Anda di halaman 1dari 11

TIRTAYASA RESEARCH COMPETITION AND FESTIVAL

TRACIVAL 2016
LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL

JUDUL :

Sanggar Politik Indonesia (SAPOI)


Role Model Dedikasi Politik Indonesia Berbasis Kearifan
Lokal
(Studi Kasus di Desa Sangkrah, Kel.Pucangsawit, Kec.Jebres, Solo)

Disusun Oleh :
Riyadi Muslim
Sri Lasmini

(K2513059)
(K2513062)

UNIVERSITAS SEBELAS MARET


SURAKARTA
2016

Sanggar Politik Indonesia (SAPOI)


Role Model Dedikasi Politik Indonesia Berbasis Kearifan Lokal
(Studi Kasus di Desa Sangkrah, Kel.Pucangsawit, Kec.Jebres, Solo)
Ditulis oleh :
Riyadi Muslim, Pendidikan teknik Mesin, muslim@sim.uns.ac.id
2
Sri Lasmini, Pendidikan teknik Mesin, s_lasmini@yahoo.com
12
Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRAK
Perubahan sosial dan politik yang dibawa teknologi informasi dan industri
membuat Bangsa Indonesia mengalami degradasi moral. Hal ini dikarenakan
perkembangan teknologi seperti gadget memungkinkan semua orang termasuk
anak-anak untuk mengakses Internet. Tidak adanya kontrol sosial dalam
penggunaannya, membuat anak kecanduan bermain game online ataupun media
sosial lainya. Akibatnya, munculnya sifat individualis sehingga nilai kepedulian
terhadap sesama dan negara (nasionalisme) menjadi pudar. Menyadari hal tersebut,
pemerintah memasukkan pembangunan karakter bangsa kedalam 9 program
Nawacita. Pemerintah juga mengeluarkan Kebijakan Nasional Pembangunan
Karakter Bangsa Tahun 2010-2015. Selanjutnya, degradasi moral juga dapat
terlihat dari memudarnya peran dan fungsi poskamling, yang berdampak pada
memudarnya budaya srawung dan gotong royong. Saat ini, peran poskamling
hanya sebagai tempat interaksi warga seperti mengobrol, bermain remi dan
menonton TV dan ketika Hari Kemerdekaan tiba, poskamling berubah hanya
menjadi gardu hias. Atas berbagai masalah tersebut kami mengusulkan SAPOI
(Sanggar Politik Indonesia) sebagai media pendidikan politik berkarakter bangsa
Indonesia. SAPOI memiliki instrumen khusus berupa permainan tradisional yang
telah dimodifikasi menjadi UTP dan Dakpol dan serangkaian kegiatan tambahan
berupa belajar bersama, upacara hari minggu, perpustakaan Sapoi dan kegiatan
lainya merupakan upaya pendukung agar nilai-nilai tersebut benar-benar tertanam
kepada anak-anak. Segala kegiatan SAPOI memanfaatkan bangunan Poskamling.
Penulis menggunakan metode kualitatfif-deskritif, teknik ini berfungsi untuk
menggali informasi lebih dalam. Hasil dari penelitian ini diharapkan SAPOI
mampu menjadi menguak realita faktor apa saja yang menghambat kemajuan
industri kreatif di Surakarta, mengetahui pihak-pihak yang berperan dalam industri
kreatif di Surakarta dan dapat menjadi pengetahuan bagi pelaku industri kreatif itu
sendiri. Sapoi diharapkan menjadi media pendidikan politik berkarakter yang
efektif karena pendekatan pembelajaran ini melalui dunia bermain yang disukai
anak.
Kata kunci : Degadrasi moral, Mainan tradisional, Poskamling, SAPOI.

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sudah memasuki Masyarakat Economic ASEAN (MEA) yang
menghadapkan masyarakat kepada keuntungan dan tantangan. Dalam menghadapi
tantangan MEA, pemerintah fokus dalam pembangunan industri kreatif. Industri
kratif itu sendiri memuat kearifan lokal, berupa nilai budaya dan karakter lokal
(Mahendra, Wijaya. 2014). Budaya lokal merupakan aset besar bagi suatu negara,
termasuk Indonesia sebagai negara dengan ragam budaya terbesar di dunia.
Perkembangan budaya sangat erat hubunganya dengan upaya advokasi pemerintah
dalam mengenalkan budaya baik di kalangan sendiri maupun ke negara lain.
Advokasi pemerintah

tidak lepas dari sistem politik di Indonesia yang kuat

berasaskan Pancasila dan Undang-Undang 1945.


