Etika
Etika
Saat Nancy Andrews, warga Commack, New York, hamil setelah mengikuti program
vitro fertilization, pasangan suami istri ini sama sekali tidak menduga bahwa anak
yang dilahirkannya memiliki kulit dengan warna gelap yang sama sekali tidak ada
kaitannya dengan ciri fisik mereka. Dari test DNA yang kemudian dilakukan
diperkirakan telah terjadi kesalahan dimana para dokter di New York Medical
Services for Reproductive Medicine secara tidak sengaja menggunakan sperma dari
laki-laki lain yang bukan milik suaminya dan kemudian diensiminasi ke sel telur
Nancy. Pasangan ini tetap membesarkan sang bayi Jessica yang lahir pada tanggal
19 Oktober 2004 seperti layaknya darah dagingnya sendiri meski secara genetis
telah terjadi kesalahan. Meskipun demikian pasangan ini tetap memperkarakan
pemilik klinik tersebut atas kejadian yang tergolong malpraktik ini ke pengadilan.
Nggak kebayang, ikut program bayi tabung, terus ternyata (misalnya) anak yang
lahir kulitnya item, rambutnya keriting, padahal babe sama emaknya gak ada yang
kulitnya item, apalagi keriting. Gimana tuh perasaanya? Hehe...
Satu lagi kesalahan fatal di meja operasi, ketika para ahli bedah keliru membuang
testikel sebelah kanan yang masih sehat dari seorang veteran Angkatan Udara AS
Benjamin Houghton (47 tahun). Pasien ini mengeluh sakit dan pengecilan testikel
sebelah kirinya. Lalu para dokter memutuskan untuk menjadualkan operasi
pembedahan untuk membuang testikel yang bermasalah tersebut karena khawatir
akan timbulnya kanker. Kesalahan-kesalahan terjadi sejak dari proses formulir
perijinan hingga kegagalan personil medis untuk menentukan sisi pembedahan
sebelum prosedur operasi dilaksanakan. Kesalahan yang terjadi di West Los Angeles
VA Medical Center ini membawa pada tuntutan hukum atas rumah sakit yang
diajukan oleh Houghton dan istrinya. Beuh, masih untung cuma testikel, gimana
Joan Morris (nama samaran), seorang nenek berusia 67 tahun, diminta bantuannya
dalam suatu pembelajaran di rumah sakit untuk cerebral angiography (ilmu
mengenai darah pada otak). Sehari setelahnya, secara tidak sengaja dia "terpaksa"
dijadikan objek studi mengenai invasive cardiac electrophysiology.
Setelah sesi angiography, pasien ini dipindahkan ke ruangan yang lain yang bukan
merupakan ruangan asalnya. Kesalahan yang "direncanakan" terjadi keesokan
harinya saat paginya pasien ini dibawa untuk suatu prosedur jantung terbuka. Dia
berada di atas meja operasi yang mestinya bukan untuk dia selama satu jam. Para
dokter membuat irisan pada pangkal pahanya, menusuk sebuah arterinya,
menyambungnya ke sebuah pipa pembuluh lalu ke atas ke jantungnya (suatu
prosedur yang mengakibatkan resiko tinggi terjadinya pendarahan, infeksi,
serangan jantung, dan stroke). Kemudian tiba-tiba telepon berdering, dan seorang
dokter dari bagian lain bertanya "Apa yang kalian lakukan dengann pasienku?"
Tidak ada yang salah dengan jantungnya. Kardiologis yang melakukan prosedur itu
mencek data wanita itu dan baru menyadari kesalahan fatal telah terjadi. Studi itu
langsung distop, setelah rekondisi wanita malang itu akhirnya dikembalikan ke
kamar asalnya, beruntungya, dalam kondisi yang masih stabil.
Untuk ketiga kalinya dalam tahun yang sama, dokter-dokter di Rhode Island
Hospital melakukan operasi pada sisi kepala yang salah pada pasien-pasiennya.
