Anda di halaman 1dari 12

II.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Ikan
Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup
di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang
paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27.000 di seluruh dunia
(Fitri,2012).
Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan
kekerabatannya masih diperdebatkan, menurut Fitri (2012) biasanya ikan dibagi
menjadi :

Ikan tanpa rahang (kelas Agnatha 75 spesies termasuk lamprey dan ikan

hag)
Ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes 800 spesies termasuk hiu dan

pari), dan sisanya tergolong


Ikan bertulang kera (kelas Osteichthyes)
Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan

mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, di samping itu
nilai biologisnya mencapai 90%, dengan jaringan pengikat sedikit sehingga
mudah dicerna. Hal paling penting adalah harganya jauh lebih murah
dibandingkan dengan sumber protein lain. Ikan juga dapat digunakan sebagai
bahan obat obatan, pakan ternak, dan lainnya. Kandungan kimia, ukuran, dan
nilai gizinya tergantung pada jenis, umur kelamin, tingkat kematangan, dan
kondisi tempat hidupnya (Rabiatul, 2008).
2.2 Ikan Teleostoi
Teleostei merupakan kelompok ikan yang paling dominan pada zaman
sekarang ini dan tersebar luas diseluruh perairan bumi.Ikan teleostei terdiri dari
banyak ordo antara lain Clupeiformes, Cypriniformes, Pleuronectiformes,
Anguilliformes, Perciformes dan masih banyak lagi (Kottelat et al, 1993).
Ikan Teleostei merupakan ikan tulang keras tingkat tinggi dari kelas
Osteichthyes (Sukiya, 2003). Ikan ini memiliki skeleton yang telah terosifikasi.
Sisiknya tersusun dari ganoin dan memiliki tipe sisik sikloid atau stenoid.
Teleostei merupakan salah satu superordo dari kelas Osteichthyes. Menurut

Brotowidjoyo (1994) kelompok ikan ini memiliki mulut berahang, skeleton


bertulang sejati. Kondrokranium (kranium tulang rawan) dilengkapi oleh tulang
dermal untuk membentuk tengkorak majemuk. Sisik tipe ganoid, sikloid atau
stenoid yang semuanya berasal dari mesodermal, atau tidak bersisik.
Romimohtarto (2001) menambahkan bahwa kelompok ikan ini memiliki satu
celah insang di kedua sisi kepala, mulutnya di bagian depan tubuh, sirip ekor yang
panjangnya hampir sama atas dan bawah. Selain itu mempunyai siripyang
berpasangan serta mempunyai satu pasang lubang hidung (Soemadji, 1995).
Pada spesies tertentu ada yang mempunyai berbel, bentuk rahang bawah
memanjang dan ada juga yang memiliki sifat-sifat tertentu misalnya pada family
Anguillidae (ikan sidat) di mana pada waktu dewasa lebih banyak hidup di air
tawar tetapi akan kembali lagi ke laut untuk memijah, sebaliknya untuk family
Chanidae (ikan bandeng) hidup sepanjang tahun di laut tetapi akan memasuki
pantai dan muara sungai untuk memijah. Ikan Teleostei ada juga yang
menampakkan ciri-ciri tertentu, misalnya hanya memiliki mata yang terletak di
samping kiri badan seperti pada ikan lidah, ada juga yang letak matanya hanya di
samping kiri atau kanan badan saja seperti pada ikan sebelah dan ada ikan yang
dagingnya beracun dan kulitnya berduri-duri misalnya pada jenis ikan buntal.
Kehidupan ikan Teleostei bervariasi, ada yang hidup secara berkelompok di laut
dangkal dan hangat, di permukaan, bahkan ada yang hidup di sungai-sungai yang
bermuara ke laut serta ada yang hidup soliter (menyendiri). Adapun jenis
makanannya yaitu ada yang makan tumbuh-tumbuhan air seperti alga, ganggang
dan lainnya, memakan binatang-binatang kecil seperti ikan-ikan kecil dan
plankton, jenis-jenis kerang dan hewan invertebrata lainnya (Kottelat et al, 1993).
2.3 Ikan elasmobranchi
Elasmobranchii merupakan kelompok yang terdiri dari ikan hiu dan pari,
kelompok ini mempunyai tingkat keanekaragaman yang tinggi serta dapat
ditemukan di berbagai kondisi lingkungan, mulai dari perairan tawar hingga
palung laut terdalam dan dari daerah laut beriklim dingin sampai daerah tropis
yang hangat (Compagno, 2001).
Pada Elasmobranchii tidak ditemukan paru-paru dan kantong udara namun
mempunyai liver pengapung, yang mengisi sebagian besar rongga badan

