Anda di halaman 1dari 41

LABORATORIUM

SISTEM TELEKOMUNIKASI
TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS UDAYANA

PERCOBAAN I
AMPLITUDE MODULATION (AM)

Nama
NIM
Kelompok

: I Made Krisna Yoga Widhyantara


: 1504405060
: 12

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

PERCOBAAN I
AMPLITUDE MODULATION (AM)
1.1 Tujuan
1. Dapat memvisualisasikan output sinyal modulasi AM.
2. Dapat mengukur modulation depth (m) yang berbeda-beda pada sinyal
AM Akan ditentukan efek dari nilai dari m yang berbeda (> 1, <1).
3. Mengetahui sinyal

modulasi direkonstruksi dari

sinyal modulasi

amplitudo.
4. Mengetahui karakteristik dari sinyal carrier dan sinyal informasi.
1.2

Peralatan

1.

Pesonal Computer

2.

UniTrain Board

3.

Modul AM modulator dan demodulator

4.

Power Supply

5.

Kabel

1.3 Dasar Teori


Modulasi adalah proses pencampuran dua sinyal menjadi satu sinyal.
Biasanya sinyal yang dicampur adalah sinyal berfrekuensi tinggi dan sinyal
berfrekuensi rendah. Dengan memanfaatkan karakteristik masing-masing sinyal,
maka modulasi dapat digunakan untuk mentransmisikan sinyal informasi pada
daerah yang luas atau jauh. Sebagai contoh sinyal informasi (suara, gambar, data),
agar dapat dikirim ke tempat lain, sinyal tersebut harus ditumpangkan pada sinyal
lain.
Sistem Komunikasi memerlukan proses modulasi karena :
a) Meminimalisir interferensi sinyal pada pengiriman informasi yang
menggunakan frequency sama atau berdekatan.
b) Dimensi antena menjadi lebih mudah diwujudkan.

c) Sinyal termodulasi dapat di-multiplexing dan di-transmisikan via sebuah


saluran transmisi
1.3.1

Prinsip Operasi Modulasi Amplitudo


Modulasi amplitudo adalah proses memodulasi isyarat frekuensi rendah
pada gelombang frekuensi tinggi dengan mengubah-ubah amplitudo gelombang
frekuensi tinggi tanpa mengubah frekuensinya. Frekuensi rendah ini disebut
isyarat pemodulasi dan frekuensi tinggi adalah pembawa. Metode ini dipakai
dalam transmisi radio AM untuk memungkinkan frekuensi audio dipancarkan ke
jarak yang jauh. Modulasi amplitudo terjadi dimana amplitudo sinya carrier
berfrekuensi tinggi ditumpangkan oleh sinyal berfrekuensi rendah yang bertindak
sebagai curve envelope untuk sinyal carrier yang terdapat pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 curve envelope untuk sinyal carrier

Modulasi

amplitudo

menggunakan

dua

frekuensi

diskrit

untuk

menghasilkan spektrum frekuensi dengan frekuensi sisi atas dan bawah masingmasing terletak di atas dan di bawah frekuensi pembawa pada interval yang sesuai
dengan frekuensi modulasi.
Dengan proses modulasi, suatu informasi (biasanya berfrekuensi rendah)
bisa dimasukkan ke dalam suatu gelombang pembawa, biasanya berupa
gelombang sinus berfrekuensi tinggi. Terdapat tiga parameter kunci pada suatu
gelombang sinusoidal yaitu amplitudo, fase dan frekuensi. Ketiga parameter
tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan sinyal informasi (berfrekuensi rendah)
untuk membentuk sinyal yang termodulasi.

Peralatan yang digunakan untuk melaksanakan proses modulasi adalah


modulator, sedangkan peralatan untuk memperoleh informasi awal (kebalikan dari
proses modulasi) disebut demodulator dan peralatan yang melaksanakan kedua
proses tersebut disebut modem.
Fungsi modulasi adalah merubah atau menempatkan frekuensi rendah
menjadi frekuensi yang lebih tinggi agar dapat dikirimkan/ditransmisikan melalui
media transmisi. Sinyal informasi biasanya memiliki spektrum yang rendah dan
rentan untuk terganggu oleh noise. Sedangkan pada transmisi dibutuhkan sinyal
yang memiki spektrum yang tinggi dan dibutuhkan modulasi untuk memindahkan
posisi spektrum dari sinyal data, dari pita spektrum yang rendah ke spektrum yang
jauh lebih tinggi. Hal ini pada transmisi data tanpa kabel ( dengan antena), dengan
membesarnya data frekuensi yang dikirim maka dimensi antenna yang digunakan
akan mengecil.
a.
b.
c.
d.

Transmisi menjadi efisien atau memudahkan pemancaran.


Masalah perangkat keras jadi lebih mudah, jika f/fc ~ 1 10 %
Menekan derau atau interferensi.
Untuk memudahkan pengaturan alokasi frekuensi radio (diterbitkan oleh

ITUT).
e. Untuk multiplexing, yaitu proses penggabungan beberapa sinyal informasi
untuk disalurkan secara bersama-sama melalui suatu kanal transmisi.
1.3.2

Jenis-Jenis Modulasi Amplitudo


Adapun beberapa jenis dari modulasi amplitudo, yaitu:

a. AM SSB (Single Sideband) adalah salah satu jenis modulasi amplitudo


dimana spektrum frekuensi yang dipancarkan hanya salah satu dari
spektrum frekuensi AM yaitu frekuensi LSB (Lower Sideband) atau
frekuensi USB (Upper Sideband) saja.
b. AM DSBFC (Double Sideband Full Carrier) disebut juga full AM dimana
spektrum yang dipancarkan adalah spektrum frekuensi AM yaitu frekuensi
LSB dan frekuensi USB. Bandwidth sinyal termodulasinya adalah sama
dengan dua kali sinyal informasinya.