Yang terakhir terjadi pada tanggal 23 November 2007. Seorang nenek berusia 82
tahun membutuhkan operasi untuk menghentikan pendarahan di antara otaknya
dan tengkorak kepalanya. Seorang ahli bedah syaraf di rumah sakit itu mulai
melakukan pembedahan dengan membuat lubang pada bagian sisi kanan kepala
pasien, meski sebenarnya hasil CT scan memperlihatkan bahwa pendarahan terjadi
pada bagian sisi kiri, menurut laporan media lokal. Beruntung dokter bedah ini
segera menyadari kesalahannya dan segera menutup kembali lubang operasi yang
salah dan melakukannya kembali pada sisi kiri kepala pasien. Kondisi pasien
dilaporkan stabil pada hari Minggunya.
Kasus yang sama disebut-sebut juga terjadi pada bulan Februari, dimana seorang
dokter yang lain juga melakukan operasi pada sisi kepala yang salah. Dan pada
Agustus, lagi-lagi seorang kakek berusia 86 thaun menjadi korbannya, setelah
nyawanya tidak terselamatkan akibat operasi pada kepalanya, tapi pada sisi yang
salah dari kepalanya.
Di St. Louis Park, Minnesota, seorang pasien dirujuk ke Park Nicollet Methodist
Hospital untuk dibuang salah satu ginjalnya yang rusak akibat tumor yang diduga
merupakan sel-sel kanker. Tapi yang terjadi kemudian, justru yang dibuang adalah
ginjal yang sehat!
"Hal ini baru disadari keesokan harinya setelah operasi, saat patologis yang meneliti
sampel ginjal tersebut tidak menemukan kerusakan apapun padanya." ujar Samuel
Carlson, M.D. dan pejabat di Park Nicollet. Ginjal yang diduga potensial diserang
kanker justru masih tertinggal di tempatnya dan masih berfungsi. Demi privasi dan
permintaan keluarga, tidak ada detil laporan mengenai pasien ini yang
dipublikasikan.
mati rasa pasien hingga 16 menit setelah irisan pertama di perutnya. Anggota
keluarga pasien tersebut mengatakan hal itu membuat trauma berat karena sadar
saat sedang dioperasi tapi sama sekali tidak bisa bergerak atau
mengkomunikasikannya dengan dokter yang akhirnya mendorongnya melakukan
bunuh diri.
Kelalaian (Negligence)
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti malpraktik, artinya
bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian. Kelalaian adalah segala tindakan yang
dilakukan dan dapat melanggar standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain
(Sampurno, 2005).
Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan sesuatu yang seharusnya
dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994).Dapat
disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan
keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah
ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat
pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Jenis-jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:
a.
Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum atau tidak tepat/layak,
Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi dilaksanakan
dengan tidak tepat, misal: melakukan tindakan keperawatan dengan menyalahi prosedur
c.
kewajibannya, misal: pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan.
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan dianggap
lalai, bila memenuhi 4 unsur, yaitu:
1.
Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak
melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.
2.
3.
Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian
4.
Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus
terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang
setidaknya menurunkan Proximate cause
Undang undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan pasal 32
3.
4.
Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat dan direvisi dengan
Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja kepada
pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, individu perawat pelaku kelalaian dan
terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti
rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian merupakan bentuk dari
pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat pelanggaran autonomy, justice,
nonmalefence, dan lainnya (Kozier, 1991) dan penyelesainnya dengan menggunakan dilema etik.
Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan
profesi dan juga institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi
kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361 KUHP).
A.
Malpraktek
Pengertian Malpraktek
Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi karena tindakan yang disengaja
(intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu
melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya motif (guilty mind)
sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.
a.
Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan
b. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya.
(negligence)
c.
Duty Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban
menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya. Contoh
pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar
keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c.
