bahasa yang khas. Puisi sebagai sosok pribadi penyair atau ekspresi personal berarti puisi
merupakan luapan perasaan atau sebagai produk imajinasi penyair yang beroperasi pada
persepsi-persepsinya. Bahasa dalam puisi sebagai sosok pribadi penyair lebih difungsikan
untuk menggambarkan, membentuk dan mengekspresikan gagasan, perasaan, pandangan dan
sikap penyairnya.Dapat disimpulkan secara singkat bahwa puisi adalah karya seni yang
memiliki fungsi estetik yang dominan.
Dalam penyampaian ide, sastrawan tidak bisa dipisahkan dari latar belakang dan
lingkungannya. Abrams (1976:6) mengemukakan dalam komunikasi antara sastrawan dan
pembaca tidak akan terlepas dari empat situasi sastra, yaitu : karya satra, sastrawan, semesta,
dan pembaca.
Puisi tentunya berhubungan dengan kehidupan kebatinan dan kejiwaan manusia.
Jatman (1985:165) berpendapat bahwa karya sastra dan psikologi memang memiliki
pertautan yang erat, secara tak langsung dan fungsional. Pertautan tak langsung karena, baik
sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama yaitu kehidupan manusia. Psikologi dan
sastra memiliki hubungan fungsional karena, sama-sama untuk mempelajari keadaan
kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra
bersifat imajinatif.
Rene Wallek dan Austin Warren (2008:61) menunjukkan empat model pendekatan
psikologis, yang dikaitkan dengan pengarang, proses kreatif, karya sastra, dan pembaca.
Meskipun demikian, pendekatan psikologis pada dasarnya berhubungan dengan tiga gejala
utama, yakni: pengarang, karya sastra, dan pembaca.
Bukti nyata bahwa adanya hubungan karya sastra dengan psikologi yaitu beberapa
puisi dalam antalogi Akar Tubuh, yaitu :
Kata replika jiwa
Tak berasa saat diisi dusta
Perih saat merangkai luka
Merekah saat ceria
Membakar saat bergelora
dengan Terpercik binar kristal air kesucian yang menjelaskan bahwa ia menangis ketika
merasa sepi karena teringat akan dosanya yang diperjelas oleh hati yang membeku dalam
dosa.
Aku terdiam
ketika begitu banyak mata
menatap ke arahku berjam-jam
Pada bait pertama ketika begitu banyak mata - menatap ke arahku berjam-jam penyair
mencoba untuk menimbulkan citraan penglihatan karena terdapat daya saran penglihatan
pada larik kedua dan ketiga tersebut. Sedangkan pada bait ketiga baris pertama yaitu
Kurasakan lidahku jatuh ke tanah penyair mencoba menghidupkan gambaran dengan
menjelaskan sesuatu seakan-akan bergerak.
Televisi oh televisi
Hati bisa keram, hanya karena melotot berjam-jam
Lalu isi kepala muncrat tak beraturan
Diselingi bunyi-bunyi seram dan suasana mencekam
Kemudian kurajut kembali isi kepalaku satu persatu
Pengalaman manis pahitnya hidup digambarkan oleh penyair atas makna puisi yang berjudul
Tentang Hati. Hal ini terlihat pada bait kedua hati kami juga seperti lidah melumat pahit
dan manis. Dalam puisi ini penyair seolah-olah mengetahui bahwa hati berbicara. Citraan
gerak terlihat di bait pertama dan kedua pada kalimat melangkah pada detak detik, mengalir
dari langit yang membuat imajinasi pembaca hidup karena seolah-olah merasakan
pergerakannya.