internal.Saluran intestin spiral yang seperti lembaran-lembaran kertas gulung yang


panjang juga ditemukan pada rongga tubuh Elasmobranchii sebagai salah satu
organ pencernaan (Ferno, 1994).
Kelompok Elasmobranchii melakukan reproduksi seksual, yaitu persatuan
sel telur dari ikan betina dan spermatozoa dari ikan jantan terjadi di dalam tubuh
(fertilisasi internal), namun ada pula yang pembuahannya terjadi di luar tubuh
(fertilisasi eksternal). Ikan Elasmobranchii umumnya melakukan fertilisasi
internal. Elasmobranchii memiliki strategi reproduktif dengan memproduksi telurtelur yang berukuran besar dalam jumlah sedikit. Telur yang berisi embrio
kemudian berkembang menjadi juvenile, tersimpan, terlindungi, dan di asuh
dalam jangka waktu tertentu di dalam tubuh induk betina. Induk betina
mempunyai struktur khusus di bagian akhir anterior oviduk, yaitu kelenjar
nidimental yang berfungsi untuk mengeluarkan cangkang berprotein dari telur
yang telah dibuahi (Compagno, 1999).
Elasmobranchii mempunyai beberapa spesialisasi dalam reproduksi, yaitu
aplasental vivipari (ovovivipar), plasental vivipar dan ovipar. Pada spesies yang
ovipar, telur yang berukuran besar akan terbungkus oleh suatu lapisan tempat telur
yang memiliki celah untuk pertukaran air laut dan protuberances (berbentuk
seperti akar) yang akan terselip pada substrat sehingga telur tersebut menempel
pada saat telur diletakkan di lingkungan tempat embrio akan mengalami
pertumbuhan di luar tubuh induknya. Suatu bentuk evolusi yang terjadi pada
reproduksi Elasmobranchii adalah penyimpanan telur yang telah dibuahi di dalam
saluran reproduksi dalam jangka waktu yang panjang. Sebagian besar spesies
menyimpan anak yang sedang beranjak dewasa di dalam oviduk sampai akhirnya
keluar dari tubuh induk dan mampu hidup mandiri, pola reproduksi seperti itu
disebut ovovivipar. Perbedaan antara ovipar dan ovovivipar terletak pada
tereduksinya produksi kelenjar cangkang nidimental dan berkembangnya
pembuluh-pembuluh darah di dalam oviduk betina serta kantung kuning telur
embrio (Compagno, 1999).
2.4 Ikan Konsumsi

Ikan konsumsi adalah jenis-jenis ikan yang lazim dikonsumsi sebagai


pangan oleh manusia. Ikan konsumsi dapat dikelompokkan berdasarkan habitat
hidup jenis-jenis ikan yaitu dari laut dan dari perairan di darat. Ikan konsumsi juga
dapat dikelompokkan berdasarkan upaya memperoleh ikan tersebut seperti
penangkapan langsung dari alam dan hasil pembudidayaan (Khomsan, 2004).
Pada umumnya jenis-jenis ikan konsumsi dari laut dilakukan dengan
penangkapan langsung di laut, sementara hanya sedikit jenis ikan laut yang
dilakukan dengan upaya pembudidayaan. Jenis-jenis Ikan Konsumsi diperoleh
dari penangkapan di laut dilakukan oleh nelayan dari mulai nelayan kecil yang
mengandalkan jala lempar sampai kepada nelayan besar yang menggunakan
peralatan modern (Khomsan, 2004).
Ikan Konsumsi dari perairan di darat biasanya disebut juga sebagai Ikan
Air Tawar. Ikan Air Tawas sebagai ikan konsumsi diperoleh dengan menangkap
dari alam atau ikan yang dibudidayakan (Khomsan, 2004).
2.5 Lokasi Pengamatan Ikan
Pasar Ikan Rejomulyo atau Pasar Kobong merupakan pasar ikan segar
terbesar di Semarang, bahkan Jawa Tengah. Pasar kobong adalah tempat bongkar
muat hasil tangkapan laut di daerah Semarang. Pasar adalah pusat grosir ikan
terbesar, terdapat banayk jenis ikan-ikan konsumsi yang berasal dari nelayannelayan sekitar daerah Semarang. Berbagai macam jenis ikan, mulai ikan hasil
tangkapan laut, ikan tangkapan kali (sungai), hingga hasil produksi perikanan
darat (tambak dan kolam).
2.6 Definisi Burung Laut
Burung laut (seabird) adalah burung yang telah beradaptasi dengan
kehidupan lingkungan laut. Umumnya, burung laut berasal dari famili pemakan
ikan. Kelompok burung ini umumnya berbiak dalam koloni di pulau-pulau kecil.
Burung laut akan berburu di sekitar pantai hingga ke tengah laut. Secara
geografis, burung laut dapat ditemukan di seluruh dunia pada temperatur yang
berbeda-beda. Burung laut merupakan penjelajah laut yang hebat (Ngamel, 1998).
Burung laut akan menjelajahi lautan yang berjarak hingga ribuan kilometer dari
daratan terdekat dan banyak spesies burung laut yang dapat menghabiskan waktu