Injury Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage) yang dapat dituntut
secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran. Kelalalian nyeri,
adanya penderitaan atau stres emosi dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait
dengan cedera fisik.
d.
cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara langsung berhubungan. dengan
pelanggaran kewajiban perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari keempat
elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi
malpraktik dan perawat berada pada tuntutan malpraktik.
Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan: Caffee (1991) dalam Vestal,
K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko melakukan
kesalahan, yaitu:
a. Assessment errors (pengkajian keperawatan), termasuk kegagalan mengumpulkan data atau
informasi tentang pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang
diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien
yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada
ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau
ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat
mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan mendasar.
b.
Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program
pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang
hukum yang dilanggar, yaitu :
a.
Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan
tersebut memenuhi rumusan delik pidana,yaitu :
1. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.
2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional)
misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332
KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi
medis pasal 299 KUHP). Kecerobohan (reklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa
persetujuan pasien informed consent. Atau kealpaan (negligence) misalnya kurang hati-hati
mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat
melakukan operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah
bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau
kepada badan yang memberikan sarana pelayanan jasa tempatnya bernaung.
b.
Civil malpractice
Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan
kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).
Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain :
1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula
dialihkan pihak lain berdasarkan principle ofvicarius liability. Dengan prinsip ini maka badan
yang menyediakan sarana jasa dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya selama orang tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
c.
Administrative malpractice
Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala orang tersebut telah
melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power,
pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan,
misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin
Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan
tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar
hukum administrasi.
3.
Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang perawatan. Perawat tidak
membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan keamanan pasien dengan
memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi, pasien kemudian terjatuh dari
tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami patah tulang tungkai.
Dari kasus diatas, perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan dalam kode
etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia dalam Musyawarah
Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1989 khususnya pada Bab I, pasal 1, yang
menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan masyarakat).dimana
perawat tersebut tidak melaksanakan tanggung jawabnya terhadap klien dengan tidak membuat
rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan kemanan pasien dengan tidak
memasang penghalang tempat tidur.
Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya Mengutamakan
perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta matang dalam
mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab yang
ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak mengutamakan keselamatan kliennya
sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat tidur dan mengalami patah tungkai.
Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam hal
memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan.
Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan kerugian seperti
patah tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan sebagai malpraktek yang termasuk ke dalam
criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat hukum antara lain :
1.
Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau
luka-luka berat. Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati: Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
2.
Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat: Ayat (1) Barang siapa karena
kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Ayat (2) Barang siapa karena
kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit
atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
3.
Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya:
dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan
pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih
berat pula. Pasal 361 KUHP menyatakan: Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini
dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana ditambah dengan
pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana
dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya diumumkan. Pertanggung
jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh
sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :
(1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melak-sanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat
(1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
Kesimpulan
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti malpraktik, artinya
bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian. Dapat dikatakan bahwa kelalaian
adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak
dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan.
Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat
ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien
atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Kelalaian merupakan bentuk pelanggaran yang dapat dikategorikan dalam pelanggaran etik dan
juga dapat digolongan dalam pelanggaran hukum, yang jelas harus dilihat dahulu proses
terjadinya kelalaian tersebut bukan pada hasil akhir kenapa timbulnya kelalaian. Harus dilakukan
penilaian terlebih dahulu atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh
tenaga keperawatan dengan standar yang berlaku.
Sebagai bentuk tanggung jawab dalam praktek keperawatan maka perawat sebelum melakukan
praktek keperawatan harus mempunyai kompetensi baik keilmuan dan ketrampilan yang telah
diatur dalam profesi keperawatan, dan legalitas perawat Indonesia dalam melakukan praktek
keperawatan telah diatur oleh perundang-undangan tentang registrasi dan praktek keperawatan
disamping mengikuti beberapa peraturan perundangan yang berlaku.
