TUGAS KELOMPOK
Oleh :
M. Fahmi
Jahrotul Mila
Robby Prasetyo W
Charistandi Firmana
121510601000
131510601012
131510601003
131510601020
PROGRAMSTUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor produk pertanian. Namun
akibat tingginya kebutuhan produk pertanian di pasar domestik seiring pertumbuhan
jumlah penduduk, memaksa Indonesia mengimpor produk pertanian dari negara lain.
Karena produksi dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya
sehingga melakukan impor. Nilai impor produk pertanian masih besar dari US$ 3,34
miliar pada 2003 menjadi US$ 14,90 miliar di 2013. Jumlah ini meningkat empat kali
lipat dari nilai dan kuantitas meski ada kenaikan harga.kondisi tersebut sangat
memprihatinkan karena Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris. Julukan
Indonesia sebagai negara agraris kurang berlaku lagi saat ini (Ariyanti, 2014).
Kebutuhan pangan manusia terutama dipenuhi lewat bahan makanan yang
pokok, yang dihasilkan melalui pertanian dan mengandung banyak karbohidrat serta
menempati porsi terbesar dalam diet manusia, seperti padi, jagung, umbiumbian dan
gandum. Komoditi tersebut di dalam perekonomian Indonesia termasuk ke dalam
subsektor pangan.Kontribusi subsektor pangan terhadap produk domestik bruto
(PDB).
Komoditi pangan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia adalah padi,
terutama karena: (1) padi merupakan bahan pangan dan sumber kalori yang utama
bagi sebagian besar bangsa Indonesia, yakni lebih dari 90 persen dari total penduduk
di Indonesia; (2) usahatani padi menyediakan lapangan kerja bagi 21 juta keluarga
petani dan: (3) sekitar 30 persen dari total pengeluaran rumah tangga miskin
dipergunakan untuk membeli padi (Bustaman, 2003). Selain itu, pangsa padi dalam
konsumsi kalori total adalah 54,3 persen dan berkontribusi sebesar 40 persen dalam
asupan protein.
Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang mempunyai arti penting dalam
kehidupan bangsa Indonesia dan memiliki sejarah panjang dalam kebijakan ekonomi
politik Indonesia. Hal ini disebabkan keberadaannya sebagai makanan pokok bagi
hampir seluruh rakyat Indonesia.Hampir 97 % penduduk Indonesia memiliki
PEMBAHASAN
Potensi Padi Indonesia
Indonesia merupakan negara agraris yang sangat berpotensi untuk memproduksi
padi. Pertanian merupakan salah satu sumber daya alam terbesar yang dimiliki oleh
Indonesia. Hampir seluruh masyarakat bermatapencaharian sebagai petani, hingga
bangsa Indonesia dijuluki sebagai negara agraris. Keadaan alam, topografi, dan iklim
yang ada di Indonesia sangat mendukung diupayakannya usahatani padi baik padi
sawah maupun padi ladang.
Selama ini produksi padi Indonesia sangat berfluktuasi. Sekitar tahun 1984
pertanian Indonesia menjadi sorotan dunia, hal itu dikarenakan Indonesia mampu
berswasembada padi. Namun demikian, tahun-tahun berikutnya hasil produksi padi
Indonesia
terus
mengalami
penurunan.Konsep
pembangunan
yang
tidak
yang
berkelanjutan
dengan
memperhatikan
keseimbangan
dengan hilir (pengolahan dan pemasaran), serta didukung dengan sarana pelayanan
dan jasa diharapkan mampu meningkatkan sektor pertanian Indonesia. Sehingga pada
tahun 2004, pertanian Indonesia mampu mengantarkan Indonesia mencapai produksi
padi tertinggi selama republik Indonesia berdiri.
Potensi Indonesia untuk memproduksi padi dalam negeri mengindikasikan
bahwa seharusnya Indonesia mampu mencukupi kebutuhan padi dalam negeri dan
menjadikan padi sebagai komoditi unggulan sehingga Indonesia dapat memenuhi
kebutuhan konsumsi domestik dan mengupayakan ekspor padi dalam rangka
menambah devisa negara. Peningkatan ekspor padi Indonesia yang cukup signifikan
mengindikasikan adanya perbaikan dalam sektor pertanian khususnya padi, sehingga
ekspor padi dapat dijadikan sebagai fenomena baru yang layak dipertahankan dan
dikembangkan. Selama ini produksi sektor pertanian tanaman pangan khususnya
padi, hanya diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi domestik dan tidak
berorientasi untuk ekspor.
1. Produksi Padi
Produksi padi dalam negeri dari tahun ke tahun terus meningkat, walaupun
mempunyai kecenderungan laju pertumbuhannya melandai. Sejak periode tahun 1993
hingga tahun 2001 laju peningkatan produksi pangan, terutama padi mengalami
penurunan. Rendahnya laju peningkatan produksi pangan dan terus menurunnya
produksi di Indonesia antara lain disebabkan oleh: (1) Produktivitas tanaman pangan
yang masih rendah dan terus menurun; (2) Peningkatan luas areal penanaman-panen
yang stagnan bahkan terus menurun khususnya di lahan pertanian pangan produktif di
pulau Jawa. Kombinasi kedua faktor di atas memastikan laju pertumbuhan produksi
dari tahun ke tahun yang cenderung terus menurun (Hutapea dan Mashar, 2003).
Berdasarkan data FAOSTAT diketahui bahwa padi merupakan komoditas
terbesar kedua setelah minyak kelapa sawit di Indonesia. Indonesia merupakan
Negara penghasil padi ketiga terbesar dunia setelah China dan India. produksi padi
pada tahun 2009-2010 mengalami peningkatan, namun produksi padi pada tahun
2011 mengalami penurunan dan kembali meningkat pada tahun 2012 serta pada tahun
2013.
Pulau Jawa merupakan sentra produksi padi yang utama dan berperan sebagai
penyangga produksi padi nasional.Luas tanaman di pulau Jawa cenderung menurun.
Hambatan peningkatan luas tersebut karena: 1) pertambahan penduduk yang relatif
tinggi akan meningkatkan permintaan terhadap lahan perumahan dan infrastruktur. 2)
Industrialisasi diperkirakan akan cenderung berlokasi di pulau Jawa yang memiliki
fasilitas infrastruktur yang lebih baik. Hambatan lain yang menyebabkan usaha
peningkatan hasil per hektar lebih sukar diduga karena harga pupuk dan
pestisida/insektisida yang meningkat, sehingga pemakaian pupuk tidak berimbang
(Suryana et al., 2001).
Tabel 1. Produksi Padi Menurut Pulau di Indonesia Tahun 2010-2015 (ton)
Daerah
Sumatra
2010
2011
1520013
6 15686847
3637477
1 34404557
2012
1601228
8
3652666
3
16749659
3199153
4425272
6994688
3516824
4574149
7280888
275374
293639
6646939
4 65756904
Sumber: Badan Pusat Statistik
Jawa
Bali dan Nusa
tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku dan
Irian Jaya
Indonesia
2013
18358385
37493020
2014
1662889
3
3666304
9
3678350
4703787
7816804
3805456
4849720
8007871
3800309
4847679
8508020
4219190
4830069
8615127
318234
6905612
6
373983
398515
7084646
5
405044
71279709
2015
38970026
75397841
Produksi dalam negeri sampai saat ini masih didominasi oleh pulau Jawa. Pada
tabel 1, terlihat bahwa selama ini produksi padi dalam negeri masih tergantung pada
produksi di pulau Jawa. Hal ini didukung oleh topografi, dan kesuburan tanah di
pulau Jawa yang sangat cocok untuk usahatani padi. Selain itu tenaga kerja yang
dibutuhkan dalam sektor pertanian juga lebih banyak terdapat di pulau jawa
mengingat pulau jawa yang terpadat penduduknya.
2009
2010
2011
2012
2013
2014
20 970.50
467 369.60
1 778 480.60
1 084 782.80
171 286.60
306 418,1
221 372.60
5 167.60
473.10
501.50
1 323.40
0.00
250.00
209 127.80
3 637.40
601.30
4 992.10
1 644.10
0.00
10.80
938 695.70
4 674.80
4 064.60
14 342.30
2 074.10
5 000.00
1 506.50
315 352.70
3 099.30
259 022.60
133 078.00
2 445.50
0.00
22.50
94 633.90
639.80
107 538.00
75 813.00
2 790.40
1 240.00
0.50
366 203,5
1 416,7
90 653,8
61 715,0
1 078,6
840.00
0.00
414.40
250 473.10
198.40
687 581.50
1 637.60
2 750 476.20
12 568.90
1 810 372.30
18 722.50
472 664.70
15 838,0
844 163,7
struktur,
komposisi,
dan
kelancaran
usaha
untuk
5. Efek redistribusi, harga barang impor naik akibat bea masuk sehingga
menyebabkan kerugian bagi konsumen karena berkurangnya consumer surplus.
Namun, kenaikan harga barang tersebut dinikmati oleh produsen (producer
surplus) sebagai akibat dari perpindahan surplus dari konsumen kepada
produsen.
