Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Semoga


shalawat dan salam selalu terlimpah kepada junjungan kita Nabi
Muhammmad SAW dan kita sebagai umat yang taat dan turut terhadap
ajaran yang dibawanya.
Makalah ini berjudul Human Trafficing untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pancasila yang di bimbing oleh Dra. Siti Mutmaina, M.Pd. Dalam
ini saya membahas tentang Perdagangan dan Penculikan Anak
(Perempuan) atau sering disebut dengan Human Trafficing.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kelemahan dan
kekurangan yang perlu disempurnakan. Oleh karena itu, saya
mengharapkan saran dan kritik yang menggugah demi menambah
pengetahuan saya dalam hal selanjutnya. Terlepas dari kekurangan,
semoga makalah yang sederhana ini menjadi bermanfaat bagi pembaca
dan amal shaleh bagi penulis. Amin.

Surabaya, 18 Desember 2013

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...1
DAFTAR ISI
BAB

..2

I PENDAHULUAN..3
A.

Latar Belakang

B.

3
Rumusan Masalah

C.

4
Tujuan Makalah

BAB

4
II PEMBAHASAN ....

5
A. Penjelasan Teori Pancasila dalam
B.

Trafficing..............................5
Pengertian Trafficing (Perdagangan) Anak dan

C.

Perempuan..........................................5
Pelaku dan Motif..

D.

5
Modus .. ...

E.

6
Beberapa Contoh Kasus Trafficing

F.

...............................6
Analisis Masalah...

G.

7
Mengapa Bisa Terjadi Banyak Korban Trafficing..,

H.

.7
Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dan
Anak.8

BAB

III

PENUTUP

.............9
A. Kesimpulan .
9
B. Saran ....
9
2

DAFTAR PUSTAKA .
10

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Isu perdagangan manusia atau trafficing khususnya
perempuan dan anak berapa bulan terakhir cukup mendapat
soroton di berbagai media massa. Berdasarkan laporan Departemen
Luar Negeri AS 12 Juni 2001 mengenai Trafficing in Persons,
bersama dengan 22 negara lainnya, Indonesia dipandang sebagai
sumber trafficing, baik untuk kepentingan dalam negeri maupun
mancanegara (Kompas, 27 September 2001). Ketua Komnas
Perlindungan Anak mengatakan bahwa Indonesia di tahun 2012
sendiri tentang kasus perdagangan anak meningkat tajam hingga
71% dari tahun sebelumnya.
Di Indonesia, kasus perdagangan anak yang sangat menonjol
biasanya terjadi di daerah perbatasan dengan negara tetangga,
seperti Riau, Medan, dan Kalimantan Barat, yang secara geografis
dekat dengan Singapura dan Malaysia. Selain itu, kasus
perdagangan anak juga banyak dijumpai di kota-kota metropolitan
seperti
Jakarta,
Surabaya,
Denpasar,
Semarang
dan
Bandung.Menurut ACILS dan JARAK, khusus untuk Provinsi Jawa
Timur daerah yang rawan dan potensial terjadinya women and child
trafficing adalah Banyuwangi, Malang, Blitar, Tulungagung, dan
Trenggalek.
PBB mengkategorisasikannya sebagai kejahatan kemanusiaan
yang perlu penanganan khusus. Oleh karena itu, pada tahun 1994,
ketua Komisi HAM menunjuk Mrs. Radhika Coomaraswamy sebagai
Special Rapporteur on Violence against Women dan ditugaskan
untuk mengumpulkan data dan masukan apa penyebab dan
konsekuensi perdagangan manusia.
Di Indonesia sendiri ada Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak yang bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. UU No.23 Th 2002
tersebut secara tegas mengatur tentang perdagangan anak. UU
No.23 Th 2002 tersebut secara tegas mengatur tentang
perdagangan anak. Perdagangan anak terjadi ketika anak
dipandang sebuah obyek yang dapat di perjual belikan layaknya
sebuah barang untuk tujuan tertentu yang biasanya merupakan
sebuah eksploitasi. Hak-hak yang dimiliki seorang anak sudah tidak
di pedulikan lagi keberadaannya.
Di mata kuliah yang saya pelajari di semester 1, menurut saya
kasus ini tidak sesuai dengan pancasila, yaitu pacasila, sila ke 2
yang berbunyi Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Dengan
adanya kasus human trafficing ini, sepertinya melawan makna dari
4