Penyelesaian kasus kelalaian harus dilihat sebagai suatu kasus profesional bukan sebagai kasus
kriminal, berbeda dengan perbuatan/kegiatan yang sengaja melakukan kelalaian sehingga
menyebabkan orang lain menjadi cedera dll. Disini perawat dituntut untuk lebih hati-hati, cermat
dan tidak cerobah dalam melakukan praktek keperawatannya. Sehingga pasien terhindar dari
kelalaian.
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti malpraktik, artinya
bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian. Kelalaian adalah segala tindakan yang
dilakukan dan dapat melanggar standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain
(Sampurno, 2005).
Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan sesuatu yang seharusnya
dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994).Dapat
disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan
keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah
ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat
pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Jenis-jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:
a.
Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum atau tidak tepat/layak,
Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi dilaksanakan
dengan tidak tepat, misal: melakukan tindakan keperawatan dengan menyalahi prosedur
c.
kewajibannya, misal: pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan.
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan dianggap
lalai, bila memenuhi 4 unsur, yaitu:
1.
Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak
melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.
2.
3.
Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian
Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus
terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang
setidaknya menurunkan Proximate cause
Undang undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan pasal 32
3.
4.
Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat dan direvisi dengan
keperawatan yang diberikan dengan standar keperawatan (Craven & Hirnle, 2000).
Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian dalam keperawatan
diantaranya yaitu : a. Kesalahan pemberian obat, b. Mengabaikan keluhan pasien, c. Kesalahan
mengidentifikasi masalah klien, d. Kelalaian di ruang operasi, e. Timbulnya kasus decubitus
selama dalam perawatan, f. Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan pasien: contoh yang
sering ditemukan adalah kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya dapat dicegah jika perawat
memperhatikan keamanan tempat tidur pasien. Beberapa rumah sakit memiliki aturan tertentu
mengenai penggunaan alat-alat untuk mencegah hal ini.
Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja kepada
pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, individu perawat pelaku kelalaian dan
terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti
rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian merupakan bentuk dari
pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat pelanggaran autonomy, justice,
nonmalefence, dan lainnya (Kozier, 1991) dan penyelesainnya dengan menggunakan dilema etik.
Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan
profesi dan juga institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi
kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361 KUHP).
A.
Malpraktek
Pengertian Malpraktek
Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi karena tindakan yang disengaja
(intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu
kekurang-mahiran/ketidakkompetenan yang tidak beralasan (Sampurno, 2005). Malpraktek dapat
dilakukan oleh profesi apa saja, tidak hanya dokter, perawat. Profesional perbankan dan akutansi
adalah beberapa profesi yang dapat melakukan malpraktek.
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis.
Secara harfiah mal mempunyai arti salah sedangkan praktek mempunyai arti pelaksanaan
atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti
harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya
tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter atau
perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan
merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut
ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya
perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan
dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan
prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam arti harus menceritakan secara jelas tentang
pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa
lainnya yang diberikan.
Malpraktik sangat spesifik dan terkait dengan status profesional dan pemberi pelayanan dan
standar pelayanan profesional. Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya,
dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi
seseorang yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan (Vestal, K.W, 1995). Malpraktik
lebih luas daripada negligence karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik pun
mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal malpractice) dan
melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya motif (guilty mind)
sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.
a.
Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan
b. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya.
(negligence)
c.
Duty Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban
menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya. Contoh
pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar
keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c.
Injury Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage) yang dapat dituntut
secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran. Kelalalian nyeri,
adanya penderitaan atau stres emosi dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait
dengan cedera fisik.
d.
cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara langsung berhubungan. dengan
pelanggaran kewajiban perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari keempat
elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi
malpraktik dan perawat berada pada tuntutan malpraktik.
Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan: Caffee (1991) dalam Vestal,
K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko melakukan
kesalahan, yaitu:
a. Assessment errors (pengkajian keperawatan), termasuk kegagalan mengumpulkan data atau
informasi tentang pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang
diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien
yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada
ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau
ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat
mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan mendasar.
b.
Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program
pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang
hukum yang dilanggar, yaitu :
a.
Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan
tersebut memenuhi rumusan delik pidana,yaitu :
1. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.
2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional)
misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332
KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi
medis pasal 299 KUHP). Kecerobohan (reklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa
persetujuan pasien informed consent. Atau kealpaan (negligence) misalnya kurang hati-hati
mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat
melakukan operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah
bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau
kepada badan yang memberikan sarana pelayanan jasa tempatnya bernaung.
b.
Civil malpractice
Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan
kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).
Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain :
1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula
dialihkan pihak lain berdasarkan principle ofvicarius liability. Dengan prinsip ini maka badan
yang menyediakan sarana jasa dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya selama orang tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
c.
Administrative malpractice
Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala orang tersebut telah
melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power,
pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan,
misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin
Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan
tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar
hukum administrasi.
3.
Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang perawatan. Perawat tidak
membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan keamanan pasien dengan
memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi, pasien kemudian terjatuh dari
tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami patah tulang tungkai.
Dari kasus diatas, perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan dalam kode
etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia dalam Musyawarah
Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1989 khususnya pada Bab I, pasal 1, yang
menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan masyarakat).dimana
perawat tersebut tidak melaksanakan tanggung jawabnya terhadap klien dengan tidak membuat
rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan kemanan pasien dengan tidak
memasang penghalang tempat tidur.
Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya Mengutamakan
perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta matang dalam
mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab yang
ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak mengutamakan keselamatan kliennya
sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat tidur dan mengalami patah tungkai.
Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam hal
memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan.
Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan kerugian seperti
patah tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan sebagai malpraktek yang termasuk ke dalam
criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat hukum antara lain :
1.
Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau
luka-luka berat. Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati: Barangsiapa
karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling
Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat: Ayat (1) Barang siapa karena
kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Ayat (2) Barang siapa karena
kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit
atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
3.
Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya:
dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan
pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih
berat pula. Pasal 361 KUHP menyatakan: Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini
dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana ditambah dengan
pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana
dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya diumumkan. Pertanggung
jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh
sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :
(1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melak-sanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat
(1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
Kesimpulan
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti malpraktik, artinya
bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian. Dapat dikatakan bahwa kelalaian
adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak
dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan.
Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat
ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan dalam merawat pasien
atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Kelalaian merupakan bentuk pelanggaran yang dapat dikategorikan dalam pelanggaran etik dan
juga dapat digolongan dalam pelanggaran hukum, yang jelas harus dilihat dahulu proses
terjadinya kelalaian tersebut bukan pada hasil akhir kenapa timbulnya kelalaian. Harus dilakukan
penilaian terlebih dahulu atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh
tenaga keperawatan dengan standar yang berlaku.
Sebagai bentuk tanggung jawab dalam praktek keperawatan maka perawat sebelum melakukan
praktek keperawatan harus mempunyai kompetensi baik keilmuan dan ketrampilan yang telah
diatur dalam profesi keperawatan, dan legalitas perawat Indonesia dalam melakukan praktek
keperawatan telah diatur oleh perundang-undangan tentang registrasi dan praktek keperawatan
disamping mengikuti beberapa peraturan perundangan yang berlaku.
Penyelesaian kasus kelalaian harus dilihat sebagai suatu kasus profesional bukan sebagai kasus
kriminal, berbeda dengan perbuatan/kegiatan yang sengaja melakukan kelalaian sehingga
menyebabkan orang lain menjadi cedera dll. Disini perawat dituntut untuk lebih hati-hati, cermat
dan tidak cerobah dalam melakukan praktek keperawatannya. Sehingga pasien terhindar dari
kelalaian.
Seorang bayi berumur 15 hari meninggal dunia dalam perawatan medis di Balai Layanan Umum
Rumah Sakit Umum Daerah (BLU-RSUD) dr Fauziah Bireuen, Jumat (5/9) pagi. Kasus itu
diduga akibat kelalaian perawat yang sebelumnya sempat diminta melanjutkan arahan dokter
dari UGD untuk segera dikonsultasikan ke dokter spesialis anak.