c. AM DSBSC (Double Sideband Supprised Carrier) adalah jenis modulasi


amplitudo dimana spektrum frekuensi carrier di tekan mendekati nol.
d. AM VSB (Vestigial Sideband) sering digunakan pada industri televisi
komersial untuk transmisi dan penerimaan sinyal video. Pada VSB
sebagian komponen LSB ikut di transmisikan dengan komponen USB dan
komponen pembawa.
1.3.3

Sinyal Demodulasi
Sinyal demodulasi adalah proses pemisahan suatu sinyal modulasi yang

dibentuk kembali seperti aslinya dari suatu gelombang pembawa (carrier wave)
yang termodulasi oleh rangkaian. Alat untuk mendemodulasikan sinyal yang
termodulasi adalah demodulator. Pemisahan sinyal informasi dari sinyal pembawa
(carrier) dilakukan, karena sinyal pembawa (carrier) sudah tidak diperlukan lagi.
1.3.4

Deskripsi Matematis Modulasi Amplitudo

Secara matematis, modulasi amplitudo adalah operasi perkalian yang


melibatkan gelombang pembawa frekuensi sinyal modulasi frekuensi .
U T +U M cos t
.................................(1.1)
U AM ( t ) =

Transformasi persamaan ini dengan bantuan hasil trigonometri dalam


rumus berikut, dengan asumsi bahwa modulasi dan pembawa sinyal memiliki
amplitudo yang sama:

() t+0,5 U M cos ( +)t


(1.2)
U AM ( t )=U T cos t+0,5 U M cos

Pemeriksaan lebih dekat di sini menunjukkan bahwa dua frekuensi


sebelum modulasi yang digunakan untuk menghasilkan spektrum frekuensi yang

terdiri dari frekuensi pembawa dan dua sidebands.

Frekuensi atas sideband lebih tinggi dari frekuensi pembawa dengan


jumlah yang sama dengan frekuensi sinyal yang berguna, sementara frekuensi
rendah sideband yang lebih rendah dengan jumlah yang sama. Hubungan ini
digambarkan pada gambar 1.2 menggunakan modulasi sinyal terbatas dengan
frekuensi 200 Hz sampai 3 kHz.

Gambar 1.2 Hubungan Frekuensi dengan Sideband

Diilustrasikan di bawah ini adalah varian sederhana rangkaian AM


modulator terdiri osilator dan transistor. Seperti dijelaskan sebelumnya, modulasi
dapat dianggap sebagai perkalian dua sinyal frekuensi yang berbeda. Proses
penggandaan juga menggabungkan non-linearitas dari persimpangan pn, bahwa
dari transistor dalam kasus ini. Sinyal pembawa dan sinyal ingin pertama-tama
ditambahkan sebelum diterapkan bersama-sama untuk memasukkan basis
transistor. Karakteristik non-linear mendistorsi sinyal untuk menghasilkan
komponen sinyal frekuensi lanjut. Osilator di bagian atas dari rangkaian
memastikan bahwa hanya produk modulasi yang diinginkan disediakan oleh
output.
Rangkaian modulator tersebut terdapat pada gambar 1.3 berikut.

Gambar 1.3 Rangkaian AM Modulator

1.3.5

Modulation Depth
Salah satu parameter karakteristik yang paling penting dari modulasi

amplitudo adalah kedalaman modulasi "m", ditetapkan sebagai nilai absolut atau
%.
Kedalaman modulasi adalah perbandingan antara amplitudo sinyal transmisi dan
sinyal pembawa.
m=

UM
U C ..(1.3)

Karena selama modulasi amplitudo standar, amplitudo sinyal pembawa


adalah lebih tinggi dari sinyal yang diinginkan, kedalaman modulasi lebih kecil
dari "1" atau 100%. Kedalaman modulasi (modulation depth) dapat digambarkan
pada gambar 1.4 berikut.

Gambar 1.4 Modulation Depth

Seperti digambarkan di atas, kedalaman modulasi juga dapat ditentukan


dari rasio amplitudo minimum dan maksimum sinyal AM. Hal ini memungkinkan
kedalaman modulasi harus dihitung dengan sangat mudah dengan bantuan dari
trapesium modulasi (lihat percobaan berikutnya).
Jika selektif memudar (misalnya selama transmisi radio) atau tidak diatur
dengan benar pembawa amplitudo sangat melemahkan frekuensi pembawa,
kedalaman modulasi mungkin melebihi m = 1 atau 100%. Hal ini menyebabkan
distorsi non-linear dalam sinyal di-demodulasi.
1.3.6

Spektrum Sinyal AM

Gambar 1.5 Spektrum Sinyal AM

Dari gambar 1.5, terlihat modulasi amplitudo memerlukan bandwidth 2x


bandwidth sinyal pemodulasi (= 2fm). Daya total sinyal AM dapat dituliskan
dalam persamaan matematik sebagai berikut.

m
m
Pt =P C 1+
=P C + P C
2
2

Dimana Pc adalah daya sinyal pembawa dan

..(1.4)

PC m 2
2

adalah daya total

sideband (LSB +USB). Dari persamaan tersebut, dapat diketahui bahwa lebar pita
frekuensi (bandwidth) dalam sebuah proses modulasi amplitudo (AM) adalah dua
kali frekuensi sinyal informasi.
1.3.7

Noise

Derau atau yang biasa disebut noise adalah suatu sinyal gangguan yang
bersifat akustik (suara), elektris, maupun elektronis yang hadir dalam suatu sistem
(rangkaian listrik/elektronika) dalam bentuk gangguan yang bukan merupakan
sinyal yang diinginkan. Faktor-faktor penyebab terjadinya noise adalah eksternal
noise dan internal noise.

