Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan
judul Pemeriksaan Fisik. Makalah ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Daerah Arjawinangun.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hammi
Zulkifli Abbas, Sp.PD selaku pembimbing yang telah membantu dalam proses pembuatan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kekurangan
dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi teman-teman
dan semua pihak yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran.

Arjawinangun, Januari 2015

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. 1
DAFTAR ISI............................................................................................................. 2

BAB I...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN....................................................................................................... 3
BAB II..................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................ 4
A.

Keadaan Umum............................................................................................ 4

B.

Tanda Vital.................................................................................................... 4

C. Kulit.............................................................................................................. 5
D. Kepala, Leher dan THT.................................................................................5
E.

Thoraks dan Paru-paru.................................................................................6

F.

Jantung......................................................................................................... 7

G. Abdomen...................................................................................................... 8
H. Ekstremitas.................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 10

BAB I
PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik merupakan hal yang penting, selain anamnesis, dalam memeroleh
informasi untuk menegakkan diagnosis pasien. Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan
tanda-tanda dari gejala yang dialami pasien. Hal yang penting untuk mendapatkan
pemeriksaan fisik yang akurat dan menyeluruh adalah dengan memiliki alur pemeriksaan
yang sistematis. Pemeriksaan fisik dapat membuat pasien merasa tidak nyaman, sehingga
dibutuhkan penjelasan terlebih dahulu untuk memulai pemeriksaan. Demikianlah dibutuhkan
tata cara untuk memeriksa fisik pasien.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam pemeriksaan fisik yang menyeluruh, yang harus diperhatikan adalah keadaan
umum, tanda-tanda vital, kulit, kepala dan leher, thoraks meliputi jantung dan paru, abdomen,
genitalia dan ekstremitas. Modalitas pemeriksaan fisik adalah inspeksi, perkusi, palpasi dan
auskultasi. Inspeksi adalah melihat keadaan fisik pasien, perkusi merupakan teknik
pemeriksaan dengan mengetuk permukaan tubuh pasien untuk menilai sensasi taktil dan
suara yang diproduksi pada saat diketuk. Hal ini dilakukan untuk menilai struktur jaringan
atau organ dibaliknya. Perubahan suara dari normal menandakan adanya cairan atau udara
yang mengisi di baliknya. Palpasi adalah gerakan menyentuh dan menekan bagian dari tubuh
untuk menilai karakteristik dari sebuah sistem organ. Auskultasi adalah mendengarkan suara
dari organ internal menggunakan alat kedokteran. Auskultasi menilai proses dari suatu
pernyakit di dalam tubuh. Dalam melakukan pemeriksaan fisik, pemeriksa umumnya berada
di sisi kanan pasien. Bentuk pemeriksaan akan dibahas satu-persatu.

A. Keadaan Umum
Pada keadaan umum, dinilai penampilan pasien secara umum, lihat apabila
ada tanda-tanda kesakitan dari wajah pasien, tampak sakit sedang atau berat.
Kemudian perhatikan tingkat kesadaran pasien menggunakan sistem Glasgow Coma
Scale. Jika pasien dapat membuka mata secara spontan, menjawab pertanyaan dengan
baik dan mampu mengerjakan perintah ringan maka kesadaran dinilai sebagai GCS
15, dengan tingkat kesadaran komposmentis.
Timbang tinggi juga berat badan pasien. Ini dibutuhkan untuk menentukan
status gizi pasien dan jumlah lemak tubuh. Dari berat dan tinggi badan dapat dinilai
Indeks Massa Tubuh menggunakan rumus Berat/Tinggi badan. Nilai IMT di atas 25
merupakan tanda bahwa pasien mengalami kelebihan berat badan (overweight) dan
IMT diatas 30 menandakan obesitas.
B. Tanda Vital
Pemeriksaan tanda vital meliputi tekanan darah, denyut nadi, laju respirasi dan suhu
tubuh.
Tekanan Darah
Dalam mengukur tekanan darah, siapkan sfigmomanometer. Pasien dalam
posisi berbaring, lengan diletakkan sejajar dada. Apabila pasien dalam posisi
duduk, letakkan lengan yang akan diperiksa di atas meja, sehingga lengan
berada lebih tinggi dari pinggang. Lalu, pastikan lengan yang akan diperiksa
4

