Anda di halaman 1dari 18

PADI

TUGAS KELOMPOK

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Perdagangan Internasional


pada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Jember

Oleh :
M. Fahmi
Jahrotul Mila
Robby Prasetyo W
Charistandi Firmana

121510601000
131510601012
131510601003
131510601020

PROGRAMSTUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor produk pertanian. Namun
akibat tingginya kebutuhan produk pertanian di pasar domestik seiring pertumbuhan
jumlah penduduk, memaksa Indonesia mengimpor produk pertanian dari negara lain.
Karena produksi dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya
sehingga melakukan impor. Nilai impor produk pertanian masih besar dari US$ 3,34
miliar pada 2003 menjadi US$ 14,90 miliar di 2013. Jumlah ini meningkat empat kali
lipat dari nilai dan kuantitas meski ada kenaikan harga.kondisi tersebut sangat
memprihatinkan karena Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris. Julukan
Indonesia sebagai negara agraris kurang berlaku lagi saat ini (Ariyanti, 2014).
Kebutuhan pangan manusia terutama dipenuhi lewat bahan makanan yang
pokok, yang dihasilkan melalui pertanian dan mengandung banyak karbohidrat serta
menempati porsi terbesar dalam diet manusia, seperti padi, jagung, umbiumbian dan
gandum. Komoditi tersebut di dalam perekonomian Indonesia termasuk ke dalam
subsektor pangan.Kontribusi subsektor pangan terhadap produk domestik bruto
(PDB).
Komoditi pangan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia adalah padi,
terutama karena: (1) padi merupakan bahan pangan dan sumber kalori yang utama
bagi sebagian besar bangsa Indonesia, yakni lebih dari 90 persen dari total penduduk
di Indonesia; (2) usahatani padi menyediakan lapangan kerja bagi 21 juta keluarga
petani dan: (3) sekitar 30 persen dari total pengeluaran rumah tangga miskin
dipergunakan untuk membeli padi (Bustaman, 2003). Selain itu, pangsa padi dalam
konsumsi kalori total adalah 54,3 persen dan berkontribusi sebesar 40 persen dalam
asupan protein.
Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang mempunyai arti penting dalam
kehidupan bangsa Indonesia dan memiliki sejarah panjang dalam kebijakan ekonomi
politik Indonesia. Hal ini disebabkan keberadaannya sebagai makanan pokok bagi
hampir seluruh rakyat Indonesia.Hampir 97 % penduduk Indonesia memiliki

ketergantungan yang tinggi untuk mengkonsumsi padi sebagai makanan pokok


utama. Oleh karena tingginya permintaan terhadap padi dan ketersediaannya yang
relatif terbatas, maka padi dapat disebut sebagai komoditas ekonomi, bahkan padi
juga sering dijadikan sebagai alat sosial dan politik.
Indonesia merupakan negara pengkonsumsi padi terbanyak setelah Cina dan
India. Keadaan ini menyebabkan Indonesia harus berusaha memproduksi padi untuk
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Selain merupakan negara
pengkonsumsi padi, Indonesia juga merupakan negara produsen padi ke tiga di dunia
(Deptan, 2004). Hal ini didukung oleh kondisi alam, iklim, dan topografi yang
mendukung dilakukannya usahatani padi di Indonesia. Selain Indonesia, negaranegara yang menjadi negara produsen padi adalah Thailand, Vietnam, India, Pakistan,
China, dan Amerika Serikat. Produksi padi Indonesia umumnya diorientasikan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi padi domestik, sehingga produksi padi merupakan
salah satu faktor utama yang menopang ketahanan pangan Indonesia.
Hidup layak dengan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan merupakan
hak asasi manusia.Oleh karena itu, setiap warga negara berhak atas terpenuhinya
pangan yang cukup dengan harga murah (Amang dan Sawit, 1999). Sehubungan
dengan hal tersebut, maka menjadi tugas pemerintah dalam menetapkan kebijakan
yang akan menjamin ketahanan pangan dan kebijakan swasembada padi merupakan
kunci bagi pencapaian ketahanan pangan/foodsecurity (Kasryno dalam Mulyana,
1998).
Mengingat hal di atas, mencapai swasembada padi selalu menjadi prioritas
pemerintah dalam kebijakan pembangunan pertaniannya.Kebijakan swasembada padi
merupakan salah satu kebijakan utama pembangunan pertanian dan dinilai telah
berhasil meningkatkan produksi padi dan pendapatan petani.Maka penting bagi kita
untuk mengetahui potensi padi di Indonesia, kebijakan pemerintah, dan organisasi
terkait.