pancasila, sila ke 2, karena kasus ini pencerminan ketidakadilan


pada manusia khususnya pada perempuan dan anak-anak, yang
seharusnya bisa melanjutkan sekolah untuk yang anak dan bisa
mencari pekerjaan yang lebih layak untuk perempuan dewasa.
Tetapi,
disalah
gunakaan
oleh
orang
lain
yaitu
untuk
diperdagangkan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi
permasalahan, yaitu:
1.Penjelasan teoritis perilaku menyimpang terhadap isi pancasila
sila ke 2 yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab?
2.Pengertian trafficing in persons?
3.Siapa saja yang terlibat dalam proses tindak kasus traffiking in
persons.
4.Modus apa saja dalam trafficing in persons.
5.Contoh kasus trafficing in persons.
6.Analisa masalah dalam trafficing in persons.
7.Sebab terjadi banyak korban trafficing.
8.Perlindungan Hukum terhadap Perempuan dan Anak.
C. Tujuan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah yang berjudul Human
Trafficing ini adalah memberikan pengetahuan kepada para
pembaca khusunya masyarakat tentang pengertian dan situasi
problematik yang dihadapi anak korban penculikan dan trafficing,
tetapi juga modus dan motif yang seringkali melatarbelakangi
terjadinya kasus penculikan dan perdagangan anak.

BAB II PEMBAHASAN
A. Penjelasan Teori Pancasila dalam Trafficing
Dalam perspektif pancasila Perdagangan dan Penculikan Anak
merupakan perilaku menyimpang terhadap isi pancasila sila ke 2 yang
berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
karena kasus ini
berbanding terbalik dari isi pancasila tersebut, yaitu yang seharusnya adil
terhadap sesama manusia, justru manusia memperdagangkan manusia
lain terutama anak-anak dan perempuan.
B. Pengertian Trafficing (Perdagangan) Anak dan Perempuan
Krisis moneter berkepanjangan dan lesunya perekonomian
menyebabkan banyak keluarga kehilangan sumber pendapatannnya
dalam kondisi ini, pelacuran dianggap memberi kesempatan yang lebih
baik kepada anak dan perempuan untuk mendapatkan uang. Banyak anak
dan perempuan dari desa yang mau meninggalkan kampung halamannya
karena tergiur oleh janji-janji yang diberikan oleh para trafficker (orang
yang memperdagangkan) untuk bekerja di kota dengan gaji yang besar,
tetapi sesampainya di kota, diperdaya atau dipaksa untuk menjadi pekerja
seks.
Child and Women Trafficing adalah perekrutan, pengiriman,
pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang dengan ancaman
atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan,
penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan,
member atau menerima pembayaran untuk memperoleh keuntungan agar
dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang
lain untuk tujuan eksploitasi. Bentuk dari eksploitasi tersebut adalah
eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktekpraktek serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh.
Dampak negatif dari kekerasan yang dialami menimbulkan bekas seperti
fisik, psikologi, seksual, financial, spiritual, dan fungsionalnya terganggu.
Perdagangan orang (trafficing in persons) merupakan kejahatan yang
keji terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), yang mengabaikan hak seseorang
untuk hidup bebas, tidak disiksa, kebebasan pribadi, pikiran dan hati
nurani, beragama, hak untuk tidak diperbudak, dan lainnya. Anak dan
perempuan adalah yang paling banyak menjadi korban perdagangan
orang (trafficing in persons), menempatkan mereka pada posisi yang
sangat berisiko khususnya yang berkaitan dengan kesehatannya baik fisik
maupun mental spritual, dan sangat rentan terhadap tindak kekerasan,
kehamilan yang tak dikehendaki, dan infeksi penyakit seksual termasuk
HIV/AIDS. Kondisi anak dan perempuan yang seperti itu akan mengancam
kualitas ibu bangsa dan generasi penerus bangsa Indonesia.
C. Pelaku dan Motif
Pola-pola perdagangannya diawali dengan tahap manipulatif. Calon
korban tidak diberi opsi tentang apa pekerjaan, dan risikonya. Biasanya
7