hingga bertahun-tahun di laut tanpa pernah kembali ke daratan. Jenis Carinatae


beradaptasi penuh dengan kehidupan laut, jarang pergi ke darat kecuali untuk
berkembang biak. Ciri khas burung laut termasuk penguin, berkembang biak
secara berkelompok di daerah pantai yang terpencil atau pulau-pulau kecil di
mana mereka dapat membuat sarang dengan tenang , bebas dari predator. Dalam
kelompok ini terdapat ordo yang merupakan burung laut sejati yaitu Ordo
Procellariiformes (Tubinares), ordo yang cenderung secara progresif menjadi
burung air tawar yaitu ordo Pelecaniformes, dan ordo yang terdiri atas penguin
yang sangat divergen yaitu Sphenisciformes (Satriyono, 2008).
Burung laut tak dapat menghindar dari penyerapan garam dari air laut
yang

bertolak belakang dengan masalah fisiologi untuk mempertahankan

keseimbangan osmotik. Banyak burung laut mengatasi masalah ini dengan


modifikasi kelenjar lacrimal untuk mengeluarkan kelebihan garam melalui lubang
hidung (Broto, 2013). Burung Laut sering berada di daratan hanya untuk
berkembang biak dan membesarkan anaknya, proses ini mungkin memakan waktu
beberapa minggu atau beberapa bulan. Setelah berbiak dan membesarkan anak,
burung laut akan kembali menjelajah dan menghabiskan sebagian besar hidup
mereka di laut. Berbeda dengan burung air, burung laut memiliki kaki dan paruh
yang pendek. Beberapa contoh burung laut yaitu cikalang dan camar laut
(Satriyono, 2008).
Menurut Broto (2013) burung laut memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Ukuran tubuh bervariasi dari sangat kecil hingga berukuran besar (13-76
cm). Kebanyakan adalah burung pantai atau laut,meskipun beberapa
diantaranya dari air.
2. Bulu umumnya hitam abu-abu dan putih jarang yang berwarna
mencolok.
3. Paruh bervariasi tergantung jenis makananya tetapi umumnya cenderung
memanjang dan runcing.
4. Kaki berkembang baik dan umumnya berwarna. Jari-jari ada yang
berselaput ada yang tidak.

