Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Tepung Terigu

Tepung terigu berasal dari biji gandum. Tepung terigu diolah dengan
menyesuaikan kebutuhan konsumen. Di pasaran dijual tepung terigu cap cakra,
cap segitiga, dan cap kunci. Kegunaannya berbeda dari segi kuliner, misalnya
terigu cap kunci dan cap segitiga, untuk membuat masakan yang tidak perlu
mengembang, seperti kue (cake), bakpao, dan bolu. Bila akan memasak kue
kering, pilihlah tepung terigu cap kunci dan cap segitiga. Kedua macam tepung itu
berbeda dalam kadar gluten. Bahan makanan olahan dari tepung terigu, seperti
mie, makaroni, spageti, dan vermiseli. Dengan perkembangan teknologi dalam
segi makanan olahan ini, telah banyak diciptakan bermacam-macam bentuk, rupa,
warna, dan rasa dengan kemasan yang menarik dan higienis. Yang paling baru
adalah makanan instan (Tarwotjo, 2007).

2.1.1. Sejarah Tepung Terigu


Makanan berbasis gandum atau tepung terigu telah menjadi makanan pokok
banyak Negara. Ketersediaannya yang melimpah di pasaran dunia, proteinnya
yang tinggi, harganya yang relatif tidak mahal dan pengolahannya yang praktis
mudah telah menjadikan makanan berbasis tepung terigu merambah cepat ke

Universitas Sumatera Utara

berbagai Negara. Negara-negara pengekspor gandum juga cukup banyak antara


lain, Australia, Kanada, Amerika, Rusia, Cina, dan masih banyak lagi.
Sejarah asal-muasal tanaman gandum sendiri memiliki refrensi yang amat
beragam. Satu pemahaman kiranya sama adalah seorang arkeolog dari Universitas
Chicago yang menemukan dua jenis gandum di antara puing-puing reruntuhan
sebuah desa kuno di Irak pada tahun 1948. Desa tersebut diperkirakan dibangun
6.700 tahun SM.
Sebagian sejarawan masih berpegang pada anggapan bahwa tanaman ini
mula-mula tumbuh di sekitar kawasan Mediterania, sekitar Turki, Syiria, India,
bahkan Eropa. Catatan sejarah purba menemukan bahwa 4.000 tahun SM relief di
pemakaman kuno Mesir mengindikasikan bahwa gandum digunakan sebagai
makanan manusia, dan gandum dikenal sebagai makanan di China pada tahun
2.700 SM. Sejalan dengan penyebaran hunian manusia, demikian pula gandum
sebagai makanan pokok lalu menyebar ke Eropa Timur, Amerika Selatan, Afrika
Selatan, Amerika Serikat, Canada dan Australia. Hal ini mengakibatkan varietas
dan jenis gandum pun semakin beragam bergantung lokasi dan masa tumbuhnya
(http://www.scribd.com/doc/52938649/10/Tepung-Terigu).

2.1.2. Jenis Tepung Terigu


Di pasaran banyak beredar jenis tepung terigu yang masing-masing memiliki
karakteristik dan fungsi berlainan.

Universitas Sumatera Utara

1.

Hard Wheat (Terigu Protein Tinggi)

Di pasaran lebih dikenal dengan terigu Cakra Kembar. Tepung ini diperoleh dari
gandum keras (hard wheat). Kandungan proteinnya 11 - 13%. Tingginya protein
terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur, difermentasikan, daya serap
airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. Karakteristik ini menjadikan tepung
terigu hard wheat sangat cocok untuk bahan baku roti, mie dan pasta karena
sifatnya elastis dan mudah difermentasikan.

2.

Medium Wheat (Terigu Protein Sedang)

Jenis terigu medium wheat mengandung 10% - 11%. Sebagian orang


mengenalnya dengan sebutan all-purpose flour atau tepung serba guna, di pasaran
lebih dikenal dengan sebutan tepung Segitiga Biru. Dibuat dari campuran tepung
terigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya di antara kedua jenis
tepung tersebut. Tepung ini cocok untuk membuat adonan fermentasi dengan
tingkat pengembangan sedang, seperti donat, bakpau, bapel, panada atau aneka
cake dan muffin.

3.

Soft Wheat (Terigu Protein Rendah)

Tepung ini dibuat dari gandum lunak dengan kandungan protein gluten 8% - 9%.
Sifatnya, memiliki daya serap air yang rendah sehingga akan menghasilkan
adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya pengembangannya
rendah. Cocok untuk membuat kue kering, bisikuit, pastel dan kue-kue yang tidak

Universitas Sumatera Utara

memerlukan proses fermentasi. Di pasaran tepung ini lebih dikenal dengan nama
terigu Cap Kunci.

4.

Self Raising Flour

Jenis tepung terigu yang sudah ditambahkan bahan pengembang dan garam.
Penambahan ini menjadikan sifat tepung lebih stabil dan tidak perlu
menambahkan pengembang lagi ke dalam adonan. Jika sukar didapat, tambahkan
satu sendok teh baking powder ke dalam satu kilo tepung sebagai gantinya. Self
raising flour sangat cocok untuk membuat cake, muffin, dan kue kering.

5.

Enriched Flour

Adalah tepung terigu yang disubstitusi dengan beragam vitamin atau mineral
dengan tujuan memperbaiki nilai gizi yang terkandung. Biasanya harganya relatif
lebih mahal. Cocok untuk kue kering dan bolu.

6.

Whole Meal Flour

Tepung ini biasanya dibuat dari biji gandum utuh termasuk dedak dan lembaganya
sehingga warna tepung lebih gelap/krem. Terigu whole meal sangat cocok untuk
makanan kesehatan dan menu diet karena kandungan serat (fiber) dan proteinya
sangat tinggi (http://budiboga.blogspot.com/2006/05/memilih-tepung-terigu-yangbenar-untuk.html).

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Ciri-Ciri Tepung Terigu


Untuk menghasilkan produk tepung yang bermutu tinggi dibutuhkan tepung yang
bermutu tinggi. Tepung ini dapat dikenali dengan melihat warna, kekuatan,
kemudahan dalam menyesuaikan diri, daya serap dan keseragaman. Tepung yang
baik memiliki warna sedikit agak krem. Apabila tidak krem maka remah roti yang
dihasilkan akan berwarna putih. Proses bleaching selama penggilingan gandum
digunakan untuk mengontrol tingkat warna tepung yang dihasilkan. Dalam hal
pembuatan roti warna dapat dikontrol dengan mengubah formula atau resepnya,
mengolah adonan dengan mesin, dan dengan menambahkan bahan yang dapat
mempengaruhi warna tepung.
Masyarakat sering menyebut adanya tepung kuat (strong flour) dan tepung
lemah (soft flour). Istilah ini didasarkan atas kemampuan tepung menghasilkan
roti yang padat besar, yang mengembang dengan baik. Untuk mendapatkan roti
yang padat bermutu, tepung kuat memerlukan masa peragian yang lebih lama dari
tepung lemah. Tepung harus mampu menahan proses peragian dan menghasilkan
roti yang memuaskan di atas waktu yang pada umumnya diperlakukan untuk
mencapai tingkat kematangan yang tepat.
High absorption (daya serap tinggi) pada tepung berkaitan dengan
kemampuan tepung untuk menyerap dan menahan sejumlah air sampai batas
maksimal tanpa pencampuran (mixing) tambahan guna mengembangkan adonan.
Bila adonan tidak mendapat cukup waktu, karena terbatasnya kapasitas
pencampuran oleh sebab-sebab lain, maka volume roti yang dihasilkan akan
berkurang,

remahnya

kering,

rasa

dan

daya

simpannya

berkurang

(http://www.scribd.com/doc/52938649/10/Tepung-Terigu).

Universitas Sumatera Utara

2.1.4. Komposisi
Komposisi gandum bervariasi tergantung pada jenisnya. Sebagai contoh, gandum
Kanada yang keras banyak mengandung gluten (protein), sedang kadar gluten
pada gandum Inggris yang lunak sangat rendah. Istilah keras dan lunak
menunjuk pada sifat gandum saat digiling dan tidak boleh dikacaukan dengan
kuat dan lemah yang mengarah pada sifat tepung saat dipanggang. Kekuatan
tepung lebih tergantung pada mutu daripada jumlah gluten. Tepung yang kuat
adalah tepung yang menghasilkan adonan yang sukar meregang dan mempunyai
sifat dapat menahan gas dengan baik. Tepung yang kuat cocok untuk pembuatan
roti, sedang tepung yang lemah baik untuk kue dan biskuit. Secara umum,
gandum keras akan menghasilkan tepung yang kuat dan gandum lunak
menghasilkan tepung yang lemah.
Komposisi Gandum Manitoba dan Inggris
Manitoba

Inggris

Protein

13,5

9,0

Lemak

2,5

2,0

Karbohidrat

69,0

74,0

Air

13,5

13,5

Vitamin dan mineral

1,5

1,5

(Gaman & Sherrington, 1981).

Universitas Sumatera Utara

2.1.5. Pengolahan Tepung Terigu


Dalam perjalanannya, tepung terigu yang diolah dari biji gandum melalui proses
penggilingan kemudian berhasil dikembangkan menjadi beragam makanan. Yang
paling banyak dikenal dan dikonsumsi berbagai negara termasuk Indonesia adalah
roti dan mie. Produk jadi lainnya kue, biskuit, pastry, dan masih banyak lagi.
Terdapat tiga tahap utama dalam pengolahan gandum menjadi tepung
terigu, yaitu:
a.

Pembersihan dan Penyiapan

Mula-mula gandum dilewatkan serangkaian mesin untuk menghilangkan kotoran,


dedak dan sebagainya. Gandum kemudian dikondisikan, yaitu dilembabkan ke
tingkat kelembaban yang optimum untuk penggilingan, melalui proses
pembasahan dan pengeringan biji. Proses ini mengeraskan sekam sehingga lebih
mudah dipisahkan selama penggilingan dan membuat endosperma lebih mudah
remuk sehingga lebih mudah pula digiling menjadi tepung.

b. Pemecahan
Gandum bersih yang telah mengalami conditioning dilewatkan lima pasang
penggilas baja berombak corrugated yang dikenal sebagai rol pemecah. Dari
tiap pasangan, sebuah penggilasnya berputar dua setengah kali lebih cepatnya dari
penggilas satunya, sehingga biji akan terkelupas dan endosperma akan terpisah
dari sekam. Setelah melewati setiap rol, produk diayak dan dipisahkan menjadi
tiga fraksi:

Universitas Sumatera Utara

1. Partikel kasar yang dilekati endosperma. Bagian ini akan diteruskan ke


rol pemecah.
2. Partikel endosperma yang kasar, disebut semolina. Partikel sekam
yang bercampur dengan semolina dipisahkan dengan menggunakan
hembusan udara, sekam lebih ringan daripada semolina.
3. Sejumlah kecil partikel halus endosperma atau tepung.
Secara bertahap, jarak antara rol-rol pemecah dibuat makin sempit
sehingga di setiap tahap lebih banyak endosperma dipisahkan dari sekam.

c.

Pengecilan Ukuran

Semolina yang diperoleh dari rol pemecah dilewatkan sepuluh atau lebih rol
pengecil ukuran. Rol ini berupa penggilas yang halus dan dari setiap pasangan,
sebuah penggilasnya berputar satu setengah kali lebih cepat dari lainnya. Partikel
endosperma mengalami pengecilan ukuran secara bertahap oleh gencetan rol
sehingga kerusakan granula pati adalah minimum. Setelah melewati setiap
rangkaian rol, produk diayak dan dipisahkan menjadi partikel halus tepung,
partikel yang lebih besar akan dilewatkan rol pengecil ukuran berikutnya serta
partikel kasar yang nantinya dikembalikan ke rol pertama. Seperti halnya rol
pemecah, rol pengecil ukuran juga diatur saling berdekatan secara bertahap dan
pada akhir proses akan diperoleh tepung putih yang halus. Oleh sistem pengecilan
ukuran tersebut, lembaga akan menjadi pipih, bukannya hancur dan dihilangkan
dengan pengayakan (Gaman & Sherrington, 1981).

Universitas Sumatera Utara

2.2.

Syarat Mutu Tepung Terigu

Kualitas tepung terigu dipengaruhi oleh moisture (kadar air), ash (kadar abu),
kadar protein dan lain-lain.

