yang patogen.
Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris,
VirusNorwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli,
Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme
patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin
dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya.
Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan
sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding
usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan
mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu
sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam
basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),
hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
Gejala Klinis
a. Diare.
b. Muntah.
c. Demam.
d. Nyeri abdomen
e. Membran mukosa mulut dan bibir kering
f. Fontanel cekung
g. Kehilangan berat badan
Komplikasi
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Mal nutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian cairan.
b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
Memberikan asi.
Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan
makanan yang bersih.
c. Obat-obatan.
3. Dehidrasi berat.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan tinja.
Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan
dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila memungkinkan.
Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit
secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.
Askep GE
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan
masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik.
Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anorekia kemudian
timbul diare.
Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit
terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan
turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali
dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga.
Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan
meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari
penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar.
Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit
atau jarang.
Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat
badan pasien.
Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi
abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
Diagnosa Keperawatan GE
1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
output cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,
prognosis dan pengobatan.
6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
Intervensi
Diagnosa 1.
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output
cairan yang berlebihan.
Tujuan :
Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteria hasil:
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur input dan output cairan
(balan cairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang
lebih 2000 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan,
pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah
sodium.
Diagnosa 2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan
muntah.
Tujuan :
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil :
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak ada.
Intervensi :
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji faktor
penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi,
perkusi, dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering.
Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
Diagnosa 3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil :
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada
Intervensi :
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong secara perlahan menggunakan sabun non
alkohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan
perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi antifungi sesuai
indikasi.
Diagnosa 4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
Tujuan :
Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri
kompres hangat pada daerah abdomen. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi
analgetik sesuai indikasi.
Diagnosa 5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis
dan pengobatan.
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil :
Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak
banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
Intervensi :
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses
penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan kesehatan.
Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga
dalam pemberian tindakan pada klien.
Diagnosa 6.
Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
Tujuan :
Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan
Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien.
Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam
setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.
Evaluasi
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3. Integritas kulit kembali normal.
4. Rasa nyaman terpenuhi.
5. Pengetahuan kelurga meningkat.
6. Cemas pada klien teratasi.
(enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong,
2009).
Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates
definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan
tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila
tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut Direktur Jenderal PPM dam
PLP, diare adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau
lebih dalam sehari) (Sinthamurniwaty, 2006).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3
kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja
yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3
tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare
berat (Simatupang, 2004).
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, diare diartikan sebagai buang air besar yang
tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari
4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih
dari 3 kali (Simatupang, 2004)
Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang
dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada
perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal.1-4
Diare terbagi menjadi diare Akut dan Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau
kurang, sedangkan diare kronis lamanya lebih dari 2 minggu. Selanjutnya
pembahasan dikhususkan mengenai diare kronis (Hooward, 1995 cit Sutadi 2003)
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200
g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar
encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai
lendir dan darah (Guerrant, 2001; Ciesla, 2003)
Menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada
bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang
volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24 jam
disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume
tinja.
B. KLASIFIKASI
1. Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a. Lama waktu diare
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut
World
Gastroenterology Organization
Global
Guidelines
(2005) diare
akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh
sendiri, lamanya sakit kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang
spesifik jika dehidrasi tidak terjadi (Wong, 2009).
2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.
b. Mekanisme patofisiologik
1) Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik.
2) Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
3) Malabsorbsi asam empedu.
4) Defek sisitem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit.
5) Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
6) Gangguan permeabilitas usus.
7) Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik.
8) Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi.
c. Penyakit infektif atau non-infektif.
d. Penyakit organik atau fungsional
2. Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
d. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004).
3. Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi
a. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu.
Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai
dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh
pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
b. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab
diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan
lain-lain.
4. Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,
aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang
minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang ( 2 detik)
dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga
masa pengisian kapiler sangat memanjang ( 3 detik) dengan kulit yang dingin dan
pucat.
C. ETIOLOGI
1. Penyebab diare Yaitu: (Tantivanich, 2002; Sirivichayakul, 2002; Pitisuttithum, 2002)
a. Virus :
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80%). Beberapa jenis
virus penyebab diare akut :
Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati pada
hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati hanya pada hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau water
borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
V.cholerae melekat dan berkembang biak pada mukosa usus halus dan
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare. Toksin kolera ini sangat mirip
dengan heat-labile toxin (LT) dari ETEC. Penemuan terakhir adanya enterotoksin
yang lain yang mempunyai karakteristik tersendiri, seperti accessory cholera
enterotoxin
Disentri
amoeba
ini
bervariasi,namun
Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ
termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan perdarahan
usus..