5. Sayap umumnya panjang dan runcing serta kuat terbang. Burung auks
(aldidae) menggunakan sayapnya untuk menyelam di air dan juga untuk
terbang.
6. Palatum Schizognathous.
7. Sarang dibuat di tanah atau cela-celah karang seringkali dalam koloni.
Jumlah telur umumnya 1-4 bentuknya agak meruncing. Berwarna hijau
kusam berbintik-bintik.
8. Anaknya precoccial, meskipun pada gull (camar) dan Skua anak-anaknya
tingga di dalam sarang untuk beberapa hari.
Burung memiliki ciri khusus antara lain tubuhnya terbungkus bulu,
memiliki dua pasang anggota alat gerak, anggota anterior mengalami modifikasi
sebagai sayap, sedangkan sepasang anggota posterior disesuaikan untuk hinggap
dan berenang. Memiliki kaki berjari 4 buah, cakar terbungkus oleh kulit yang
menanduk dan bersisik. Mulutnya memiliki bagian yang terproyeksi sebagai
paruh atau sudu yang terbungkus oleh lapisan zat tanduk. Burung masa kini tidak
memiliki gigi. Tungkai memiliki 4 jari atau kurang, tarsometatarsus tertutup oleh
kulit yang mengalami penandukan dan pada umumnya berbentuk sisik. Ekor
mempunyai fungsi yang khusus dalam menjaga keseimbangan dan mengatur
kendali saat terbang. Paruh merupakan modifikasi bibir, kulit luar yang mengeras
dan membentuk sarung zat tanduk dan membungkus tonjolan tulang pada rahang
(Satriyono, 2008).
Burung melakukan respirasi dengan paru-paru yang terhubung dengan
sejumlah kantong-kantong udara sebagai alat pernafasan tambahan. Kantong
udara berfungsi sebagai thermostat, sebab burung memiliki metabolisme yang
cepat dan suhu tubuh yang tinggi serta tidak mempunyai kelenjar keringat
penyejuk. Jantung terdiri dari 2 ruang aurikel dan 2 ruang ventrikel yang terpisah
secara sempurna denganlengkung aorta terletak di sebelah kanan. Saluran
pencernaan meliputi tembolok (crop), lambung kelenjar dan lambung muskulus
(gizzard,empedu), dua buah sekum (caecum), usus besar dan kloaka. Fertilisasi
internal, pada burung jantan jarang mempunyai organ intromitten (seperti penis).
Bersifat ovipar dengan telur yang berkulit keras berupa cangkang (Satriyono,
2008).

Gambar 1. Menurut Satriyono (2008) Topografi Burung


2.7 Habitat Burung Laut
Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, yaitu
kesatuan fisik dan biotik dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berbiak,
namun tidak semua satwa menggunakan satu tipe habitat untuk memenuhi semua
kebutuhan hidupnya. Gugus-gugus habitat lebih besar dari satu daerah jelajah
individu burung, dan individu-individu dalam satu kelompok menempati habitat
yang sama. Sedangkan individu-individu kelompok lain menempati habitat yang
berbeda, yang berpengaruh terhadap penyebaran gugus-gugus habitat (Fanani,
2012). Tumbuhan yang terdapat di habitat merupakan faktor penting, karena
beberapa bagian dari tumbuhan seperti biji, buah, bunga dan jaringan vegetatif
menjadi sumber pakan (Satriyono, 2008). Keberadaan burung di suatu habitat
sangat berkaitan erat dengan faktor -faktor fisik lingkungan seperti tanah, air,
temperatur, cahaya matahari serta faktorfaktor biologis yang meliputi vegetasi
dan satwa lainnya. Penggunaan habitat oleh burung berubah-ubah tergantung
penampakan habitat yang menyediakan makanan. Pengubahan aktivitas makan
pada struktur vertikal di bagian tanaman sangat dipengaruhi oleh penyebaran
pakan di pohon tersebut (Satriyono, 2008).
Lokasi bersarang (roosting site) dan lokasi mencari makan burung adalah
berbeda. Oleh karena itu berbagai jenis burung harus melakukan perpindahan.

