Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa lima tahun pertama kehidupan merupakan masa yang sangat peka
terhadap lingkunan dan masa ini sangat pendek serta tidak dapat diulang lagi,
maka masa balita disebut juga sebagai masa keemasan (golden period) jendela
kesempatan (window of opportunity) dan masa kritis (critical period) (Depkes
RI, 2006).
Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak,
kecepatan pertumbuhan balita mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam
perkembangan motorik kasar dan motorik halus. Pertumbuhan dasar yang
berlangsung

pada

masa

balita

akan

mempengaruhi

dan

menentukan

perkembangan anak selanjutnya (Depkes RI, 2006). Anak balita merupakan


kelompok umur yang rawan gizi dan rawan terhadap peyakit. Anak balita harus
mendapat

perlindungan

untuk

mencegah

terjadi

penyakit

yang

dapat

mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan menjadi terganggu atau bahkan


dapat menimbulkan kematian. Salah satu penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi pada anak usia balita adalah penyakit pneumonia (WHO, 2010).
Pneumonia adalah perdangan atau infeksi pada bronkiolus dan alveolus di
paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan Ball,
2003). Sedangkan menurut Wilson (2006) pneumonia merupakan proses infeksi
akut yang mengenai jaringan pau-paru (alveoli) dan dapat dikenali berdasarkan
pedoman tanda-tanda klinis lainnya serta pemeriksaan penunjang seperti rontgen
dan laboratorium. Pneumonia juga didefinisikan sebagai proses infeksi akut yang
mengenai jaringan paru-paru dan terjadinya pneumonia pada anak seringkali
bersamaan

dengan

proses

infeksi

pada

bronkus

yang

biasa

disebut

bronchopneumonia.
Pneumonia tetap menjadi pembunuh anak-anak di bawah usia lima tahun
terbesar di seluruh dunia. Meskipun pelaksanaan yang aman, efektif dan
intervensi yang terjangkau telah mengurangi angka kematian pneumonia dari 4

juta pada tahun 1981 menjadi sekitar 1 juta pada tahun 2013 pneumonia masih
menyumbang hampir seperlima dari kematian anak di seluruh dunia (WHO,
2010).
World Health Organization (2010) memperkirakan kejadian (insidens)
pneumonia di negara yang mempunyai angka kematian bayi diatas 40 per 1.000
kelahiran hidup adalah 15% - 20% per tahun pada golongan usia balita. Di dunia
diperkirakan 9 juta total kematian balita setiap tahunnya, lebih dari 2 juta balita
meninggal karena pneumonia (1 balita/15 detik). Diantara 5 kematian balita, 1
diantaranya disebabkan oleh pneumonia. Bahkan menurut Unicef/WHO,
pneumonia merupakan The forgotten Killer of Children atau pembunuh balita
yang terlupakan.
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar dalam Profil
Kesehatan Indonesia (2013), menunjukkan prevalensi nasional Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) yaitu sebesar 25%. Terjadi peningkatan prevalensi
pneumonia 11,2% pada tahun 2007 menjadi 18,5% pada tahun 2013. Insiden
tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7%).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik NTB (2015) jumlah kematian bayi
postnatal akibat pneumonia dilaporkan sebanyak 108 kasus. Jumlah tertinggi
terdapat pada kabupaten lombok timur yaitu 69 kasus, sedangkan pada kabupaten
lombok barat berjumlah 6 kasus. Jumlah balita dengan pneumonia yang kemudian
ditangani pada Kabupaten Lombok Barat tahun 2014 sebanyak 6.427 orang. Pada
Puskesmas Kediri ditemukan 261 kasus pneumonia pada balita.
Berdasarkan data di Puskesmas Kediri bulan januari agustus 2016
jumlah balita dengan pneumonia sebanyak 399 kasus. Pada balita usia 1-4 tahun
ditemukan 254 kasus pneumonia.
Tingginya angka kejadian pneumonia tidak terlepas dari faktor risiko
pneumonia. Faktor risiko yang sudah teridentifikasi meliputi: status gizi, berat
lahir rendah (kurang dari 2.500 gram saat lahir), kurangnya pemberian ASI
eksklusif pada enam bulan pertama kehidupan, imunisasi campak dan kepadatan
rumah (lima atau lebih orang per kamar) (UNICEF-WHO, 2006).