PEMBAHASAN
Potensi Padi Indonesia
Indonesia merupakan negara agraris yang sangat berpotensi untuk memproduksi
padi. Pertanian merupakan salah satu sumber daya alam terbesar yang dimiliki oleh
Indonesia. Hampir seluruh masyarakat bermatapencaharian sebagai petani, hingga
bangsa Indonesia dijuluki sebagai negara agraris. Keadaan alam, topografi, dan iklim
yang ada di Indonesia sangat mendukung diupayakannya usahatani padi baik padi
sawah maupun padi ladang.
Selama ini produksi padi Indonesia sangat berfluktuasi. Sekitar tahun 1984
pertanian Indonesia menjadi sorotan dunia, hal itu dikarenakan Indonesia mampu
berswasembada padi. Namun demikian, tahun-tahun berikutnya hasil produksi padi
Indonesia

terus

mengalami

penurunan.Konsep

pembangunan

yang

tidak

berkelanjutan dan pengalihan sektor pembangunan ke sektor industri dianggap


sebagai salah satu penyebabnya. Hal ini ditandai dengan banyaknya konversi lahan
pertanian ke non pertanian yang menyebabkan luas areal tanam padi semakin
berkurang.Selain faktor konversi lahan, jumlah penduduk Indonesia yang semakin
bertambah setiap tahun secara langsung mengindikasikan peningkatan konsumsi
penduduk. Selain itu faktor lain yang menyebabkan penurunan produksi padi
Indonesia adalah fenomena penurunan rendemen padi. Penurunan rendemen padi
menyebabkan menurunnya hasil dan total produksi padi dalam bentuk padi sehingga
berdampak negatif baik dalam profitabilitas usahatani maupun produksi padi nasional
(Suryana et al., 2001).
Saat ini Indonesia sedang mengembangkan pertaniannya dengan konsep
pertanian

yang

berkelanjutan

dengan

memperhatikan

keseimbangan

lingkungan.Penerapan teknologi modern pun dilakukan.Dari sisi teknologi yang


digunakan dalam pertanian, sebenarnya Indonesia tidak kalah dengan negara-negara
produsen padi lainnya. Pembangunan pertanian yang dimulai dari hulu (saprotan,
obat-obatan, pupuk, bibit, dll), kemudian on farm (cara bercocok tanam), sampai

