PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa lima tahun pertama kehidupan merupakan masa yang sangat peka
terhadap lingkunan dan masa ini sangat pendek serta tidak dapat diulang lagi,
maka masa balita disebut juga sebagai masa keemasan (golden period) jendela
kesempatan (window of opportunity) dan masa kritis (critical period) (Depkes
RI, 2006).
Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak,
kecepatan pertumbuhan balita mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam
perkembangan motorik kasar dan motorik halus. Pertumbuhan dasar yang
berlangsung
pada
masa
balita
akan
mempengaruhi
dan
menentukan
perlindungan
untuk
mencegah
terjadi
penyakit
yang
dapat
dengan
proses
infeksi
pada
bronkus
yang
biasa
disebut
bronchopneumonia.
Pneumonia tetap menjadi pembunuh anak-anak di bawah usia lima tahun
terbesar di seluruh dunia. Meskipun pelaksanaan yang aman, efektif dan
intervensi yang terjangkau telah mengurangi angka kematian pneumonia dari 4
juta pada tahun 1981 menjadi sekitar 1 juta pada tahun 2013 pneumonia masih
menyumbang hampir seperlima dari kematian anak di seluruh dunia (WHO,
2010).
World Health Organization (2010) memperkirakan kejadian (insidens)
pneumonia di negara yang mempunyai angka kematian bayi diatas 40 per 1.000
kelahiran hidup adalah 15% - 20% per tahun pada golongan usia balita. Di dunia
diperkirakan 9 juta total kematian balita setiap tahunnya, lebih dari 2 juta balita
meninggal karena pneumonia (1 balita/15 detik). Diantara 5 kematian balita, 1
diantaranya disebabkan oleh pneumonia. Bahkan menurut Unicef/WHO,
pneumonia merupakan The forgotten Killer of Children atau pembunuh balita
yang terlupakan.
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar dalam Profil
Kesehatan Indonesia (2013), menunjukkan prevalensi nasional Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) yaitu sebesar 25%. Terjadi peningkatan prevalensi
pneumonia 11,2% pada tahun 2007 menjadi 18,5% pada tahun 2013. Insiden
tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7%).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik NTB (2015) jumlah kematian bayi
postnatal akibat pneumonia dilaporkan sebanyak 108 kasus. Jumlah tertinggi
terdapat pada kabupaten lombok timur yaitu 69 kasus, sedangkan pada kabupaten
lombok barat berjumlah 6 kasus. Jumlah balita dengan pneumonia yang kemudian
ditangani pada Kabupaten Lombok Barat tahun 2014 sebanyak 6.427 orang. Pada
Puskesmas Kediri ditemukan 261 kasus pneumonia pada balita.
Berdasarkan data di Puskesmas Kediri bulan januari agustus 2016
jumlah balita dengan pneumonia sebanyak 399 kasus. Pada balita usia 1-4 tahun
ditemukan 254 kasus pneumonia.
Tingginya angka kejadian pneumonia tidak terlepas dari faktor risiko
pneumonia. Faktor risiko yang sudah teridentifikasi meliputi: status gizi, berat
lahir rendah (kurang dari 2.500 gram saat lahir), kurangnya pemberian ASI
eksklusif pada enam bulan pertama kehidupan, imunisasi campak dan kepadatan
rumah (lima atau lebih orang per kamar) (UNICEF-WHO, 2006).
Pada tahun 2008, WHO menambahkan faktor resiko pneumonia lain yang
berhubungan dengan host, environment dan agent yang meliputi malnutrisi (berat
badan/usia dengan z-score <-2), berat badan lahir rendah (2.500 gram), ASI nonekslusif (selama 4 bulan pertama kehidupan), kurangnya imunisasi campak
(dalam waktu 12 bulan pertama kehidupan), polusi udara didalam rumah dan
kepadatan rumah. Kemungkinan faktor risiko lain adalah orangtua yang merokok,
kekurangan zinc, pengalaman ibu sebagai pengasuh, penyakit penerta misalnya
diare, penyakit jantung, asma, pendidikan ibu, penitipan anak, kelembaban udara,
udara dingin, kekurangan vitamin A, urutan kelahiran dan polusi udara rumah
(Rudan, et al., 2008).
Menurut Depkes RI (2004) faktor-faktor resiko pneumonia antara lain
umur, jenis kelamin, gizi kurang, riwayat berat badan lahir rendah (BBLR),
pemberian ASI yang kurang memadai, defisiensi vitamin A, status imunisasi,
polusi udara, kepadatan rumah tangga, ventilasi rumah dan pemberian makanan
terlalu dini. Penelitian lain juga menjelaskan bahwa faktor-faktor resiko yang
dapat meningkatkan insiden pneumonia termasuk pendidikan ibu, status ekonomi,
umur balita dan kepadatan hunian (Hananto, 2004).
Kejadian pneumonia dapat dicegah apabila masalah di masyarakat yang
bersangkutan dapat dikenali sehingga penanggulangan masalah pneumonia dapat
dilakukan secara lebih mendasar melalui penanganan terhadap masalahnya. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian Pneumonia pada Balita di wilayah kerja Puskesmas
Kediri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah
penelitian berikut : Bagaimanakah hubungan faktor karakteristik anak balita,
lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan terhadap kejadian pneumonia pada
anak balita di Puskesmas Kediri Kabupaten Lombok Barat ?
DAFTAR PUSTAKA:
Bindler RC and Ball JW. 2003. Clinical Skills Manual for Pediatric Nursing:
Caring for Children (3th ed.). Upper Saddle River. NJ: Prentice Hall Health
BPS NTB, 2015. Nusa Tenggara Barat dalam Angka. BPS Provinsi Nusa
Tenggara Barat.
Depkes RI 2004. Pedoman program pemberantasan penyakit infeksi saluran
pernapasan Akut (ISPA) untuk penanggulangan pneumonia pada balita.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 2006. Profil Kesehatan Indonesia. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Hananto, M. (2004). Analisis faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia pada balita di 4 propinsi di Indonesia. Jakarta: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Kemenkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI
Rudan et al. 2008. Epidemiology and etiology of childhood pneumonia. Bulletin
of the World Health Organization 2008;86:408416.
WHO dan UNICEF (2006). The Forgotten killer of children. New York: WHO
WHO. 2010. Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI
Wilson L M. 2006. Penyakit pernapasan restriktif. In : Price S.A. dan Wilson L.M.
(eds). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Jakarta :
EGC, pp:804-810.