mereka dibawa ke luar kota dan dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi.
Adakalanya oleh calo, korban dan keluarganya sudah dimintai uang atau
diberi status berutang. Pada saat bersamaan, juga terjadi pemalsuan
Kartu Tanda Penduduk agar korban dianggap cukup umur.
Dalam tahap ini ada juga anak-anak yang memang sengaja dijual oleh
orangtua, atau paling tidak orangtuanya mendapat sejumlah uang
sebagai pengganti izin bagi kepergian anaknya. Konsep budaya Fillial
Piety, yaitu kewajiban anak untuk berbakti kepada orangtua, menjadi
factor pendorong keluarnya seorang anak dari tempat tinggalnya. Pada
tahap kedua, korban dibawa dan dipaksa tinggal di tempat penampungan
yang sangat tidak layak. Kartu identitas dan semua uangya diambil
sehingga korban terpaksa tinggal dan tidak bisa melarikan diri. Kemudian,
korban dipindah tangankandari satu calo ke calo yang lain, dengan
diikuti sejumlah transaksi pembayaran. Tahap berikutnya, korban diberi
pekerjaan sebagai buruh kasar, pekerja seks komersial untuk bisnis
hiburan dan termasuk untuk kepentingan militer, dilibatkan dalam
penyelundupan obat terlarang (narkotika), dijadikan pengemis, dilibatkan
dalam penjualan bayi dan sebaginya. Pada tahap ini mereka sering
mengalami kekerasan, dianiaya atau diperkosa.
D. Modus
Selama ini, modus yang dikembangkan pelaku atau sindikat yang
memperjual-belikan anak perempuan untuk kepentingan bisnis pelayanan
jasa seksual komersial relatif bermacam-macam. Sebagian mungkin
dengan bujuk rayu dan penipuan, tetapi tak jarang pula terjadi dengan
cara kekerasan atau paksaan.
Seorang anak perempuan yang tampak kebingungan di tempattempat keramaian, seperti terminal, jalan raya, atau stasiun KA, niscaya
mereka adalah calon korban yang potensial kasus child trafficing. Di
samping mengandalkan bujuk-rayu dan janji-janji yang melambung, tak
jarang para anggota sindikat perdagangan anak perempuan mencari
korban baru dengan memaksa, mengancam korban, dan bahkan jika perlu
memerkosanya lebih dulu sebelum menyerahkan kepada germo yang
menampungnya kemudian. Korban biasanya tidak bias berbuat banyak
atas nestapa yang mereka alami, sebab selain takut intimidasi, mereka
biasanya juga terputus saluran komunikasi dengan dunia luar.
Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin, anak-anak yang
kehilangan keluarganya akibat kerusuhan, pengungsi anak, dan anakanak korban child abuse dalam keluarga mereka semua umumnya potensi
menjadi korban penipuan dan diperdagangkan untuk berbagai keperluan,
terutama untuk kepentingan bisnis prostitusi.
Modus lain berkedok mencari tenaga kerja untuk bisnis
entertainment, kerja di perkebunan atau bidang jasa di luar negeri dengan
upah besar. Ibu-ibu hamil yang kesulitan biaya untuk melahirkan atau
membesarkan anak dibujuk dengan jeratan hutang supaya anaknya boleh
diadopsin agar dapat hidup lebih baik, namun kemudian dijual kepada
8