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama jejunu,
menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery diarrhea dan nyeri
abdomen.
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix. Infeksi
berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.
2. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi
yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan
infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai
berikut: (Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
a. Infeksi :
1) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus, Clostridium
perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter, Aeromonas)
2) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
3) Parasit
a) Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli, Crypto
b)
c)
b.
c.
d.
1)
2)
a)
b)
e.
f.
Sparidium)
Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
Alergi: alergi makanan
Keracunan :
Keracunan bahan-bahan kimia
Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi :
Jazad renik, Algae
Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran
Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
Sebab-sebab lain: Faktor lingkungan dan perilaku, Psikologi: rasa takut dan cemas
Diare
D. EPIDEMIOLOGI
1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan/minuna yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja
penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan
meningkatkan risiko terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :
a. Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih besar
dari pada bayi yang diberi AsI penuh dan kemungjinan menderita dehidrasi berat
juga lebih besar.
b. Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh
Kuman , karena botol susah dibersihkan
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa
jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak,
d. Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi
kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh
air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak
atau sebelum makan dan menyuapi anak,
f. Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan
bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi
pada manusia.
2. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan
lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat
melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v
cholerae
b. Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat
pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.
c. Campak diare dan desentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita.
d. Imunodefesiensi /Imunosupresi. Keadaan
ini
mungkin
hanya
berlangsung
sementara, misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) natau mungkin yang
berlangsung lama seperti pada penderita AIDS ( Automune Deficiensy Syndrome )
pada anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak parogen
dan mungkin juga berlangsung lama,
e. Segera Proposional , diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita ( 55 % )
3. Faktor lingkungan dan perilaku :
Penyakit diare merupakan salah satu penyakiy yang berbasis lingkungan dua faktor
yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini akan
berinteraksi bersamadengan perilaku manusia Apabila factor lingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang
tidak sehat pula. Yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
kejadian penyakit diare.
(Lebenthal, 1989; Daldiyono, 1990; Dep Kes RI, 1999; Yatsuyanagi, 2002)
E. PATOFISIOLOGI
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan
hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa
makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi
pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994;
Noerasid, 1999 cit Sinthamurniwaty 2006)
1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
lainnya.
Misalnya
bertambahnya
cairan
pada
intraluminal
akan
empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan
menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi
cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara
langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga bakteri mikroflora usus turut
memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik tersebut. Hormonhormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi air pada mukosa.
usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin, kholesistokinin dan glukogen.
Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat menyebabkan terjadinya diare, seperti
terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau pada Jejunitis.
2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan
tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam keadaan
yang cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan
permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan
mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada
penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas
menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan penting
dalam ketahanan local mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan
mikro organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau
overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan
digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat terjadi
karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal ini dapat
memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga dapat terjadi
karena pengaruh enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau karena ulkus
mikro yang invasif o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di atas haruslah
diingat bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi lumen usus dan
absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat kompleks.
3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas
dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi dari
hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya tekanan
osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan absorpsi air.
Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa yang terjadi
karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu
tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus halus.
Kemudian
bakteri-bakteri
dalam
usus
besar
memecah
laktosa
menjadi
Pathway Diare
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Kram perut
c. Demam
d. Mual
e. Muntah
f. Kembung
g. Anoreksia
h. Lemah
i. Pucat
j. Urin output menurun (oliguria, anuria)
k. Turgor kulit menurun sampai jelek
l. Ubun-ubun / fontanela cekung
m. Kelopak mata cekung
n. Membran mukosa kering
2. Manifestasi klinis diare yaitu (Nelwan, 2001; Procop et al, 2003)
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis
yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan
yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus,
berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul).
Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat
naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas
dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat
timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan
akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa
nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal
ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi
masa pengisian kapiler sangat memanjang ( 3 detik) dengan kulit yang dingin dan
pucat.