Pada tahun 2008, WHO menambahkan faktor resiko pneumonia lain yang
berhubungan dengan host, environment dan agent yang meliputi malnutrisi (berat
badan/usia dengan z-score <-2), berat badan lahir rendah (2.500 gram), ASI nonekslusif (selama 4 bulan pertama kehidupan), kurangnya imunisasi campak
(dalam waktu 12 bulan pertama kehidupan), polusi udara didalam rumah dan
kepadatan rumah. Kemungkinan faktor risiko lain adalah orangtua yang merokok,
kekurangan zinc, pengalaman ibu sebagai pengasuh, penyakit penerta misalnya
diare, penyakit jantung, asma, pendidikan ibu, penitipan anak, kelembaban udara,
udara dingin, kekurangan vitamin A, urutan kelahiran dan polusi udara rumah
(Rudan, et al., 2008).
Menurut Depkes RI (2004) faktor-faktor resiko pneumonia antara lain
umur, jenis kelamin, gizi kurang, riwayat berat badan lahir rendah (BBLR),
pemberian ASI yang kurang memadai, defisiensi vitamin A, status imunisasi,
polusi udara, kepadatan rumah tangga, ventilasi rumah dan pemberian makanan
terlalu dini. Penelitian lain juga menjelaskan bahwa faktor-faktor resiko yang
dapat meningkatkan insiden pneumonia termasuk pendidikan ibu, status ekonomi,
umur balita dan kepadatan hunian (Hananto, 2004).
Kejadian pneumonia dapat dicegah apabila masalah di masyarakat yang
bersangkutan dapat dikenali sehingga penanggulangan masalah pneumonia dapat
dilakukan secara lebih mendasar melalui penanganan terhadap masalahnya. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian Pneumonia pada Balita di wilayah kerja Puskesmas
Kediri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah
penelitian berikut : Bagaimanakah hubungan faktor karakteristik anak balita,
lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan terhadap kejadian pneumonia pada
anak balita di Puskesmas Kediri Kabupaten Lombok Barat ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Teridentifikasinya faktor-faktor risiko pneumonia pada anak balita
di Puskesmas Kediri Kabupaten Lombok Barat.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan antara faktor anak (mencakup usia, jenis
kelamin, berat badan lahir, riwayat pemberian ASI dan riwayat asma)
dengan kejadian pneumonia pada anak balita di Puskesmas Kediri
Kabupaten Lombok Barat.
2. Mengetahui hubungan antara faktor lingkungan penderita (mencakup
kepadatan hunian rumah dan ventilasi udara rumah) dengan kejadian
pneumonia pada anak balita di Puskesmas Kediri Kabupaten
Lombok Barat.
3. Mengetahui hubungan antara faktor perilaku yaitu kebiasaan
merokok anggota keluarga setiap hari didalam rumah penderita
dengan kejadian pneumonia pada anak balita di Puskesmas Kediri
Kabupaten Lombok Barat.
4. Mengetahui hubungan antara faktor pelayanan kesehatan yaitu
penggunaan pelayanan kesehatan dengan kejadian pneumonia pada
anak balita di Puskesmas Kediri Kabupaten Lombok Barat.
5. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian
pneumonia pada anak balita di Puskesmas Kediri Kabupaten
Lombok Barat.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pihak
Puskesmas Kediri Kabupaten Lombok Barat tentang karakteristik balita
penderita pneumonia dan faktor risiko kejadian pneumonia pada anak balita
di Puskesmas tersebut yang dapat berguna dalam kegiatan promosi kesehatan
dalam rangka pencegahan penyakit berulang dan peningkatan pelayanan
kesehatan. Penelitian ini dapat juga sebagai bahan masukan Dinas Kesehatan
Provinsi Nusa Tenggara Barat khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten

Lombok Barat dalam menyusun strategi mencegah kasus penyakit pneumonia


pada anak balita menjadi lebih banyak.
2. Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah pengembangan teori dan
praktek ilmu Kedokteran khususnya Kesehatan Masyarakat mengenai balita
dengan pneumonia. Data yang ditemukan juga dapat digunakan sebagai
informasi dalam pengembangan pemahaman tentang faktor risiko kejadian
pneumonia pada anak balita.
3. Hasil penelitian berguna sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang
bersifat eksperimen mengenai hubungan khususnya faktor risiko tertentu
dengan kejadian pnemonia.

DAFTAR PUSTAKA:
Bindler RC and Ball JW. 2003. Clinical Skills Manual for Pediatric Nursing:
Caring for Children (3th ed.). Upper Saddle River. NJ: Prentice Hall Health
BPS NTB, 2015. Nusa Tenggara Barat dalam Angka. BPS Provinsi Nusa
Tenggara Barat.
Depkes RI 2004. Pedoman program pemberantasan penyakit infeksi saluran
pernapasan Akut (ISPA) untuk penanggulangan pneumonia pada balita.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 2006. Profil Kesehatan Indonesia. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Hananto, M. (2004). Analisis faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia pada balita di 4 propinsi di Indonesia. Jakarta: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Kemenkes RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI
Rudan et al. 2008. Epidemiology and etiology of childhood pneumonia. Bulletin
of the World Health Organization 2008;86:408416.
WHO dan UNICEF (2006). The Forgotten killer of children. New York: WHO
WHO. 2010. Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI

Wilson L M. 2006. Penyakit pernapasan restriktif. In : Price S.A. dan Wilson L.M.
(eds). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Jakarta :
EGC, pp:804-810.

Anda mungkin juga menyukai