1.4 Langkah Percobaan


1.4.1 Perakitan Modul
1. Hidupkan PC yang sudah di sediakan
2. Hubungkan UniTrain Board dan port USB pada CPU PC menggunakan
kabel data
3. Sambungkan Power Supply pada UniTrain Broad
4. Hidupkan Unitrain Board
1.4.2

Eksperimen Prinsip dari Modulasi Amplitudo

1. Pasang modul SO4201-7L (Colpitts/Hartley Oscillator) dan modul


SO4201-7U (AM Modulator/Demodulator) pada UniTrain Board
2. Pasang jumper pada HFin Colpitts Setting dan pada Oscillator x Setting
3. Hubungkan ground Analog OUT dengan A- Analog IN dan ground dari
Hartley Oscillator.
4. Hubungkan ground Hartley Oscillator dan ground AM Modulator.
5. Hubungkan A+ pada Analog IN dengan HFout pada Hartley Oscillator dan
Oscil pada AM Modulator

Gambar 1.6 Rangkaian Sinyal Carrier Pada Modulasi Amplitudo

6. Atur frekuensi sinyal carrier menjadi 350kHz dan voltage 100mV dengan
potensiometer. Tampilkan sinyal carrier pada osiloskop dengan parameter
sebagai berikut
Tabel 1.1 Parameter Sinyal Carrier

7. Ubah dan tampilkan frekuensi sinyal carrier menjadi 350 kHz, 200mV.
Bandingkan karakteristik sinyal carrier tersebut.

8. Hubungkan A+ pada Analog IN dengan S analog out untuk menampilkan


sinyal informasi.

Gambar 1.7 Rangkaian Sinyal Informasi

9. Gunakan function generator (Instruments | Voltage Sources | Function


Generator). Setting function generator sesuai gambar dibawah dan
kemudian hidupkan dengan meng-klik tombol POWER.

Gambar 1.8 Parameter Function Generator

10. Lepas semua kabel jumper, lalu hubungkan A+ dengan HF out 1:1 dan
oscil pada AM Modulator.
11. Hubungkan A- pada Analog In dengan B- pada Analog In dan ground
Analog Out ke ground dari Hartley Oscillator.
12.

Hubungkan B+ pada analog In dengan S pada Analog Out dan NF In pada


AM Modulator.

13.

Hubungkan ground dari Hartley Oscillator dengan ground AM Modulator.

Gambar 1.9 Rangkaian Sinyal Informasi dan Carrier


14.

Tampilkan sinyal carrier pada channel A dan sinyal informasi pada


channel B, dengan parameter berikut dan bandingkan hasilnya.
Tabel 1.2 Parameter Sinyal Informasi dan Carrier

1.4.3

10 /DIV X/T

Channel A
Channel B

(B)
500 mV/DIV AC
500 mV/DIV DC

Modulation Depth

1. Pasang modul SO4201-7L (Colpitts/Hartley Oscillator) dan modul


SO4201-7U (AM Modulator/Demodulator) pada UniTrain Board
2. Pasang jumper pada HFin Colpitts Setting dan pada Oscillator x Setting
3. Hubungkan B- dengan A- pada Analog IN dengan ground pada Analog
4.
5.
6.
7.

OUT
Hubungkan ground Hartley Oscillator dan ground AM Modulator.
Hubungkan S pada Analog OUT dengan B+ pada Analog IN dan NF IN
Hubungkan A+ pada Analog IN dengan Oscil pada AMout
Hubungkan HFout pada Hartley Oscillator dengan Oscil pada AM
Modulator

Gambar 1.10 Rangkaian Modulation Depth

8. Gunakan function generator (Instruments | Voltage Sources | Function


Generator). Setting function generator seperti gambar dibawah dan
kemudian hidupkan dengan mengklik tombol POWER.

Gambar 1.11 Parameter Function Generator

9. Tampilkan sinyal pada osiloskop dengan parameter berikut


Tabel 1.3 Parameter Sinyal Termodulasi Pada Modulation Depth

10. Atur amplitudo sinyal berfrekuensi rendah menjadi 20%, 40% dan 80%.
Bandingkan output sinyal yang ditampilkan pada osiloskop.
11. Hubungkan A+ pada Analog IN dengan NF dan B+ Analog IN dengan
AMout pada AM Modulator

Gambar 1.12 Rangkaian Sinyal Termodulasi Mode X-Y

12. Tampilkan sinyal pada osiloskop dengan parameter berikut


Tabel 1.4 Parameter Sinyal Termodulasi Mode X-Y

13. Atur modulation depth sebesar 30% ,60% dan 90% serta tampilkan pada
osiloskop dengan parameter berikut.
Tabel 1.5 Parameter Modulation Depth

1.4.4

10 /DIV X/T

Channel A
Channel B

(B)
200 mV/DIV DC
500 mV/DIV AC

Demodulation
1. Pasang modul SO4201-7L (Colpitts/Hartley Oscillator) dan modul
2.
3.
4.
5.
6.

SO4201-7U (AM Modulator/Demodulator) pada UniTrain Board


Pasang jumper pada HFin Colpitts Setting dan pada Oscillator x Setting
Hubungkan A- pada Analog IN dan ground pada Analog OUT
Hubungkan ground Hartley Oscillator dan ground AM Modulator.
Hubungkan A+ dengan LFdemod dan AMin dengan AMout
Hubungankan HFout pada Hartley Oscillator dengan Oscil pada AM

Modulator
7. Hubungkan S pada Analog OUT dengan LF IN pada AM Modulator
8. Hubungkan S pada analog OUT dengan B+ analog IN

Gambar 1.13 Rangkaian Sinyal Demodulasi

9. Gunakan function generator (Instruments | Voltage Sources | Function


Generator). Setting function generator seperti gambar dibawah dan
kemudian hidupkan dengan mengklik tombol POWER.