4. Sebagai akibat diare baik yang akut maupun khronis, maka akan terjadi: (FKUI, 2001
cit Sinthamurniwaty 2006)
a. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan asam
basa Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan keseimbangan
asam basa disebabkan oleh:
1) Previous Water Losses : kehilangan cairan sebelum pengelolaan, sebagai defisiensi
cairan.
2) Nomial Water Losses : kehilangan cairan karena fungsi fisiologik.
3) Concomittant Water Losses : kehilangan cairan pada waktu pengelolaan.
4) Intake yang kurang selama sakit : kekurangan masukan cairan karena anoreksia
atau muntah.
Kekurangan cairan pada diare terjadi karena:
1) Pengeluaran usus yang berlebihan
a) Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea) karena,
gangguan fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli).
b) Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang disebabkan oleh berkurangnya
kontak makanan dengan dinding usus, karena adanya hipermotilitas dinding usus
maupun kerusakan mukosa usus.
c) Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh tekanan cairan
dalam lumen usus yang hiperosmotik; keadaan ini disebabkan karena adanya
substansi reduksi dari fermentasi laktosa yang tidak tercerna enzim laktase (diare
2)
a)
b)
c)
d)
b.
1)
dihentikannya
beberapa
macam
makanan
o1eh
orang
tua,
karena
maupun yang larut dalam lemak (vitamin B12, asam folat dan vitamin A) dan mineral
trace (Mg dan Zn).
Gangguan absorpsi ini terjadi karena:
a) Kerusakan permukaan epitel (brush border) sehingga timbul deplisit enzim laktase.
b) Bakteri tumbuh lampau, menimbulkan:
(1) Fermentasi karbohidrat
(2) Dekonjugasi empedu.
Kerusakan mukosa usus, dimana akan terjadi perubahan struktur mukosa usus dan
kemudian terjadi pemendekan villi dan pendangkalan kripta yang menyebabkan
berkurangnya permukaan mukosa usus.
Selama diare akut karena kolera dan E. coli terjadi penurunan absorpsi
karbohidrat, lemak dan nitrogen. Pemberian masukan makan makanan diperbanyak
akan dapat memperbaiki aborpsi absolut sampai meningkat dalam batas kecukupan
walaupun diarenya sendiri bertambah banyak. Metabolisme dan absorpsi nitrogen
hanya akan mencapai 76% dan absorpsi lemak hanya 50%.
3) Katabolisme
Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi metabolisme dan fungsi
endokrin, pada penderita infeksi sistemik terjadi kenaikan panas badan. Akan
memberikan dampak peningkatan glikogenesis, glikolisis, peningkatan sekresi
glukagon, serta aldosteron, hormon anti diuretic (ADH) dan hormon tiroid. Dalam
darah akan terjadi peningkatan jumlah kholesterol, trigliserida dan lipoprotein.
Proses tersebut dapat memberi peningkatan kebutuhan energy dari penderita dan
akan selalu disertai kehilangan nitrogen dan elektrolit intrasel melalui ekskresi urine,
peluh dan tinja.
4) Kehilangan langsung
Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna sebagai Protein loosing
enteropathy dapat terjadi pada penderita campak dengan diare, penderita kolera dan
diare karena E. coli. Melihat berbagai argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa
diare mempunyai dampak negative terhadap status gizi penderita.
c. Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahananisi usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus
keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim.
Akibat lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna sehingga
dapat menimbulkan peningkatan hasil metabolit yang berupa substansi karbohidrat
dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan merubah ekologi kimiawi isi lumen usus,
yang dapat menimbulkan keadaan bakteri tumbuh lampau, yang berarti merubah
ekologi mikroba isi usus. Bakteri tumbuh lampau akan memberi kemungkinan
Syok
Kejang
Sepsis
Gagal Ginjal Akut
Ileus Paralitik
Malnutrisi
Gangguan tumbuh kembang
H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG LAINNYA
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai
berikut :
1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare
kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri
dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika
pasien dalam keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang
tidak biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien
yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
2. Volume Feses: Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric
atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus
dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250
ml/day), kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa
malabsorbsi lemak.
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat feses
>300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr
mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses
malabsorbstif.
4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu
steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per
lapang pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi
jika pasien diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72
jam biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat
disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic
atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa.
Osmolalitas feses normal adalah 290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm
dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50
mosm. Anion organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer
(asetat,propionat dan butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi
bakteri terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek.
Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika
feses bertahan beberapa jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti
tinggi. Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan
diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya Giardia E
Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi
dengan modifikasi noda asam.
7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang
meningkat
dan
hipoproteinemia.
Albumin
dan
globulin
rendah
akan
mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan (c)
Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap absorbs
kalsium.
2. Enteroskopi Usus Halus
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi pada
usus halus.
3. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus
mikroskopik, melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis anthraguinone laksatif.
4. Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus
Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala sesuatu
ayng terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi dalam memeriksa
keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat menjelaskan dalam 6
jam pemeriksaan dengan interval 30 menit. Tube dimasukkan ke usus halus
melewati ligamentum treitz, kemudian diijeksikan suspensi barium melalui tube dan
sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil selulosa diinjeksikan.
5. Imaging
Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan imaging jika
diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal dapat mengkonfirmasi
pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal aatas atau enterokolosis dapat
membantu dalam mengevaluasi Chrons disease, Limfoma atau sindroma carcinoid.
Kolososkopi dapat membantu mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan biopsy usus
halus berguna dalam mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat penyakit pada
mukosa. Endoskopi dengan aspirasi duodenum dan biopsy usus halus berguna
pada pasien AIDS, Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler. CT
Abdpminal dapat menolong dalam mendeteksi pankreatitis kronis atau endokrin
pancreas.
6. Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi (Daldiyono, 1990 cit Sutadi, 2003)
a. Tes Untuk Menilai Abnormalitas Mukosa
1) The d-xylose absorption test: Absorbsi xylose tidak lengkap dimetabolisme di usus
halus bagian proksimal, Abnormalitas ini ditandai jika eksresi pada ginjal rendah
kurang dari 4 gram urine setelah pemberian 25 gr dosis oral. False positif terjadi
pada renal insufisiensi, hipertensi portal dan penggunaan NSAID.
2) Breath Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari karbohidrat,
dimana akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan intolerans laktosa. Hidrogen
Breath Test akan mencapai pucaknya 2 jam setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6
jam pada pasien dengan defisiensi lactase atau insufisiensi pancreas. Membedakan
defisiensi lactase dan insufisiensi pancreas, pemberian enzim pancreas akan
menurunkan Breath hydrogen.
b. Test Menilai Fungsi pancreas
1) Schiling test : Protease pancreas dari ikatan R-protein diperlukan untuk pembelahan
B12 sebelum bergabung dengan factor intrinsic dimana pada insufisiensi pancreas
berat kan menurunkan absorbsi B12. Label yang digunakan adalah Cobalamin (CO)
dengan isotop yang berbeda. CO ini mengikat R protein dan factor intrinsic. Pada
insufisiensi pancreas CO tidak diabsorbsi.
2) Test Stimulasi Pankreas : Pankreas dapat distimulasi dengan CCK intravena atau
sekretin atau makanan yang mengandung lemak,protein dan karbohidrat. Cairan
pancreas diaspirasi melalui kateter dari duodenum sebagai bikarbonat atau enzim
pancreas spesifik. Tidak adanya peningkatan bikarbonat atau enzim pancreas
setelah distimulasi menunjukkan insufisiensi pancreas.
c. Test Menilai Pertumbuhan Bakreri
Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau jejunum
proksimal kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan kemudian
ddiaspirasi. Terdapatnya >105 bakteri/ml menunjukkan pertumbuhan bakteri.
I. PENCEGAHAN DIARE
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat
dilakukan adalah: (Kementrian Kesehatan RI, 2011)
1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam
bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi.
ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada
makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau
cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam
botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa
menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain
yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh
(memberikan ASI Eksklusif).
Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan
dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan
makanan lain (proses menyapih).
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare.
Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4
kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab
botol untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat
mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
b. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana
makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI,
yaitu:
1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau
lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun,
berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan
pemberian ASI bila mungkin.
2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buahbuahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
3) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan
sendok yang bersih.
4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan
panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman
tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman
atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang
wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih.
sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu
berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.
2. Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara
lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan
berbagai penyakit lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan
kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk
untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit
tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia.
Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor
penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari
tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak
sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan
sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat
sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke
tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan
sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan
cara ditimbun atau dibakar.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian
rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah
yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan
dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat
berpotensi menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang
endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin
harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau
yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
J. PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara
untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima
Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan
melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
Keadaan Umum
: baik
Mata
: Normal
Rasa haus
: Normal, minum biasa
Turgor kulit
: kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun
: - gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun
: 1 1 gelas setiap kali anak mencret
b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih:
Keadaan Umum
Mata
Rasa haus
Turgor kulit
: Gelisah, rewel
: Cekung
: Haus, ingin minum banyak
: Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
c. Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum
Mata
Rasa haus
Turgor kulit
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di
infus.
ORALIT
terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa
Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto
2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak
mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
Umur < 6 bulan : tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc:
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan
pada anak diare.
ZINK
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita
diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare
karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah
berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi
anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat
tentang :
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
Diare lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan/minum sedikit
Timbul demam
Tinja berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari.
Menurut Kapita Selekta Kedokteran (2000) dan SPM Kesehatan Anak
RSUD Wates (2001), Penatalaksanaan Medis diare yaitu:
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
a. Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
Mengatasi diare tanpa dehidrasi
Meneruskan terapi diare di rumah
Memberikan terapi awal bila anak diare lagi
Tiga cara dasar rencana Pengobatan A :
1) Berikan lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi (oralit,
makanan cair : sup, air matang). Berikan cairan ini sebanyak anak mau dan terus
diberikan hingga diare berhenti.
Kebutuhan oralit per kelompok umur
Umur
Ddiberikan Setiap
Yang Disediakan
Bab
< 12 bulan 50-100 ml
1-4 tahun 100-200 ml
> 5 tahun
bungkus)
800-1000
200-300 ml
Dewasa
300-400 ml
Cara memberikan oralit :
ml
hari
(4-5
bungkus)
1.200-2.800 ml / hari
o Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun
o Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua
o Bila anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian berikan cairan lebih sedikit (sesendok
teh tiap 1-2 menit)
o Bila diare belanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan
lain atau kembali ke petugas untuk mendapatkan tambahan oralit.
2) Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi :
o Teruskan pemberian ASI
o Untuk anak < 6 bln dan belum mendapatkan makanan padat dapat diberikan susu
yang dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari.
o Bila anak > / = 6 bulan atau telah mendapat makanan padat :
-
Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan
kacang-kacangan, sayur, daging, tam-bahkan 1 atau 2 sendok teh minyak sayur tiap
porsi.
Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium
Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan makanan
tambahan setiap hari selama 2 minggu.
Bawa anak kepada petugas bila anak tidak membaik selama 3 hari atau anak
mengalami : bab sering kali, muntah berulang, sangat haus sekali, makan minum
sedikit, demam, tinja berdarah
b. Rencana Pengobatan B
Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang); rehidrasi dengan oralit 75 ml / kg BB dalam 3
jam pertama atau bila berat badan anak tidak diketahui dan atau memudahkan
dilapangan, berikan oralit sesuai tabel :
< 1 tahun
1-5 tahun
> 5tahun
Dewasa
300 ml
600 ml
1.200 ml
2.400 ml
oralit
Setelah 3-4 jam, nilai kembali, kemudian pilih rencana A, B, atau C untuk
melanjutkan pengobatan :
Bila tidak ada dehidrasi ganti ke rencana A
Bila ada dehidrasi tak berat atau ringan/sedang, ulangi rencana B tetapi tawarkan
makanan, susu dan sari bu-ah seperti rencana A
Bila dehidrasi berat, ganti dengan rencana C
c. Rencana Pengobatan C
Dehidrasi berat : rehidrasi parenteral / cairan intravena segera. Beri 100 ml/kg BB
cairan RL, Asering atau garam normal (larutan yang hanya mengandung glukosa
tidak boleh diberikan).
Umur
< 12 bulan
> 1 tahun
30 ml/kg BB
1 jam pertama
jam pertama
70 ml/kg BB
5 jam kemudian
21/2
jam
kemudian
ehidrasi parenteral :
RL atau Asering untuk resusitasi / rehidrasi
D1/4S atau KN1B untuk maintenan (umur < 3 bulan)
D1/2S atau KN3A untuk maintenan (umur > 3 bulan)
Ulangi bila nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai kembali tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai percepat tetesan infuse
Juga berikan oralit 5 ml/kg BB/jam bila penderita bisa minum. Biasanya setelah 3-4
jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
Setelah 3-6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi, kemudian pilih rencana A, B, C
untuk melanjutkan pengobatan.