Sayangnya, paradigma politik di Indonesia telah memasuki masa kritis.
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap politik sudah menurun sejak orde baru,
saat dimana para pimpinan negeri ini terkuak dalam berbagai kasus hukum. Politik
sering disalah artikan sebagai akal-akalan atau bahasa lain minteri. Sehingga orang
pandai yang berkecimpung di bidang politik atau politikus dikonotasikan sebagai
orang yang pintar mengelabuhi, namun itu asumsi yang buruk. Politikus adalah
orang yang mengikis uang Negara dengan kelihaianya. Kita tengok pakar politik
seperti Gayus Tambunan, Anas Urbaningrum, M. Nazaruddin, dan Angelina
Sondakh, mereka adalah pakar politik Negara yang kompeten dan paham betl
tentang politik. Sayangnya prilaku politik mereka menyimpang dari esensial politik
sendiri. Poitik tidak pernah salah menjalankan fungsinya namun perilaku salah satu
atau beberapa politukus nakal tersebut telah mendominasi paradigma politik di
masayarakat. Tidak hanya orang tua, anak-anak hingga mahasiswa saat ini akan
enggan bicara tentang politik padahal politik bukanlah hal baru dan bukanlah hal
yang tabu untuk dibahas.
Salah satu bukti ketidakpercayaan masyarakat terhadap politik adalah
tingkat antusias masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam Pemilihan Umum baik
Presiden maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada tahun 2009 tingkat golput
di Indoensia mencapai 46% dari total jumlah penduduk di Indonesia. Golput
adalah

singkatan

dari

Golongan Putih yaitu orang-orang yang tidak


2

menggunakan hak pilihnya dalam proses Pemilihan Umum, baik karena sengaja
maupun karena penyebab lainnya.

Menurut Surbakti (2004), hal ini sungguh

memilukan. Jika tingkat kepercayaan terhadap wakil rakyat sudah turun


dikawatirkan tidak ada generasi muda yang mau menggantikan posisi mereka
sebagai wakil rakyat. Padahal, politik sudah ada di Indonesia sejak jaman kerajaan
kerajaan di Indonesia. Politik banyak membantu rakyat dalam membuat kebijakan
dan regulasi berdirinya sebuah kerajaan. Advokasi dan pemilu sudah jadi bagian
politk yang sebenarnya sudah ada sejak lama. Hanya saja istilah politik baru
terkenal baru-baru ini. Jika kita kembali pada esensi politik sebagai ilmu tentang
negara, tentang pemerintahan, atau pengetahuan tentang kehidupan bernegara,
maka kita tidak akan tabu dalam mendengar kata politik. Namun lain Negara lain
esensi, begitulah kita menyebut Indonesia. Negara penuh fenomena ajaib,
terkadang hal benar menjadi salah bahkan salah sudah menjadi hal yang biasa
dibenarkan.
Disisi lain indonesia mempunyai kebergaman peninggalan budaya yang ada
sejak lama dan turun temurun telah menjadi media komunikasi, salah satunya
adalah poskampling. Poskampling adalah gardu desa yang dibuat secara khusus
sebagai pusat aktivitas masyarakat. Namun dewasa ini peran poskampling di
Indonesia kurang maksaimal. Ironisnya di Jawa Tengan sendiri, dari 87.106
poskampling yang ada 47.390 diantaranya pasif digunakan oleh masyarakat.
Berawal dari masalah tersebut, maka muncullah sebuah ide gerakan sosial yang
bertujuan mendedikasikan peran politik positif di masyarakat, berdirilah Sanggar
Politik Indonesia (SAPOI).
2.

METODE PENULISAN

2.1. Jenis Penulisan


Jenis penulisan yang digunakan adalah penulisan kualitatif deskriptif karena
berlandaskan pada penelitian kualitatif yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2004: 6). Pendekatan yang


digunakan yaitu pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif bermaksud untuk
2.2. Lokasi
Poskamling Gang Mega Dua, No.6, Ds. Sangkrah, Kel. Sekarpace, Kec.
Jebres, Kota Surakarta
2.3. Sumber Data
1.

Data Primer
Data primer diperoleh melalui observasi kepada anak-anak.

2.

Data Sekunder
Data ini diperoleh dari hasil penelitian terdahulu, jurnal ilmiah, artikelartikel baik yang bersumber dari media cetak maupun media elektronik
dan melalui penelusuran pustaka terkait.

2.4. Teknik Pengumpulan Data


Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini lalu, diperlukan teknik
pengumpulan data. Teknik yang digunakan adalah wawancara kepada anak-anak;
observasi di lokasi penerapan Sabusa; studi literatur di buku; jurnal ilmiah maupun
internet; dan dokumentasi.
2.5. Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis interaktif. Dalam model ini
ada tiga komponen analisis yaitu : reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Reduksi data (data reduction) merupakan proses seleksi, pemfokusan,
penyederhanaan dan abstraksi data kasar yang ada dalam fieldnote. Penyajian data
(data display) adalah rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan
riset yang dilakukan, sehingga peneliti akan mudah memahami apa yang sedang
terjadi dan apa yang harus dilakukan. Penarikan kesimpulan (conclution drawing).
Proses ini dilakukan dari awal pengumpulan data, peneliti harus mengerti apa arti
dari hal-hal yang ditelitinya, dengan cara pencatatan peraturan, pola-pola,
pernyataan konfigurasi

yang mapan dan arahan sebab-akibat sehingga

memudahkan dalam pengambilan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992:15-19).

3. PEMBAHASAN
3.1 SAPOI (Sanggar Politik indonesia)
SAPOI merupakan alih fungsi dari gardu desa atau poskampling sebagai
tempat

bermain anak sekaligus penanaman nilai-nilai

politik berbudaya,

berbangsa dan bernegara. Mulanya gardu yang biasanya merupakan sebuah ruang
kosong dan kurang dimanfaatkan saat ini dikarenakan keberadaanya yang
tersingkirkan oleh sistem keamanan yang lebih canggih, seperti CCTV. Padahal
ada banyak harapan dan fungsi sosial atas terbangunya poskampling. Melalui
SAPOI penulis mencoba memunculkan kembali aroma masyarakat yang ramah,
luhur dan penuh makna. Pertama, SAPOI fokus pada pendidikan karakter anak
dengan memberikan alternatif ladang bermain yang positif, dekat dan
menyenangkan. Kedua, dedikasi politik SAPOI

melalui semua kegiatan di

dalamnya yang sudah terintegrasi secara sitematik dan terukur untuk anak. Mulai
dari sederhana, menyenangkan hingga kompleks dan butuh tahapan. Pendidikan
politik positif melalui karakter harian anak seperti budaya musyawarah, gotong
royong, patuh pada ketua SAPOI, peraturan sederhana, membuang sampah pada
tempatnya, kewajiban salam, memimpin rapat hingga menyimpulkan, dan yang
paling utama adalah budaya jujur. Ketiga, SAPOI mengontrol aktivitas anak lebih
positif, tanpa mengurangi masa bermain anak. Bagaimanapun dunia anak adalah
dunia bermain, integrasi ilmu pengetahuan pada permainan edukatif menjadi solusi
kongkrit yang ideal. Keempat, SAPOI mencoba memunculkan ciri khas budaya
lokal yang mulai luntur sebagai bentuk pelestarian budaya. Indonesia sangat elok
dan terkenal dengan wayang nya maka kami ciptakan Rewang (Remi Wayang), sisi
nasionalisme kami ciptakan UTP(Ular Tangga Politik), dan Dakpat (Dakon
Macapat) sebagai permainan tradisional paling istimewa. Kelima, SAPOI mencoba
mendekatkan orang tua mengetahui aktifitas anaknya sekaligus orang tua mampu
mengontrol secara leluasa aktifitas anak karena SAPOI berada di dekat lingkungan
rumah mereka.

Gambar 1. Kegiatan di SAPOI

Politik positif dapat dikenalkan dengan berbagai cara dan metode. Target
SAPOI adalah generasi muda dalam hal ini anak usia remaja (SD). SAPOI berusaha
mengajarkan peran politik positif sejak dini. Untuk itu instument yang kami pilih
adalah dengan menggunakan permainan tradisional. Setidaknya ada tiga permainan
yang menjadi unggulan, yaitu :

UTP (Ular Tangga Politik), Rewang (Remi

Wayang) dan Dakpat (Dakon Macapat). Ketiganya merupakan permainan hasil


integrasi nila-nilai budaya lokal dengan dolanan tradisional yang umum dimainkan
oleh anak.
3.2 UTP atau Ular Tangga Politik
Merupakan modifikasi permainan ular tangga bernuansa politik. Penulis melakukan
aransemen pada model permainan dan gambar ular tangga yang di desain secara
unik dan menarik sehingga anak dapat belajar politik dengan nyaman dan
menyenangkan. Medan permainan UTP adalah sebuah papan atau karton
bergambar kotak-kotak berukuran 3 x 12 kotak yang setiap kotak berukuran 5 cm
x 5 cm. Setiap gambar pada kotak merepresentasikan nasionalisme bangsa yang
sangat identic dengan budaya berpolitik

Permainan sederhana namun

mengasyikkan ini tersebar di seluruh dunia dan umumnya memiliki ciri yang sama
dengan nama yang umumnya merupakan terjemahan dari kata ular dan tangga
dalam bahasa masing-masing. Dalam bahasa Inggris misalnya dinamakan Snakesand-Ladders.

Gambar 2. UTP

3.3 Dakpat atau dakon macapat


Merupakan integrasi anatara permainan dakon dengan lagu daerah macapat.
Lagu macapat telah menjadi daya tarik tersendiri, selain sebagai lagu tradisional
yang perlu dilestarikan macapat memiliki bait yang dapat diubah sendiri sehingga
dapat kontekstual dengan kebutuhan. Dalam hal ini menulis mengaransemen lagu
macapat bernuansa politik. Jika ini dapat terus berlanjut dengan pembiasaan baik
ini kami yakin generasi muda akan lebih akrab dengan peran politik yang positif.
Metode pembelajaran dengan menggunakan sistem permainan tradisional dakon
akan memacu para siswa untuk lebih semangat dalam belajar negara kesatuan
republik Indonesia. Cara permainan Dakpat diadopsi dari permainan congklak pada
umumnya tetapi ada, perbedaannya terletak pada aturan main yang tidak biasa,
yaitu pemain harus memutar biji congkak sambil melantunkan lagu macapat yang
mengandung makna politik. Apabila biji congkak telah habis dan lagu belum selesai
maka lawan pemain harus melanjutkan lagu yang dilantunkan. Bila tidak bisa maka
pemain yang selesai berhak melanjutkan dengan mengambil biji congkak miliknya.
Pada akhir permainan, mereka yang lebih banyak mendapatkan biji congkak dailah
yang menang. Permainan dianggap selesai apabila sudah tidak ada lagi yang dapat
diambil (seluruh biji ada di lubang besar kedua pemain).

Gambar 3. Dakpat beserta buku panduan

3.5 Rewang (Remi Wayang)

Gambar 4. Rewang
Rewang merupakan inovasi kartu remii dengan desain tokoh-tokoh
perwayangan. Salah satu cara edukasi yang yang baik adalah dengan memasuki
dunia objek atau dalam konteks ini anak dan remi adalah salah satu media
permainan anak saat ini. Penulis mencoba mengintegrasikan nilai edukasi pada
kartu remi agar anak tidak terbawa pada dampak negatif yang ada tanpa kehilangan
esensi bermain remi. Spesifikasi rewang:
a). berukuran 6x10 cm
b). berjumlah 56 kartu terdiri dari : 4 As, 2 joker, 3 kali J,K,Q,dan 9 kali
angka 2 hingga 10.

3.7 Implementasi SAPOI


Penerapan SOPI dibagi dalam tiga Tahap. Tahap yang pertama yaitu
Perancangan. Tahap ini meliputi : mengidentifikansi nilai-nilai politik yang perlu
diajarkan, sasaran, fasilitator, sarana, Mode Pelaksanaan, media pendukung dan
Waktu. Tahap kedua adalah tahap pelaksanaan, dimana fasilitator harus mampu
menerapkan rancangan yang ada menjadi tindakan kongkrit yang dapat berdampak
pada pengetahuan anak. Dan Tahap ketiga adalah tahap evaluasi dan monitoring,
yaitu serangkaian kegiatan guna memantau aktivitas SAPOI dalam menanamkan
nilai-nilai politik pada anak. Tahap ini menjadi kunci apakah program berjalan
dengan baik dan prospek kedepannya apakah perlu kembangkan atau justru
dihentikan.

Monitoring

dan

evaluasi

secara

umum

bertujuan

untuk

mengembangkan dan meningkatkan kualitas program tersebut sesuai dengan


perencanaan yang telah ditetapkan.

Gambar 1. Aktivitas di SAPOI


Penanaman nila-nilai Politik berkarakter dapat dimulai dari pembentukan
prilaku yang disesuaikan tingkap penangkapan anak saat itu. Salah satunya melalui
pembentukan karakter anak yang diimplementasikan melalui konsep pembelajaran
bermain sambil belajar. Nilai-nilai tersebut dilakukan secara komprehensip,
bertahap, berkesinambungan, serta berkelanjutan. Adapun nilai-nilai yang harus
9

dipertahankan antara lain : Solidaritas, berbuat jujur, ramah-tamah dalam bergaul,


rasa ketuhanan, tolong-menolong, gotong-royong, berkeadilan yang mana semua
nilai luhur tersebut terkonsep dalam satu konsep ideologi pancasila. Programprogram dalam SAPOI dapat dikembangkan menurut keadaan sosial yang sedang
berlangsung. Model pembelajaran ini bersifat konfrehensif dan berkelanjutan,
artinya dapat berubah sesuai kondisi lapangan. Harapan kedepan media ini mampu
diterapkan pada instansi-instansi pendidikan untuk mendukung pembelajaran.
Sehingga pembelajaran lebih menyenangkan, serta mengena tanpa mengurangi
esensi nilai-nilai luhur bangsa. Telah diuraikan bahwa kebudayaan berpengaruh
terhadap moral dan kekayaan pengetahuan akan kearifan lokal, maka Sapoi
mencoba mengenalkan anak-anak kepada kebudayaan lewat dolanan tradisional.
Menggunakan metode bermain karena dunia anak memang dunia bermain. Cara ini
lebih menjamin anak untuk lebih mudah memahami suatu materi, terlebih guna
menanamkan karakter politik yang baik.
4. KESIMPULAN
Gerakan sosial ini hadir sebagi wujud keprihatinan penulis terhadap nuansa
politik di Indonesia. Program ini akan lain crita dengan daerah satu dengan daerah
yang lain bergantung pada kondisi lingkungan yang berjalan. Penulis berharap
SAPOI dapat menjadi role model dedikasi tidak hanya politik namun berbagai
bidang yang dirasa perlu perhatian lebih. Model ini terbukti mampu memberikan
daya tarik dans semangat baru bagi generasi muda yang kreatif dan inovatif. Model
ini pula telah menjadi jawaban akan krisisya pendidikan di Indonesia. Indonesia
akan bangkit berawal dari hal kecil yang mampumenciptakan hal besar (perubahan)
bagi Indonesia kedepanya. Semangat membina, menjadi negarawan berhati mulia.
5. DAFTAR PUSTAKA
Danandjaja,J (1986). Foklor Indonesia: Ilmu Gossip, Dongeng, Dan Lain-Lain. Jakarta :
PT.Grafitipers.
David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. 2004. How to do character education.
Elkind, David H. dan Sweet, Freddy. How to Do Character Education. Artikel yang
diterbitkan pada bulan September/Oktober 2004.
Horton, Paul B & Chester L. Hunt. 1999. Sosiologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

10

Anda mungkin juga menyukai