Gambar 1.14 Parameter Function Generator

10. Ukur sinyal pada AM detektor "LFdemod" output dan analisis hasilnya.
Tampilkan sinyal tersebut pada osiloskop dengan parameter.
Tabel 1.6 Parameter Sinyal Demodulasi

1.5 Gambar dan Data Hasil Percobaan


Parameter
Time Base : 1 s/DIV
Channel A : 100 mV/DIV AC
Channel B : OFF
Trigger : A

Gambar 1.17 AM Carrier 455kHz 100mV

Gambar 1.15 AM Carrier 455kHz 100mV

Parameter
Time Base : 1 s/DIV
Channel A : 100 mV/DIV AC
Channel B : OFF
Trigger : A

Gambar 1.18 AM Carrier 455kHz 200mV

Gambar 1.16 AM Carrier 455kHz 200mV

Parameter
Time Base : 50 s/DIV
Channel A : 100 mV/DIV AC
Channel B : OFF
Trigger : A
Gambar 1.17 AM Informasi 10kHz
200mV

Parameter
Time Base : 50 s/DIV
Channel A : 100 mV/DIV AC
Channel B : 100 mV/DIV DC
Trigger : B

Gambar 1.18 AM Perbandingan Informasi dan Carrier

Parameter
Time Base : 100 s/DIV
Channel A : 1V/DIV AC
100 mV/DIV D

Channel B : 1V/DIV DC
Trigger : B

Gambar 1.19 AM Termodulasi X-T 10%

Parameter
Time Base : 100 s/DIV
Channel A : 1V/DIV AC
Channel B : 1V/DIV DC
Trigger : B

Gambar 1.20 AM Termodulasi X-T 30%

Parameter
Time Base : 100 s/DIV
Channel A : 1V/DIV AC
Channel B : 1V/DIV DC
Trigger : B

Gambar 1.21 AM Termodulasi X-T 70%

Parameter
Time Base : 10 s/DIV
Channel A : 200 mV/DIV DC
Channel B : 1V/DIV AC
Trigger : OFF

Gambar 1.22 AM Termodulasi X-Y 20%

Parameter
Time Base : 10 s/DIV
Channel A :200 mV/DIV DC
Channel B : 1V/DIV AC
Trigger : OFF

Gambar 1.23 AM Termodulasi X-Y 40%


Gambar 1.26 AM Termodulasi X-Y 50%

Parameter
Time Base : 10 s/DIV
Channel A : 200 mV/DIV DC
Channel B : 1V/DIV AC
Trigger : OFF

Gambar 1.24 AM Termodulasi X-Y 80%

Parameter
Time Base : 50 s/DIV
Channel A : 1V/DIV DC
Channel B : 1 V/DIV DC
Trigger : OFF

Gambar 1.25 AM Demodulasi 40%

Parameter
Time Base : 50 s/DIV
Channel A : 1 V/DIV DC
Channel B : 1 V/DIV DC
Trigger : OFF

Gambar 1.26 AM Demodulasi 80%

1.6 Analisa Hasil Percobaan


1.6.1 Sinyal Carrier
1. Sinyal Carrier 455 kHz 100 mV
Sinyal carrier adalah sinyal yang ditumpangi oleh sinyal informasi. Sinyal
carrier mempunyai frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan sinyal informasi.
Sinyal informasi harus dimodulasi dengan sinyal carrier karena sinyal informasi
memiliki frekuensi yang rendah sehingga menyebabkan rentannya sinyal
informasi tersebut terhadap gangguan noise. Jika tidak dimodulasi, maka sinyal
informasi dapat mengalami gangguan saat ditransmisikan.

Gambar 1.27 Sinyal AM Carrier 455kHz 100Mv

Berdasarkan percobaan yang dilakukan didapatkan hasil sinyal carrier


seperti pada gambar 1.27. Sinyal carrier tersebut memiliki frekuensi sebesar 455
kHz dan voltase 100 mV. Sinyal carrier memiliki frekuensi yang lebih besar dari
frekuensi sinyal informasi. Besar frekuensi dipengaruhi oleh besarnya jarak antar
gelombang. Semakin besar jarak antar gelombang (semakin renggang) maka
semakin kecil frekuensinya, begitu juga sebaliknya. Pada voltase 100 mV,
gelombang terlihat renggang.
Hal tersebut sesuai dengan teori dimana sinyal carrier memiliki frekuensi
tinggi karena sinyal carrier merupakan sinyal pembawa yang membawa sinyal
informasi dalam proses modulasi.

Sinyal Carrier 455 kHz 200 mV


Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh gambar sinyal carrier 455 kHz

200 mV sebagai berikut.

Gambar 1.28 Sinyal AM Carrier 455 kHz 200 Mv

Berdasarkan gambar 1.28, sinyal carrier tersebut memiliki frekuensi


sebesar 455 kHz dan voltase 200 mV. Sinyal carrier memiliki frekuensi yang
lebih besar dari frekuensi sinyal informasi. Besar frekuensi dipengaruhi oleh
besarnya jarak antar gelombang. Semakin besar jarak antar gelombang (semakin
renggang) maka semakin kecil frekuensinya, begitu juga sebaliknya. Pada voltase
200 mV, gelombang terlihat lebih rapat. Hal tersebut sesuai dengan teori dimana
sinyal carrier memiliki frekuensi tinggi karena sinyal carrier merupakan sinyal
pembawa yang membawa sinyal informasi dalam proses modulasi.
Berdasarkan data dan gambar hasil percobaan, diperoleh perbedaan
karakteristik pada sinyal carrier dengan voltage 100 mV dan 200 mV. Kedua
gambar tersebut memiliki frekuensi yang sama yaitu 455 kHz. Letak
perbedaannya adalah pada voltage-nya. Pada kedua gambar tersebut dapat dilihat
bahwa gambar 1.27 menggunakan voltage 100 mV sedangkan pada gambar 1.28
menggunakan voltage 200 mV. Adanya perbedaan ini dipengaruhi oleh
pengaturan parameter yang berbeda pada potensiometer. Pengaturan amplitudo
yang berbeda pada potensiometer mempengaruhi perbedaan amplitudo sinyal
carrier. Pada gambar 1.27 dengan voltage 100 mV memiliki amplitudo lebih kecil
jika dibandingkan dengan gambar 1.28 dengan voltage 200 mV.