2. Obat-obat anti diare meliputi antimotilitas (loperamid, difenoksilat, kodein, opium),
adsorben (norit, kaolin, smekta).
3. Obat anti muntah : prometazin , domperidon, klorpromazin
4. Antibiotik hanya diberikan untuk disentri dan tersangka kolera : Metronidazol 50
mg/kgBB/hari
5. Hiponatremia (Na > 155 mEq/L), dikoreksi dengan D1/2S. Penurunan kadar Na tidak
boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa menyebabkan edema otak
6. Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), dikoreksi dengan RL atau NaCl
7. Hiperkalemia (K > 5 mEq/L), dikoreksi dengan kalsium glukonas perlahan-lahan 5-10
menit sambil memantau detak jantung
8. Hipokalemia (K, 3,5 mEq/L), dikoreksi dengan KCl
K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan
penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau
lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi
usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya
infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah
mengalami
diare
sebelumnya,
pemakian
antibiotik
atau
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare
sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375
0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt,
kemerahan pada daerah perianal.
i.
Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j.
Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
DIARE
DIAGNOSA KEP
1.
NOC / TUJUAN
NIC / INTERVENSI
hiperaktif
Nyeri perut
Kram
normal
10. Observasi turgor kulit secara teratur
Tidak ada lendir,
11. Monitor area kulit di daerah perianal
darah
dari iritasi dan ulserasi
Tidak ada nyeri 12. Ukur diare / keluaran isi usus
Tidak ada diare 13. Timbang Berat Badan secara teratur
Tidak ada kram 14. Konsultasikan dokter jika tanda dan
Gambaran gejala diare menetap.
15. Kolaborasi dokter jika ada peningkatan
peristaltic
tidak
suara usus
tampak
16. Kolaborasi dokter jika tanda dan gejala
Bau fese normal
(tidak amis, bau diare menetap.
17. Anjurkan diet rendah serat
busuk)
18. Anjurkan untuk menghindari laksatif
19. Ajari klien / keluarga bagaimana
meme-lihara catatan makanan
20. Ajari klien teknik mengurangi stress
21. Monitor keamanan preparat makanan
Manajemen Nutrisi (1100)
1. Hindari makanan yang membuat
alergi
2. Hindari makanan yang tidak bisa ditoleransi oleh klien
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan kebutuhan kalori dan
jenis makanan yang dibutuhkan
4. Berikan makanan secara selektif
5. Berikan buah segar (pisang) atau jus
buah
6. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi yang dibutuhkan kien dan bagaimana cara makannya
Bowel Incontinence Care (0410)
1. Tentukan faktor fisik atau psikis yang
menyebabkan diare.
2. Terangkan penyebab masalah dan
alasan dilakukan tindakan.
3. Diskusikan prosedur dan hasil yang
diharapkan dengan klien / keluarga
4. Anjurkan klien / keluarga untuk
mencatat keluaran feses
5. Cuci area perianal dengan sabun dan
air dan keringkan setiap setelah habis
bab
6. Gunakan cream di area perianal
7. Jaga tempat tidur selalu bersih dan
kering
Perawatan Perineal (1750)
Hipertermi
b.d Setelah dilakukan Pengaturan Panas (3900)
dehidrasi,
tindakan perawatan
1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
peningkatan
selama X 24 jam
2. Monitor tekanan darah, nadi dan
metabolik,
suhu badan klien respirasi
inflamasi usus
normal,
dengan
3. Monitor suhu dan warna kulit
criteria :
4. Monitor dan laporkan tanda dan gejala
Batasan
hipertermi
karakteristik :
Termoregulasi 5. Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang
Suhu tubuh > (0800)
adekuat
normal
Suhu kulit normal 6. Ajarkan klien bagaimana mencegah
Kejang
Suhu
badan panas yang tinggi
Takikardi
35,9C- 37,3C 7. Berikan obat antipiretik
8. Berikan obat untuk mencegah atau
Respirasi
Tidak ada sakit
mengontrol menggigil
kepala
meningkat
Tidak ada nyeri
Diraba hangat
Pengobatan Panas (3740)
Kulit memerah
otot
1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
Tidak
ada
2. Monitor IWL
perubahan war-na
3. Monitor suhu dan warna kulit
kulit
4. Monitor tekanan darah, nadi dan
Nadi, respirasi
dalam
ba-tas respirasi
5. Monitor derajat penurunan kesadaran
normal
Hidrasi adekuat 6. Monitor kemampuan aktivitas
7. Monitor leukosit, hematokrit
Pasien
8. Monitor intake dan output
menyatakan nya9. Monitor adanya aritmia jantung
man
Tidak menggigil 10. Dorong peningkatan intake cairan
Tidak iritabel 11.