Aktivitas istirahat, mencari makan dan berpindah tempat (terbang) masing-masing


spesies memiliki perilaku tersendiri. Umumnya untuk burung nocturnal aktif
mencari makan pada saat mulai senja (sore) hingga fajar (pagi). Sedangkan jenis
yang aktif siang akan terbang meninggalkan sarang pada pagi menuju tempat
mencari makan dan terbang kembali ke sarang pada sore hari. Perilaku burung
yang lain adalah loafing, yaitu keadaan tidak bergerak yang meliputi berbagai
perilaku seperti tidur (sleeping), bertengger (sitting), berdiri (standing),
membersihkan bulu (preening), dan buang air (defecating) yang dilakukan diluar
teritori berbiak. Selain mencari makan, burung menghabiskan waktunya dengan
loafing di tempat-tempat yang aman/ terlindungi dari bahaya (Sawitri, 2012).
2.8 Adaptasi Burung Laut
Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan
terhadap lingkungannya dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam
seperti terbentuknya struktur fisik. Setiap hewan akan belajar tingkah lakunya
sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Tingkah laku pada tingkat
adaptasi ditentukan oleh kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah
lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Tingkah laku maupun kemampuan
belajar hewan ditentukan oleh sepasang atau lebih gen sehingga terdapat variasi
tingkah laku individu dalam satu spesies meskipun secara umum relatif sama dan
tingkah laku tersebut dapat diwariskan pada turunannya yaitu berupa tingkah laku
dasar (Kuncowati, 2003).
Tingkah laku dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir
(innate behavior), antara lain gerakan menjauh atau mendekat dari stimulus,
perubahan pola tingkah laku dengan adanya kondisi lingkungan yang berubah dan
tingkah laku akibat mekanisme fisiologis seperti tingkah laku jantan dan betina
saat estrus. Perilaku mencari makan burung atau hewan berkaitan erat dengan ciri
morfologinya. Kebiasaan makan juga merupakan bagian mendasar suatu relung
(niche) yang ditempati dan sebagian dibentuk karena kompetisi dengan spesies
lain. Secara hipotesis hewan dari banyak spesies dapat memilih dari makanan
potensial yang sangat banyak. Beberapa bahkan bersifat generalis dengan
memakan berbagai jenis makanan yang sangat beragam seperti halnya dengan
burung camar. Data tentang perilaku mencari makan (foraging) burung sering

digunakan untuk pengujian penggunaan habitat dan menjelaskan struktur


komunitas burung yang menggunakan sumber daya yang sama (Ngamel, 1998).
Burung laut memiliki beberapa adaptasi khusus untuk bertahan hidup di
lingkungan laut. Baik itu adaptasi secara morfologis, fisiologis, maupun secara
tingkah laku. Adaptasi secara morfologis misalnya terdapat pada kaki burung laut
yang berselaput, sehingga memudahkan mereka untuk bergerak di permukaan
atau di dalam ait. Adaptasi secara fisiologis misalnya adanya kelenjar garam pada
burung laut yang dapat mengeluarkan kelebihan garam pada tubuhnya sebagai
adaptasi dari lingkungan hidup yang kandungan garamnya tinggi. Adaptasi secara
tingkah laku salah satunya adalah bagaimana burung laut memperoleh makan.
Seperti kita tahu, lingkungan laut menyediakan berbagai sumber makanan yang
kaya bagi hewan - hewan yang hidup di sana. Adatasi burung laut secara
morfologis dan fisiologis juga berperan banyak untuk membantu mereka dalam
memperoleh makanan di lingkungan laut. Secara umum, terdapat empat cara
burun laut memperoleh makanan, yakni dengan cara mencari makan di permukaan
air (Surface Feeding), mencari makan di dalam air (Pursuit diving), mencari
makan dengan cara menceburkan diri (Plunge diving), dan berburu (Predation)
(Junardi, 2005).
2.9 Lokasi Praktikum Pengamatan Burung Laut
Habitat kuntul di pepohonan depan Markas Banteng Raiders, Srondol,
Semarang yang banyak ditemukan sebagai pengamatan saat praktikum. Burungburung kuntul sudah bermukim di Srondol selama puluhan tahun. Mereka
menjadikan tempat itu sebagai persinggahan di sela aktivitas mencari makan.
Semarang masih memiliki banyak areal sawah, rawa, tambak, dan hutan
mangrove, jumlah kuntul di Srondol relatif banyak. Seiring maraknya alih fungsi
lahan, banyak kuntul yang memilih hengkang. Mereka mencari tempat
persinggahan baru yang lebih dekat dengan sumber makanan. Makanan burung
kuntul adalah ikan, binatang laut, siput, katak, dan ular. Pada akhir tahun 1990-an
populasinya berkisar 1.000 ekor. Burung-burung itu menghuni 24 pohon, terdiri
atas angsana, asam, dan mangga. Berdasarkan

pengamatan, populasinya

menyusut drastis menjadi 200-an karena kebisingan tidak berpengaruh terhadap


berkurangnya populasi. Sebagai jenis burung air, kuntul tidak terlampau peka

terhadap suara. Kalau faktor kebisingan berpengaruh, tentu sudah pergi dari
Srondol sejak dulu. Di Daerah Srondol banyak keragaman jenisnya. Berdasarkan
penelitian jenisnya ada empat, yakni kuntul besar (Egretta alba), kuntul perak
(Egretta intermedia), kuntul kecil (Egretta garzetta), dan kuntul kerbau (Bubulcus
ibis) (Rukardi, 2009).

DAFTAR PUSTAKA
Brotowidjoyo,M.P.1994.Zoologi Dasar.Jakarta:Erlangga
Broto, Bayu Wisnu., S. Heru., Q. Maryatul. 2013. Keragaman Jenis Burung Pada
Kawasan Mangrove Di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Jurnal
Penelitian Kehutanan Wallacea Vol. 2 No. 1, April 2013 : 41 50. Makassar
Compagno, L. J. V. 2001. Sharks of the world, an annotated and illustrated
catalogue of sharks spesies known to date. Vol. 2. Bullhead, mackerel and
carpet sharks (Heterodontiformes, Lamniformes and Orectolobiformes).
Elfidasari, DEWI.2006.Lokasi Makan Tiga Jenis Kuntul Casmerodius albus,
Egretta garzetta, dan Bubulcus ibis di Sekitar Cagar Alam Pulau
Dua.Serang :Banten.
Fanani, Aldino Fauzil., W. Novarino., D. H. Tjong. 2012. Variasi Morfologi
Arachnothera longirostra (Passeriformes, Nectariniidae). Jurnal Biologi
Universitas Andalas (J. Bio. UA.) 1(1) September 2012 : 78-85. Padang
Ferno, F. & S. Olsen. 1994. Marine fish behavior in capture and abundance
estimation. Fishing News Book. London. 222.
Fitri Rahmawati,2012.Aneka Ragam Pengolahan Ikan.Jurusan Pendidikan Teknik
Boga dan Busana.Fakultas Teknik Universitas Yogyakarta.
Jannatul Firdaus Putri Ayu, Aunurohim. 2015. Pola Persebaran Burung Pantai di
Wonorejo, Surabaya sebagai Kawasan Important Bird Area (IBA). Institut
Sepuluh November : Surabaya.
Junardi., D. Elfidasari. 2005. Keragaman Burung Air di Kawasan Hutan
Mangrove Peniti,
Kabupaten Pontianak. Jurnal BIODIVERSITAS ISSN: 1412-033X Volume 7,
Nomor 1 Januari 2006 Halaman: 63-66. Pontianak
Khomsan A.2004.Manfaat Omega-3 Omega-6 Omega-9 dalam Peranan Pangan.
Kottelat,M.Whitten,A.J.Kartikasari, S.N.Wirjoatmodjo,S.1993.Freshwater Aksara
Fishes of Western Indonesia and Sulawesi.Perpilus Editions Limited,Jakarta
Kuncowati. 2003. Pengaruh Pencemaran Minyak Di Laut Terhadap Ekosistem
Laut. JURNAL. Sumatera Selatan

Ngamel, Markus Decky. 1998. Studi Habitat dan Populasi Burung Mas (Caloenas
nicobarica) Di Pulau Nutabari Pada Kawasan Taman Nasional Laut Teluk
Cenderawasih. SKRIPSI. Manokwari
Qiptiyah, M. Broto Bayu Wisnu, Setiawan Heru. 2013. KERAGAMAN JENIS
BURUNG PADA KAWASAN MANGROVE DI TAMAN NASIONAL RAWA
AOPA WATUMOHAI (Birds Diversity in Mangrove Area of Rawa Aopa
Watumohai National Park).Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan
Pemuliaan Tanaman Hutan : Yogyakarta.
Rabiatul Adwyah,2008.Pengolahan dan Pengawetan Ikan.Bumi .Jakarta
Rukardi. 2009. Jenis Burung Berada Di Daerah Srondol Semarang. Koran Suara
Merdeka. Semarang
Sawitri, Reny dan Sofian Iskandar. 2012. Keragaman Jenis Burung Di Taman
Nasional Kepulauan Wakatobi Dan Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. 9 No. 2 : 175-187, 2012.
Bogor
Satriyono, Agus. 2008. Aktivitas dan Penggunaan Habitat Burung Pengganggu
Penerbangan Di Kawasan Bandar Udara Internasional Juanda. TUGAS
AKHIR. Surabaya
Soemadji,1995.Zoologi.Jakarta:Depdikbud
Sukiya,2003.Biologi Vertebrata.Yogyakarta:Biologi.Fakultas Matematika Ilmu
Pengetahuan alam.Universitas Negeri Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai