Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Bumi yang kita pijak berbentuk bulat pepat jika dilihat dari ruang angkasa dan permukaannya juga

terlihat seakan-akan rata, padahal kenyataannya tidak. Bumi memiliki relief, yaitu tinggi rendahnya
permukaan bumi yang terbagi menjadi dua, yakni relief daratan dan relief lautan. Salah satu contoh relief
daratan adalah gunung. Jika dilihat dari tinggi rendahnya permukaan daratan, gunung adalah dataran paling
tinggi di antara dataran sekelilingnya.
Gunung banyak terdapat di daerah yang dilalui oleh ring of fire (cincin api) yaitu daerah yang sering
mengalami aktivitas seismik seperti gempa bumi dan gunung meletus, salah satunya di Indonesia. Oleh
karena itu, Indonesia memiliki banyak gunung berapi dan sering terjadi bencana gunung meletus. Gunung
sebenarnya adalah ujung saluran magma yang menghubungkan inti bumi dengan permukaan bumi, jika inti
bumi bergejolak, akan menimbulkan energi yang mendesak magma keluar kepermukaan bumi agar energi
tersebut tersalurkan.
Gunung memberikan panorama yang sangat indah bagi orang yang melihatnya, memberikan
kesejukan dan manfaat bagi orang-orang yang tinggal di sekitar gunung, banyak objek wisata yang terdapat
di sekitar lereng gunung sehingga menambah potensi daerah tersebut, juga tanahnya subur sehingga cocok
digunakan untuk pertanian. Namun, ketika gunung ini meletus maka ini akan menjadi petaka.
Salah satunya adalah Gunung Merapi yang juga merupakan salah satu gunung api aktif di Indonesia
yang banyak menarik perhatian, baik karena aktivitasnya maupun bahaya bencana alam yang beberapa kali
ditimbulkan. Awan panas yang terjadi meluluhlantahkan daerah sekitar gunung merapi dan mengakibatkan
penduduk sekitar menjadi korban. Banyak yang kehilangan tempat tinggal, bahkan sanak saudara mereka
juga ikut menjadi korban amukan awan panas yang disebabkan oleh letusan gunung berapi tersebut. Tidak
hanya tempat tinggal dan sanak saudara saja, namun pekerjaan mereka juga ikut hilang karena amukan
wedhus gembel yang ikut meluluhlantahkan sumber mata pencaharian mereka.
Walaupun banyak korban nyawa dan materi, namun meletusnya gunung berapi juga membawa segi
positif bagi sebagian orang bahkan untuk seluruh bumi. Bencana geologis lainnya, seperti gempa bumi dan
tsunami, merupakan proses planet bumi mencari keseimbangan baru untuk mempertahankan tekanan dan
temperaturnya. Tujuan penting proses ini adalah untuk melindungi miliaran manusia dari kepunahan, sampai
waktu yang telah ditentukan oleh-Nya.

Bencana Gunung Meletus

1.2.

Rumusan masalah
1. Apa itu Gunung ?
2. Mengapa Gunung bisa terbentuk ?
3. Daerah mana yang terdapat Gunung berapi aktif ?
4. Siapa saja yang mendapatkan dampak Gunung berapi ?
5. Bagaimana dampak yang disebabkan oleh Gunung berapi ?
6. Seperti apa cara menghadapi dampak yang disebabkan oleh Gunung ?

1.3.

Tujuan
1. Mengetahui pengertian, klasifikasi, dan informasi tentang Gunung.
2. Mengetahui proses terbentuknya Gunung.
3. Mengetahui salah satu contoh daerah yang memiliki Gunung berapi aktif.
4. Mengetahui siapa saja yang mendapatkan dampak dari Gunung berapi.
5. Bagaimana dampak yang disebabkan oleh Gunung berapi.
6. Mengetahui cara menghadapi dampak yang disebabkan oleh Gunung berapi.

Bencana Gunung Meletus

BAB II
PERMASALAHAN UMUM

2.1.

Definisi Gunung
Gunung adalah tonjolan permukaan bumi yang menjulang tinggi atau dataran yang paling tinggi dari

daerah sekitarnya, memiliki puncak, lereng, dan kaki gunung, serta membentuk seperti kerucut. Sebuah
gunung biasanya lebih tinggi dan curam dari sebuah bukit, dan bisa disebut sebagai gunung jika
ketinggiannya mencapai lebih dari 610 mdpl (meter di atas permukaan laut) menurut Encyclopdia
Britannica.
2.2.

Proses Terbentuknya Gunung


Tenaga endogen adalah tenaga yang berasal dari dalam bumi yang mengakibatkan permukaan bumi

menjadi tidak rata. Tenaga endogen yang membentuk gunung dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.

Tektonisme (diastropisme)
Diastropisme adalah tenaga yang bekerja dari dalam bumi yang mengakibatkan pergeseran dan

perubahan posisi lapisan batuan sehingga mengubah bentuk muka bumi. Gerakan tersebut dapat
dibedakan menjadi gerakan orogenesis dan epirogenesis.
Orogenesis adalah proses pembentukan pegunungan (mountain building) atau pengangkatan
kerak bumi karena tumbukan lempeng. Proses tersebut menghasilkan pengunungan, misalnya
Pengunungan Hilmalaya. Jadi, gunung api tidak termasuk orogenesis karena tenaga yang
membentuknya adalah tenaga vulkanisme bukan diastropisme.
Epirogenesis adalah pengangkatan jalur kerak bumi sehingga membentuk pengunungan yang
berlangsung sangat lambat dan meliputi daerah yang sangat luas.
2.

Vulkanisme
Vulkanisme adalah segala kegiatan magma dari lapisan dalam litosfer menyusup ke lapisan

yang lebih atas atau sampai ke luar permukaan bumi. Aktivitas tersebut menghasilkan bentukan berupa
kerucut atau kubah yang berdiri sendiri dan disebut gunung berapi.
Gunung berapi umumnya terbentuk pada pertemuan lempeng, terutama lempeng yang saling
bertumbukan. Pada pertemuan lempeng tersebut, lempeng samudera menunjam ke bawah dan
lempeng benua terangkat. Akibat kaku, lempeng benua mengalami retakan. Magma yang cair
kemudian masuk melalui retakan-retakan tersebut dan membentuk kantong-kantong magma. Sebagian
magma mampu mencapai permukaan bumi dan membentuk gunung berapi. Karena itulah, sebagian
besar gunung berapi terbentuk pada pertemuan lempeng tersebut.
Bencana Gunung Meletus

2.3.

Klasifikasi Gunung
Gunung yang proses pembentukannya melalui tektonisme ( diastropisme ) adalah gunung yang tidak

membahayakan serta tidak memiliki gerakan aktif, contohnya seperti gunung Everest.
Jika gunung terbentuk melalui proses vulkanisme adalah gunung yang dianggap membahayakan serta
memilik ancaman atas aktivitasnya. Jenis gunung inilah yang dikenal dengan gunung berapi. Gunung berapi
dapat diklasifikasikan berdasarkan :

2.4.

1. Bentuk

3. Tipe Letusan

2. Proses Terjadinya

4. Aktivitas

5. Riwayat Letusan

Peran Gunung bagi Planet Bumi


Jika dianalogikan dengan seseorang yang memasak air di panci, ketika air sudah mendidih, maka

panci akan mengeluarkan asap dan tutup panci pun akan terangakat karena tekanan yang besar, saat panci
dibuka, maka tekanan akan menjadi berkurang dan uapnya perlahan-lahan akan menghilang. Seperti itulah
gambaran mengenai dapur magma dan mengapa gunung berapi bisa meletus. Gunung berapi menyimpan
energi yang suatu saat harus dilepaskan dalam bentuk letusan. Setelah letusan terjadi dan energi dari magma
sudah dilepaskan, maka gunung berapi akan mengalami masa hibernasi atau masa tenang. Jika energi dari
magma belum habis, maka gunung akan mengeluarkan letusannya hingga energi ini perlahan berkurang.
Gunung

juga berfungsi sebagai pasak untuk meminimalkan guncangan litosfer ketika bergerak.

Fungsi fungsi yang lain dari gunung berapi adalah sebagai berikut :

Bertindak sebagai stabilizer.

Merawat lapisan atmosfernya dalam jangka panjang.

Bertindak sebagai jangkar atau rem gerakan lempeng bumi.

Penyubur makhluk tanah. Bertindak sebagai tandon air di Planet Bumi.

membentuk rona baru di Planet Bumi,

Mendinginkan (langit) atmosfer bumi dari kenaikan temperatur atmosfer bumi akibat peningkatan
suhu matahari.

Sebagai pariwisata yang dapat menambah potensi dan penghasilan daerah.

Bencana Gunung Meletus

BAB III
PEMBAHASAN INTI

3.1.

Pembentukan Gunung Merapi


Gunung Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah ke selatan

dari Gunung Ungaran. Gunung ini terbentuk karena aktivitas di zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang
bergerak ke bawah Lempeng Eurasia dan menyebabkan munculnya aktivitas vulkanik di sepanjang bagian
tengah Pulau Jawa. Puncak yang sekarang ini tidak ditumbuhi vegetasi karena aktivitas vulkanik tinggi.
Puncak ini tumbuh di sisi barat daya puncak Gunung Batulawang yang lebih tua.
Proses pembentukan Gunung Merapi telah dipelajari dan dipublikasi sejak tahun 1989 dan seterusnya.
Berthomier, seorang sarjana Prancis, membagi perkembangan Merapi dalam empat tahap. Tahap pertama
adalah Pra-Merapi ( sampai 400.000 tahun yang lalu ), yaitu Gunung Bibi yang bagiannya masih dapat
dilihat di sisi timur puncak Merapi. Tahap Merapi Tua terjadi ketika Merapi mulai terbentuk namun belum
berbentuk kerucut ( 60.000 - 8000 tahun lalu ). Sisa-sisa tahap ini adalah Bukit Turgo dan Bukit Plawangan
di bagian selatan, yang terbentuk dari lava basaltik. Selanjutnya adalah Merapi Pertengahan ( 8000 - 2000
tahun lalu ), ditandai dengan terbentuknya puncak-puncak tinggi, seperti Bukit Gajahmungkur dan
Batulawang, yang tersusun dari lava andesit. Proses pembentukan pada masa ini ditandai dengan aliran lava,
breksiasi lava, dan awan panas. Aktivitas Merapi telah bersifat letusan efusif ( lelehan ) dan eksplosif.
Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan runtuhan material ke arah barat yang meninggalkan
morfologi tapal kuda dengan panjang 7 km, lebar 1 - 2 km dan beberapa bukit di lereng barat. Kawah
Pasarbubar (atau Pasarbubrah) diperkirakan terbentuk pada masa ini. Puncak Merapi yang sekarang, Puncak
Anyar, baru mulai terbentuk sekitar 2000 tahun yang lalu. Dalam perkembangannya, diketahui terjadi
beberapa kali letusan eksplosif dengan VEI 4 berdasarkan pengamatan lapisan tefra.

Puncak Merapi tahun 1930

Bencana Gunung Meletus

Karakteristik letusan sejak tahun 1953 adalah desakan lava ke puncak kawah disertai dengan
keruntuhan kubah lava secara periodik dan pembentukan awan panas ( nue ardente ) yang dapat meluncur
di lereng gunung atau vertikal ke atas. Letusan tipe Merapi ini secara umum tidak mengeluarkan suara
ledakan tetapi desisan. Kubah puncak yang ada sampai tahun 2010 adalah hasil proses yang berlangsung
sejak letusan gas tahun 1969.
Pakar geologi pada tahun 2006 mendeteksi adanya ruang raksasa di bawah Merapi berisi material
seperti lumpur yang secara "signifikan menghambat gelombang getaran gempa bumi". Para ilmuwan
memperkirakan material itu adalah magma. Kantung magma ini merupakan bagian dari formasi yang
terbentuk akibat menghunjamnya Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.
3.2.

Data Letusan Terakhir


3.2.1. Erupsi 2006
Di bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi akan meletus kembali,
ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta
sudah mempersiapkan upaya-upaya evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh kedua pemda
tersebut agar penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera mengungsi ke tempat-tempat yang telah
disediakan.
Pada tanggal 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni, dilaporkan bahwa
aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas. Kepala BPPTK Daerah Istimewa Yogyakarta,
Ratdomo Purbo menjelaskan bahwa sekitar 2 - 4 Juni volume lava di kubah Merapi sudah mencapai 4
juta meter kubik, artinya lava telah memenuhi seluruh kapasitas kubah Merapi sehingga tambahan
semburan lava terbaru akan langsung keluar dari kubah Merapi.
Tanggal 1 Juni, Hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapi yang lebat, tiga
hari belakangan ini terjadi di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Muntilan sekitar
14 kilometer dari Puncak Merapi, paling merasakan hujan abu ini.
Tanggal 8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09.03 WIB meletus dengan semburan awan panas
yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung Merapi panik dan berusaha melarikan diri ke
tempat aman. Pada hari itu tercatat dua letusan Merapi, letusan kedua terjadi sekitar pukul 09.40 WIB.
Semburan awan panas sejauh 5 km lebih mengarah ke hulu Kali Gendol ( lereng selatan ) dan
menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem, wilayah Kabupaten Sleman.

Bencana Gunung Meletus

3.2.2. Erupsi 2010

Awan wedhus gembel

Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010,
direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK)
Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada tanggal 21 Oktober status berubah menjadi "siaga" sejak
pukul 18.00 WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena aktivitas
yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase dan gempa
vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25 Oktober BPPTK Yogyakarta merekomendasi
peningkatan status Gunung Merapi menjadi "awas" dan semua penghuni wilayah dalam radius 10 km
dari puncak harus dievakuasi serta diungsikan ke wilayah aman.
Erupsi pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober. Sedikitnya terjadi hingga
tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai
keluarnya awan panas yang menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.
dan menelan korban 43 orang, ditambah seorang bayi dari Magelang yang tewas karena gangguan
pernapasan.
Sejak saat itu mulai terjadi muntahan awan panas secara tidak teratur. Mulai 28 Oktober,
Gunung Merapi memuntahkan lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan
panas pada pukul 19.54 WIB. Selanjutnya mulai teramati titik api diam di puncak pada tanggal 1
November, menandai fase baru bahwa magma telah mencapai lubang kawah.
Namun, berbeda dari karakter Merapi biasanya, bukannya terjadi pembentukan kubah lava baru,
malah yang terjadi adalah peningkatan aktivitas semburan lava dan awan panas sejak 3 November.
Erupsi eksplosif berupa letusan besar diawali pada pagi hari Kamis, 4 November 2010, menghasilkan
awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke berbagai arah di kaki Merapi. Selanjutnya, sekitar
pukul tiga siang hari terjadi letusan yang tidak henti-hentinya hingga malam hari dan mencapai
puncaknya pada dini hari Jumat 5 November 2010. Menjelang tengah malam, radius bahaya untuk
semua tempat diperbesar menjadi 20 km dari puncak.

Bencana Gunung Meletus

3.3.

Sejarah Letusan
Sejarah letusan G. Merapi secara tertulis mulai tercatat sejak awal masa kolonial Belanda sekitar abad

ke-17. Letusan sebelumnya tidak tercatat secara jelas. Sedangkan letusan-letusan besar yang terjadi pada
masa sebelum periode Merapi baru, hanya didasarkan pada penentuan waktu relatif. Secara umum, letusan
G. Merapi dapat dirangkum sebagai berikut :
Pada periode 3000 - 250 tahun yang lalu tercatat lebih kurang 33 kali letusan, dimana 7 diantaranya
merupakan letusan besar. Dari data tersebut menunjukkan bahwa letusan besar terjadi sekali dalam
150 - 500 tahun ( Andreastuti dkk, 2000 ).
Pada periode Merapi baru telah terjadi beberapa kali letusan besar yaitu abad ke-19 ( tahun 1768,
1822, 1849, 1872 ) dan abad ke-20 yaitu 1930 - 1931. Erupsi abad ke-19 jauh lebih besar dari
letusan abad ke-20, dimana awan panas mencapai 20 km dari puncak. Kemungkinan letusan besar
terjadi sekali dalam 100 tahun ( Newhall, 2000 ).
Aktivitas Merapi pada abad ke-20 terjadi minimal 28 kali letusan, dimana letusan terbesar terjadi
pada tahun 1931. Sudah abad tidak terjadi letusan besar.
Berdasarkan data yang tercatat sejak tahun 1600-an, G. Merapi meletus lebih dari 80 kali atau rata-rata
sekali meletus dalam 4 tahun. Masa istirahat berkisar antara 1 - 18 tahun, artinya masa istirahat terpanjang
yang pernah tercatat andalah 18 tahun. Secara umum, letusan Merapi pada abad ke-18 dan abab ke-19 masa
istirahatnya relatif lebih panjang, sedangkan indeks letusannya lebih besar.
Akan tetapi tidak bisa disimpulkan bahwa masa istirahat yang panjang, menentukan letusan yang akan
datang relatif besar. Karena berdasarkan fakta, bahwa beberapa letusan besar, masa istirahatnya pendek. Atau
sebaliknya pada saat mengalami istirahat panjang, letusan berikutnya ternyata kecil. Ada kemungkinan juga
bahwa periode panjang letusan pada abad ke-18 dan abad ke-19 disebabkan banyak letusan kecil yang tidak
tercatat dengan baik, karena kondisi saat itu. Jadi besar kecilnya letusan lebih tergantung pada sifat kimia
magma dan sifat fisika magma. Di skripsi singkat letusan G. Merapi yang tercatat disajikan pada gambar
berikut ini. Gambar tersebut menunjukkan grafik statistik letusan G. Merapi sejak abad ke-18. Pada abad ke18 dan ke-19, letusan G. Merapi umumnya relatif besar dibanding letusan pada abad ke-20, sedangkan masa
istirahatnya lebih panjang.

GRAFIK STATISTIK LETUSAN GUNUNG MERAPI

Bencana Gunung Meletus

Grafik statistik letusan G. Merapi sejak abad ke-18. Pada abad ke-18 dan ke-19, letusan G. Merapi umumnya relatif
besar dibanding letusan pada abad ke-20, sedangkan masa istirahatnya lebih panjang.

3.4.

Karakteristik Letusan
G. Merapi berbentuk sebuah kerucut gunung api dengan komposisi magma basaltik andesit dengan

kandungan silika ( SiO2 ) berkisar antara 52 - 56 %. Morfologi bagian puncaknya dicirikan oleh kawah yang
berbentuk tapal kuda, dimana di tengahnya tumbuh kubah lava.

Bencana Gunung Meletus

Letusan G. Merapi dicirikan oleh keluarnya magma ke permukaan membentuk kubah lava di tengah
kawah aktif di sekitar puncak. Munculnya lava baru biasanya disertai dengan perusakan lava lama yang
menutup aliran sehingga terjadi guguran lava. Lava baru yang mencapai permukaan membetuk kubah yang
bisa tumbuh membesar. Pertumbuhan kubah lava sebanding dengan laju aliran magma yang bervariasi
hingga mencapai ratusan ribu meter kubik per hari. Kubah lava yang tumbuh di kawah dan membesar
menyebabkan ketidakstabilan. Kubah lava yang tidak stabil posisinya dan didorong oleh tekanan gas dari
dalam menyebabkan sebagian longsor sehingga terjadi awan panas. Awan panas akan mengalir secara
gravitasional menyusur lembah sungai dengan kecepatan 60-100 km/jam dan akan berhenti ketika energi
geraknya habis. Inilah awan panas yang disebut tipe Merapi yang menjadi ancaman bahaya yang utama.

Peta sebaran awan panas G. Merapi yang terjadi sejak tahun 1911-2006

Dalam catatan sejarah, letusan G. Merapi pada umumnya tidak besar. Bila diukur berdasarkan indek
letusan VEI ( Volcano Explosivity Index ) antara 1 - 3. Jarak luncur awan panas berkisar antara 4 - 15 km.
Pada abad ke-20, letusan terbesar terjadi pada tahun 1930 dengan indeks letusan VEI 3. Meskipun umumnya
letusan Merapi tergolong kecil, tetapi berdasarkan bukti stratigrafi di lapangan ditemukan endapan awan
panas yang diduga berasal dari letusan besar Merapi. Melihat ketebalan dan variasi sebarannya diperkirakan
indeks letusannya VEI 4 dengan tipe letusan antara vulkanian hingga plinian. Letusan besar ini diperkirakan
terjadi pada masa Merapi Muda, sekitar 3000 tahun yang lalu.
Sejak tahun 1768 sudah tercatat lebih dari 80 kali letusan. Di antara letusan tersebut, merupakan
letusan besar ( VEI 3 ) yaitu periode abad ke-19 ( letusan tahun 1768, 1822, 1849, 1872 ) dan periode abad
ke-20 yaitu 1930 - 1931. Erupsi abad ke-19 intensitas letusanya relatif lebih besar, sedangkan letusan abad
ke-20 frekuensinya lebih sering. Kemungkinan letusan besar terjadi sekali dalam 100 tahun ( Newhall,
2000 ). Letusan besar bisa bersifat eksplosif dan jangkauan awanpanas mencapai 15 km.
Letusan G. Merapi sejak tahun 1872 - 1931 mengarah ke barat-barat laut. Tetapi sejak letusan besar
tahun 1930 - 1931, arah letusan dominan ke barat daya sampai dengan letusan tahun 2001. Kecuali pada
Bencana Gunung Meletus

10

letusan tahun 1994, terjadi penyeimpangan ke arah selatan yaitu ke hulu kali Boyong, terletak antara bukit
Turgo dan Plawangan. Erupsi terakhir pada tahun 2006, terjadi perubahan arah dari barat daya ke arah
tenggara, dengan membentuk bukaan kawah yang mengarah ke kali Gendol.

Gambar Letusan G. Merapi berupa luncuran awanpanas ke K.


Gendol pada Juni 2006.

3.5.

Letusan 2010
Peningkatan aktivitas mulai terlihat pada September 2010, dan pada tanggal 20 September 2010,

Merapi dinaikkan statusnya menjadi "Waspada" ( Level II ). Kenaikan status berdasarkan peningkatan
aktivitas seismik, yaitu Gempa Fase Banyak dengan 38 kejadian/hari, Gempa Vulkanik 11 kejadian/hari, dan
Gempa Guguran 3 kejadian/hari.
Pada 21 Oktober 2010 status Merapi kembali dinaikkan menjadi "Siaga" ( Level III ). Kenaikan status
juga berdasarkan peningkatan aktivitas seismik, yaitu Gempa Fase Banyak hingga 150 kejadian/hari, Gempa
Vulkanik 17 kejadian/hari, dan Gempa Guguran 29 kejadian/hari, dan laju deformasi mencapai 17 cm/hari.
Semua data menunjukkan bahwa aktivitas dapat segera berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan yang
dapat menimbulkan bencana.
Pada 25 Oktober 2010 status Merapi ditetapkan "Awas" ( Level IV ), dengan kondisi akan segera
meletus, ataupun keadaan kritis yang dapat menimbulkan bencana setiap saat. Aktivitas yang teramati secara
visual yaitu, tanpa kubah lava, tanpa api diam, dan tanpa lava pijar guguran-guguran besar. Sedangkan
seismisitasnya meningkat menjadi 588 kejadian/hari Gempa Fase Banyak, 80 kejadian/hari Gempa Vulkanik,
194 kejadian/hari Gempa Guguran, dengan laju deformasi 42 cm/hari. Radius aman ditetapkan di luar 10 km
dari puncak Merapi.
Pada 26 Oktober 2010 pukul 17 : 02 WIB terjadi letusan pertama. Letusan bersifat eksplosif disertai
dengan awan panas dan dentuman. Hal ini berbeda dengan kejadian sebelumnya, yaitu letusan bersifat efusif
dengan pembentukan kubah lava dan awan pasan guguran. Letusan yang terjadi pada 29 - 30 Oktober lebih
bersifat eksplosif. Pada 3 November 2010 terjadi rentetan awan panas yang di mulai pada pukul 11 : 11 WIB.
Bencana Gunung Meletus

11

Melalui pengukuran dengan mini DOAS diketahui bahwa terjadi peningkatan fluks SO2 yang mencapai 500
ton/hari. Pada pukul 16 : 05 diteteapkan radius aman di luar 15 km dari puncak Merapi. Dan pada pukul
17:30 dilaporkan bahwa awan panas mencapai 9 km di luar K. Gendol.
Tren meningkat pada data RSAM antara 3 - 4 November 2010 menunjukkan proses pertumbuhan
kubah lava yang mencapai volume 3,5 juta m3 dan tren menurun pada 5 November 2010 menandakan
penghancuran kubah lava tersebut yang menghasilkan aliran awan panas hingga sejauh 15 km dari puncak G.
Merapi ke arah K. Gendol. Pada 4 November 2010 terekam Tremor menerus dan over scale serta
peningkatan massa SO2 di udara mencapai lebih dari 100 kiloton. Radius aman ditetapkan di luar 20 km dari
puncak G. Merapi. 5 November 2010, terjadi penghancuran kubah lava yang menghasilkan awan panas
sejauh 15 km ke K. Gendol. Erupsi ini merupakan erupsi terbesar. Pada 6 November 2010, Tremor masih
menerus dan over scale massa SO2 di udara mencapai puncaknya sebesar 250 - 300 kiloton.
13 November 2010, intensitas erupsi mulai menurun, dan radius aman juga dirubah. Yaitu Sleman 20
km, Magelang 15 km, Boyolali 10 km, Klaten 10 km.
Pada 19 November intensitas erupsi kembali menunjukkan penurunan. Radius aman juga dirubah,
yaitu Sleman sebelah barat K. Boyong 10 km, Sleman sebelah timur K. Boyong 15 km, Magelang 10 km,
Boyolali 5 km, dan Klaten 10 km.
Korban jiwa akibat erupsi G. Merapi 2010 sebanyak 347 Orang (BNPB). Korban terbanyak berada di
Kabupaten Sleman yaitu 246 jiwa. Menyusul Kabupaten Magelang 52 jiwa, Klaten 29 jiwa, dan Boyolali 10
jiwa. Sedangkan pengungsi mencapai 410.388 Orang (BNPB).
Berdasarkan hasil evaluasi data pemantauan G. Merapi secara instrumental dan visual, disimpulkan
bahwa aktivitas G. Merapi menunjukkan penurunan. Dengan menurunnya aktivitas tersebut, maka terhitung
mulai tanggal 3 Desember 2010 pukul 09.00 WIB, status aktivitas G. Merapi diturunkan dari tingkat "Awas"
menjadi "Siaga".
Ancaman berikutnya adalah lahar hujan produk erupsi Merapi yang mencapai 150 juta m 3 . Sekitar
35% produk letusan G. Merapi tersebut masuk ke K. Gendol berupa aliran piroklastik dan sisanya tersebar di
sungai-sungai lain yang berhulu di lereng G. Merapi, seperti K. Woro, K. Kuning, K. Boyong, K. Bedog, K.
Krasak, K. Bebeng, K. Sat, K. Lamat, K. Senowo, K. Trising dan K. Apu. Apa bila terjadi hujan di puncak G.
Merapi, terjadi banjir lahar di sungai yang berhulu di G. Merapi.
BAB IV
PENANGANAN MASALAH

4.1.

Penanggulangan Pra Bencana Gunung Meletus

Bencana Gunung Meletus

12

Beberapa persiapan yang harus dilakukan dalam menghadapi letusan gunung api antara lain :
1. Mengenali tanda-tanda bencana, karakter gunung api dan ancaman- ancamannya;
2. Membuat peta ancaman, mengenali daerah ancaman, daerah aman;
3. Membuat sistem peringatan dini;
4. Mengembangkan radio komunitas untuk penyebarluasan informasi status gunung api;
5. Mencermati dan memahami Peta Kawasan Rawan Gunung Api yang diterbitkan oleh instansi
berwenang;
6. Membuat perencanaan penanganan bencana;
7. Mempersiapkan jalur dan tempat pengungsian yang sudah siap dengan bahan kebutuhan dasar ( air,
jamban, makanan, pertolongan pertama ) jika diperlukan;
8. Mempersiapkan kebutuhan dasar dan dokumen penting;
9. Memantau informasi yang diberikan oleh Pos Pengamatan Gunung Api ( dikoordinasi oleh
Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ). Pos pengamatan gunung api biasanya
mengkomunikasikan perkembangan status gunung api lewat radio komunikasi.
4.2.

Penanggulangan Intra Bencana Gunung Meletus


Penanganan yang harus di lakukan pada saat terjadi gunung meletus atau becana.
Mengetahui lokasi bencana dari informasi yang di dapat, dan harus memperhatikan hal-hal berikut.
a) Lengkapi semua informasi. Dan klasifikasi kebenaran berita
b) Bila benar berita di laporkan sesuai ketentuan ( alur pelaporan )
c) Berita distribusikan untuk kordinasi dengan unit kerja terkait ( persiapan tim )
d) Puskodalmet di bentuk ( aktifkan organisasi kerangka/ organisasi tugas yang sudah ditetapkan
saat preparednees )
e) Sistem Komunikasi memegang peran penting
Tugas pengendalian fasilitas dan logistic seperti :
a) Mampu mengetahui dan menyiapkan kebutuhan semua unit kerja ( fasilitas Puskodal, fasilitas
dan logistik di lapangan )
b) Menyiapkan dan berkoordinasi dgn sektor lain dalam penyiapan kebutuhan korban (RS
lapangan, shektering pengungsi, jamban, air bersih, transportasi tim dan korban)
c) Mempu mengelola semua bantuan logistik dari hasil koordinasi bantuan
d) Lokasi bencana tindakan yang harus di lakukan
1) Lakukan seleksi korban
2) Untuk memberikan prioritas pelayanan
3) Gunakan Label / Tag
4) Penyelamatan dan mengefaluasi korban maupun harta benda
5) Memenuhi kebutuhan dasar
6) Penyelamatan, serta pemulihan sarana dan prasarana
7) Perlindungan
8) Pengurusan pengungsi
Yang sebaiknya dilakukan oleh setiap orang jika terjadi letusan gunung api antara lain :
a. Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah, aliran sungai kering dan daerah
aliran lahar;
b. Hindari tempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan;

Bencana Gunung Meletus

13

c. Masuk ruang lindung darurat;


d. Siapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan;
e. Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh, seperti baju lengan panjang, celana panjang, topi
dan lainnya;
f.

Melindungi mata dari debu, bila ada gunakan pelindung mata seperti kacamata renang atau
apapun yang bisa mencegah masuknya debu ke dalam mata;

g. Jangan memakai lensa kontak;


h. Pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung;
i.
4.3.

Saat turunnya abu gunung api usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah tangan.

Penanggulangan Pasca Bencana Gunung Meletus


Penyelenggaraan penanggulanagan bencana pada tahap pasca bencana yaitu:
a. Rehabilitasi
a) Perbaikan lingkungan daerah bencana.
b) Perbaikan prasarana dan sarana umum.
c) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat.
d) Pemulihan social psikologis.
e) Pelayanan kesehatan
f) Rekonsiliasi dan resolusi konflik
g) Pemulihan social ekonomi budaya
h) Pemulihan keamanan dan ketertiban
i) Pemulihan fungsi pemerintahan, dan
j) Pemulihan fungsi pelayanan public.
b. Rekonstruksi
k) Pembangunan kembali prasarana dan sarana
l) Pembangunan kembali sarana social masyarakat
m) Pembangkitan kembali kehidupan social budaya masyrakat
n) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik
o) Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan dunia usaha dan masyarakat.
p) Peningkatan kondisi social, ekonomi, dan budaya
q) Peningkatan fungsi pelayanan public, dan
r) Peningkatam pelayanan utama dalam masyarakat.

4.4.

Peran Perawat dalam Tanggap Bencana


Peran perawat pada pra-bencana:
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam penanggulangan
ancaman bencana untuk setiap fasenya.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah, organisasi lingkungan, palang merah
nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi
persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat.
c. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat
dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut.
a) Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).
b) Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga yang lain.

Bencana Gunung Meletus

14

c) Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa persediaan makanan dan
penggunaan air yang aman.
d) Perawat juga dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas
kebakaran, rumah sakit, dan ambulans.
e) Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko-posko bencana.
f) Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti pakaian seperlunya,
radio portable, senter beserta baterainya dan lainnya.
g) Bersama tim dokter, menyiapkan kebutuhan rumah sakit lapangan dan tim ambulans
h) Berdiskusi bersama tim dokter tentang penyakit yang timbul akibat bencana sehingga dapat
mempersiapkan obat-obatan/alat kesehatan yang sesuai.
Peran Perawat dalam intra bencana:
a. Bertindak cepat.
b. Melakukan pertolongan pertama.
c. Menentukan status korban berdasarkan triase.
d. Merujuk pasien segera yang memerlukan fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
e. Do not promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti, dengan maksud
memberikan harapan yang besar pada para korban selamat.
f.

Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan.

g. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan (coordination and create leadership).


h. Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang terkait dapat mendiskusikan dan merancang
master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama.
Peran perawat pada pasca bencana menurut Feri dan Makhfudli (2009) adalah perawat berkerja sama
dengan tenaga kesehatan lain dalam memberikan bantuan kesehatan kepada korban seperti pemeriksaan
fisik, wound care secara menyeluruh dan merata pada daerah terjadi bencana. Saat terjadi stres psikologis
yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi post-traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan
sindrom dengan tiga kriteria utama yaitu gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun
peristiwa-peristiwa yang memacunya dan individu akan menunjukkan gangguan fisik, perawat dapat
berperan sebagai konseling. Tidak hanya itu perawat bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait
bekerja sama dengan unsur lintas sektor menangani masalah kesehatan masyarakat pasca-gawat darurat serta
mempercepat fase pemulihan menuju keadaan sehat dan aman.
Selain itu Perawat dapat melakukan pelatihan-pelatihan keterampilan yang difasilitasi dan
berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang bergerak dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan
masyarakat di sekitar daerah bencana akan mampu membangun kehidupannya kedepan lewat kemampuan
yang dimilikinya.

Bencana Gunung Meletus

15

BAB V
PENUTUP

5.1.

Kesimpulan
Gunung adalah bentuk muka bumi berupa tonjolan yang tinggi akibat tenaga endogen di dalam bumi.

Tenaga endogen pembentuk muka bumi ada dua yaitu tektonisme dan vulkanisme. Akibat dua tenaga
endogen ini, dapat membentuk berbagai jenis gunung. Aktivitas vulkanisme inilah penyebab pembentukan
gunung berapi yang jika meletus dapat menyebabkan bencana alam. Namun dibalik semua itu, letusan
gunung berapi adalah sebuah proses geologis bumi untuk menurunkan tekanan tinggi yang berada di dalam
perut bumi dan jika dibiarkan akan berbahaya bagi planet bumi. Oleh karena itu, gunung berapi yang
dianggap berbahaya ternyata adalah sebagai stabilisator planet bumi yang berperan penting sejak milyaran
tahun lalu saat bumi masih belum layak untuk dihuni makhluk hidup.
Akan tetapi, letusan gunung tetaplah berbahaya bagi makhluk hidup yang tinggal di sekitar lereng
gunung berapi. Karena material yang dimuntahkan gunung saat erupsi terdapat zat yang beracun dan
merusak bagi alam sekitar. Banyak sekali korban berjatuhan akibat gunung meletus ini, baik secara langsung,
maupuin tidak langsung. Seperti Gunung Merapi yang sebut-sebut sebagai gunung teraktif di Indonesia
karena letusannya. Memang Gunung Merapi seringkali meletus untuk men-stabilkan tekanan perut bumi,
namun dampak letusannya sangatlah berbahaya.
Gunung Meletus adalah bencana yang tidak bisa dicegah karena merupakan rangkaian proses geologis
bumi, oleh karena itu, yang kita lakukan adalah mengantisipasi dampak terburuk akibat erupsi gunung
Bencana Gunung Meletus

16

meletus. Penanggulangan bencana gunung meletus ada tiga tahapan yang harus dilakukan yaitu
penanggulangan pra bencana, penanggulangan intra bencana, dan penanggulangan pasca bencana.
5.2.

Saran
Allah Swt, tidak mungkin menciptakan ciptaanya dengan sebuah kekurangan tanpa diberi banyak

kelebihan pada sisi lainnya, seperti gunung berapi. Walaupun letusannya sangat berbahaya bagi kehidupan
makhluk hidup, namun di sisi lain letusan gunung berapi memiliki banyak hal positif yang tidak semua
manusia tahu. Allah-lah yang Maha Mengetahui segala yang terjadi di bumi, oleh karena itu, sebagai orang
yang beriman, sebaiknya bersabar dalam menghadapi bencana alam ini. Karena Allah pasti akan menurunkan
rahmat dibalik bencana alam yang melanda manusia, jika manusia mampu bersabar dalam menghadapi
bencana alam ini, maka niscaya akan dibalas Allah kebaikan yang tidak manusia duga.
Tanda manusia bersabar menghadapi bencana adalah dengan turut serta dalam menanggulangi bencana
gunung meletus, seperti mengikuti instruksi dari lembaga penanggulangan bencana, memberi bantuan
terhadap korban bencana, memberikan penyuluhan tentang bencana, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/data-dasar-gunungapi/542-g-merapi?start=1
https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung
https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_berapi
http://www.academia.edu/8778990/Gunung_Merapi_-Sejarah_Letusan
http://www.academia.edu/7472358/GUNUNG_MELETUS
http://anakbertanya.com/mengapa-ada-banyak-gunung-berapi-di-indonesia/
http://www.pengetahuanlengkap.com/2015/01/jenis-jenis-gunung-berapi.html
http://for-social-education.blogspot.co.id/2012/05/tenaga-pembentuk-muka-bumi.html
https://atmospherekita.wordpress.com/2012/03/26/keutamaan-gunung-di-bumi/

Bencana Gunung Meletus

17

Anda mungkin juga menyukai