yang menginginkan. Anak-anak di bawah umur dibujuk agar bersedia


melayani para pedofil dengan memberikan barang-barang keperluan
mereka bahkan janji untuk disekolahkan.
E. Beberapa Contoh Kasus dari Traffiking:
1.Di Maluku Utara misalnya, anak-anak yatim yang menjadi korban
kerusuhan, dangan kedok akan disekolahkan ke pondok pesantren,
ternyata setiba di tempat tujuan justru di jual dan di perkerjakan sebagai
pembantu rumah tangga. Bagi keluarga yang menginginkan anak-anak
itu, mereka harus menebus 175 ribu dengan alasan sebagai pengganti
biaya perjalanan dari Pulau ke Ternate.
2.Komnas Perlindungan Anak juga mensinyalir, sebagian anak-anak
pengungsi dari Atambua ternyata diperdagangkan untuk diperkerjakan
menjadi PSK (pekerja seks komersail). Sementara itu, di Sulawesi Tengah,
seorang ibu dilaporkan tega menjual anak kandungnya yang masih
berusia 7 bulan seharga 500 ribu hanya karena alasan ekonomi dan
keinginan untuk membeli tape recorder.
3.Di Surabaya, pertengahan bulan November 2000 lalu juga
diberitakan kasus eksploitasi dan perdagangan seksual beberapa remaja
putri oleh pasangannya sendiri, entah karena alasan untuk hidup ataukah
karena mereka terjerat pada pengaruh narkoba yang tidak bisa dilepaskan
begitu saja. Ceritanya, entah karena terlena oleh bujuk rayu atau karena
ketergantungan dan paksaan, beberapa anak-anak perempuan terpaksa
pasrah ketika diminta pasangannya untuk menjajakan diri. Mereka baru
berontak dan melaporkan kejadian itu kepada polisi ketika tindakan
pasangannya sudah dianggap melampaui batas.
4.Di Surabaya, misalnya Juli 2002 lalu dilaporkan di media masa
bagaimana aparat kepolisian berhasil mengungkap praktik perdagangan
anak perempuan yang dipaksa bekerja di sektor prostitusi. Menurut
pengakuan salah satu pelaku, paling tidak sudah ada lima anak
perempuan di bawah 18 tahun yang diperdaya dan kemudian dijual ke
germo di kompleks lokalisasi di Surabaya. Harga persatu korban rata-rata
1 juta rupiah. Modus yang dikembangkan pelaku adalah mereka mencoba
mendekati korban, mencarinya, kemudian setelah berhasil diperdaya dan
korban tertipu menyerahkan keperawanannya, baru kemudian korban
dijual ke germo yang sudah menjadi langganan mereka.
5.Ciawi, Setelah lebih dari sebulan tak pulanh kerumah, akhirnya
Putri Rusdianti (20) warga RT 04/06, Kampung Ranji, Desa Telukpinang
akhirnya dilaporkan pihak keluarga ke Mapolsek Ciawi, kemarin. Ibu
korban, Yanti (40) mengatakan, anaknya meninggalkan rumah sejak
Minggu (4/11). Saat itu, Putri berpamitan bersama temannya Novia (19)
untuk menghadiri pesta ulang tahun di kawasan Tajur, Kecamatan Bogor
Timur, Kota Bogor.Namun, hingga malam hari Putri tak pulang. Sejak
malam itu, saya langsung mencari dan bertanya kepada temantemannya, tapi mereka tak tahu, ungkapnya.Penasaran, Yanti kemudian
mendatangi rumah Novi namun tak membuahkan hasil. Katanya, anak
saya sudah pulang, ujarnya saat di Mapolsek Ciawi.Yanti menambahkan,