tidak tertutup pakaian dan tidak terpasang infus. Palpasi arteri brakhialis di
lipat siku, memastikan teraba pulsasi arteri. Lingkarkan cuff sfigmomanometer
2,5 cm di atas antecubiti,tidak longgar, namun tidak terlalu ketat. Kemudian,
tekanan darah bisa diukur dengan meletakkan stetoskop pada arteri brakhialis.
Nilai normal tekanan darah pada dewasa adalah 110/70 hingga 120/80 mmHg.

Denyut Nadi
Denyut nadi dinilai dalam hitungan per menit. Jari II, III dan IV melakukan
palpasi pada arteri radialis (dibawah digiti I) dan dihitung denyutnya per
menit. Nilai normal denyut nadi adalah 60 80 kali per menit untuk dewasa.

Laju respirasi.
Laju respirasi dinilai dari inspeksi dada pasien per menit. Dinilai bagaimana
dada mengembang dan mengempis sesuai inspirasi dan ekspirasi, dan
kesimetrisan kedua hemithoraks. Nilai normal respirasi adalah 16 24 kali per
menit.

Suhu Tubuh
Suhu tubuh diukur menggunakan termometer. Termometer dikepitkan pada
aksila media dan lengan pasien di posisikan endorotasi dan fleksi. Suhu
normal tubuh manusia dewasa adalh 36.5 37.2 derajat Celsius.

C. Kulit
Pemeriksaan kulit adalah melalui inspeksi. Apakah secara umum kulit terlihat kuning,
atau apakah terlihat adanya bercak kemerahan seperti purpura atau ekimosis di
seluruh tubuh. Pada kulit abdomen apakah terlihat venektasi, caput medusa, atau
spider nevi.
D. Kepala, Leher dan THT
Pada pemeriksaan kepala, diperhatikan apabila ada kelainan bentuk kepala, adanya
lesi pada kepala. Inspeksi wajah, dimulai dari kulit wajah, apakah terlihat melasma,
rash, eritema dan lainnya. Lalu mata, apabila ada proptosis pada mata, konjunctiva
yang anemis atau sklera yang ikterik. Perhatikan pula diameter pupil dan refleks pupil
menggunakan penlight. Kemudian inspeksi kesimetrisan hidung, dan tanda2 fraktur,
serta adanya rinorrhea atau tidak. Pada pemeriksaan telinga diperhatikan apabila ada
kelainan bentuk telinga seperti cauliflower ear dan apabila ada sekret di telinga. Dari
mulut, inspeksi bibir, apakah berwarna pucat, adakah lesi. Kemudian daerah buccal,
apakah terlihat petekie, membran atau lainnya. Apakah lidah terlihat kotor, pucat atau
tidak. Dengan penlight dapat dilihat faring yang hiperemis.
Pada rahang dan leher, dilihat apakah ada pembesaran kelenjar getah bening
disepanjang rahang dan leher, deviasi pada trakea, massa atau distensi vena jugularis.
Kelenjar getah bening akan teraba apabila palpasi dilakukan dengan kedalaman yang
cukup. Palpasi kelenjar getah bening dilakukan dimulai dari subementalis ke
5

mandibula, pre aurikula, ke retroaurikula, kemudian menelusuri trigonum dan


strenocleidomastoid, supraklavikula dan infraklavikula. Trakea dapat ditelusur dengan
tangan untuk melihat apakah ada deviasi atau tidak. Untuk melihat massa yang
letaknya superposisi dengan tiroid, minta pasien untuk menelan saat tangan pemeriksa
berada pada massa di trakea tersebut. Apabila massa teraba naik dan turun bersamaan
dengan gerakan menelan, maka massa tersebut adalah tiroid. Pemeriksaan tekanan
vena jugularis membutuhkan 2 penggaris. Pasien diminta posisi berbaring dengan
elevasi thoraks sekitar 35 derajat. Pasien diminta untuk menoleh ke arah berlawanan
dari bagian leher yang akan diperiksa. Kemudian raba denyut vena jugularis, dan
dengan jari ke 3, tarik jari ke bawah untuk membentuk sebuah bendungan di bagian
distal. Lepas jari ke 3, lihat dan tandai denyut vena jugularis. Dengan penggaris,
bentuk satu sudut perpendikuler antara tinggi denyut ke manubrium sternum secara
horizontal dan tegak lurus dari manubrium sterni. Nilai normalnya adalah sekitar 5 +
2 cm H2O .
E. Thoraks dan Paru-paru
Pemeriksaan thoraks meliputi thoraks depan bersama dengan jantung dan paru,
kemudian thoraks belakang menggunakan 4 modalitas yaitu inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi.
Inspeksi
Pada inspeksi yang harus diketahui adalah kesimetrisan kedua hemithoraks
dan bentuknya. Diameter anteroposterior thoraks normal adalah 2 : 1 diameter
anterolateralnya. Pectus excavatum merupakan depresi pada sternum yang
merupakan salah satu bentuk dada normal. Pectus carinatum atau pigeons
chest merupakan protrusi dari sternum.

Palpasi
Pada palpasi, yang diperiksa adalah hantaran udara di dalam paru. Fremitus
taktil adalah merasakan hantaran udara pada saat pasien bernapas biasa.
Fremitus dilakukan dengan cara menempatkan bagian palmar kedua lengan
pada kedua hemithoraks. Pasien diminta inspirasi dan ekspirasi.
Fremitus vokal merupakan gerakan palpasi yang sama dengan fremitus taktil,
namun pasien diminta untuk mengucapkan kata tujuh puluh tujuh. Palpasi
dilakukan di seluruh permukaan thoraks, depan dan belakang.

Perkusi
Perkusi dilakukan dengan cara mengetuk seluruh lapangan thoraks depan dan
belakang secara sistematis. Pada thoraks depan, perkusi dimulai pada regio
supraklavikula kanan dan kiri, kemudian turun ke infraklavikula kiri dan
kanan, dan seterusnya hingga sela iga costa terakhir. Pada thoraks belakang,
perkusi dilakukan di atas skapula, medial skapula dan di bawah skapula.

Auskultasi

Auskultasi dilakukan ke seluruh lapangan paru menggunakan diafragma dari


stetoskop. Empat suara paru normal adalah suara trakeal, bronkial,
bronkovesikuler dan vesikuler. Suara trakeal terdengar jelas di daerah trakea,
bernada tinggi, kasar dan keras. Suara bronkial terdengar keras di area
manubrium dan terdengar jeda diantara ekspirasi dan inspirasi. Suara
bronkovesikuler terdengar di ICS 1 dan 2, letak karina dan bronkus. Suara
bronkovesikuler terdengar sama panjang antara inspirasi dan ekspirasi. Suara
vesikuler terdengar di lateral thoraks. Suara vesikuler terdengar lembut. Suara
ini terdengar lebih panjang inspirasi daripada ekspirasinya.
Suara yang tidak normal adalah rhonki dan wheezing. Rhonki terdengar
seperti tiupan udara di dalam air, yang terjadi karena adanya cairan di dalam
paru. Sementara wheezing terdengar seperti hembusan angin yang nyaring
yang disebabkan oleh penyempitan saluran nafas.
F. Jantung
Pemeriksaan jantung yang dilakukan secara umum meliputi inspeksi iktus cordis,
palpasi iktus cordis, perkusi batas jantung dan auskultasi pada 4 daerah katup jantung.
Inspeksi
Pada inspeksi dilihat apakah denyut jantung terlihat pada permukaan kulit
tepat di sela iga 4 5, atau di bawah papilla mammae kiri. Pada keadaan
normal, iktus kordis jarang terlihat, kecuali pada pasien yang bertubuh kurus.
Terlihatnya iktus cordis menunjukkan adanya cardiomegali atau miokard
infark akut.

Palpasi
Pada palpasi, jari ditempatkan pada iktus cordis yaitu sela iga 4 5, atau di
bawah papilla mammae kiri. Pada keadaan normal, iktus cordis dapat tidak
teraba atau teraba tetapi tidak kuat angkat.

Perkusi
Perkusi jantung dilakukan pertama kali dari linea aksilaris anterior sejajar
iktus cordis (sela iga 4-5) ke medial untuk menentukan batas kiri jantung.
Kemudian dari linea midclavicula kiri dari sela iga 2 dan turun ke bawah
hingga suara yang terdengar berubah dari sonor menjadi redup untuk
menentukan batas pinggang jantung. Batas kanan jantung ditentukan dari linea
sternalis kanan turun dari sela iga 2 hingga redup.

Auskultasi
Pada saat auskultasi, pemeriksa mencari suara S1 yaitu bunyi katup mitral dan
trikuspid saat sistol dan S2 yaitu menutupnya katup semilunaris ( aorta dan
pulmonal) pada saat diastol. Bunyi S1 lebih terdengar pada iktus cordis (katup
mitral) dan bunyi S2 lebih terdengar pada ICS 2- 3 line midclavicula kanan
(katup pulmonal) dan ICS 2 linea midclavicula kiri (katup aorta).

G. Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen, urutan pemeriksaan sebaiknya adalah diawali dengan
inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi.
Pasien diminta berbaring dengan lengan di sisi badan dan kaki lurus untuk
mempermudah pemeriksaan.
Inspeksi
Hal yang perlu diperhatikan pada inspeksi adalah permukaan abdomen.
Apakah permukaannya simetris, datar atau cembung. Jika cembung, apakah
terlihat mengkilap (distensi) ataukah perut melebar ke lateral (seperti pada
asites). Kemudian, perhatikan tanda-tanda yang tidak normal lainnya, seperti
massa yang menonjol, permukaan yang tidak rata, dan gerakan peristaltik.
Selain itu perhatikan adanya striae atau scars. Kemudian perhatikan abdomen
dari ujung kaki pasien untuk melihat denyut aorta abdominalis.
Auskultasi
Auskultasi dilakukan untuk menilai Bising usus yang mengindikasikan
gerakan udara dan cairan di dalam lumen usus. Auskultasi dilakukan sebelum
palpasi dan perkusi untuk mencegah perubahan motilitas usus akibat
penekanan. Auskultasi dilakukan dengan cara menempatkan diafragma
stetoskop ke midabdomen. Bising usus normal terdengar antara 5 hingga 10
detik. Jika tidak terdengar selama lebih dari 2 menit, dapat dikatakan bising
usus negatif. Apabila terdengar bunyi bernada rendah yang terus-menerus atau
disebut borborygmi, hal ini menandakan adanya hiperperistalsis yang dapat
menjadi tanda terjadinya obstruksi akut pada saluran cerna.

Perkusi
Perkusi dilakukan di setiap lapangan abdomen. Abdomen dibagi dengan garis
imajiner menjadi 4 kuadran.Yaitu kuadran kanan atas, kanan bawah, kiri atas
dan kiri bawah. Gerakan perkusi menilai suara yang terbentuk pada abdomen.
Ini untuk menilai adanya distensi gas dan cairan atau tidak di dalam abdomen.
Perkusi yang dilakukan meliputi perkusi umum, perkusi batas paru-hati,
perkusi lien, pemeriksaan asites yaitu shifting dullness. Pasien berbaring
telentang dan dilakukan perkusi pada keempat kuadran abdomen, suara normal
yang terdengar adalah suara timpani. Lalu, perkusi batas paru-hepar dengan
perkusi dari line midclavicula kanan mulai ICS 2 hingga suara berubah dari
sonor menjadi redup, dilanjutkan perkusi dari abdomen dari batas SIAS di
linea midclavicula kanan hingga suara terdengar dari timpani menjadi redup.
Perkusi lien dilakukan dengan cara mengetuk ICS terbawah di linea axillaris
anterior kiri. Keadaan normal akan menghasilkan suara timpani, jika suaranya
redup ada kemungkinan terjadi splenomegali.