Melalui gambar tersebut dapat diartikan, jika terdapat dua sinyal carrier
dengan frekuensi yang sama, namun memiliki voltage yang berbeda, maka akan
terjadi perubahan pada besar amplitudonya. Semakin besar voltage-nya, semakin
besar pula amplitudonya.
1.6.2

Sinyal Informasi

Sinyal informasi adalah sinyal yang berisi informasi asli, dimana sinyal
tersebut akan ditransmisikan dengan ditumpangkan ke sinyal carrier dalam proses
modulasi. Sinyal informasi relatif memiliki frekuensi rendah. Hal tersebut
mengakibatkan sinyal informasi rentan terhadap noise. Sehingga sinyal informasi
harus ditumpangkan ke frekuensi yang tinggi (sinyal carrier) agar saat proses
transmisi sinyal informasi tidak mengalami gangguan. Melalui penumpangan
inilah, sinyal informasi dapat diterima oleh penerima dengan baik. Hasil
percobaan sinyal informasi terdapat pada gambar 1.30 berikut :

Gambar 1.30 AM Informasi 10kHz 200mV

Dari gambar 1.30 dapat dilihat bahwa sinyal tersebut memiliki frekuensi
yang kecil. Kecilnya frekuensi dapat dilihat dari renggangnya jarak antar
gelombang. Hal ini menunjukkan bahwa sinyal informasi memiliki besar
frekuensi yang jauh lebih kecil dari sinyal carrier. Semakin renggang jarak antar
gelombang, semakin kecil frekuensinya, begitu juga sebaliknya. Besar kecilnya
frekuensi mempengaruhi besar kecilnya amplitudo. Semakin besar frekuensinya,

semakin besar pula amplitudonya, begitu juga sebaliknya. Sehingga dapat


dianalisa bahwa besar frekuensi berbanding lurus dengan besar amplitudo.
1.6.3

Perbandingan Sinyal Informasi dan Sinyal Carrier


Secara sederhana, modulasi amplitudo diartikan sebagai teknik modulasi

dimana amplitudo sinyal carrier berubah-ubah sesuai perubahan amplitudo sinyal


informasi. Sinyal carrier merupakan sinyal pembawa yaitu membawa sinyal
informasi untuk ditransmisikan. Oleh karena itu, sinyal carrier pasti berfrekuensi
lebih tinggi daripada sinyal informasi.
Dari percobaan sinyal informasi dan sinyal carrier yang telah dilakukan,
terdapat beberapa hal yang bisa ditelaah. Sinyal informasi dengan frekuensi 10
kHz dan voltage 200 mV jika dibandingkan dengan sinyal carrier dengan
frekuensi 455 kHz dan voltage 200 mV, terdapat beberapa perbedaan.

Gambar 1.31 AM Perbandingan Sinyal Informasi dan Sinyal Carrier

Keterangan :
Channel A (berwarna merah)

: Sinyal carrier

Channel B (berwarna biru)

: Sinyal informasi

Dari gambar 1.31 terlihat bahwa dengan besar voltage yang sama, sinyal
informasi hanya berfrekuensi 10 kHz, sedangkan sinyal carrier mencapai 455

kHz. Jika demikian, maka sinyal termodulasi AM nantinya akan memiliki


gelombang yang sangat rapat sehingga hanya terlihat envelope-nya saja.
Perbedaan frekuensi tersebut membuat perbedaan lain dari segi tampilan
gelombang. Perbedaan lainnya yang dapat kita lihat yaitu kerapatan dari
gelombang tersebut. Dengan panjang gelombang yang sama, sinyal carrier
membentuk gelombang yang lebih rapat daripada sinyal informasi. Dampaknya,
sinyal carrier dapat membentuk gelombang lebih banyak dari pada sinyal
informasi. Seumpama dengan panjang gelombang X cm, sinyal carrier dapat
membentuk gelombang sekitar 7 gelombang, sedangkan sinyal informasi hanya
dapat membentuk 2 gelombang.
1.6.4

Sinyal Termodulasi X T
Sinyal termodulasi merupakan sinyal hasil modulasi yang mengandung

sinyal carrier dan amplitudo sinyal carrier-nya sudah menyesuaikan dengan


amplitudo sinyal informasi yang dimodulasi.
1. Sinyal AM Termodulasi X-T 10%
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh tampilan sinyal termodulasi
display X-T dengan indeks modulasi 10% yang dapat dilihat pada gambar 1.32.

Gambar 1.32 AM Termodulasi X-T 10%

Keterangan :
Channel A (berwarna merah)
Channel B (berwarna biru)

: Sinyal carrier
: Sinyal informasi

Pada gambar 1.32 dapat dilihat pengaruh indeks modulasi terhadap bentuk

sinyal termodulasi. Indeks modulasi 10% pada sinyal termodulasi berarti


perbandingan antara amplitudo sinyal modulasi dan sinyal carrier adalah 10%.
Dengan perbandingan antara sinyal modulasi dan sinyal carrier sebesar 10%
maka diperoleh tampilan seperti pada gambar 1.32. Sesuai dengan rentang indeks
modulasi yaitu 0 < m < 1, maka indeks modulasi 10% pada sinyal termodulasi
gambar 1.34 tidak menunjukkan adanya indikasi overmodulasi. Terlihat pula
bahwa amplitudo gelombang sangat kecil dan bentuk gelombang mendekati rata.
Untuk menghitung titik simpangan maksimum amplitudo (B) dan titik
minimum amplitudo (A) pada sinyal keluaran modulation depth display X-T
sebesar 10% dapat menggunakan persamaan 1.5.
%m=

B A
x 100
B+ A

.(1.5)

Pada gambar 1.32 menggunakan presentase 10%, sehingga persamaan


menjadi sebagai berikut.
10 =

BA
x 100
B+ A

10 B A
=
100 B+ A

1 B A
=
10 B+ A
B + A = 10B 10A
11A = 9B

Untuk mencari nilai amplitudo maksimum (B), kita asumsikan nilai


amplitudo minimum (A) = 9, sehingga persamaannya menjadi seperti berikut.
11A

= 9B

11 x 9 = 9B
99

= 9B

= 11

Jadi, dapat dianalisis jika nilai amplitudo minimum (A) diasumsikan sama
dengan 9, maka nilai amplitudo maksimum (B) yang didapat sama dengan 11,
pada indeks modulasi sebesar 10%.
2. Sinyal Termodulasi X-T 30%

Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh tampilan sinyal termodulasi


display X-T dengan indeks modulasi 30% yang dapat dilihat pada gambar 1.33.

Gambar 1.33 AM Termodulasi X-T 30%

Keterangan :
Channel A (berwarna merah)

: Sinyal carrier

Channel B (berwarna biru)

: Sinyal informasi

Pada gambar 1.33 dapat dilihat pengaruh indeks modulasi terhadap bentuk
sinyal termodulasi. Indeks modulasi 30% pada sinyal termodulasi berarti
perbandingan antara amplitudo sinyal modulasi dan sinyal carrier adalah 30%.
Dengan perbandingan antara sinyal modulasi dan sinyal carrier sebesar 30%
maka diperoleh tampilan seperti pada gambar 1.33. Sesuai dengan rentang indeks
modulasi yaitu 0 < m < 1, maka indeks modulasi 30% pada sinyal termodulasi
gambar 1.35 tidak menunjukkan adanya indikasi overmodulasi.
Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan dari sinyal termodulasi 10%
(gambar 1.32) dan sinyal termodulasi 30% (gambar 1.33). Indeks modulasi dapat
mempengaruhi bentuk sinyal termodulasi. Dengan indeks modulasi 10%, tampilan
gelombang memiliki amplitudo yang sangat kecil dan mendekati rata. Sinyal
dengan indeks modulasi 30% memiliki amplitudo lebih besar dan mulai terbentuk
gelombang sinusoidanya.

Untuk menghitung titik simpangan maksimum amplitudo (B) dan titik


minimum amplitudo (A) pada sinyal keluaran modulation depth display X-T
sebesar 10% dapat menggunakan persamaan 1.5.
%m=

B A
x 100
B+ A

.(1.5)

Pada gambar 1.33 menggunakan presentase 30%, sehingga persamaan


menjadi sebagai berikut.
30 =

BA
x 100
B+ A

30 B A
=
100 B+ A

3 B A
=
10 B+ A
3B + 3A = 10B 10A
13A = 7B

Untuk mencari nilai amplitudo maksimum (B), kita asumsikan nilai


amplitudo minimum (A) = 9, sehingga persamaannya menjadi seperti berikut.
13A

= 7B

13 x 9 = 7B
117

= 7B

= 16,7

Jadi, dapat dianalisis jika nilai amplitudo minimum (A) diasumsikan sama
dengan 9, maka nilai amplitudo maksimum (B) yang didapat sama dengan 16,7,
pada indeks modulasi sebesar 30%.

3. Sinyal Termodulasi X-T 70%


Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh tampilan sinyal termodulasi
display X-T dengan indeks modulasi 70% yang dapat dilihat pada gambar 1.34.

Gambar 1.34 AM Termodulasi X-T 70%

Keterangan :
Channel A (berwarna merah)

: Sinyal carrier

Channel B (berwarna biru)

: Sinyal informasi

Pada gambar 1.34 dapat dilihat pengaruh indeks modulasi terhadap bentuk
sinyal termodulasi. Indeks modulasi 70% pada sinyal termodulasi berarti
perbandingan antara amplitudo sinyal modulasi dan sinyal carrier adalah 70%.
Dengan perbandingan antara sinyal modulasi dan sinyal carrier sebesar 70%
maka diperoleh tampilan seperti pada gambar 1.34. Sesuai dengan rentang indeks
modulasi yaitu 0 < m < 1, maka indeks modulasi 70% pada sinyal termodulasi
gambar 1.36 tidak menunjukkan adanya indikasi overmodulasi.
Untuk menghitung titik simpangan maksimum amplitudo (B) dan titik
minimum amplitudo (A) pada sinyal keluaran modulation depth display X-T
sebesar 10% dapat menggunakan persamaan 1.5.
%m=

B A
x 100
B+ A

.(1.5)

Pada gambar 1.34 menggunakan presentase 70%, sehingga persamaan


menjadi sebagai berikut.

70 =

BA
x 100
B+ A

70 B A
=
100 B+ A

7 B A
=
10 B+ A
7B + 7A = 10B 10A
17A = 3B

Untuk mencari nilai amplitudo maksimum (B), kita asumsikan nilai


amplitudo minimum (A) = 9, sehingga persamaannya menjadi seperti berikut.
17A

= 3B

17 x 9 = 3B
153

= 3B

3B

= 153

= 51

Jadi, dapat dianalisis jika nilai amplitudo minimum (A) diasumsikan sama
dengan 9, maka nilai amplitudo maksimum (B) yang didapat sama dengan 51,
pada indeks modulasi sebesar 70%.
Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan dari sinyal termodulasi 10%
(gambar 1.32), sinyal termodulasi 30% (gambar 1.33) dan sinyal termodulasi 70%
(gambar 1.34). Indeks modulasi dapat mempengaruhi bentuk sinyal termodulasi.
Dengan indeks modulasi 10%, tampilan gelombang memiliki amplitudo yang
sangat kecil dan mendekati rata. Sinyal dengan indeks modulasi 30% memiliki
amplitudo lebih besar dan mulai terbentuk gelombang sinusoidanya. Sedangkan
pada indeks modulasi 70%, gelombang memiliki amplitudo yang besar dan sangat
terlihat dengan jelas bentuk gelombang sinusoidanya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin besar nilai indeks
modulasi, amplitudo maksimum sinyal termodulasi akan semakin besar.

1.6.5

Sinyal Termodulasi X Y

1. Sinyal Termodulasi X-Y 20%


Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh tampilan sinyal termodulasi
display X-Y dengan indeks modulasi 20% yang dapat dilihat pada gambar 1.35.