anaknya memiliki ciri tinggi sekitar 160 cm, rambut hitam lurus panjang
dan tahi lalat kecil di bagian bibir sebelah kiri.
F. Analisis Masalah
Daftar kasus perdagangan anak dan perempuan yang terjadi di tanah
air selama ini sudah tentu masih bisa terus diperpanjang. Tetapi, terlepas
dari soal jumlah dan berapa angka kejadian yang pasti, sebagai salah satu
bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM), kasus perdagangan anak
dan perempuan sungguh harus dikutuk dan dicegah perkembangannya
karena implikasinya sangat merugikan korban. Berbeda dengan kasus
kriminal biasa di mana korban barangkali hanya menderita kerugian harta
benda atau lika fisik di tubuh. Dalam kasus ini, korban dalam banyak hal
harus mengalami penderitaan ganda yang bertubi-tubi. Mereka bukan
saja harus kehilangan kebebasan, dieksploitasi dalam jam kerja yang
panjang, tercabut dari akar budaya, dan habitat asalnya, atau terpaksa
terpisah dari keluarga, dan teman. Lebih dari itu, anak dan perempuan
yang menjadi korban sering kali juga harus menerima stigma sosial yang
merugikan: dicap sebagai wanita tuna susila, anak haram, anak pungut
atau bahkan menjadi budak terselubung.
G. Mengapa bisa terjadi banyak korban Trafficing?
Mengapa hal ini bisa terjadi dan banyak memakan korban gadis gadis
remaja kita ? ada beberapa faktor utama yang harus dicermati, antara lain
: Para BMI tidak mempunyai akses langsung terhadap PT atau Lembaga
yang membutuhkan tenaganya, sehingga banyak calon BMI sangat
mudah terkena tindak penipuan yang dilakukan oleh para Calo maupun PT
penyalur tenaga kerja bahkan Calon BMI tidak tahu tentang pekerjaanya
dan gaji yang sebenar benarnya. Dan ini lebih diperparah lagi manakala
Pihak PT, merubah identitas atau mengganti identitas calon BMI dengan
alasan untuk mempercepat keberangkatan calon korban. Jika para BMI
sesampai di negara tujuan , dan merasa dirinya menjadi korban Trafficing,
para BMI tidak tahu tempat dan memang tidak ada tempat pengaduan
bagi mereka korban Trafficing, seandainya mereka meminta perlindungan
ke Kedutaan, atau Konsulat RI yang ada di negara tujuan tersebut,
cenderung tidak dilayani dengan baik dengan alasan cukup klasik yaitu
tidak adanya tenaga dan anggaran yang kusus tersedia untuk itu ,
sehingga banyak permasalahan korban trafficing dinegara tujuan tidak
terselesaikan dengan tuntas.
H. Perlindungan Hukum terhadap Perempuan dan Anak
Di tengah situasi krisis yang tak kunjung usai, harus diakui bukan hal
yang mudah untuk mengerem laju pengiriman tenaga kerja ke luar negeri
atau ke luar daerah khususnya ke berbagai kota besar dan pusat industri
di belahan Nusantara. Namun dengan melihat ekses negatif yang di
timbulkan, maka kasus migrasi anak dan tenaga kerja perempuan dengan
10

sukarela atau paksaan yang belakangan ini berkemban di masyarakat


sudah sepantasnya jika kemudian dicermati secara lebih mendalam. Lebih
dari sekedar memberikan bekal keterampilan dan keahlian berbahasa plus
etos kerja keras yang acap kali menjadi isi kurikulum pusat latihan TKW
dan TKI yang ada, sebetulnya yang dibutuhkan anak dan perempuan yang
hendak mengadu nasibmencari kerja ke luar provinsi atau ke luar negeri
adalah perlindungan dan program pemberdayaan soaial yang benar-benar
nyata.
Baru pada tanggal 25 Agustus 1990 dengan keputusan Presiden
No.36 tahun1990, Pemerintah Indonesia setelah didesak oleh berbagai
kelompok aktifis yang concern terhadap perempuan dan anak serta para
Akademisi, baru bersedia meratifikasi sebuah Konvensi Hak hak Anak
(KHA) yang diambil langsung dari Human Right ( PBB ). Merujuk KHA yang
sudah diratifikasikan dalam tata hukum di Indonesia, maka dalam
Propenas tahun 2000 2004 , digariskan upaya untuk memenuhi hak
anak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan
partisipasi anak yang salah satunya dilaksanakan melalui kesejahteraan
dan perlindungan anak.
UU No.39 Tahun 1999, Pasal 2 ayat 2 yang berbunyi Setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hokum
yang adil serta mendapat kepastian hokum dan perlakuan yang sama di
depan hokum.
Dan juga dalam pasal 63 66 tentang Hak Hak Manusia, secara
khusus menyatakan bahwa anak anak berhak dilindungi dari berbagai
sebab, baik exploitasi ekonomi, exploitasi dan penyalah gunaan secara
sex, penculikan, perdagangan, obat obatan dan penggunaan narkoba,
dari hukum yang kejam dan tidak manusiawiserta dilindungi selama
proses hukum. Dalam Amandemen UUD 1945 mengenai hak anak untuk
mendapat perlindungan tercantum dalam pasal 28B (2) , sehingga
berdirilah KomNas Perlindungan Anak ditingkat Nasional dan Lembaga
Perlindungan Anak (LPA) di 18 Propinsi. Dengan demikian ada konsekuensi
logis terhadap orang tua , bisa terpidanakan dikarenakan kelalaiannya
atau kesengajaannya sehingga anak terekploitasi salah satunya untuk
ekonomi maupun tindakan seksual atau yang lainnya.