/ Berikan cairan intravena
gragapan / kejang12. Tingkatkan sirkulasi udara dengan
kipas angin
13. Dorong atau lakukan oral hygiene
14. Berikan obat antipiretik untuk
mencegah pasien menggigil / kejang
15. Berikan obat antibiotic untuk
mengobati penyebab demam
16. Berikan oksigen
17. Kompres dingin diselangkangan, dahi
dan aksila bila suhu badan 39C atau
lebih
18. Kompres hangat diselangkangan, dahi
dan aksila bila suhu badan < 39C
19. Anjurkan klien untuk tidak memakai
selimut
20. Anjurkan klien memakai
baju
berbahan dingin, tipis dan menyerap
keringat
Manajemen Lingkungan (6480)
1. Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi
2. Berikan tempat tidur dan kain / linen
yang bersih dan nyaman
3. Batasi pengunjung
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
3.
Kekurangan
volume ca-iran b.d
intake
kurang,
kehilangan volume
cairan
aktif,
kegagalan dalam
mekanisme
pengaturan
te-kanan
darah
Berat badan stabil
10. Monitor distensi vena leher, krakles,
menu-run, tekanan dan dalam batas odem perifer dan peningkatan berat
nadi menurun
normal
badan.
Penurunan Kelopak mata tidak
11. Monitor akses intravena
pengisian kapiler
12. Monitor tanda dan gejala asites
ce-kung
Perubahan status
13. Catat adanya vertigo
Fontanela tidak
14. Pertahankan aliran infuse sesua advis
mental
cekung
Penurunan urin Urin output normal dokter
out-put
Tidak demam
Peningkatan
Tidak ada rasa Manajemen Cairan (4120)
konsen-trasi urin
haus yang sangat 1. Timbang berat badan dan monitor kePeningkatan suhu
Tidak ada napas cenderungannya.
tubuh
pendek / kusmaul 2. Timbang popok
3. Pertahankan keakuratan catatan intake
Hematokrit
dan output
mening-kat
Balance Cairan
4. Pasang kateter bila perlu
Kehilangan berat (0601)
ba-dan mendadak.
Tekanan darah 5. Monitor status hidrasi (kelembaban
membrane mukosa, denyut nadi,
normal
Nadi perifer teraba tekanan darah)
6. Monitor vital sign
Tidak
terjadi
7. Monitor tanda-tanda overhidrasi / keortostatik
lebihan cairan (krakles, edema perifer,
hypotension
distensi vena leher, asites, edema
Intake-output
seimbang dalam 24 pulmo)
8. Berikan cairan intravena
jam
Serum, elektrolit 9. Monitor status nutrisi
10. Berikan intake oral selama 24 jam
dalam batas
11. Berikan cairan dengan selang (NGT)
normal.
bila perlu
Hmt dalam batas
12. Monitor respon pasien terhadap terapi
normal
elektrolit
Tidak ada suara
13.
Kolaborasi dokter jika ada tanda dan
napas tambahan
gejala kelebihan cairan
BB stabil
Tidak ada asites,
Manajemen Hipovolemia (4180)
edema perifer
1. Monitor status cairan intake dan
Tidak ada distensi
output
vena leher
Mata tidak cekung2. Pertahankan patensi akses intravena
3. Monitor Hb dan Hct
Tidak bingung
4. Monitor kehilangan cairan (muntah
Rasa haus tidak
dan diare)
berlebih-an
5. Monitor tanda vital
Membrane
mukosa lem-bab 6. Monitor respon pasien terhadap
Hidrasi
kulit perubahan cairan
7. Berikan cairan isotonic / kristaloid
adekuat
(Na-Cl, RL, Asering) untuk rehidrasi
eks-traseluler
8. Monitor tempat tusukan intravena dari
tanda infiltrasi atau infeksi
9. Monitor IWL (misalnya : diaporesis)
4.