Syarat Mutu Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan


No

Jenis Uji

Satuan

Persyaratan

Kadar Air (b/b)

Maks. 14,5

Kadar Abu (b/b)

Maks. 0,70

Kadar Protein (b/b)

Min. 7,00

detik

Min. 300

Falling Number
kadar air 14%)
(SNI 3751, 2009).

(atas

dasar

2.2.1. Kadar Air


Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan
fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan
komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita. Bahkan dalam bahan makanan
yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian, terkandung
air dalam jumlah tertentu.
Aktivitas air digunakan sebagai petunjuk akan adanya sejumlah air dalam
bahan pangan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Aktivitas air
ini juga terkait erat dengan adanya air dalam bahan pangan.

Universitas Sumatera Utara

Kandungan air dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan


lingkungannya, dan hal ini sangat erat hubungan dengan daya awet bahan pangan
tersebut. Hal ini merupakan pertimbangan utama dalam pengelohan dan
pengelolaan pascaolah bahan pangan.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability,
kesegaran dan daya tahan bahan itu. Sebagian besar dari perubahan-perubahan
bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau bersal dari bahan
itu sendiri (Purnomo, 1995).
Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini
tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan
dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105 - 110oC selama 3 jam
atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah
dikeringkan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak
tahan panas, seperti bahan yang berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan
lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah.
Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan
dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat
yang konstan (Winarno, 2002).

2.2.2. Kadar Abu


Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan
air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral.

Universitas Sumatera Utara

Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam
proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak,
karena itulah disebut abu. Meskipun banyak dari elemen-elemen mineral telah
jelas diketahui fungsinya pada makanan ternak, belum banyak penelitian sejenis
dilakukan pada manusia. Karena itu peranan berbagai unsur mineral bagi manusia
masih belum sepenuhnya diketahui (Winarno, 2002).
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan
pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral
yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam
organik dan garam anorganik.
Penentuan kadar abu digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain:
a. Untuk menetukan baik tidaknya suatu proses pengolahan
b. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan
c. Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan
makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup
tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.
Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau
cara langsung dan dapat pula secara basah atau cara tidak langsung.
Penentuan kadar abu cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat
organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 - 600oC dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Lama
pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2 - 8 jam. Pengabuan

Universitas Sumatera Utara

dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih
abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu 30 menit. Penimbangan
terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu maka krus yang berisi
abu harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC agar suhunya
turun, baru kemudian dimasukkan ke dalam eksikator sampai dingin.
Pengabuan basah terutama digunakan untuk digesti sampel dalam usaha
penentuan trace elemen dan logam-logam beracun. Pengabuan cara basah ini
prinsipnya adalah memberikan reagen kimia tertentu ke dalam bahan sebelum
dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol
ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi.
Sebagaimana cara kering, setelah selesai pengabuan bahan kemudian diambil dan
dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC sekitar 15 30 menit selanjutnya
dipindahkan ke dalam eksikator sampai dingin kemudian dilakukan penimbangan.
Pengabuan diulangi sampai diperoleh berat abu yang konstan (Sudarmadji, 1989).

2.2.3. Kadar Protein


Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau utama.
Protein merupakan komponen utama sel hewan atau manusia. Oleh karena sel itu
merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein yang terdapat dalam makanan
berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh.
Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah sebagai
berikut: Karbon 50%, Hidrogen 7%, Oksigen 23%, Nitrogen 16%, Belerang 03%, dan Fosfor 0-3% (Poedjiadi, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Keistimewaan lain dari protein adalah struktur yang mengandung N, di


samping C, H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak), S, dan kadang-kadang P,
Fe, dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein). Dengan demikian maka
salah satu cara terpenting yang cukup spesifik untuk menentukan jumlah protein
secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang ada dalam bahan
makanan atau bahan lain. Apabila unsur N dilepaskan dengan cara destruksi
(perusakan bahan sampai terurai unsur-unsurnya) dan N yang terlepas ditentukan
jumlahnya secara kuantitatif (dengan titrasi atau cara lain) maka jumlah protein
dapat diperhitungkan atas dasar kandungan rata-rata unsur N yang ada dalam
protein. Senyawa-senyawa bukan protein yang mengandung N misalnya
Ammonia, asam amino bebas dan asam nukleat. Oleh karena itu cara penentuan
jumlah protein melalui penentuan jumlah N total hasilnya disebut jumlah protein
kasar atau crude protein.
Penerapan jumlah protein yang umum dilakukan adalah dengan
menentukan jumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan. Cara
penentuan ini dikembang oleh Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada
tahun 1883 (Sudarmadji, 1989).
Prinsip metode Kjeldahl adalah mula-mula bahan didestruksi dengan asam
sulfat pekat menggunakan katalis Selenium oksiklorida atau butiran Zn. Ammonia
yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Metode Kjeldahl
pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimikro.
Cara makro-Kjeldahl digunakan untuk sampel yang sukar dihomogenisasi dan
besarnya 1-3 g, sedangkan semimikro-Kjeldahl dirancang untuk sampel yang
berukuran kecil, yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Analisis

Universitas Sumatera Utara

protein dengan metode mikro- Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga
tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.
a.

Proses Destruksi

Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalm asam sulfat pekat sehingga terjadi
penguraian sampel menjadi unsur-unsurnya, yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan
P. Unsur N dalam protein ini dipakai untuk menentukan kandungan protein dalam
suatu bahan. Sebanyak 100 mg sampel (kedelai, tepung terigu, atau bahan lain)
ditambahkan dengan katalisator N sebanyak 0,5 - 1 g.
Katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan
menaikkan titik didih asam sulfat saat penambahan H2SO4 pekat, serta
mempercepat kenaikkan suhu asam sulfat, sehingga destruksi berjalan lebih cepat.
Katalisator N terdiri dari campuran K2SO4 dan HgO dengan perbandingan 20 : 1.
Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih.
Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel bahan padat telah
terdestruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat yang
tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian
didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu ruang, sehingga penambahan
perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan,
karena reaksi yang sebelumnya telah usai.

b. Proses Destilasi
Larutan sampel jernih yang telah dingin kemudian ditambahkan dengan aquadest
untuk melarutkan sampel hasil destruksi agar hasil destruksi dapat didestilasi

Universitas Sumatera Utara

dengan sempurna, serta untuk lebih memudahkan proses analisis karena hasil
destruksi melekat pada tabung reaksi besar. Prinsip destilasi adalah memisahkan
cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih.
Pada tahap destilasi, Ammonium sulfat dipecah menjadi Ammonia (NH3)
dengan penambahan NaOH sampai alkali dan dipanaskan dengan pemanas.
Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar.
Asam standar yang dipakai dalam percobaan ini adalah asam borat 4% dalam
jumlah yang berlebih. Indikator BCG-MR digunakan untuk mengetahui asam
dalam keadaan berlebih.
Asam borat (H3BO3) berfungsi sebagai penangkap destilat NH3 yang
berupa gas yang bersifat basa. Supaya Ammonia dapat ditangkap secara
maksimal, maka sebaiknya ujung alat destilasi ini tercelup semua ke dalam larutan
asam standar, sehingga dapat ditentukan jumlah protein yang sesuai dengan kadar
protein yang terkandung dalam bahan. Selama proses destilasi, lama-kelamaan
larutan asam borat akan berubah warna menjadi biru. Hal ini disebabkan karena
larutan menangkap adanya Ammonia dalam bahan yang bersifat basa, sehingga
mengubah warna merah muda menjadi biru.
Reaksi destilasi akan berakhir bila Ammonia yang telah terdestilasi tidak
bereaksi lagi. Setelah destilasi selesai, larutan sampel berwarna keruh dan terdapat
endapan di dasar tabung (endapan HgO), sedangkan larutan asam dalam
Erlenmeyer akan berwarna biru karena berada dalam suasana basa akibat
menangkap Ammonia.

Universitas Sumatera Utara

c.

Tahap Titrasi

Titrasi merupakan tahap akhir dari seluruh metode Kjeldahl pada penentuan kadar
protein dalam bahan pangan yang dianalisis. Dengan melakukan titrasi, dapat
diketahui banyaknya asam borat yang bereaksi dengan Ammonia. Untuk tahap
titrasi, destilat dititrsi dengan HCl yang telah distandarisasi (telah disiapkan
sebelumnya). Selain destilat sampel, destilat blanko juga dititrasi, karena selisih
titrasi sampel dengan titrasi blanko merupakan ekuivalen jumlah nitrogen. Jadi,
banyaknya HCl yang diperlukan untuk menetralkan akan ekuivalen dengan
banyaknya N. Titrasi HCl dilakukan sampai titik ekuivalen yang ditandai dengan
berubahnya warna larutan dari biru menjadi merah muda karena adanya HCl
berlebih yang menyebabkan suasana asam (indikator BCG-MR berwarna merah
muda pada suasana asam). Melalui titrasi ini, dapat diketahui kandungan N dalam
bentuk NH4, sehingga kandungan N dalam protein sampel dapat diketahui.
Kadar Nitrogen (%N) dapat ditentukan dengan rumus berikut ini:

%N =

(ts tb)
N HCl 14,008 100%
mg sampel

ts : Volume titrasi sampel

tb : Volume titrasi blanko


Dengan demikian, %protein adalah sebagai berikut:
%protein = %N k

fk : Faktor konversi atau perkalian = 6,25

Universitas Sumatera Utara

Apabila pada bahan yang telah diketahui komposisinya dengan lebih tepat, maka
faktor konversi yang digunakan dalah faktor konversi yang lebih tepat yang telah
diketahui per bahan seperti yang tercantum di bawah ini.

Faktor Perkalian Beberapa Bahan


Jenis Bahan

Faktor Perkalian

Susu

6,38

Bir, sirup, biji-bijian, yeast

6,25

Makanan ternak

6,25

Beras

5,95

Roti, gandum, makaroni, mie

5,70

Kacang tanah

5,46

Kedelai

5,75

Kenari

5,18

Gelatin

5,55

Dasar perhitungan penentuan protein menurut metode ini adalah hasil


penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah
mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni). Karena pada bahan
belum diketahui komposisi unsur-unsur penyusunnya secara pasti, maka faktor
konversi yang digunakan adalah 100/16 atau 6,25 (Bintang, 2010).

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Falling Number


Falling number (FN) adalah metode standar internasional (ICC 107/1, ISO 30932004, AACC 56-81B) dan paling populer untuk menentukan kerusakan
tunas/kecambah yang disebabkan oleh kondisi cuaca lembab atau hujan selama
tahap akhir pematangan tanaman.
Untuk menganalisis sampel biji-bijian, pertama perlu digiling menjadi
bubuk, sedangkan sampel tepung dapat dianalisis langsung. Sampel dimasukkan
ke dalam tabung reaksi, ditambahkan air suling, dan tabung kemudian dikocok
dengan kuat untuk mencapai campuran

yang homogen. Tabung tersebut

kemudian ditempatkan di penangas, dan instrumen mulai mengaduk sampel. Yang


terjadi pada suhu tinggi ini adalah bahwa enzim alpha-amylase mulai memecah
pati dan viskositas akan menurun.
Setelah 60 detik pencampuran, pengaduk dijatuhkan dari atas tabung tes,
dan instrumen mengukur waktu yang dibutuhkan pengaduk untuk mencapai
bagian bawah. Hasil falling number dicatat sebagai indeks aktivitas enzim alphaamylase dalam gandum atau tepung dan hasilnya dinyatakan dalam detik. Tingkat
pengukuran aktivitas enzim dengan uji falling number mempengaruhi kualitas
dalam adonan roti (http://ilmubakery.blogspot.com/).

Enzim dalam Pembuatan Roti


Enzim memainkan peranan sangat penting dalam pembuatan roti. Tepung
mengandung amylase (diastase) yang oleh adanya air, merubah pati menjadi

Universitas Sumatera Utara

maltosa. Enzim maltase yang dikeluarkan oleh khamir meneruskan pemecahan


maltosa menjadi glukosa. Kemudian glukosa difermentasi oleh beberapa enzim
dalam khamir, yang secara keseluruhan dikenal sebagai adonan dengan udara dan
etanol (etil alkohol) yang dikeluarkan dari roti pada waktu pemanggangan
(baking).
Protease, terdapat dalam tepung dan khamir, juga penting dalam
pembuatan roti. Protease bereaksi pada protein tepung, yaitu gluten, membuat
gluten lebih extensible dan mampu menahan karbon dioksida yang dihasilkan
oleh fermentasi (Gaman & Sherrington, 1981).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai