Anda di halaman 1dari 17

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN.
1.1 LATAR BELAKANG..
1.2 TUJUAN
1.3 METODE PENULISAN..
BAB II OBYEK STUDI.
2.1 OBYEK ARSITEKTUR TRADISIONAL..
2.1.1 LOKASI DAN TEMPAT..
2.1.2 DEMOGRAFI
2.1.3 ASAL MUASAL SEJARAH TEMPAT.
2.1.4 SISTEM KEPERCAYAAN DAN RELIGI
2.1.5 BAHASA
2.1.6 SISTEM PEMERINTAHAN.
2.1.7
KESENIAN
.
2.1.8 PERALATAN DAN
TEKNOLOGI...
2.1.9 MATA PENCAHARIAN.
2.1.10 SISTEM
PENGETAHUAN..
2.1.11 SANDANG, PANGAN,
PAPAN..
2.1.12 ARSITEKTUR
BANGUNAN
2.1.13 ARSITEKTUR BENTANG
ALAM...

2.2 APRESIASI BUDAYA BERARSITEKTUR


2.2.1 BENTUK PENERAPAN DALAM
BANGUNAN
2.2.2 KRITIK ARSITEKTUR.
BAB III ANALISIS DAN
PEMBAHASAN...
3.1 SONGKET
HOUSE
3.1.1
3.1.2
BAB IV KESIMPULAN DAN ARAHAN RANCANGAN
4.1 KESIMPULAN
4.2 ARAHAN RANCANGAN
DAFTAR PUSTAKA

Songket
Kata songket berasal dari istilah sungkit dalam bahasa Melayu dan bahasa
Indonesia, yang berarti "mengait" atau "mencungkil". Hal ini berkaitan
dengan metode pembuatannya; mengaitkan dan mengambil sejumput
kain tenun, dan kemudian menyelipkan benang emas. Selain itu, menurut
sementara orang, kata songket juga mungkin berasal dari kata songka,
songkok khas Palembang yang dipercaya pertama kalinya kebiasaan
menenun dengan benang emas dimulai.
Istilah menyongket berarti
menenun dengan benang emas dan perak. Songket adalah kain tenun
mewah yang biasanya dikenakan saat kenduri, perayaan atau pesta.
Songket dapat dikenakan melilit tubuh seperti sarung, disampirkan di
bahu, atau sebagai destar atau tanjak, hiasan ikat kepala. Tanjak adalah
semacam topi hiasan kepala yang terbuat dari kain songket yang lazim
dipakai oleh sultan dan pangeran serta bangsawan Kesultanan Melayu.
Menurut tradisi, kain songket hanya boleh ditenun oleh anak dara atau
gadis remaja; akan tetapi kini kaum lelaki pun turut menenun
songket. Beberapa kain songket tradisional Sumatra memiliki pola yang
mengandung makna tertentu.
Songket harus melalui delapan peringkat sebelum menjadi sepotong kain
dan masih ditenun secara tradisional. Karena penenun biasanya dari desa,
tidak mengherankan bahwa motif-motifnya pun dipolakan dengan hewan
dan tumbuhan setempat. Motif ini seringkali juga dinamai dengan nama
kue khas Melayu seperti serikaya, wajik, dan tepung talam, yang diduga
merupakan penganan kegemaran raja.
Sejarah
Penenunan songket secara sejarah dikaitkan dengan kawasan
permukiman dan budaya Melayu, dan menurut sementara orang teknik ini
diperkenalkan oleh pedagang India atau Arab. Menurut hikayat rakyat
Palembang, asal mula kain songket adalah dari perdagangan zaman
dahulu di antara Tiongkok dan India. Orang Tionghoa menyediakan
benang sutera sedangkan orang India menyumbang benang emas dan
perak; maka, jadilah songket. Kain songket ditenun pada alat tenun
bingkai Melayu. Pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan
benang-benang emas atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai

jarum leper. Tidak diketahui secara pasti dari manakah songket berasal,
menurut tradisi Kelantan teknik tenun seperti ini berasal dari utara, yakni
kawasan Kamboja dan Siam yang kemudian berkembang ke selatan di
Pattani, dan akhirnya mencapai Kelantan dan Terengganu sekitar tahun
1500-an. Industri kecil rumahan tenun songket kini masih bertahan di
pinggiran Kota Bahru dan Terengganu. Akan tetapi menurut
penenun Terengganu,
justru
para
pedagang
Indialah
yang
memperkenalkan teknik menenun ini pertama kali di Palembang yang
mungkin telah berlaku sejak zaman Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-11).
Menurut tradisi Indonesia sendiri, kain songket nan keemasan dikaitkan
dengan kegemilangan Sriwijaya, kemaharajaan niaga maritim nan
makmur lagi kaya yang bersemi pada abad ke-7 hingga ke-13 di
Sumatera. Hal ini karena kenyataan bahwa pusat kerajinan songket paling
mahsyur di Indonesia adalah kota Palembang. Songket adalah kain mewah
yang aslinya memerlukan sejumlah emas asli untuk dijadikan benang
emas, kemudian ditenun tangan menjadi kain yang cantik. Secara sejarah
tambang emas di Sumatera terletak di Sumatera Selatan dan di
pedalaman dataran tinggi Minangkabau. Meskipun benang emas
ditemukan di reruntuhan situs Sriwijaya di Sumatera, bersama dengan
batu mirah delima yang belum diasah, serta potongan lempeng emas,
hingga kini belum ada bukti pasti bahwa penenun lokal telah
menggunakan benang emas seawal tahun 600-an hingga 700-an
masehi. Songket mungkin dikembangkan pada kurun waktu yang
kemudian di Sumatera. Songket Palembang merupakan songket terbaik di
Indonesia baik diukur dari segi kualitasnya, yang berjuluk "Ratu Segala
Kain". Songket eksklusif memerlukan di antara satu dan tiga bulan untuk
menyelesaikannya, sedangkan songket biasa hanya memerlukan waktu
sekitar 3 hari. Mulanya kaum laki-laki menggunakan songket
sebagai destar, tanjak atau ikat kepala. Kemudian barulah kaum
perempuan Melayu mulai memakai songket sarungdengan baju kurung.
Dokumentasi mengenai asal usul songket masih tidak jelas, kemungkinan
tenun songket mencapai semenanjung Malaya melalui perkawinan atau
persekutuan antar bangsawan Melayu, karena songket yang berharga
kerap kali dijadikan maskawin atau hantaran dalam suatu perkawinan.
Praktik seperti ini lazim dilakukan oleh negeri-negeri Melayu untuk
mengikat persekutuan strategis. Pusat kerajinan songket terletak di
kerajaan yang secara politik penting karena bahan pembuatannya yang
mahal; benang emas sejatinya memang terbuat dari lembaran emas
murni asli.
Songket sebagai busana diraja juga disebutkan dalam naskah Abdullah
bin Abdul Kadir pada tahun 1849.
Songket memiliki motif-motif tradisional yang sudah merupakan ciri khas
budaya wilayah penghasil kerajinan ini. Misalnya motif Saik Kalamai, Buah
Palo, Barantai Putiah, Barantai Merah, Tampuak Manggih, Salapah,
Kunang-kunang, Api-api, Cukie Baserak, Sirangkak, Silala Rabah, dan
Simasam adalah khas songket Pandai Sikek, Minangkabau. Beberapa
pemerintah daerah telah mempatenkan motif songket tradisional mereka.
Dari 71 motif songket yang dimiliki Sumatera Selatan, baru 22 motif yang

terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian


Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dari 22 motif songket Palembang yang
telah terdaftar di antaranya motif Bungo Intan, Lepus Pulis, Nampan
Perak, dan Limar Beranti. Sementara 49 motif lainnya belum terdaftar,
termasuk motif Berante Berakam pada seragam resmi Sriwijaya Football
Club. Selain motif Berante Berakam, beberapa motif lain yang belum
terdaftar yakni motif Songket Lepus Bintang Berakam, Nago Besaung,
Limar Tigo Negeri Tabur Intan, Limar Tigo Negeri Cantik Manis, Lepus
Bintang Penuh, Limar Penuh Mawar Berkandang, dan sejumlah motif lain.
Songket kini
Ditinjau dari bahan, cara pembuatan, dan harganya; songket semula
adalah kain mewah para bangsawan yang menujukkan kemuliaan derajat
dan martabat pemakainya. Akan tetapi kini songket tidak hanya
dimaksudkan untuk golongan masyarakat kaya dan berada semata,
karena harganya yang bervariasi; dari yang biasa dan terbilang murah,
hingga yang eksklusif dengan harga yang sangat mahal. Kini dengan
digunakannya benang emas sintetis maka songket pun tidak lagi luar
biasa mahal seperti dahulu kala yang menggunakan emas asli. Meskipun
demikian, songket kualitas terbaik tetap dihargai sebagai bentuk kesenian
yang anggun dan harganya cukup mahal.
Sejak dahulu kala hingga kini, songket adalah pilihan populer untuk
busana adat perkawinan Melayu, Palembang, Minangkabau, Aceh dan Bali.
Kain ini sering diberikan oleh pengantin laki-laki kepada pengantin wanita
sebagai salah satu hantaran persembahan perkawinan. Pada masa kini,
busana resmi laki-laki Melayu pun kerap mengenakan songket sebagai
kain yang dililitkan di atas celana panjang atau menjadi destar, tanjak,
atau ikat kepala. Sedangkan untuk kaum perempuannya songket dililitkan
sebagai kain sarung yang dipadu-padankan dengan kebaya atau baju
kurung.
Meskipun berasal dari kerajinan tradisional, industri songket merupakan
kerajinan yang terus hidup dan dinamis. Para pengrajin songket terutama
di Palembang kini berusaha menciptakan motif-motif baru yang lebih
modern dan pilihan warna-warna yang lebih lembut. Hal ini sebagai upaya
agar
songket
senantiasa
mengikuti
zaman
dan
digemari
masyarakat. Sebagai benda seni, songket pun sering dibingkai dan
dijadikan penghias ruangan. Penerapan kain songket secara modern amat
beraneka ragam, mulai dari tas wanita, songkok, bahkan kantung ponsel.
Di Indonesia, pusat kerajinan tangan tenun songket dapat ditemukan
di Sumatera, Kalimantan, Bali, Sulawesi, Lombok dan Sumbawa. Di pulau
Sumatera pusat kerajinan songket yang termahsyur dan unggul adalah di
daerah Pandai Sikek dan Silungkang, Minangkabau, Sumatera Barat, serta
di Palembang, Sumatera Selatan. Di Bali, desa pengrajin tenun songket
dapat ditemukan di kabupaten Klungkung, khususnya di desa Sidemen
dan Gelgel. Sementara di Lombok, desa Sukarara di kecamatan Jonggat,
kabupaten Lombok Tengah, juga terkenal akan kerajinan songketnya. Di
luar Indonesia, kawasan pengrajin songket didapati di Malaysia; antara

lain di pesisir timur Semenanjung Malaya khususnya industri rumahan di


pinggiran Kota Bahru, Kelantan dan Terengganu; serta di Brunei.

FILOSOFI SONGKET
Tak hanya batik yang setiap motifnya punya makna berbeda. Tenun dari
Sumatera Barat atau songket dengan kekayaan motifnya ternyata juga
memiliki arti dan nilai kebersamaan tersendiri. "Keterampilan menenun
bagi masyarakat Indonesia merupakan sebuah warisan yang perlu
dipertahankan dan disosialisasikan, karena ini merupakan kekuatan
budaya, kreativitas, dan seni dalam kehidupan bermasyarakat," ungkap
perancang Samuel Wattimena, saat pagelaran busana "Pagelaran Tenun
Unggan
Sumatera
Barat
Kabupaten
Sijunjung"
Dalam perkembangannya terjadi proses akulturasi budaya dalam
kehidupan masyarakat Minangkabau, terutama sejak masuknya pengaruh
Islam ke kota tersebut. Hal ini berpengaruh pada motif-motif tenun yang
mengadaptasi motif-motif alam dan ragam hias dari Timur Tengah seperti
Arab, Mesir, dan Siria. Sejak dahulu, unsur adat ini identik dengan alam
karena alam dianggap sebagai sumber pokok dan penting bagi umat
manusia yang telah memengaruhi perajin mengolah motif pada kain
tenun songket ini.
Kenyataan ini ternyata membentuk suatu filosofi dalam berbagai motif
kain tenun Sumatera Barat. Contohnya adalah sebagai berikut:
1. Pucuk rabuang.

Motif Songket Pucuk Rebung


Motif ini memiliki makna bahwa hidup seseorang harus berguna
sepanjang waktu. Motif ini bercerita bahwa hidup harus mencontoh
falsafah bambu, dimana bambu selalu berguna sejak muda (rebung)
untuk dimakan, dan saat tua (bambu) sebagai lantai rumah atau bahan
bangunan. Motif rebung ini juga mengibaratkan bahwa tanaman ini
berguna sepanjang hidupnya dan semua bagiannya memiliki banyak
kegunaan.

2. Itiak pulang patang.


Motif ini memiliki makna bahwa hidup dalam masyarakat haruslah seiya
sekata, seiring sejalan dan mematuhi peraturan yang berlaku. Motif ini
ingin mengajak masyarakat untuk bisa hidup bersama dan
menggambarkan kerukunan masyarakat Minangkabau yang hidup dalam
tatanan kegotongroyongan yang solid.
3. Kaluak paku.

KALUAK PAKU KACANG BALIMBIANG


Motif ini memiliki makna bahwa kita sebagai manusia haruslah mawas diri
sejak kecil, dan perlu belajar sejak dini mulai dari keluarga. Pendidikan
dalam keluarga menjadi bekal utama untuk menjalankan kehidupan di
masyarakat. Setelah dewasa kita harus bergaul ke tengah masyarakat,
sehingga bekal hidup dari keluarga bisa menjadikan diri lebih kuat dan
tidak mudah terpengaruh hal negatif. Uniknya, motif ini juga memiliki
makna lainnya, yaitu seorang pemimpin harus mampu menjadi teladan
bagi
masyarakat
yang
ada
disekitarnya.
4. Sajamba makan.

Sajamba makan adalah lambang kebersamaan dalam menikmati


keberhasilan. Sajamba makan maksudnya ialah makan beradat dalam
upacara adat di Minangkabau, antara lain makan pada upacara adat.
Sajamba makan terdiri dari enam orang atau empat orang.

Desain sajamba makan melambangkan kebersamaan dalam menikmati


rezeki. Jumlah hidangan biasanya enam atau empat sesuai dengan jumlah
anggota dalam jamba. Makan bersama satu jamba dilakukan dengan
tertip dan rapi sehingga maknan yang dimakan tidak berjatuhan ke
tempat makan bahagian orang lain kiri dan kanan yang ikut makan dalam
satu
jamba.

Dalam pepatah dikatakan: lai samo dimakan, indak samo dicari. Makna
yang dikandungnya ialah dapat menikmati rezeki secara bersama-sama
tanpa merugikan orang lain dan tanpa merasa ada yang berlebih atau
yang kurang dan saling menjaga norma dan adat istiadat dalam
kebersamaan.
5. Tirai.

Motif Songket Tirai


seperti yang diketahui tirai merupakan hiasan dari kain yang diletakkan
pada dinding, pintu, dan lainnya, yang berfungsi untuk menambah
keindahan dan suasana yang semarak. Motif ini menggambarkan
keindahan, lambang kemewahan dalam upacara adat Minangkabau.
6. Saluak laka.

Motif Songket Saluak Laka


Motif ini memiliki memiliki arti lambang kekerabatan. Hal ini akan
memberi makna dalam kehidupan masyarakat, bahwa kekuatan akan
terjalin dari kesatuan yang saling terikat sehingga akan terwujud kekuatan
bersama
dalam
menghadapi
bermacam
masalah.
7. Unggan seribu bukit.
Ini merupakan motif terbaru yang diprakarsai oleh Samuel Wattimena
yang bekerjasama dengan perajin tenun di Unggan, dan Dekranasda
Sumatera Barat. Kerajinan tenun unggan ini merupakan perpaduan teknik
bertenun dari pandai sikek dengan silungkang. Motif ini memiliki arti
kekompakan dalam kerjasama, kegigihan dalam berusaha, dan sifat ingin
maju seseorang.

a. Sistem Kepercayaan/Religi Suku Minangkabau


Sebagian besar masyarakat Minangkabau beragama Islam. Masyarakat
desa percaya dengan hantu, seperti kuntilanak, perempuan menghirup
ubun-ubun bayi dari jauh, dan menggasing (santet), yaitu menghantarkan
racun melalui udara. Upacara-upacara adat di Minangkabau meliputi :
1) upacara Tabuik adalah upacara peringatan kematian Hasan dan Husain
di Padang Karabela;
2) upacara Kitan dan Katam berhubungan dengan lingkaran hidup
manusia, seperti:
a) upacara Turun Tanah/Turun Mandi adalah upacara bayi menyentuh
tanah pertama kali,
b) upacara Kekah adalah upacara memotong rambut bayi pertama kali.
3) Upacara selamatan orang meninggal pada hari ke-7, ke-40, ke-100, dan
ke-1000.

b. Sistem Kekerabatan Suku Bangsa Minangkabau


Sistem kekerabatan dalam masyarakat Minangkabau adalah matrilineal
(garis keturunan ibu), sehingga sistem kekerabatan memerhitungkan dua
generasi di atas ego laki-laki dan satu generasi di bawahnya. Urutannya
sebagai berikut.
1. Ibunya ibu.
2. Saudara perempuan dan laki-laki ibunya ibu.

3. Saudara laki-laki ibu.


4. Anak laki-laki, perempuan saudara perempuan ibu ibunya ego.
5. Saudara laki-laki dan perempuan ego.
6. Anak laki-laki dan perempuan saudara perempuan ibu.
7. Anak laki-laki dan perempuan saudara perempuan ego.
8. Anak laki-laki dan perempuan anak perempuan saudara perempuan
ibunya ibu.
Kesatuan keluarga kecil seperti di atas disebut paruik, pada sebagian
masyarakat ada kesatuan yang disebut kampueng yang memisahkan
paruik dengan suku. Kepentingan keluarga diurus oleh laki-laki yang
bertindak sebagai niniek mamak.
Dalam hal jodoh masyarakat Minangkabau memilih dari luar suku, tetapi
pola itu kini mulai hilang. Bahkan akibat pengaruh dunia modern,
perkawinan endogami lokal tidak lagi dipertahankan.

Gambar 1. Bagan
Minangkabau.

sistem

kekerabatan

masyarakat

c. Sistem Politik Suku Minangkabau


Kepala suku masyarakat Minangkabau disebut penghulu, dubalang, dan
manti. Dubalang bertugas menjaga keamanan kampung, sedangkan
manti berhubungan dengan tugas-tugas keamanan. Kesatuan dari
beberapa kampung disebut nagari. Sistem pemerintahannya dibedakan
menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

1. Laras Bodi-Caniago berhubungan dengan tokoh Datuek Parapatiek


nan Sabatang.
2. Laras
Koto-Piliang
Katumenggungan.

berhubungan

dengan

tokoh

Datuek

Dalam sistem pemerintahan Laras Bodi-Caniago menunjukkan sistem


yang demokratis, karena musyawarah
selalu diutamakan.

d. Sistem Ekonomi Suku Minangkabau


Mata pencaharian masyarakat Minangkabau sebagian besar sebagai
petani. Bagi yang tinggal di pinggir laut mata pencaharian utamanya
menangkap ikan. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak
masyarakat Minangkabau yang mengadu nasib ke kota-kota besar. Seperti
yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada saat ini.

Masyarakat Minangkabau juga banyak yang menjadi perajin. Kerajinan


yang dihasilkan adalah kain songket. Hasil kerajinan tersebut merupakan
cenderamata khas dari Minangkabau.

Gambar 2. Songket benang emas (dok. Putri/detikTravel)


e. Sistem Kesenian Suku Minangkabau
1) Seni Bangunan

Rumah adat Minangkabau disebut rumah gadang. Rumah gadang terdiri


atas biliek sebagai ruang tidur, dan didieh sebagai ruang tamu. Ciri utama
rumah itu adalah bentuk lengkung atapnya yang disebut gonjong yang
artinya tanduk rebung. Antara atap dan lantai terdapat pegu. Di desa
Balimbing lebih kurang 10 km dari timur kota Batu Sangkar banyak
dijumpai rumah gadang yang berumur 300 tahun.

Gambar 3. Rumah Gadang yang ada di Nagari Pandai


Sikek dengan dua buah Rangkiang di depannya .
(WIkimedia Commons)
2) Seni Tari

Tari-tarian yang ada adalah tari silat kucing dan tari silat tupai malompek
yang masih dijumpai di daerah-daerah Payakumbuh. Lagu yang digunakan
dalam tari itu adalah Cak Din Din, Pado-Pado, Siamang Tagagau, Si Calik
Mamenjek, Capo, dan Anak Harimau dalam Gauang. Selain itu juga
terdapat tari piring, tari Lilin, tari payung, dan tari serampang dua belas.

Gambar 4. Tari piring (ANTARA SUMBAR/Eko Fajri)


3) Seni Musik

Alat-alat musik tradisonal dari suku bangsa Minangkabau adalah saluang


dan talempong. Saluang biasa dikenal dengan seruling, sedangkan
talempong mirip dengan gamelan yang dibunyikan dengan pemukul.

Gambar 5. Saluang (Wikimedia Commons)

Gambar
6. Talempong
(WIkimedia Commons)

yang

sedang

dimainkan

4) Seni Sastra

Seni sastra yang berkembang pada suku bangsa Minangkabau dan pada
umumnya adalah seni sastra pantun yang berupa nasihat.

Anda sekarang sudah mengetahui Suku Minangkabau. Terima kasih


anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Anda mungkin juga menyukai

  • T4 - Amalia Ekasanti
    T4 - Amalia Ekasanti
    Dokumen3 halaman
    T4 - Amalia Ekasanti
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • Teori Ars Permukiman
    Teori Ars Permukiman
    Dokumen12 halaman
    Teori Ars Permukiman
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • URBANISASI DAN URBANISME
    URBANISASI DAN URBANISME
    Dokumen4 halaman
    URBANISASI DAN URBANISME
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • Syarat Ta
    Syarat Ta
    Dokumen1 halaman
    Syarat Ta
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • 3 Daftar Isi
    3 Daftar Isi
    Dokumen3 halaman
    3 Daftar Isi
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • Apresiasi Budaya
    Apresiasi Budaya
    Dokumen2 halaman
    Apresiasi Budaya
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • BudayaLingkungan
    BudayaLingkungan
    Dokumen4 halaman
    BudayaLingkungan
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • 14 Daftar Pustaka
    14 Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    14 Daftar Pustaka
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • A.03.2 3D Pendidikan
    A.03.2 3D Pendidikan
    Dokumen1 halaman
    A.03.2 3D Pendidikan
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • Syarat Ta
    Syarat Ta
    Dokumen1 halaman
    Syarat Ta
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • Catatan Wajib Dipahami (The Shard)
    Catatan Wajib Dipahami (The Shard)
    Dokumen8 halaman
    Catatan Wajib Dipahami (The Shard)
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • ALUCOBOND
    ALUCOBOND
    Dokumen4 halaman
    ALUCOBOND
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • Lift
    Lift
    Dokumen1 halaman
    Lift
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • Narasi
    Narasi
    Dokumen2 halaman
    Narasi
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • Pintu Aceh
    Pintu Aceh
    Dokumen2 halaman
    Pintu Aceh
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • MALL RUANG
    MALL RUANG
    Dokumen17 halaman
    MALL RUANG
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • Narasi
    Narasi
    Dokumen2 halaman
    Narasi
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • Jendela Aceh
    Jendela Aceh
    Dokumen2 halaman
    Jendela Aceh
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • Abs Trak
    Abs Trak
    Dokumen2 halaman
    Abs Trak
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • Teknologi Bahan
    Teknologi Bahan
    Dokumen9 halaman
    Teknologi Bahan
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • LANTAI Bahan
    LANTAI Bahan
    Dokumen4 halaman
    LANTAI Bahan
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat
  • Yunani Arsitektur
    Yunani Arsitektur
    Dokumen8 halaman
    Yunani Arsitektur
    Amalia Ekasanti
    Belum ada peringkat