11

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN
Dalam perspektif pancasila Perdagangan dan Penculikan Anak
merupakan perilaku menyimpang terhadap isi pancasila sila ke 2 yang
berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
karena kasus ini
berbanding terbalik dari isi pancasila tersebut, yaitu yang seharusnya
adil terhadap sesama manusia, justru manusia memperdagangkan
manusia lain terutama anak-anak dan perempuan.
Di Indonesia, perdagangan anak dan perempuan yang
belakangan ini makin marak, bukan saja terbatas untuk tujuan prostitusi
paksaan atau perdagangan seks melainkan juga meliputi bentuk-bentuk
eksploitasi, kerja paksa dan praktik seperti perbudakan di beberapa
wilayah dalam sektor informal, termasuk kerja domestik dan istri
pesanan.
Modus yang dikembangkan pelaku atau sindikat yang
memperjual-belikan anak perempuan untuk kepntingan bisnis pelayanan
jasa seksual komersial relatif bermacam-macam. Sebagian mungkin den
gan cara bujuk rayu dan penipuan, tetapi tak jarang pula terjadi dengan
cara kekerasan atau paksaan.
Dalam kasus penculikan dan perdagangan anak yang pernah
terjadi di tanah air, motif pelaku melakukan penculikan anak relatif
beragam. Secara garis besar, biasanya motif yang melatar belakangi
sebagai berikut: (1) praktik penculikan anak yang dimanfaatkan sebagai
tenaga kerja paksa, baik itu di sektor industri, sebagai TKI, maupun untuk
sekedar di jadikan pengemis atau anak jalanan di bawah komando
seorang preman yang sangar dan jahat, (2) praktik penculikan anak
sebagai bagian dari modus kriminal untuk memperoleh uang besar dalam
jangka waktu pendek, (3) kasus penculikan anak dan perdagangan untuk
dijadikan korban kekerasan seksual, baik untuk diperkerjakan sebagai
PSK maupun untuk kepentingan perbudakan yang dibungkus dengan
kedok perkawinan, (4) praktik penculikan anak untuk diperjual-belikan di
luar negeri, baik untuk dimanfaatkan organ tubuhnya maupun untuk
dijadikan anak adopsi oleh keluarga tertentu yang menginginkan anak
angkat.
B. SARAN
Dari kasus ini, sebaiknya pemerintah mengarahkan
masyarakat yang kurang mampu (masyarakat dari kampung) dengan
cara membekalinya ketrampilan dan memberikan lapangan pekerjaan.
Mungkin dengan cara seperti ini kasus ini dapat sedikit dikurangi.

12

DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen Pendidikan Pancasila.2013.Modul Pendidikan Pancasila.Surabaya:Unipress
www.merdeka.com
Soekarno.1984.Pancasila Sebagai Dasar Negara.Jakarta:Yayasan Pendi
Soekarno

13

Anda mungkin juga menyukai