dengan hilir (pengolahan dan pemasaran), serta didukung dengan sarana pelayanan
dan jasa diharapkan mampu meningkatkan sektor pertanian Indonesia. Sehingga pada
tahun 2004, pertanian Indonesia mampu mengantarkan Indonesia mencapai produksi
padi tertinggi selama republik Indonesia berdiri.
Potensi Indonesia untuk memproduksi padi dalam negeri mengindikasikan
bahwa seharusnya Indonesia mampu mencukupi kebutuhan padi dalam negeri dan
menjadikan padi sebagai komoditi unggulan sehingga Indonesia dapat memenuhi
kebutuhan konsumsi domestik dan mengupayakan ekspor padi dalam rangka
menambah devisa negara. Peningkatan ekspor padi Indonesia yang cukup signifikan
mengindikasikan adanya perbaikan dalam sektor pertanian khususnya padi, sehingga
ekspor padi dapat dijadikan sebagai fenomena baru yang layak dipertahankan dan
dikembangkan. Selama ini produksi sektor pertanian tanaman pangan khususnya
padi, hanya diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi domestik dan tidak
berorientasi untuk ekspor.
1. Produksi Padi
Produksi padi dalam negeri dari tahun ke tahun terus meningkat, walaupun
mempunyai kecenderungan laju pertumbuhannya melandai. Sejak periode tahun 1993
hingga tahun 2001 laju peningkatan produksi pangan, terutama padi mengalami
penurunan. Rendahnya laju peningkatan produksi pangan dan terus menurunnya
produksi di Indonesia antara lain disebabkan oleh: (1) Produktivitas tanaman pangan
yang masih rendah dan terus menurun; (2) Peningkatan luas areal penanaman-panen
yang stagnan bahkan terus menurun khususnya di lahan pertanian pangan produktif di
pulau Jawa. Kombinasi kedua faktor di atas memastikan laju pertumbuhan produksi
dari tahun ke tahun yang cenderung terus menurun (Hutapea dan Mashar, 2003).
Berdasarkan data FAOSTAT diketahui bahwa padi merupakan komoditas
terbesar kedua setelah minyak kelapa sawit di Indonesia. Indonesia merupakan
Negara penghasil padi ketiga terbesar dunia setelah China dan India. produksi padi
pada tahun 2009-2010 mengalami peningkatan, namun produksi padi pada tahun

2011 mengalami penurunan dan kembali meningkat pada tahun 2012 serta pada tahun
2013.
Pulau Jawa merupakan sentra produksi padi yang utama dan berperan sebagai
penyangga produksi padi nasional.Luas tanaman di pulau Jawa cenderung menurun.
Hambatan peningkatan luas tersebut karena: 1) pertambahan penduduk yang relatif
tinggi akan meningkatkan permintaan terhadap lahan perumahan dan infrastruktur. 2)
Industrialisasi diperkirakan akan cenderung berlokasi di pulau Jawa yang memiliki
fasilitas infrastruktur yang lebih baik. Hambatan lain yang menyebabkan usaha
peningkatan hasil per hektar lebih sukar diduga karena harga pupuk dan
pestisida/insektisida yang meningkat, sehingga pemakaian pupuk tidak berimbang
(Suryana et al., 2001).
Tabel 1. Produksi Padi Menurut Pulau di Indonesia Tahun 2010-2015 (ton)
Daerah
Sumatra

2010
2011
1520013
6 15686847
3637477
1 34404557

2012
1601228
8
3652666
3

16749659

3199153
4425272
6994688

3516824
4574149
7280888

275374
293639
6646939
4 65756904
Sumber: Badan Pusat Statistik

Jawa
Bali dan Nusa
tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku dan
Irian Jaya
Indonesia

2013

18358385

37493020

2014
1662889
3
3666304
9

3678350
4703787
7816804

3805456
4849720
8007871

3800309
4847679
8508020

4219190
4830069
8615127

318234
6905612
6

373983

398515
7084646
5

405044

71279709

2015

38970026

75397841

Produksi dalam negeri sampai saat ini masih didominasi oleh pulau Jawa. Pada
tabel 1, terlihat bahwa selama ini produksi padi dalam negeri masih tergantung pada
produksi di pulau Jawa. Hal ini didukung oleh topografi, dan kesuburan tanah di
pulau Jawa yang sangat cocok untuk usahatani padi. Selain itu tenaga kerja yang
dibutuhkan dalam sektor pertanian juga lebih banyak terdapat di pulau jawa
mengingat pulau jawa yang terpadat penduduknya.

Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan produksi padi nasional,


pemerintah tengah mempromosikan pengembangan sistem dan usaha agribisnis
berbasis usahatani padi. Berbagai program promosi yang dilaksanakan secara
berkelanjutan adalah sebagai berikut: (a) Pengembangan infrastruktur mendukung
usahatani padi dan peningkatan akses petani terhadap sarana produksi dan sumber
permodalan, (b) Peningkatan mutu intensifikasi usahatani padi dengan menggunakan
teknologi maju, (c) Melaksanakan ekstensifikasi lahan pertanian terutama di luar
Jawa, dan (e) Peningkatan akses petani terhadap sarana pengolahan pasca panen dan
pemasaran.
2. Konsumsi Padi
Padi merupakan bahan pangan pokok bagi masyarakat Indonesia dan tetap
mendominasi pola makan orang Indonesia. Dari 11 jenis pola pangan pokok rumah
tangga di Indonesia, pola pangan pokok padi adalah yang dominan di setiap propinsi.
Perubahan jenis pangan pokok hanya terjadi pada komoditas bukan padi, seperti
antara jagung dengan umbi-umbian dan sebaliknya. Hal tersebut menunjukkan bahwa
preferensi rumah tangga terhadap padi sangat besar dan sulit diubah (Mardianto dan
Ariani, 2004).
Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai lebih dari 250 juta jiwa.Angka
tersebut mengindikasikan besarnya bahan pangan yang harus tersedia.Kebutuhan
yang besar jika tidak diimbangi peningkatan produksi pangan justru menghadapi
masalah bahaya latent yaitu laju peningkatan produksi di dalam negeri yang terus
menurun. Jika tidak ada upaya untuk meningkatkan produksi pangan maka akan
menimbulkan masalah antara kebutuhan dan ketersediaan dengan kesenjangan
semakin melebar.
Penurunan konsumsi padi belakangan ini terus terjadi.Penurunan ini sangat besar
kemungkinannya disebabkan oleh kondisi krisis ekonomi dan bukan karena mulai
beralihnya konsumsi padi ke non padi. Selain itu hal ini juga disebabkan oleh
konsumsi padi per kapita per tahun antara penduduk pedesaan relatif lebih tinggi jika

dibandingkan dengan penduduk perkotaan. Karena banyaknya jumlah penduduk yang


mempunyai golongan pendapatan rendah di desa jika dibandingkan dengan
perkotaan, sedangkan penduduk kota lebih cenderung menyukai jumlah makanan
cepat saji yang sebetulnya bukan berbahan baku dari padi (Sitepu, 2002).
3. Impor padi
Analisis perkembangan ekspor sektor pertanian dilakukan sebagai upaya dalam
mengevaluasi kinerja dan capaian pembangunan sektor pertanian secara kuantitatif
dalam meningkatkan kontribusinya terhadap penerimaan negara. Sektor pertanian
dalam hal ini meliputi subsektor tanaman pangan, khususnya padi atau padi.
Subsektor tanaman pangan merupakan satu-satunya subsektor yang belum
berorientasi ekspor.Fokus peningkatan produktivitas komoditas tanaman pangan lebih
diarahkan pada penguatan pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri.Karena itu
dalam perdagangan internasional lebih diupayakan penekanan pada bagaimana
meningkatkan produksi, diversifikasi produk khususnya untuk produk substitusi
impor.
Tabel 2. Impor Padi Menurut Negara Asal Tahun 2009-2014 (ton)
Negara
Vietnam
Thailand
Tiongkok1
India
Pakistan
Amerika Serikat
Taiwan
Singapura
Myanmar
Lainnya
Jumlah