Pemerintah mendorong peningkatan produksi padi melalui kebijakan bea
masuk padi. Pemerintah pernah menetapkan kebijakan pembatasan impor padi
melalui pengenaan bea masuk yang berlaku pada 1 Januari 2000 sebesar Rp 430 per
kilogram. Pengenaan bea masuk tersebut tidak berdampak inflatoar sehingga tidak
merugikan masyarakat. Pembatasan impor padi oleh pemerintah dengan cara
peningkatan bea masuk padi meningkatkan harga padi impor. Peningkatan harga
tersebut menyebabkan konsumen beralih untuk mengkonsumsi padi domestik yang
harganya relatif lebih murah dan permintaan padi impor padi menurun. Banyaknya
permintaan konsumsi padi ini mendorong produsen untuk meningkatkan produksi
padi.Keputusan Pemerintah untuk meningkatkan Bea masuk padi mampu
meningkatkan surplus produsen yang nantinya memberikan insentif bagi petani untuk
meningkatkan produksinya dan kesejahteraan produsen semakin meningkat.
Kebijakan bea masuk padi mempengaruhi kesejahteraan petani dan masyarakat
selaku konsumen padi. Penerapan kebijakan bea masuk padi berpengaruh positif
terhadap produksi padi Indonesia dan berpengaruh negatif terhadap konsumsi padi
Indonesia. Namun, penerapan kebijakan bea masuk padi akan berdampak pada
penurunan tingkat kesejahteraan (ekonomi) masyarakat.
Kesejahteraan petani padi dan ketahanan pangan menghendaki terwujudnya
stabilitas harga komoditas pertanian yang menguntungkan bagi petani dan mendorong
peningkatan produksi pangan. Kebijakan bea masuk padi ditempuh melalui
perlindungan harga komoditas pertanian. Kebijakan tersebut mewujudkan kestabilan
harga padi yang menguntungkan petani padi domestik, memberikan kepastian usaha
tani bagi petani bagi upaya peningkatan produksi padi sehingga mendukung
kebijakan ketahanan pangan.
AFTA (
Keikutsertaan Indonesia di dalam AFTA tidak terlepas dari keanggotaan
Indonesia di dalam ASEAN itu sendiri yang berdiri pada tanggal 8 Agustus 1967 di
Bangkok. Pembentukan ASEAN menempatkan sasaran utama pada pertumbuhan
ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan budaya di samping peningkatan
stabilitas dan perdamaian kawasan. Kemudian Declaration of ASEAN Concord yang
ditandatangani di Bali tanggal 24 Februari 1976 menekankan negara-negara anggota
untuk bekerjasama dalam bidang perdagangan selain untuk mendorong pembangunan
dan pertumbuhan produksi baru.
AFTA dilaksanakan dengan instrument CEPT Scheme, yang diperkenalkan pada
Januari 1993. Ditjen Kerjasama ASEAN (2002), mengemukakan bahwa komitmen
utama dibawah CEPT-AFTA hingga saat ini meliputi 4 elemen, yaitu:
a. Program pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama di antara Negaranegara ASEAN hingga mencapai 0-5persen.
b. Penghapusan hambatan-hambatan kuantitatif (quantitative restrictions) dan
hambatan-hambatan non-tarif (non tariff barriers).
c. Mendorong kerjasama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama
di bidang bea masuk serta standar dan kualitas.
d. Penetapan kandungan lokal sebesar 40 persen.
Pada kesepakatan awal AFTA mulai efektif pada tahun 2008, namun setelah
dikoreksi pada September 1994 di Chiang Mai, dimajukan menjadi tahun 2003. Pada
saat itu, AFTA mencakup berbagai bidang kerjasama meliputi: bidang industri,
keuangan dan perbankan, investasi, pangan, pertanian dan kehutanan, mineral, energi,
transportasi dan komunikasi, pariwisata, jasa, dan hak intelektual.
Tujuan utama dari penerapan konsep AFTA adalah untuk meningkatkan
volume
perdagangan di antara sesama negara anggota (trade creation). Keadaan ini
dimungkinkan karena melalui daerah perdagangan bebas, bea masuk (tarif) semua
komoditas perdagangan dari seluruh negara anggota diturunkan mendekati 0 persen.
Di samping itu, hambatan-hambatan yang bukan disebabkan bea masuk (non tariff
barrier), seperti penerapan kuota impor terhadap komoditi tertentu juga harus
dihilangkan.