PK:
hipovolemia
dehidrasi
mg/dl)
meninggi
;
laporkan
peningkatan.
8. Pantau nilai elektrolit terhadap bukti
ketidak seimbangan , terutama
Natrium (>147 mEq/L) dan Kalium (>5
mEq/L).
Waspadai
tanda
hiperkalemia
:
kelemahan
otot,
hiporefleksia, frekuensi jantung tidak
teratur.
Juga
pantau
tanda
hipernatremia, retensi cairan dan
edema.
9. Berikan cairan sesuai program untuk
meningkatkan volume vaskuler. Jenis
dan jumlah cairan tergantung pada
jenis syok dan situasi klinis klien : RL,
Asering
10. Siapkan untuk pemindahan klien ke
ICU/PICU
5
Setelah dilakukan
tindak-an
1.
keperawatan
selama X 24 jam
2.
rasa takut klien
berkurang, dengan
3.
criteria :
4.
Fear
control
(1404) :
Klien
tidak
5.
menyerang
atau
menghindari
6.
sumber
yang
menakutkan
7.
Klien
8.
menggunakan teknik relaksasi untuk
me-ngurangi takut
1.
Klien
mampu
mengontrol respon
takut
2.
Klien
tidak
melarikan diri
3.
Durasi
takut
4.
menurun
5.
Klien kooperatif
saat
di-lakukan
6.
perawatan
dan
pengobatan
7.
6.
Menyatakan takut
Menangis
Protes
Melarikan diri
Anxiety
control perasaan, persepsi dan takut secara
(1402)
verbal
Tidur
pasien
8. Berikan aktivitas / peralatan yang
adekuat
meng-hibur
untuk
mengurangi
Tidak
ada ketegangan
manifestasi fisik 9. Anjurkan klien menggunakan teknik
Tidak
ada relaksasi
10.
Anjurkan
orang
tua
untuk
manifestasi
membawakan mainan kesukaan dari
perilaku
Klien
mau rumah
berinteraksi sosial 11. Mengusahakan untuk tidak mengulang
pengambilan darah
12. Libatkan orang tua dalam perawatan
dan pengobatan
13. Berikan lingkungan yang tenang
14. Batasi pengunjung
Batasan
karakteristik :
Orang tua sering
bertanya
Orang tua mengungkapkan
perasaan cemas
Khawatir
Kewaspadaan meningkat
Mudah
tersinggung
Gelisah
Wajah tegang,
me-merah
Kecenderungan
me-nyalahkan
orang lain
Kurang
pengetahuan kli-en
/ orang tua tentang
diare b.d kurang
informa-si,
keterbatasan
gaimana
2.
mengurangi re-siko
sakit
3.
Mampu
menjelaskan
ba4.
gaimana
menghindari
lingkungan
yang5.
berba-haya
(sanitasi kurang) 6.
Mampu
7.
menjelaskan cara
pemakaian
obat
sesuai resep
8.
9.
Intoleransi aktivitas
b.d
ketidakseimbangan
suplai
dan
kebutuhan
O2,
kelemahan
Setelah dilakukan
Activity therapy (4310)
tindakan
1
Catat frekuensi jantung
irama,
keperawatan
perubahan tekanan darah sebelum,
selama x 24 selama, setelah beraktivitas sesuai
jam, klien mampu indikasi
mencapai : activity
2 Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
Batasan
Karakteristik :
Laporan kerja :
kele-lahan
dan
kelemahan
Respon terhadap
akti-vitas
menunjukkan na-di
dan tekanan darah
abnormal
Perubahan EKG
me-nunjukkan
aritmia / disritmia
Dispneu
dan
ketidak-nyamanan
yang sangat
Gelisah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Aktivitas :
Mengetahui dengan pasti klien dan
ke-luarga yang mempunyai riwayat
penyakit jan-ung
Monitor dan periksa kekurangan
oksigen keseimbangan asam basa,
elektrolit.
Rekam EKG
Anjurkan istirahat setiap terjadi
serangan.
Catat frekuensi dan lamanya serangan
.
Monitor hemodinamik.