Gambar 1.35 AM Termodulasi X-Y 20%

Pada gambar 1.35 dapat dilihat pengaruh indeks modulasi terhadap bentuk
sinyal termodulasi. Indeks modulasi 20% pada sinyal termodulasi berarti
perbandingan antara amplitudo sinyal modulasi dan sinyal carrier adalah 20%.
Pengaruh indeks modulasi terhadap sinyal yang ditampilkan terlihat pada
frekuensi dan panjang gelombang sinyal. Dengan indeks modulasi 20%, tampilan
sinyal memiliki bentuk gelmbang yang sangat rapat dan panjang gelombang yang
sangat pendek. Selain itu, sekilas bentuk sinyal seperti bangun datar trapesium
yang dimiringkan. Sinyal ini tidak mengalami over modulasi karena nilai indeks
modulasi tidak melebihi 100%.
Untuk menghitung titik simpangan maksimum amplitudo (A) dan titik
minimum amplitudo (B) pada sinyal keluaran modulation depth display X-Y
sebesar 20%, menggunakan persamaan 1.6.
%m=

AB
x 100
A+ B

.(1.6)

Pada gambar 1.35 menggunakan presentase 10%, sehingga persamaan


menjadi sebagai berikut.
10 =

AB
x 100
A +B

10 AB
=
100 A+ B

1 AB
=
10 A+ B
A + B = 10A 10B
11B = 9A

Untuk mencari nilai amplitudo maksimum (A), kita asumsikan nilai


amplitudo minimum (B) = 5, sehingga persamaannya menjadi seperti berikut.
11B

= 9A

11 x 5 = 9A
55

= 9A

9A

= 55

= 6,1

Jadi, dapat dianalisis jika nilai amplitudo minimum (B) diasumsikan sama
dengan 5, maka nilai amplitudo maksimum (A) yang didapat sama dengan 6,1
pada indeks modulasi sebesar 10%.

2. Sinyal Termodulasi X-Y 50%


Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh tampilan sinyal termodulasi
display X-Y dengan indeks modulasi 50% yang dapat dilihat pada gambar 1.36.

Gambar 1.36 AM Termodulasi X-Y 50%

Indeks modulasi 50% pada sinyal termodulasi berarti perbandingan antara


amplitudo sinyal modulasi dan sinyal carrier adalah 50%. Pengaruh indeks
modulasi terhadap sinyal yang ditampilkan terlihat pada frekuensi dan panjang
gelombang sinyal. Pada sinyal dengan indeks modulasi 50%, memiliki bentuk
gelombang yang lebih renggang dan panjang gelombang yang lebih panjang
dibandingkan dengan indeks modulasi 20% sebelumnya. Bentuknya pun tidak
seperti trapesium di awal (indeks modulasi 20%). Sinyal ini tidak mengalami over
modulasi karena nilai indeks modulasi tidak melebihi 100%.
Untuk menghitung titik simpangan maksimum amplitudo (A) dan titik
minimum amplitudo (B) pada sinyal keluaran modulation depth display X-Y
sebesar 50%, menggunakan persamaan 1.6.
%m=

AB
x 100
A+ B

.(1.6)

Pada gambar 1.36 menggunakan presentase 50%, sehingga persamaan


menjadi sebagai berikut.

50 =

AB
x 100
A +B

50 AB
=
100 A+ B

5 AB
=
10 A+ B
5A + 5B = 10A 10B
15B = 5A

Untuk mencari nilai amplitudo maksimum (A), kita asumsikan nilai


amplitudo minimum (B) = 5, sehingga persamaannya menjadi seperti berikut.
15B

= 5A

15 x 5 = 5A
75

= 5A

5A

= 75

= 15

Jadi, dapat dianalisis jika nilai amplitudo minimum (B) diasumsikan sama
dengan 5, maka nilai amplitudo maksimum (A) yang didapat sama dengan 15
pada indeks modulasi sebesar 50%.

3. Sinyal Termodulasi X-Y 80%


Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh tampilan sinyal termodulasi
display X-Y dengan indeks modulasi 80% yang dapat dilihat pada gambar 1.37.

Gambar 1.37 AM Termodulasi X-Y 80%

Indeks modulasi 80% pada sinyal termodulasi berarti perbandingan antara


amplitudo sinyal modulasi dan sinyal carrier adalah 80%. Pengaruh indeks
modulasi terhadap sinyal yang ditampilkan terlihat pada frekuensi dan panjang
gelombang sinyal. Pada indeks modulasi 80%, tampilan sinyal memiliki frekuensi
paling renggang dan panjang gelombang terpanjang di antara ketiga indeks
modulasi percobaan. Bentuknya seperti bangun datar segitiga. Sinyal ini tidak
mengalami over modulasi karena nilai indeks modulasi tidak melebihi 100%.
Indeks modulasi maksimum yaitu 100%. Indeks modulasi 100% dikatakan
maksimum karena rentang indeks modulasi hanya 0% sampai 100%, sehingga
jika indeks modulasi melebihi 100% maka sinyal akan mengalami over modulasi.
Untuk menghitung titik simpangan maksimum amplitudo (A) dan titik
minimum amplitudo (B) pada sinyal keluaran modulation depth display X-Y
sebesar 80%, menggunakan persamaan 1.6.

%m=

AB
x 100
A+ B

.(1.6)

Pada gambar 1.37 menggunakan presentase 80%, sehingga persamaan


menjadi sebagai berikut.
80 =

AB
x 100
A+B

80 AB
=
100 A+ B

8 AB
=
10 A+ B

2A + 18B = 10A 10B


18B = 2A
Untuk mencari nilai amplitudo maksimum (A), kita asumsikan nilai
amplitudo minimum (B) = 5, sehingga persamaannya menjadi seperti berikut.
18B

= 2A

18 x 5 = 2A
90

= 2A

2A

= 90

= 45

Jadi, dapat dianalisis jika nilai amplitudo minimum (B) diasumsikan sama
dengan 5, maka nilai amplitudo maksimum (A) yang didapat sama dengan 45
pada indeks modulasi sebesar 80%.
Perbedaan bentuk sinyal karena pengaruh indeks modulasi sangat terlihat
pada indeks modulasi 20%, 50% dan 80%. Sehingga semakin besar perubahan
nilai indeks modulasi maka perubahan bentuk sinyal termodulasi akan semakin
jauh berbeda. Semakin besar indeks modulasi, maka nilai amplitude maksimum
akan semakin besar, frekuensi semakin renggang, gelombang semakin panjang,
serta bentuknya tidak lagi seperti trapesium melainkan mendekati bentuk bangun
datar segitiga.
1

1.6.6

Sinyal Demodulasi
Demodulasi merupakan kebalikan dari modulasi. Jika pada modulasi

sinyal informasi ditumpangkan ke sinyal carrier, pada demodulasi sinyal


informasi dipisahkan dari sinyal carrier dengan tujuan mendapatkan sinyal
aslinya. Nantinya sinyal informasi yang telah didemodulasi ini akan diterima oleh
penerima.
1. Sinyal Demodulasi 40%
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapat sinyal demodulasi
40% seperti gambar 1.38.

Gambar 1.38 Sinyal AM Demodulasi 40%

Keterangan :
Channel A (berwarna merah)

: Sinyal carrier

Channel B (berwarna biru)

: Sinyal informasi

Sinyal yang berwarna biru merupakan sinyal informasi dan sinyal yang
berwarna merah merupakan sinyal carrier. Frekuensi dari sinyal demodulasi 40%
ini tidak terlalu besar, hal tersebut dapat dilihat dari jarak antar gelombang yang
renggang. Semakin renggang jarak antar gelombang, maka semakin kecil
frekuensinya. Begitu juga sebaliknya, semakin rapat jarak antar gelombang, maka
semakin besar frekuensinya.

2. Sinyal Demodulasi 80%


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapat sinyal demodulasi
80% seperti gambar 1.39.

Gambar 1.39 Sinyal AM Demodulasi 80%

Keterangan :
Channel A (berwarna merah)

: Sinyal carrier

Channel B (berwarna biru)

: Sinyal informasi

Sinyal informasi (warna biru) pada AM demodulasi 80% memiliki


amplitudo yang lebih besar jika dibandingkan dengan amplitudo sinyal informasi
AM demodulasi 40%. Selain itu, frekuensi sinyal informasi AM demodulasi 80%
juga lebih besar dari frekuensi sinyal informasi AM demodulasi 40%. Hal tersebut
dapat dilihat dari kerapatan antar gelombang. Semakin rapat jarak antar
gelombang, maka semakin besar frekuensinya, begitu juga sebaliknya. Melalui
perbandingan ini pula dapat dianalisa bahwa indeks modulasi mempengaruhi
besar kecilnya frekuensi dan amplitudo. Dimana besar indeks modulasi
berbanding lurus dengan besar frekuensi dan amplitudo.

1.7

Simpulan
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa

kesimpulan antara lain sebagai berikut.


1. Modulasi amplitudo merupakan modulasi yang menggunakan parameter
amplitudo dalam melakukan proses modulasi, sementara frekuensi dan
fase

tetap.

Proses

modulasi

amplitudo

dilakukan

dengan

cara

menggabungkan sinyal informasi ke dalam sinyal carrier dimana bentuk


dari gelombang AM sesuai dengan amplitudo sinyal informasi.
2. Sinyal Carrier adalah sinyal yang ditumpangi oleh sinyal informasi agar
sinyal informasi dapat sampai ke tujuan walaupun dalam jarak jauh.
Dalam percobaan sinyal carrier ini digunakan frekuensi sebesar 455 kHz.
3. Sinyal Informasi adalah sinyal yang membawa informasi yang nantinya
akan ditumpangkan pada sinyal carrier sehingga dapat ditransmisikan.
Dalam percobaan sinyal carrier ini digunakan frekuensi sebesar 10 kHz.
4. Modulation Depth X-T adalah perbandingan antara amplitudo sinyal
transmisi dengan sinyal pembawa. Display X-T sendiri adalah cara untuk
menampilkan sinyal dengan parameter waktu atau waktu mempengaruhi
bentuk sinyal. Dari hasil percobaan Modulation Depth X-T dengan asumsi
A (amplitude minimum) adalah 9. Pada presentase amplitudo 10%
didapatkan B sebesar 11, pada presentase amplitudo 30% didapatkan B
sebesar 16,7, dan pada presentase amplitudo 70% didapatkan B sebesar 51.
Jadi jika presentase amplitudo semakin besar maka akan menghasilkan
amplitudo maksimum yang besar.
5. Modulation Depth X-Y adalah perbandingan antara amplitudo sinyal
transmisi dengan sinyal pembawa. Display X-Y sendiri adalah cara untuk
menampilkan sinyal dengan parameter panjang gelombangnya atau
panjang gelombang mempengaruhi bentuk sinyal. Dari hasil percobaan
Modulation Depth X-Y dengan asumsi B (amplitudo minimum) adalah 5.
Pada presentase amplitudo 20% didapatkan A sebesar 6,1. Pada presentase
amplitudo 50% didapatkan A sebesar 15, sedangkan pada presentase

amplitudo 80% didapatkan A sebesar 45. Jadi jika presentase amplitudo


semakin besar maka akan menghasilkan amplitudo maksimum yang besar.
6. Demodulasi adalah suatu teknik memisahkan sinyal informasi dari sinyal
carrier atau proses untuk memperoleh sinyal informasi dari sinyal
termodulasi. Dalam percobaan sinyal demodulasi ini digunakan presentase
amplitudo 40% dan 80%.
7. Pada sinyal carrier, besar nilai voltage berbanding lurus dengan
amplitudonya. Semakin besar voltage suatu sinyal carrier, semakin besar
pula amplitudonya. Begitu juga sebaliknya. Semakin kecil voltage suatu
sinyal carrier, semakin kecil pula amplitudonya. Pada percobaan diperoleh
dua bentuk sinyal carrier berfrekuensi 455 kHz, dengan besar voltase
masing masing 100 mV dan 200 mV.

Anda mungkin juga menyukai