MEA (Masyarakan Ekonomi ASEAN)
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah bentuk integrasi ekonomi regional
yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015. Tujuan utama MEA 2015 adalah
menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, yang mana terjadi arus
barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih
bebas. Keterlibatan semua pihak di seluruh negara anggota ASEAN mutlak
diperlukan agar dapat mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang kompetitif bagi
kegiatan investasi dan perdagangan bebas yang pada gilirannya dapat memberikan
manfaat bagi seluruh negara ASEAN.
Bagi Indonesia, dengan jumlah populasi, luas dan letak geografi serta nilai PDB
(Produk Domestik Bruto) terbesar di ASEAN harus menjadi aset agar Indonesia bisa
menjadi pemain besar dalam AEC (ASEAN Economic Community) di tahun 2015.
MEA akan menjadi kesempatan yang baik buat Indonesia karena hambatan
perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal itu akan
berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan PDB
Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan
homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian,
karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik (Santoso, 2008). Dalam hal ini,
competition risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang mengalir dalam
jumlah banyak ke Indonesia. Ini, tentu saja, akan mengancam industri lokal dalam
bersaing dengan produk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Ini pada akhirnya akan
meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.
Jumlah penduduk Indonesia yang besar menjadi salah satu potensi pelaksanaan
MEA 2015. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang heterogen dengan
berbagai jenis suku, bahasa dan adat istiadat yang terhampar dari Sabang sampai
Merauke. Indonesia mempunyai kekuatan ekonomi yang cukup bagus, pertumbuhan
ekonomi tertinggi di dunia ketiga (4,5%) setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
dan India. Ini akan menjadi modal yang penting untuk mempersiapkan masyarakat
Indonesia menuju MEA tahun 2015. Di sisi lain, banyak tantangan yang harus
dihadapi, terlebih mengenai kesiapan sumber daya manusia. Setiap tahunnya, jumlah
kelahiran manusia baru di Indonesia sebanyak 5 juta manusia. Sementara, jumlah
siswa SD (Sekolah Dasar) mencapai 30 juta jiwa.
Ada dua tantangan besar dalam pelaksanaan MEA 2015. Pertama, jurang
horizontal antara negara dengan kelas ekonomi maju dan yang masih menengah dan
maju. Kedua, jurang vertikal antara negara yang demokratis liberal dan masih
otoriter. Bagaimana kita membangun komunitas kalau nilai-nilai yang menjadi
pengikat berbeda dan taraf kehidupan berbeda? Yang kita butuhkan sekarang dalam
menghadapi MEA adalah menyelesaikan pekerjaan rumah bersamasama. Pemerintah
perlu menyosialisasikan rencana aksi menghadapi tantangan regional. Kerjasama
antar Negara menjadi tak ada artinya bila masyarakat tak terlibat.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Abidin.M.Z. 2015.Dampak Kebijakan Impor Padi Dan Ketahanan Pangan Dalam
Perspektif Kesejahteraan Sosial.Sosio Informa. Vol. 1 (3).
Amang Beddu dan M. Husein Sawit.1999. Kebijakan Padi dan Pangan
Nasional. IPB Press: Jakarta.
Badan pusat statistic. 2016. Impor padi Indonesia menurut Negara asal tahun 20092014. https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1043. Diakses pukul 08.00
WIB Tanggal 23 Maret 2015.
Bustaman, A. D.2003. Analisis Integrasi Pasar Padi di Indonesia. Skripsi. Jurusan
Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor
Departemen Pertanian, 2004. Database Subdit Pemasaran Internasional Tanaman
Pangan.
Food and Agriculture Organization Of The United Nations. 2016. Data produksi padi
Indonesia tahun 2009-2013. http://faostat3.fao.org/browse/Q/QC/E. Diakses
pukul 08.00 WIB Tanggal 23 Maret 2015.
Kasryno, dkk.2002. Ekonomi Padi dan Padi Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi.
Mardianto, Sudi, dan Mewa Ariani. 2004. Kebijakan Proteksi dan Komoditas
Padi di Asia dan Prospek Pengembangannya di Indonesia. Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi.
Mulyana, Andy. 1998. Keragaan Penawaran dan Permintaan Padi Indonesia
dan
Prospek
Menuju
Perdagangan
Bebas,
Suatu
Analisis
Simulasi.Disertasi.Program Pascasarjana.Institut Pertanian Bogor.
Sitepu, Rasidin Karo-Karo. 2002. Dampak Kebijakan Perdagangan dan
Liberalisasi Perdagangan terhadap Permintaan dan Penawaran Padi Di
Indonesia.Tesis.Program Pascasarjana.
Suryana, Achmad dkk. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Padi. Jakarta: LPEMFEUI.