Informasi yang diperoleh Analisa di rumah sakit itu menyebutkan, bayi berusia 15 hari yang
diberi nama Fadila Albayhaki merupakan bayi pasangan warga Gampong Raya Tambo,
Peusangan, diterima petugas UGD pada Kamis (4/9) malam pukul 20.10 WIB dengan keluhan
sesak nafas.
Sang bayi selanjutnya ditangani dr M Adi yang kala itu bertugas sebagai dokter piket UGD.
Penanganan pun dilaporkan sesuai prosedur perawatan yang telah ditetapkan, selanjutnya pasien
mungil itu dirujuk ke ruang Perinatologi dan ICU untuk ditangani lebih intensif.
Bayi itu diberikan oksigen, suntikan dan dimasukkan ke dalam inkubator. Pada berkas rujukan
telah saya tulis kalau pasien harus segera dikonsultasi dengan dokter spesialis anak, tetapi saya
tak paham mengapa tidak dilaporkan kepada dokter ahli. Saya telah lakukan upaya sesuai
wewenang saya, jelas M Adi.
Kepala Ruang Perinatologi dan ICU, Nurhayati mengatakan, dokter spesialis anak tidak ada yang
bertugas pada malam hari, tetapi jika ada keperluan mendesak maka para dokter ahli anak mana
pun bisa dihubungi melalui telepon. Sedangkan kala itu seluruh ruangan di bawah pengawasan
dokter piket UGD.
Bayi Fadila itu telah ditangani dokter piket di UGD, jadi tidak perlu lagi ditangani dokter
spesialis anak. Kami telah berupaya secara maksimal, tetapi takdir berkata lain. Saya tidak
menghubungi dokter ahli, itu pun sesuai arahan dokter piket UGD, jelas Nurhayati yang
berseberangan dengan pernyataan dr M Adi.
Mengakui
Secara terpisah, Direktur BLU-RSUD dr Fauziah, dr Tjut Darmawati Sp.A yang ditemui kemarin
mengakui, kasus kematian bayi Fadila Albayhaki karena unsur kelalaian oleh perawat di ruang
Perinatologi dan ICU, yakni tidak melaporkan kondisi pasien yang segera harus dikonsultasi
dengan dokter ahli.
Saya sendiri baru tahu pasien bayi itu meninggal tadi pagi. Menurut perawat memang tidak
sempat ditangani dokter ahli. Dan ini saya nilai memang sebab human error, tapi biasalah
manusia ada kesilapan sekali-kali, kata dr Tjut Darmawati Sp.A didampingi dr M.Adi serta dua
perawat Perinatologi dan ICU.
Dijelaskan, seharusnya pasien pada kondisi kritis wajib segera dikonsultasi kepada dokter
spesialis, akan tetapi hal itu tidak dilakukan oleh perawat. Itu adalah sebuah bentuk pelanggaran
yang mengakibatkan pasien meninggal dunia.
Terkait kasus tersebut, Tjut Dharmawati mengaku telah memperingatkan seluruh perawat dan
dokter agar hal serupa tidak terulang lagi. Begitu pun, dia meminta agar kejadian itu lebih dilihat
kepada unsur takdir.[
http://health.liputan6.com/read/755977/kronologi-penangkapan-dr-hendry-simanjuntak
http://samanui.wordpress.com/2008/09/07/bayi-meninggal-diduga-akibat-kelalaian-perawat/
http://www.metrotvnews.com/metronews/video/2013/04/12/6/175296/Kasus-Malpraktik-di-IndonesiaMening
http://www.liputan6.com/tag/kasus-malpraktik
http://vallestaslulu.blogspot.com/2011/01/kasus-kasusmalpraktek-keperawatan.html
http://nurhasan-unija.blogspot.com/2012/12/malpraktik-perawat-di-desaambunten.html