2009

2010

2011

2012

2013

2014

20 970.50

467 369.60

1 778 480.60

1 084 782.80

171 286.60

306 418,1

221 372.60
5 167.60
473.10
501.50
1 323.40
0.00
250.00

209 127.80
3 637.40
601.30
4 992.10
1 644.10
0.00
10.80

938 695.70
4 674.80
4 064.60
14 342.30
2 074.10
5 000.00
1 506.50

315 352.70
3 099.30
259 022.60
133 078.00
2 445.50
0.00
22.50

94 633.90
639.80
107 538.00
75 813.00
2 790.40
1 240.00
0.50

366 203,5
1 416,7
90 653,8
61 715,0
1 078,6
840.00
0.00

414.40
250 473.10

198.40
687 581.50

1 637.60
2 750 476.20

12 568.90
1 810 372.30

18 722.50
472 664.70

15 838,0
844 163,7

Sumber: Badan Pusat Statistik


Kebijakan Pemerintah Di Bidang Perdagangan

Pemenuhan kebutuhan pangan sampai sekarang dipenuhi dengan impor dari


luar negeri sehingga ketergantungan pada negara pengimpor semakin besar.
Ketergantungan pangan (padi) melalui impor akan merupakan malapetaka bagi
bangsa dan negara, disamping menguras devisa, memungkinkan dan memudahkan
komoditas pangan dijadikan komoditas dan senjata politik untuk pengaturan hingga
terjadinya dominasi dunia di sisi lain, kesejahteraan petani masih rendah. Saat ini,
Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mencukupi kebutuhan pangan.Seiring
peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat. Di sisi lain,
sebagian besar penduduk yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian masih
tergolong miskin.
Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial,
Pemerintah bersama DPR menerbitkan Undang-Undang 18/2012 tentang pangan dan
UndangUndang 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. UndangUndang 18/2012 dan Undang-Undang 19/2013 menyebutkan peran Negara untuk
melindungi petani dan meningkatkan produksi pangan melalui pengaturan impor
pangan, termasuk penetapan Bea Masuk. Pelaksanaannya, tarif impor atau bea masuk
padi diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK).
Intervensi pemerintah diperlukan untuk mencapai nilai-nilai pembangunan
(development values) yang menjurus kepada keadilan sosial (social fairness and
justice) Pemerintah dapat menetapkan kebijakan perdagangan internasional, termasuk
di bidang impor. Melalui kebijakan di bidang impor tersebut Pemerintah
mempengaruhi

struktur,

komposisi,

dan

kelancaran

usaha

untuk

melindungi/mendorong perekonomiandomestik dan penghematan devisa. Berkenaan


dengan kegiatan impor, terdapat 3 kebijakan perdagangan yang dapat diterapkan,
yaitu: pengenaan tarif impor (bea masuk), penetapan kuota impor, dan pemberian hak
monopoli impor atau pembatasan terhadap jumlah importer.
Salah satu sumber penerimaan Negara padial dari sektor perpajakan. Pajak
berfungsi sebagai: 1) Sumber penerimaan negara fungsi budget, yaitu sumber dana
untuk membiayai berbagai pengeluaran negara; dan 2) Alat pengaturan (regulerend),

yaitu alat untuk melakukan pengawasan atau melaksanakan kebijakan pemerintah di


bidang sosial dan ekonomi. Dengan sistem perpajakan, pemerintah dapat mendorong
atau mengurangi barang-barang produksi tertentu. Salah satu sumber penerimaan
perpajakan dalam APBN padial dari bea Masuk. Undang-Undang 17/2006
mendefinisikan bea masuk sebagai pungutan Negara yang dikenakan terhadap barang
yang diimpor. Timbulnya kewajiban pembayaran bea masuk ketika barang impor
masuk ke dalam daerah pabean seluruh wilayah Republik Indonesia. Bea masuk
merupakan pajak tidak langsung dan dipungut kepada pemakai akhir dari suatu
produk. Pada dasarnya, bea masuk dibayar oleh para pemakai produk, dibayar lebih
dahulu oleh importir, yaitu saat barang akan dikeluarkan dari kawasan pabean.
Selanjutnya, importir akan menghitung bea masuk dan pajak yang dibayar sebagai
komponen harga jual barang di dalam daerah.
Pemberlakuan bea masuk akan memberikan penerimaan kepada pemerintah
dan meningkatkan surplus atau keuntungan produsen. Mengingat bea masuk
merupakan pajak tidak langsung, beban tarif impor atau bea masuk akan ditransfer ke
produk, mendorong kenaikan harga produk, sehingga mengurangi surplus atau
keuntungan konsumen dan kesejahteraan secara umum. Efek pengenaan bea masuk
terdiri atas):
1. Efek harga, harga impor dalam mata uang nasional meningkat sebesar tarif yang
dikenakan.
2. Efek konsumsi, permintaan di pasar dalam negeri terhadap barang impor
menurun karena efek harga. Besarnya konsumsi yang berkurang tergantung pada
besarnya elastisitas harga dari permintaan. Jika barang impor adalah barang
kebutuhan pokok, maka elastisitasnya mendekati nol yang artinya efek harga
terhadap konsumsi kecil.
3. Efek proteksi atau produksi, produksi di dalam negeri naik akibat efek harga.
Karena harga barang impor lebih mahal daripada harga barang yang sama buatan
dalam negeri, permintaan domestik terhadap barang buatan sendiri pun
meningkat sedangkan terhadap barang impor menurun.
4. Efek pendapatan, hasil pajak impor merupakan pendapatan bagi pemerintah.

5. Efek redistribusi, harga barang impor naik akibat bea masuk sehingga
menyebabkan kerugian bagi konsumen karena berkurangnya consumer surplus.
Namun, kenaikan harga barang tersebut dinikmati oleh produsen (producer
surplus) sebagai akibat dari perpindahan surplus dari konsumen kepada
produsen.
Pemerintah mendorong peningkatan produksi padi melalui kebijakan bea
masuk padi. Pemerintah pernah menetapkan kebijakan pembatasan impor padi
melalui pengenaan bea masuk yang berlaku pada 1 Januari 2000 sebesar Rp 430 per
kilogram. Pengenaan bea masuk tersebut tidak berdampak inflatoar sehingga tidak
merugikan masyarakat. Pembatasan impor padi oleh pemerintah dengan cara
peningkatan bea masuk padi meningkatkan harga padi impor. Peningkatan harga
tersebut menyebabkan konsumen beralih untuk mengkonsumsi padi domestik yang
harganya relatif lebih murah dan permintaan padi impor padi menurun. Banyaknya
permintaan konsumsi padi ini mendorong produsen untuk meningkatkan produksi
padi.Keputusan Pemerintah untuk meningkatkan Bea masuk padi mampu
meningkatkan surplus produsen yang nantinya memberikan insentif bagi petani untuk
meningkatkan produksinya dan kesejahteraan produsen semakin meningkat.
Kebijakan bea masuk padi mempengaruhi kesejahteraan petani dan masyarakat
selaku konsumen padi. Penerapan kebijakan bea masuk padi berpengaruh positif
terhadap produksi padi Indonesia dan berpengaruh negatif terhadap konsumsi padi
Indonesia. Namun, penerapan kebijakan bea masuk padi akan berdampak pada
penurunan tingkat kesejahteraan (ekonomi) masyarakat.
Kesejahteraan petani padi dan ketahanan pangan menghendaki terwujudnya
stabilitas harga komoditas pertanian yang menguntungkan bagi petani dan mendorong
peningkatan produksi pangan. Kebijakan bea masuk padi ditempuh melalui
perlindungan harga komoditas pertanian. Kebijakan tersebut mewujudkan kestabilan
harga padi yang menguntungkan petani padi domestik, memberikan kepastian usaha
tani bagi petani bagi upaya peningkatan produksi padi sehingga mendukung
kebijakan ketahanan pangan.

AFTA (
Keikutsertaan Indonesia di dalam AFTA tidak terlepas dari keanggotaan
Indonesia di dalam ASEAN itu sendiri yang berdiri pada tanggal 8 Agustus 1967 di
Bangkok. Pembentukan ASEAN menempatkan sasaran utama pada pertumbuhan
ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan budaya di samping peningkatan
stabilitas dan perdamaian kawasan. Kemudian Declaration of ASEAN Concord yang
ditandatangani di Bali tanggal 24 Februari 1976 menekankan negara-negara anggota
untuk bekerjasama dalam bidang perdagangan selain untuk mendorong pembangunan
dan pertumbuhan produksi baru.
AFTA dilaksanakan dengan instrument CEPT Scheme, yang diperkenalkan pada
Januari 1993. Ditjen Kerjasama ASEAN (2002), mengemukakan bahwa komitmen
utama dibawah CEPT-AFTA hingga saat ini meliputi 4 elemen, yaitu:
a. Program pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama di antara Negaranegara ASEAN hingga mencapai 0-5persen.
b. Penghapusan hambatan-hambatan kuantitatif (quantitative restrictions) dan
hambatan-hambatan non-tarif (non tariff barriers).
c. Mendorong kerjasama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama
di bidang bea masuk serta standar dan kualitas.
d. Penetapan kandungan lokal sebesar 40 persen.
Pada kesepakatan awal AFTA mulai efektif pada tahun 2008, namun setelah
dikoreksi pada September 1994 di Chiang Mai, dimajukan menjadi tahun 2003. Pada
saat itu, AFTA mencakup berbagai bidang kerjasama meliputi: bidang industri,
keuangan dan perbankan, investasi, pangan, pertanian dan kehutanan, mineral, energi,
transportasi dan komunikasi, pariwisata, jasa, dan hak intelektual.
Tujuan utama dari penerapan konsep AFTA adalah untuk meningkatkan
volume
perdagangan di antara sesama negara anggota (trade creation). Keadaan ini
dimungkinkan karena melalui daerah perdagangan bebas, bea masuk (tarif) semua
komoditas perdagangan dari seluruh negara anggota diturunkan mendekati 0 persen.
Di samping itu, hambatan-hambatan yang bukan disebabkan bea masuk (non tariff

barrier), seperti penerapan kuota impor terhadap komoditi tertentu juga harus
dihilangkan.
MEA (Masyarakan Ekonomi ASEAN)
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah bentuk integrasi ekonomi regional
yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015. Tujuan utama MEA 2015 adalah
menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, yang mana terjadi arus
barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih
bebas. Keterlibatan semua pihak di seluruh negara anggota ASEAN mutlak
diperlukan agar dapat mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang kompetitif bagi
kegiatan investasi dan perdagangan bebas yang pada gilirannya dapat memberikan
manfaat bagi seluruh negara ASEAN.
Bagi Indonesia, dengan jumlah populasi, luas dan letak geografi serta nilai PDB
(Produk Domestik Bruto) terbesar di ASEAN harus menjadi aset agar Indonesia bisa
menjadi pemain besar dalam AEC (ASEAN Economic Community) di tahun 2015.
MEA akan menjadi kesempatan yang baik buat Indonesia karena hambatan
perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal itu akan
berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan PDB
Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan
homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian,
karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik (Santoso, 2008). Dalam hal ini,
competition risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang mengalir dalam
jumlah banyak ke Indonesia. Ini, tentu saja, akan mengancam industri lokal dalam
bersaing dengan produk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Ini pada akhirnya akan
meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.
Jumlah penduduk Indonesia yang besar menjadi salah satu potensi pelaksanaan
MEA 2015. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang heterogen dengan
berbagai jenis suku, bahasa dan adat istiadat yang terhampar dari Sabang sampai
Merauke. Indonesia mempunyai kekuatan ekonomi yang cukup bagus, pertumbuhan
ekonomi tertinggi di dunia ketiga (4,5%) setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT)

dan India. Ini akan menjadi modal yang penting untuk mempersiapkan masyarakat
Indonesia menuju MEA tahun 2015. Di sisi lain, banyak tantangan yang harus
dihadapi, terlebih mengenai kesiapan sumber daya manusia. Setiap tahunnya, jumlah
kelahiran manusia baru di Indonesia sebanyak 5 juta manusia. Sementara, jumlah
siswa SD (Sekolah Dasar) mencapai 30 juta jiwa.
Ada dua tantangan besar dalam pelaksanaan MEA 2015. Pertama, jurang
horizontal antara negara dengan kelas ekonomi maju dan yang masih menengah dan
maju. Kedua, jurang vertikal antara negara yang demokratis liberal dan masih
otoriter. Bagaimana kita membangun komunitas kalau nilai-nilai yang menjadi
pengikat berbeda dan taraf kehidupan berbeda? Yang kita butuhkan sekarang dalam
menghadapi MEA adalah menyelesaikan pekerjaan rumah bersamasama. Pemerintah
perlu menyosialisasikan rencana aksi menghadapi tantangan regional. Kerjasama
antar Negara menjadi tak ada artinya bila masyarakat tak terlibat.

LAMPIRAN

Gambar 1. Produksi padi di Indonesia tahun 2009-2014


Sumber: Food and Agriculture Organization Of The United Nations, 2016

Gambar 2. Hasil panen padi di Indonesia tahun 2009-2014


Sumber: Food and Agriculture Organization Of The United Nations, 2016

Gambar 3. produksi padi dunia menurut benua tahun 2009-2014


Sumber: Food and Agriculture Organization Of The United Nations, 2016

Gambar 4. produksi semua komoditas di Indonesia tahun 2009-2014


Sumber: Food and Agriculture Organization Of The United Nations, 2016

Gambar 5. Lima Negara terbesar produksi padi dunia tahun 2009-2014


Sumber: Food and Agriculture Organization Of The United Nations, 2016

DAFTAR PUSTAKA
Abidin.M.Z. 2015.Dampak Kebijakan Impor Padi Dan Ketahanan Pangan Dalam
Perspektif Kesejahteraan Sosial.Sosio Informa. Vol. 1 (3).
Amang Beddu dan M. Husein Sawit.1999. Kebijakan Padi dan Pangan
Nasional. IPB Press: Jakarta.
Badan pusat statistic. 2016. Impor padi Indonesia menurut Negara asal tahun 20092014. https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1043. Diakses pukul 08.00
WIB Tanggal 23 Maret 2015.
Bustaman, A. D.2003. Analisis Integrasi Pasar Padi di Indonesia. Skripsi. Jurusan
Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor
Departemen Pertanian, 2004. Database Subdit Pemasaran Internasional Tanaman
Pangan.
Food and Agriculture Organization Of The United Nations. 2016. Data produksi padi
Indonesia tahun 2009-2013. http://faostat3.fao.org/browse/Q/QC/E. Diakses
pukul 08.00 WIB Tanggal 23 Maret 2015.
Kasryno, dkk.2002. Ekonomi Padi dan Padi Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi.
Mardianto, Sudi, dan Mewa Ariani. 2004. Kebijakan Proteksi dan Komoditas
Padi di Asia dan Prospek Pengembangannya di Indonesia. Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi.
Mulyana, Andy. 1998. Keragaan Penawaran dan Permintaan Padi Indonesia
dan
Prospek
Menuju
Perdagangan
Bebas,
Suatu
Analisis
Simulasi.Disertasi.Program Pascasarjana.Institut Pertanian Bogor.
Sitepu, Rasidin Karo-Karo. 2002. Dampak Kebijakan Perdagangan dan
Liberalisasi Perdagangan terhadap Permintaan dan Penawaran Padi Di
Indonesia.Tesis.Program Pascasarjana.
Suryana, Achmad dkk. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Padi. Jakarta: LPEMFEUI.

Anda mungkin juga menyukai