Palpasi
Palpasi yang dilakukan pada abdomen meliputi palpasi ringan, palpasi dalam,
palpasi hepar, lien, dan ballotement dan palpasi kandung kemih.

Palpasi ringan digunakan untuk mendeteksi bagian yang lembut dan area yang
mengalami spasme muskular atau rigiditas. Pada palpasi ini digunakan bagian
ventral 3 jari yang dirapatkan, dan gerakan hanya menekan tanpa menggeser
ke area lain. Palpasi dalam digunakan untuk menilai bentuk organ atau massa
abnormal di abdomen. Pada palpasi dalam, pasien berbaring telentang dan
diminta untuk menekukkan kedua kaki untuk mengurangi tekanan muskulus
rektus abdominis. Palpasi dilakukan menggunakan bagian ventral 3 jari dan
penekanan dilakukan dengan kedua tangan. Pastikan tangan hangat saat
palpasi. Nilai apakah ada nyeri tekan dan nyeri lepas.
Kemudian palpasi hepar dilakukan dengan cara meletakkan satu tangan di
posterior abdomen sementara tangan yang lain melakukan palpasi dimulai dari
SIAS.ke atas hingga menyentuh hepar. Pada saat melakukan palpasi, pasien
diminta untuk inspirasi dalam dan ekspirasi bersamaan dengan gerakan palpasi
ke atas.
Palpasi lien dilakukan dengan mengikuti garis Schuffner. Tangan kiri
pemeriksa diletakkan di bawah posterior abdomen sebelah kiri. Palpasi
dilakukan mulai dari SIAS kanan melewati umbilikus dan ke arah arcus costa
kiri.
Palpasi ginjal dilakukan dengan cara menekan tangan kiri bagian posterior
abdomen tepat dibawah arcus costa dan di daerah flank dan tangan kanan
menekan dari anterior abdomen. Teknik ini dinamakan teknik Ballotement.
Pada keadaan normal, tidak ada sensasi seperti massa yang menyentuh tangan
kanan atau disebut Ballotement negatif. Keadaan hidronefrosis atau
pembesaran ginjal akan memberikan ballotement positif.
Palpasi kandung kemih sering dilakukan pada pasien yang dicurigai
mengalami BPH atau massa di kandung kemih. Pemeriksaannya meliputi
memegang daerah kandung kemih dengan jari I dan II setelah sebelumnya
pasien dipastikan sudah buang air kecil.
H. Ekstremitas
Pada pemeriksaan ekstremitas, lihat apabila ada tanda-tanda dehidrasi dan syok dari
akral yang dingin dan capillary refill time (CRT) yang lebih dari 2 detik. Selain itu,
perhatikan kesimetrisan ekstremitas atas dan bawah. Ketidaksimetrisan lengan dan
tungkai bisa terjadi akibat fraktur, adanya massa atau kelainan bawaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bickley LS. 2009. Bates Guide to Physical Examination and History Taking, Edisi
10. LWW,Inc: USA
2. Fauci, Braunwald, Kasper, et al. 2009. Harrisons Manual Of Medicine, Ed.17:
General Examination of the Skin p. 309 310. McGraw-Hill: USA.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) :
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia: Jakarta.
4. Rabinowitz. 2013. Abdominal Examination: Technique. Medscape. (Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1909183-overview#a15.

Pada

tanggal

03/01/2015).
5. Swartz, et al. 2010. Textbook of Physical Diagnosis: History and Examination, Ed.6.
Saunders Elsevier: USA.
6. Weinberger, Steven. 2008. Principles of Pulmonary Medicine, ed.5: Evaluation of the
Patient with Pulmonary Disease p. 29 33. Elsevier: USA.

10

Anda mungkin juga menyukai